Q.S. 17.Al Israa':18
Di dalam Tafsir Ibnu Katsir tertulis sebagai berikut:
Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki dan Kami tentukan baginya neraka jahannam; ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir. (Q.S. 17:18) Dan barangsiapa yang menghendaki kehidupan Akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah Mukmin, maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalasi dengan baik. (Q.S. 17:18).
Allah s.w.t. memberitahukan bahwa tidak semua orang yang mengejar dunia dan segala kenikmatan yang terdapat di dalamnya, ia akan mendapatkannya, dan hal itu akan didapat oleh orang-orang yang dikehendaki-Nya saja. Dan ayat ini membatasi pengertian yang ada pada ayat-ayat lain yang umum, dimana Dia berfirman: ”Maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki dan Kami tentukan baginya neraka jahannam.” Yakni di alam Akhirat, “Ia akan memasukinya”, yaitu memasukinya sehingga Neraka itu menenggelamkannya dari semua sisi. “Dalam keadaan tercela” yakni, dalam keadaan terhina atas tindakan dan perbuatannya yang buruk, di mana ia lebih memilih hal yang bersifat fana (sementara) daripada yang bersifat baqo (abadi) “Dan terusir,” Yakni, terjauhkan dan tersisihkan dalam keadaan hina dina.
Imam Ahmad meriwayatkan dari ‘Aisyah r.a., di mana ia bercerita, Rasulullah s.a.w. bersabda: “Dunia ini adalah tempat tinggal bagi orang yang tidak mempunyai tempat tinggal (di surga), dan harta kekayaan bagi orang yang tidak mempunyai harta (di surga), dan padanya berkumpul orang-orang yang tidak berakal.”
Dan firman-Nya: “Dan barangsiapa yang menghendaki kehidupan Akhirat,” yakni, menghendaki alam Akhirat dan berbagai kenikmatan dan kebahagiaan yang ada di sana. “Dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh,” yakni, mencari hal itu melalui jalannya sedang ia mengikuti Rosul-Nya s.a.w. “Sedang ia adalah Mukmin,” yakni hatinya beriman, mempercayai adanya pahala dan balasan. “Maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalasi dengan baik.”
Kepada masing-masing golongan baik golongan ini (ayat 18) maupun golongan itu (ayat 19) Kami berikan bantuan dari kemurahan Robb-mu. dan kemurahan Tuhanmu tidak dapat dihalangi. (Q.S. 17:20) Perhatikanlah bagaimana Kami lebihkan sebagian dari mereka atas sebagian (yang lain), dan pasti kehidupan Akhirat lebih tinggi tingkatnya dan lebih besar keutamaannya. (Q.S. 17:21).
Allah s.w.t. berfirman: “Kepada masing-masing golongan,” yakni, masing-masing dari kedua kelompok, yakni orang yang menghendaki dunia dan orang-orang yang menghendaki Akhirat, akan Kami berikan kepada mereka berupa: “Bantuan dari kemurahan Robb-mu”. Yakni, Dialah yang mengendalikan dan mengatur, Dia tidak mungkin berbuat curang. Maka Dia akan memberikan kepada masing-masing apa yang sudah menjadi haknya, baik yang menjadi kebahagiaan atau kesengsaraan. Dengan demikian, tidak ada seorang pun yang sanggup menolak ketetapan-Nya dan tidak pula ada yang sanggup menghalang-halangi pemberian-Nya, serta tidak ada pula yang sanggup merubah apa yang Dia kehendaki. Oleh karena itu, Dia berfirman: ”Dan kemurahan Robbmu tidak dapat dihalangi.Maksudnya, tidak akan ada seorang pun yang menolak dan menentang-Nya.
Al-Hasan dan juga ulama lainnya mengatakan: “Maksudnya, sama sekali tidak dapat dilarang.”
Setelah itu, Allah s.w.t. berfirman: ”Perhatikanlah bagaimana Kami lebihkan sebagian dari mereka atas sebagian (yang lain),” Yakni, di dunia. Di mana di antara mereka ada yang kaya, ada juga yang miskin, dan ada juga yang pertengahan antara keduanya. Ada juga yang mati dalam keadaan masih kecil, ada juga yang berumur panjang sampai berusia lanjut, dan ada juga yang pertengahan antara keduanya.
“Dan pasti kehidupan Akhirat lebih tinggi tingkatnya dan lebih besar keutamaannya. Maksudnya, karena adanya perbedaan kedudukan mereka yang sangat besar di alam Akhirat daripada di dunia, maka di antara mereka ada yang berada di Neraka Jahanam,lapisan paling bawah dengan disertai belenggu dan rantai yang membelitnya. Ada pula yang berada di tingkat paling atas dengan penuh kenikmatan dan kebahagiaan. Orang-orang yang berada di tingkat paling bawah pun mempunyai kedudukan yang beragam satu sama lainnya, sebagaimana halnya orang-orang yang ada di tingkatan paling atas pun mempunyai kedudukan yang beragam pula. Sesungguhnya, Surga itu mempunyai seratus tingkatan yang antara dua tingkat adalah seperti jarak antara langit dan bumi.
Dalam kitab ash-shohihain disebutkan, bahwa:
Rasulullah s.a.w. bersabda: “Sesungguhnya para penghuni Surga dapat melihat orang-orang yang berada di ‘Illiyyin (Surga tertinggi), sebagaimana kalian melihat bintang-bintang cemerlang berjalan di ufuk langit.” (H.R. Al-Bukhori dan Muslim).
Akibat buruk dari “doa minta kaya” terlihat pada kisah Sa’labah yang merupakan asbabun nuzul dari Q.S. At-Taubah [9] :75-77.
Di dalam Tafsir Jalalain kisahnya tertulis sebagai berikut:
75. Dan di antara mereka ada orang yang telah berikrar kepada Allah: "Sesungguhnya jika Allah memberikan sebahagian karunia (fadl)-Nya kepada kami, pastilah kami akan bersedekah dan pastilah kami termasuk orang-orang yang soleh".
Orang yang dimaksud ialah Sa’labah ibnu Hatib; pada suatu hari ia meminta kepada Nabi s.a.w. supaya mendoakannya, kemudian Nabi s.a.w. pun mendoakannya sesuai dengan permintaannya itu; akhirnya Allah memberinya harta yang banyak, sehingga ia lupa akan sholat Jum’at dan solat berjamaah yang biasa dilakukannya karena sibuk dengan hartanya yang banyak itu, dan lebih parah lagi ia tidak menunaikan zakatnya sebagaimana yang dijelaskan oleh Allah s.w.t. dalam ayat berikutnya, yaitu:
76. Maka setelah Allah memberikan kepada mereka sebahagian dari karunia(fadl)-Nya, mereka kikir dengan karunia itu, dan berpaling, dan mereka memanglah orang-orang yang selalu membelakangi (kebenaran).
77. Maka Allah menimbulkan kemunafikan pada hati mereka sampai kepada waktu mereka menemui Allah, karena mereka telah memungkiri terhadap Allah apa yang telah mereka ikrarkan kepada-Nya dan juga karena mereka selalu berdusta.
Setelah itu Sa’labah ibnu Hatib datang menghadap Nabi s.a.w. sambil membawa zakatnya, tetapi Nabi s.a.w. berkata kepadanya: “Sesungguhnya Allah telah melarang aku menerima zakatmu”. Setelah itu Rasulullah s.a.w. menaburkan tanah di atas kepalanya. Pada masa pemerintahan Kholifah Abu Bakar r.a. ia datang membawa zakatnya kepada Kholifah Abu Bakar r.a., tetapi Kholifah Abu Bakar r.a. tidak mau menerimanya. Pada masa pemerintahan Kholifah Umar r.a. ia pun datang membawa zakatnya tetapi Kholifah Umar r.a. juga tidak mau menerimanya. Pada masa pemerintahan Kholifah Usman r.a. ia pun datang lagi membawa zakatnya, tetapi ternyata Kholifah Usman r.a. sama saja, juga tidak mau menerimanya. Ia mati pada masa pemerintahan Kholifah Usman r.a.
Menurut Hamka di dalam segala tafsir lama, senantiasa bertemu ceritera Sa’labah ini. Tetapi pada tafsir Al-Manar cerita ini diragukan karena menurut Sayid Roshid Ridho Nabi tidak mungkin menolak taubatnya seseorang.
Suatu ketika RosulAllah pernah ditanya tentang surga dan ahlinya, beliau menjelaskan bahwa penghuni yang paling banyak di surga adalah orang miskin. Yang dimaksud disini bukan semua orang miskin masuk surga. Akan tetapi kebanyakan penghuni surga adalah orang miskin yang sobar, soleh, taat ke pada Allah dan banyak beribadah.
Miskin. Siapa suka miskin? Semua lari dari kemiskinan dan takut miskin. Ini kenyataan hidup sekarang ini. Tidak ada orang ingin hidup miskin. Boro-boro ingin jadi miskin, bermimpi jadi orang miskin atau bertemu dengan kemiskinan atau kesusahan sama sekali tidak diharapkan.
Tapi kalau kita teliti dengan seksama memang itulah kenyataan sebagian falsafah hidup yang diajarkan Rasulallah saw kepada kita. Dan Beliau sendiri ternyata hidup dalam kondisi miskin. Ketika beliau wafat, tak ada harta yang diwariskan untuk keluarganya. Begitu pula para sahabat nabi mayoritasnya mereka hidup dalam kekurangan dan kemiskinan.
Hidup berlebihan atau kaya sangat jarang kita dapatkan dalam kisah kehidupan para sohabat RosulAllah.
Ada diantara mereka yang kaya seperti misalnya Ustman bin Affan dan Abdurohman bin Auf, tapi mereka pun berusaha menginfakkan dan rela mengeluarkan hartanya ke jalan Allah agar jadi miskin.
Ali ra hidup miskin dan serba kekurangan. Bahkan setelah menikah dengan Fatimah binti Rasululloh beliau tidak mampu mengambil seorang pembantu. Ketika istrinya, Fatimah, datang kepada Ayahnya minta kepada beliau seorang pembantu. Rosulullah pun berkata “Wahai anakku bersabarlah. Sesungguhnya sebaik baiknya wanita adalah yang bermanfaat bagi keluarganya”
Contoh lainnya, pernah satu ketika Rasulallah saw datang mengunjungi ke rumah anaknya, Fatimah. Ketika beliau melihat anaknya mengenakan giwang dan rantai terbuat dari perak, begitu pula beliau melihat selot pintu rumahnya terbuat dari bahan sejenis perak, RosulAllah segera keluar dari rumahnya dan kelihatan tanda tanda kemarahan di wajah beliau. Beliau naik ke atas mimbar. Fatimah pun mengetahui maksud kemarahan ayahnya. Maka dicopotilah giwang, rantai dan selot pintu yang terbuat dari perak dan segera diserahkannya kepada Nabi di atas mimbar seraya berkata “Jadikanlah semua ini di jalan Allah, ya abati”. RosulAllah sangat terharu dan bergembira atas tindakan putrinya yang sangat dicintainya. Beliau pun berkata “Sungguh kamu telah melakukannya wahai anakku. Ketahuilah bahwa dunia itu bukan untuk Muhammad dan keluarganya. Seandainya dunia ini bernilai di sisi Allah sebesar sayap nyamuk, maka tidak ada satu orang kafir diberi minum setetes pun”
Mengapa Rosulullah saw pernah mengajarkan doa jadi miskin? Yang dimaksud disini beliau bukan mengajarkan umatnya jadi miskin akan tetapi beliau mengajarkan kesederhanaan, kehidupan bersama, toleransi, ke-tidakegois-an dan tidak hanya memikirkan diri sendiri, sehingga tidak menimbulkan kedengkian, kebencian antara sesama.
Sesungguhnya doa minta jadi miskin bukan berarti minta serba kekurangan. Akan tetapi yang dimaksud disini minta jadi miskin adalah minta kepada Alloh agar memiliki sikap hidup yang selalu memberi perhatian kepada yang miskin, yang lemah dan yang di bawah. Biarpun kita jadi kaya dan memiliki harta berlimpah-limpah, semua itu tak berarti sedikit pun jika tak memiliki sifat perhatian untuk mengangkat yang di bawah dan menolong yang miskin. Itulah yang diajarkan Rosulalloh saw.
Orang kaya yang hanya memikirkan diri sendiri, serakah, tamak, dan kikir, orang semacam ini dikategorikan orang kaya tapi berjiwa miskin. Sebaliknya orang miskin yang menerima nasib, bersabar, tabah dengan segala musibah yang menimpah dirinya, dan ridho serta bersyukur dengan apa yang telah diberikan Allah, ia adalah orang miskin yang berjiwa kaya.
Sesungguhnya Seorang Mukmin Sejati Malah Takut Kalau Mendapatkan Kenikmatan Dunia Yang Banyak!
Dari Ibrahim bin Abdur Rahman bin 'Auf, bahwasanya Abdur Rahman bin 'Auf r.a. diberi hidangan makanan, sedangkan waktu itu ia berpuasa, lalu ia berkata: "Mus'ab bin Umair itu terbunuh (fi-sabilillah). Ia adalah seorang yang lebih baik daripada-ku, tetapi tidak ada yang digunakan untuk mengafaninya (mem-bungkus janazahnya) kecuali selembar burdah. Jikalau kepalanya ditutup, maka tampaklah kedua kakinya dan jikalau kedua kakinya ditutup, maka tampaklah kepalanya. Selanjutnya untuk kita sekarang ini dunia telah dibeberkan seluas-luasnya (mendapatkan banyak rezeki). Atau ia berkata: "Kita telah dikaruniai rezeki dunia sebagaimana yang kita terima ini (amat banyak sekali). Kita benar-benar takut kalau-kalau kebaikan-kebaikan kita ini didahulukan untuk kita sekarang (sejak kita di dunia ini, sedang di akhirat tidak dapat bagian apa-apa)." Selanjutnya ia lalu menangis dan makanan itu ditinggalkan.
(Riwayat Bukhari)
Bab. Keutamaan Orang Miskin
Dari Haritsah bin Wahb radhiallahu ‘anhu bhwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ألا أخبركم بأهل الجنة؟ قالوا: بلي، قال: كل ضعيف متضعف، لو أقسم على الله لأبره
“Maukah kusampaikan kepada kalian tentang ahli surga?” Para sahabat menjawab. “Tentu.” Beliau bersabda, “Orang-orang yang lemah dan diremehkan. Andaikan orang ini bersumpah atas nama Allah (berdoa), pasti Allah kabulkan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
An-Nawawi dalam syarah hadis ini menyatakan:
ومعناه يستضعفه الناس، ويحتقرونه، ويتجبرون عليه، لضعف حاله في الدنيا، والمراد أن أغلب أهل الجنة هؤلاء … وليس المراد الاستيعاب
Makna hadis: “Dia diremehkan masyarakat, dianggap hina, suka disuruh-suruh. Karena dia lemah dari sisi dunianya. Maksud hadis ini adalah umumnya penduduk surga orangnya semacam itu, bukan maksudnya seluruh penduduk surga.” (Syarh Muslim An-Nawawi, 17:187)
Hadist ini dikeluarkan ditengah2 para sahabat Nabi SAW. Sehingga secara tidak langsung, syarat pertama sebagai penduduk Surga adalah beriman kepada Allah dan RasulNya dengan sebenar2 iman. Setelah itu keluarlah hadist keutamaan miskin dan celakanya orang yang keras, kasar, tidak sabaran dan sombong meskipun mereka mengaku beriman. Sehingga orang miskin dan teraniaya menjadi ahli Surga.
Dari Usamah bin Zaid radhiallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
قمت على باب الجنة، فكان عامة من دخلها المساكين، وأصحاب الجد محبوسون غير أن أصحاب النار قد أمر بهم إلى النار
“Saya pernah berdiri di pintu surga, ternyata umumnya orang yang memasukinya adalah orang miskin. Sementara orang kaya tertahan dulu (masuk surga). Hanya saja, penduduk neraka sudah dimasukkan ke dalam neraka.” (HR. Ahmad, Bukhari, dan Muslim)
Dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
اطلعت في الجنة، فرأيت أكثر أهلها الفقراء
“Saya pernah melihat surga, aku lihat kebanyakan penduduknya adalah orang miskin.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memperingatkan umatnya mengenai 3 sifat pembawa celaka yang bisa mengantarkan ke jurang neraka. Mari kita simak:
أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِأَهْلِ الْجَنَّةِ ؟ كُلُّ ضَعِيفٍ مُتَضَعِّفٍ ، لَوْ أَقْسَمَ عَلَى اللَّهِ لَأَبَرَّهُ، أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِأَهْلِ النَّارِ ؟ كُلُّ عُتُلٍّ جَوَّاظٍمُسْتَكْبِرٍ
Dari Haritsah bin Wahb radhiyallahu ‘anhubeliau berkata, “Aku mendengar Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Maukah aku kabarkan kepada kalian siapa penghuni surga? Merekalah orang yang lemah lagi diremehkan orang lain. Namun jika dia bersumpah dengan menyebut nama Allah, pasti Allah akan mengabulkannya. Maukah aku kabarkan pada kalian siapa penghuni neraka? Merekalah orang yang kasar, tak sabaran lagi sombong.” (HR. Al-Bukhari no. 4918 dan Muslim no. 2853)
“Maukah kamu aku beritahu tentang penduduk neraka? Mereka semua adalah orang-orang keras lagi kasar, tamak lagi rakus, dan takabbur(sombong).“ (HR. Bukhari no. 4918 dan Muslim no. 2853).
Bab. Bagaimana dengan Hadis Kefakiran itu bisa Menjadi Kekafiran?
Dari Anas bin Malik ra. bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
كادَ الفَقْرُ أنْ يَكُوْنَ كُفْرًا
“Hampir-hampir kefakiran (kemiskinan) itu menjadi kekafiran”
Hadits ini dikeluarkan oleh Imam al-Baihaqi dalam kitab “Syu’abul Iman” (no. 6612), Abu Nu’aim Al-Ashbahani dalam “Hilyatul auliyaa’” (3/53 dan 109), Al-Qudha-‘i dalam “Musnadusy Syihab” (no. 586), Al-‘Uqaili dalam “Adh-Dhu’afaa’” (no. 1979) dan Ibnu ‘Adi dalam “Al-Kamil” (7/236), semuanya dari berbagai jalur, dari Yazid bin Aban ar-Raqa-syi, dari Anas bin Malik Radhiallahu’anhu, dari Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam.
Ternyata hadits ini adalah hadits yang lemah dari semua jalur periwayatannya, bahkan sebagiannya sangat lemah dan palsu, sebagaimana penjelasan di atas.
Karena hadits ini lemah maka tidak boleh dinisbatkan kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dan tidak bisa dijadikan sebagai dalil (argumentasi) untuk menetapkan bahwa kemiskinan harta itu tercela dan mudah membawa seorang manusia kepada kekafiran.
Syaikh Al-Qari berkata tentang hadits ini: “Hadits ini sangat lemah, kalaupun dianggap shahih, maka maknanya dibawa kepada arti kemiskinan hati (hati yang tidak qana’ah/tidak pernah puas dengan pemberian Allah Ta’ala), yang ini akan melahirkan (sifat selalu) berkeluh kesah dan takut (hidup miskin), dan ini akan menimbulkan (sifat) tidak ridha dengan ketentuan takdir Allah dan menolak pembagian (rezki dari Allah Ta’ala) Yang maha menguasai langit dan bumi. Oleh karena itu, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Bukanlah kekayaan itu karena banyaknya kemewahan dunia (harta), akan tetapi kekayaan (yang hakiki) adalah kekayaan (kecukupan) dalam jiwa (hati)” (HR al-Bukhari (no. 6081) dan Muslim (no. 120))
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Telah terjadi perbedaan pendapat di kalangan kebanyakan (ulama) jaman sekarang tentang siapakah yang lebih utama: orang kaya yang bersyukur atau orang miskin yang bersabar? Sebagian dari para ulama dan ahli ibadah menguatkan pendapat pertama (orang kaya yang bersyukur lebih utama), sementara ulama dan ahli ibadah yang lain menguatkan pendapat kedua (orang miskin yang bersabar lebih utama). Kedua pendapat ini (juga) dinukil dari Imam Ahamad.
Adapun para Sahabat dan Tabi’in Radhiallahu’anhum, maka tidak ada satupun nukilan dari mereka (tentang) keutamaan salah satu dari dua golongan tersebut dibanding yang lain.
Sekelompok ulama lainnya berkata: “Masing-masing dari keduanya tidak ada yang lebih utama dibanding yang lain kecuali dengan ketakwaan. Maka yang paling kuat iman dan takwanya itulah yang paling utama, kalau iman dan takwa keduanya sama maka keutamaan keduanya pun sama.
Inilah pendapat yang paling benar, karena dalil-dalil dari al-Qur-an dan hadits Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam menunjukkan (bahwa) keutamaan (manusia di sisi Allah Ta’ala dicapai) dengan keimanan dan ketakwaan. Allah Ta’ala berfirman:
{إِنْ يَكُنْ غَنِيًّا أَوْ فَقِيرًا فَاللَّهُ أَوْلَى بِهِمَا}
“Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu (keadaan) keduanya” (QS an-Nisaa’: 135).
Terkadang seseorang lebih baik baginya (dalam keimanan) jika diberi kemiskinan, sementara orang lain lebih baik baginya jika mendapatkan kekayaan, sebagaimana kesehatan lebih baik bagi sebagian manusia dan penyakit lebih baik bagi yang lain…”.
Pendapat inilah yang dipilih oleh dua murid Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, yaitu Imam Ibnu Qayyimil Jauziyyah dan Imam Ibnu Muflih al-Maqdisi.
--------------------------
Marilah kita renungi ayat berikut ini:
QS. 42. Asy Syuura:19
ٱللَّهُ لَطِيفٌ بِعِبَادِهِ يَرْزُقُ مَن يَشَآءُ وَهُوَ ٱلْقَوِىُّ ٱلْعَزِيزُ
"Allah Maha lembut terhadap hamba-hamba-Nya; Dia memberi rezki kepada yang di kehendaki-Nya dan Dialah Yang Maha Kuat lagi Maha Perkasa."
Tafsir Jalalain: (Allah Maha Lembut terhadap hamba-hamba-Nya) baik terhadap mereka yang berbakti maupun terhadap mereka yang durhaka, karena Dia tidak membinasakan mereka melalui kelaparan sebab kemaksiatan mereka (Dia memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya) artinya, Dia memberikan kepada masing-masingnya apa yang Dia kehendaki (dan Dialah Yang Maha Kuat) atas semua kehendak-Nya (lagi Maha Perkasa) Maha Menang atas semua perkara-Nya.
Allah Mahamengetahui batas kemampuan seorang hambaNya yang beriman, sampai mana ia dapat bertahan dengan rejeki itu (banyak/sedikit), sehingga dengan kadar/banyaknya rejeki seperti itu, ia masih tetap dapat beribadah kepadaNya dengan baik. Sehingga janganlah "memaksa Allah dengan do'a" supaya kita kaya, kita tidak tahu mana yang terbaik ...
Dalam tafsir Ibnu Katsir:
"Sungguh, diantara hamba-Ku ada orang yang tidak pantas baginya kecuali kefakiran, sekiranya Aku membuatnya kaya, tentu Aku membuat agamanya rusak. Dan sungguh, diantara hamba-Ku ada yang tidak pantas baginya kecuali kekayaan. Sekiranya Aku membuatnya miskin, tentu Aku membuat agamanya rusak. (HR Ibnu Asakir)
Subhanallah ....
Bab. Siapakah yang Beruntung dan Terbaik disisi Allah?
Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ الْمُكْثِرِينَ هُمُ الْمُقِلُّونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ، إِلاَّ مَنْ أَعْطَاهُ اللَّهُ خَيْرًا ، فَنَفَحَ فِيهِ يَمِينَهُ وَشِمَالَهُ وَبَيْنَ يَدَيْهِ وَوَرَاءَهُ ، وَعَمِلَ فِيهِ خَيْرًا
Sesungguhnya orang-orang yang memperbanyak (harta) adalah orang-orang yang menyedikitkan (kebaikannya) pada hari Kiamat, kecuali orang yang Allâh Subhanahu wa Ta’ala berikan kepadanya kebaikan, lalu dia memberi kepada orang yang di sebelah kanannya, kirinya, depannya, dan belakangnya; dan dia berbuat kebaikan pada hartanya (HR. al-Bukhâri, no. 6443; Muslim, no. 94)
al-Hâfizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Yang dimaksudkan dengan ‘memperbanyak’ adalah dengan harta, dan ‘menyedikitkan’ adalah dengan pahala akhirat. Ini (terjadi) pada diri orang yang memperbanyak harta, akan tetapi dia tidak memenuhi sifat dengan yang ditunjukkan oleh pengecualian setelahnya, yaitu berinfaq”. [Fathul Bari 18/261]
"Sesungguhnya orang-orang yang memiliki banyak harta, adalah orang-orang yang sedikit kebaikannya pada hari Kiamat, kecuali yang menggunakan hartanya itu di jalan Allah"
Kebanyakan orang yang memiliki banyak harta, menggunakan hartanya itu untuk hal2 yang mubah (kalau tidak mau dikatakan haram). Beli mobil mewah, motor mewah, atau motor yang bagus. Dan mereka menginfakkan hartanya, kecuali hanya sekedarnya saja.
Bandingkan dengan mukmin yang memiliki harta cuman jutaan atau bahkan jauh lebih kecil dari itu, namun berinfak jauh lebih banyak dari itu, padahal mereka termasuk miskin.
Orang2 mukmin tersebut tidak terlena oleh kehidupan dunia, mereka lebih mementingkan perintah Allah, daripada kebutuhan dirinya sendiri. Tidak jarang mereka mengalami kesulitan2 dalam dunianya, karena perbuatannya itu namun karena cintanya kepada Allah, mereka tidak menggubrisnya.
Memang tidak berdosa mukmin yang menggunakan hartanya untuk kemegahan dirinya, selama tidak menyalahi syariat Islam. Namun mukmin yang seperti itu, pahalanya kelak diakhirat jauh lebih sedikit daripada Mukmin yang miskin, atau Mukmin yang kaya namun menggunakan kekayaannya dijalan Allah.
Benarkah Abdurrahman bin Auf, karena sangat kaya-nya, memasuki Surga dengan Merangkak? http://tausyiahaditya.blogspot.co.id/2017/02/benarkah-abdurrahman-bin-auf-memasuki.html
Tambahan:
--> Contoh Hamba Allah yang Kaya namun menggunakan Kekayaannya di jalan Allah, dan tidak untuk bermewah2an bagi dirinya Sendiri:
TAMU SEDERHANA
"Usai maghrib saya kedatangan tamu dirumah".
“ Assalamu 'alaikum “ sapanya ketika sampai di depan pintu.
“ Wa'alaikum salam “ Jawab saya sedikit kaget karena tidak mengenal tamu ini.” Anda siapa? “ tanya saya.
“Saya Sobari .“ katanya dengan wajah diliput senyum.
"Bapak pengurus Masjid?" tanyanya.
“Ya. Betul Pak. Ada apa ? Apa yang dapat saya bantu “
“Saya tadi melewati masjid yang sedang dibangun. Orang disekitar masjid meminta saya untuk menemui bapak ? “
“ Ada apa ?"
“Saya ingin memberikan sedekah untuk penyelesaian pembangunan masjid “ katanya dengan tetap diliput senyum.
Saya memperhatikan penampilan orang ini. Tidak nampak dia memiliki kemampuan untuk bersedekah. Saya lirik diluar, tidak ada nampak kendaraan diparkir. Pasti orang ini datang dengan angkutan umum atau beca. Mungkin orang ini "sakit". Atau hanya ingin mempermainkan emosi saya.
Ya karena sudah hampir empat tahun masjid itu tidak pernah selesai. Sementara saya sebagai ketua Panitia Pembangunan Masjid sudah bosan mengajak masyarakat untuk berinfaq atau bersedekah. Tapi hasilnya hanya uang kecil yang terkumpul didalam kotak amal. Sementara kotak amal yang diletakkan disetiap sudut pasar atau rumah makan hanya menghasilkan uang tidak seberapa. Padahal masyarakat yang ada disekitar masjid ini terdiri dari para pedagang yang rata rata mempunyai omzet Rp. 3 juta perhari !
“Bagaimana Pak? Kenapa bapak diam ?" tegurnya yang membuyarkan lamunan saya.
“Eh , iya.Pak, ehm..berapa bapak mau sumbang ?" tanya saya masih diliput rasa tidak percaya.
“Boleh saya tau ? berapa dana diperlukan untuk menyelesaikan masjid itu “ tanyanya dengan tenang.
Pertanyaan yang lagi lagi membuat saya hilang hasrat untuk bicara banyak sama tamu ini. Dia pasti orang "sakit jiwa".
“Ya.. kita butuh dana sebesar Rp 500 juta “ jawab saya. Berharap orang itu cepat berlalu.
“Baik, pak. Besok kalau bapak ada waktu , saya tunggu di Pengadilan Agama. Saya akan memberikan sedekah dihadapan hakim Agama.” Katanya tenang. “ jam berapa Bapak ada waktu ? “ lanjutnya.
“ya liat besok aja ya pak “ jawab saya. Berharap orang itu cepat berlalu. Karena saya harus memimpin sholat isya di masjid.
“Baiklah , Ini nomor telp rumah saya. Kalau bapak siap , hubungi saya “ katanya.
“Permisi saya pamit dulu. Rumah saya jauh." lanjutnya sambil berdiri dan berlalu.
Baru saya sadar, tamu ini tidak saya tawarkan minum.
Setelah usai sholat Isa. Secara tidak sengaja saya melontarkan cerita kedatangan tamu ke rumah kepada pengurus Masjid. Tanggapan mereka sama seperti saya. Orang itu Stress dan tidak perlu dilayani.
Karena besok semua pengurus punya banyak kesibukan, yang tidak mungkin meluangkan waktu untuk datang ke Pengadilan Agama.
Keesokan harinya. salah satu pengurus meminta saya untuk menemaninya ke show room mobil. Dia hendak menebus indent kendaraan yang dipesannya sejak empat bulan lalu.
Karena lokasi showroom tidak begitu jauh dari Kantor Pengadilan Agama maka saya tawarkan kepada teman ini untuk mampir ke Pengadilan.
Dia sedikit sungkan tapi akhirnya setuju.
Langsung saya menghubungi orang yang akan menyumbang itu melalui cell phone kerumahnya.
Dia langsung menyanggupi untuk datang. Berjanji jam 11 siang sudah sampai di Kantor Pengadilan Agama.
“Baiklah. Tapi saya tidak mau tunggu terlalu lama di kantor pengadilan itu. Lewat setengah jam anda tidak datang , saya akan pulang.“ kata saya tegas.
Karena sebenarnya saya masih sangsi pada orang ini.
“Insya Allah “ begitu jawabnya.
Tepat jam 11 saya dan teman sudah datang di pengadilan Agama. Tapi orang yang akan menyumbang belum juga datang. Lewat lima menit , orang yang akan menyumbang itu datang dengan menumpang angkutan BECAK yang masuk langsung kedalam halaman Pengadilan Agama.
Bajunya sangat sederhana.
Teman saya yang melihat pemandangan itu, langsung tersenyum kecut.
Bagaimana mungkin dia bisa menutup kekurangan pembangunan masjid
“Mungkin kita yang gila. Mau-maunya nungguin dia.Tapi ya sudahlah, kita liat aja.," gerutu teman saya kala melihat kedatangan orang itu.
“Assalamu 'alaikum “ sapanya ketika sesampai didalam menjumpai kami.
“Ya , Bagaimana Pak. Apakah bapak sudah bawa uangnya?“ tanya teman saya langsung kepokok persoalan.
“Ini, uangnya “ katanya sambil memperlihatkan kantong semen ditangannya. "Mari kita menemui petugas untuk membuat akta penyerahan sumbangan ini. Maaf, bukan saya tidak percaya tapi ini perlu sebagaimama ajaran Al-Quran menyebutkan bahwa segala sesuatunya harus tertulis.“ katanya.
Sambil melangkah kedalam menemui petugas pengadilan.
Tanpa banyak kata, orang ini langsung menyerahkan tumpukan uang dihadapan petugas pengadilan.
Petugas itu menghitung.
Jumlahnya Rp 500 juta..!
Petugas itu kemudian menyerahkan formulir untuk kami isi.
Kemudian setelah tandatangani formulir itu, maka uang pun pindah ke tangan kami.
“Pak, Cukuplah Bapak-Bapak sebagai panitia dan Pak Hakim yang mengetahuinya. Saya menyumbang karena Allah...” katanya ketika akan pamit berlalu.
Melihat situasi yang diluar dugaan kami maka timbul rasa malu dan rendah dihadapan orang ini.Ternyata dia yang kami nilai stress/gila, menunjukan kemuliaannya.
Sementara kami dari awal meremehkan dan memandang sebelah mata padanya.
Maaf, Mengapa bapak ikhlas menyumbang uang sebanyak ini. Sementara saya lihat bapak , maaf terlihat sangat sederhana. Mobil pun bapak tidak punya. “ tanya teman saya dengan keheranan.
"Saya merasa sangat kaya. Karena Allah memberikan saya qalbu yang dapat memahami ayat ayat Alquran. Cobalah anda bayangkan. Bila uang itu saya belikan kendaraan mewah, maka manfaatnya hanya seusia kendaraan itu. Bila saya membangun rumah megah maka nikmatnya hanya untuk dipandang.
Tapi bila saya gunakan harta untuk saya sedekahkan di jalan Allah demi kepentingan Ummat, maka manfaatnya tidak akan pernah habis. “ Demikian jawabnya dengan sangat sederhana tapi begitu menyentuh.
“Apa pekerjaan Bapak “ tanya teman saya.
“saya petani Kopi. Alhamdulillah dari hasil kebun Kopi , lima anak saya semua sudah menjadi sarjana dan sekarang mereka sukses dan hidup sejahtera. Lima limanya sudah berkeluarga. Alhamdulillah, semua Anak dan mantu saya sudah menunaikan haji.”
“Bapak memang sangat beruntung. Apa resepnya hingga bapak dapat mendidik anak yang sholeh” tanya saya.
"Resepnya adalah: dekatlah kepada Allah. Cintailah Allah. Cintailah semua yang diamanahkannya kepada kita. Dan berkorbanlah untuk itu. Bukankah anak, istri, lingkungan dan syiar agama adalah amanah Allah kepada kita semua. Bila kita sudah mencintai Allah dengan hati, dan dibuktikan dengan perbuatan maka selanjutnya hidup kita akan dijamin oleh Allah. Apakah ada yang paling bernilai didunia ini dibanding kecintaan Allah kepada kita... “
Dia pamit dan berlalu dengan menumpang becak.
Sementara saya dan teman saya tercekat dan tak mampu berkata-kata.
Kami tak berani mendahului becak yang ditumpanginya. Toyota Kijang keluaran terbaru yang baru saya beli bulan lalu serasa tak mampu melewati becak itu.
Saya malu. Malu dengan kerendahan diri saya dihadapan orang yang tawadhu namun ikhlas berjuang karena Allah. Mungkin penghasilan saya lebih besar darinya. Tapi belum bisa seikhlas dia. Saya menjadi merasa tak pantas menyebut diri ini mencintai Allah.."
Semoga manfaat.
* Kisah Tamu Sederhana ini oleh; H. Irwanto rusli. from : kasmiyantoyanto@yahoo.co.id
------------------------------
Renungan:
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يَدْخُلُ فُقَرَاءُ الْمُؤْمِنِينَ الْجَنَّةَ قَبْلَ الأَغْنِيَاءِ بِنِصْفِ يَوْمٍ خَمْسِمِائَةِ عَامٍ
“Orang beriman yang miskin akan masuk surga sebelum orang-orang kaya yaitu lebih dulu setengah hari yang sama dengan 500 tahun.” (HR. Ibnu Majah no. 4122 dan Tirmidzi no. 2353. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan)
Ingatlah, Allah Mahaadil ...!
Andaikan ada 2 orang manusia yang sama2 ditakdirkan masuk Surga (misal si A dan si B) ...
Namun si A ditakdirkan Kaya di Dunia ...
Dan si B ditakdirkan Miskin di Dunia ...
Maka, yang terjadi sebenarnya adalah si B yang akan menikmati kekayaan lebih lama, mengapa ...?
Karena si A menikmati kekayaan di dunia paling lama 100 tahun, kemudian di hisab hingga 500 tahun, maka dapat dikatakan ia menjadi miskin selama 400 tahun ...
Sedangkan si B miskin di dunia 100 tahun, lalu menikmati kekayaan di Surga 500 tahun lebih dulu, maka dapat dikatakan ia menjadi kaya 400 tahun ...
Bukankah lebih lama si B yang miskin itu dalam menikmati kekayaan ...?
Bahkan kekayaan Surga jauuuuhhhh lebih nikmat daripada kekayaan di dunia ...!
مَّن كَانَ يُرِيدُ ٱلْعَـٰجِلَةَ عَجَّلْنَا لَهُ فِيهَا مَا نَشَآءُ لِمَن نُّرِيدُ ثُمَّ جَعَلْنَا لَهُ جَهَنَّمَ يَصْلَـٰهَا مَذْمُومًا مَّدْحُورًا
Di dalam Tafsir Ibnu Katsir tertulis sebagai berikut:
Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki dan Kami tentukan baginya neraka jahannam; ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir. (Q.S. 17:18) Dan barangsiapa yang menghendaki kehidupan Akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah Mukmin, maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalasi dengan baik. (Q.S. 17:18).
Allah s.w.t. memberitahukan bahwa tidak semua orang yang mengejar dunia dan segala kenikmatan yang terdapat di dalamnya, ia akan mendapatkannya, dan hal itu akan didapat oleh orang-orang yang dikehendaki-Nya saja. Dan ayat ini membatasi pengertian yang ada pada ayat-ayat lain yang umum, dimana Dia berfirman: ”Maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki dan Kami tentukan baginya neraka jahannam.” Yakni di alam Akhirat, “Ia akan memasukinya”, yaitu memasukinya sehingga Neraka itu menenggelamkannya dari semua sisi. “Dalam keadaan tercela” yakni, dalam keadaan terhina atas tindakan dan perbuatannya yang buruk, di mana ia lebih memilih hal yang bersifat fana (sementara) daripada yang bersifat baqo (abadi) “Dan terusir,” Yakni, terjauhkan dan tersisihkan dalam keadaan hina dina.
Imam Ahmad meriwayatkan dari ‘Aisyah r.a., di mana ia bercerita, Rasulullah s.a.w. bersabda: “Dunia ini adalah tempat tinggal bagi orang yang tidak mempunyai tempat tinggal (di surga), dan harta kekayaan bagi orang yang tidak mempunyai harta (di surga), dan padanya berkumpul orang-orang yang tidak berakal.”
Dan firman-Nya: “Dan barangsiapa yang menghendaki kehidupan Akhirat,” yakni, menghendaki alam Akhirat dan berbagai kenikmatan dan kebahagiaan yang ada di sana. “Dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh,” yakni, mencari hal itu melalui jalannya sedang ia mengikuti Rosul-Nya s.a.w. “Sedang ia adalah Mukmin,” yakni hatinya beriman, mempercayai adanya pahala dan balasan. “Maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalasi dengan baik.”
Kepada masing-masing golongan baik golongan ini (ayat 18) maupun golongan itu (ayat 19) Kami berikan bantuan dari kemurahan Robb-mu. dan kemurahan Tuhanmu tidak dapat dihalangi. (Q.S. 17:20) Perhatikanlah bagaimana Kami lebihkan sebagian dari mereka atas sebagian (yang lain), dan pasti kehidupan Akhirat lebih tinggi tingkatnya dan lebih besar keutamaannya. (Q.S. 17:21).
Allah s.w.t. berfirman: “Kepada masing-masing golongan,” yakni, masing-masing dari kedua kelompok, yakni orang yang menghendaki dunia dan orang-orang yang menghendaki Akhirat, akan Kami berikan kepada mereka berupa: “Bantuan dari kemurahan Robb-mu”. Yakni, Dialah yang mengendalikan dan mengatur, Dia tidak mungkin berbuat curang. Maka Dia akan memberikan kepada masing-masing apa yang sudah menjadi haknya, baik yang menjadi kebahagiaan atau kesengsaraan. Dengan demikian, tidak ada seorang pun yang sanggup menolak ketetapan-Nya dan tidak pula ada yang sanggup menghalang-halangi pemberian-Nya, serta tidak ada pula yang sanggup merubah apa yang Dia kehendaki. Oleh karena itu, Dia berfirman: ”Dan kemurahan Robbmu tidak dapat dihalangi.Maksudnya, tidak akan ada seorang pun yang menolak dan menentang-Nya.
Al-Hasan dan juga ulama lainnya mengatakan: “Maksudnya, sama sekali tidak dapat dilarang.”
Setelah itu, Allah s.w.t. berfirman: ”Perhatikanlah bagaimana Kami lebihkan sebagian dari mereka atas sebagian (yang lain),” Yakni, di dunia. Di mana di antara mereka ada yang kaya, ada juga yang miskin, dan ada juga yang pertengahan antara keduanya. Ada juga yang mati dalam keadaan masih kecil, ada juga yang berumur panjang sampai berusia lanjut, dan ada juga yang pertengahan antara keduanya.
“Dan pasti kehidupan Akhirat lebih tinggi tingkatnya dan lebih besar keutamaannya. Maksudnya, karena adanya perbedaan kedudukan mereka yang sangat besar di alam Akhirat daripada di dunia, maka di antara mereka ada yang berada di Neraka Jahanam,lapisan paling bawah dengan disertai belenggu dan rantai yang membelitnya. Ada pula yang berada di tingkat paling atas dengan penuh kenikmatan dan kebahagiaan. Orang-orang yang berada di tingkat paling bawah pun mempunyai kedudukan yang beragam satu sama lainnya, sebagaimana halnya orang-orang yang ada di tingkatan paling atas pun mempunyai kedudukan yang beragam pula. Sesungguhnya, Surga itu mempunyai seratus tingkatan yang antara dua tingkat adalah seperti jarak antara langit dan bumi.
Dalam kitab ash-shohihain disebutkan, bahwa:
Rasulullah s.a.w. bersabda: “Sesungguhnya para penghuni Surga dapat melihat orang-orang yang berada di ‘Illiyyin (Surga tertinggi), sebagaimana kalian melihat bintang-bintang cemerlang berjalan di ufuk langit.” (H.R. Al-Bukhori dan Muslim).
Akibat buruk dari “doa minta kaya” terlihat pada kisah Sa’labah yang merupakan asbabun nuzul dari Q.S. At-Taubah [9] :75-77.
Di dalam Tafsir Jalalain kisahnya tertulis sebagai berikut:
75. Dan di antara mereka ada orang yang telah berikrar kepada Allah: "Sesungguhnya jika Allah memberikan sebahagian karunia (fadl)-Nya kepada kami, pastilah kami akan bersedekah dan pastilah kami termasuk orang-orang yang soleh".
Orang yang dimaksud ialah Sa’labah ibnu Hatib; pada suatu hari ia meminta kepada Nabi s.a.w. supaya mendoakannya, kemudian Nabi s.a.w. pun mendoakannya sesuai dengan permintaannya itu; akhirnya Allah memberinya harta yang banyak, sehingga ia lupa akan sholat Jum’at dan solat berjamaah yang biasa dilakukannya karena sibuk dengan hartanya yang banyak itu, dan lebih parah lagi ia tidak menunaikan zakatnya sebagaimana yang dijelaskan oleh Allah s.w.t. dalam ayat berikutnya, yaitu:
76. Maka setelah Allah memberikan kepada mereka sebahagian dari karunia(fadl)-Nya, mereka kikir dengan karunia itu, dan berpaling, dan mereka memanglah orang-orang yang selalu membelakangi (kebenaran).
77. Maka Allah menimbulkan kemunafikan pada hati mereka sampai kepada waktu mereka menemui Allah, karena mereka telah memungkiri terhadap Allah apa yang telah mereka ikrarkan kepada-Nya dan juga karena mereka selalu berdusta.
Setelah itu Sa’labah ibnu Hatib datang menghadap Nabi s.a.w. sambil membawa zakatnya, tetapi Nabi s.a.w. berkata kepadanya: “Sesungguhnya Allah telah melarang aku menerima zakatmu”. Setelah itu Rasulullah s.a.w. menaburkan tanah di atas kepalanya. Pada masa pemerintahan Kholifah Abu Bakar r.a. ia datang membawa zakatnya kepada Kholifah Abu Bakar r.a., tetapi Kholifah Abu Bakar r.a. tidak mau menerimanya. Pada masa pemerintahan Kholifah Umar r.a. ia pun datang membawa zakatnya tetapi Kholifah Umar r.a. juga tidak mau menerimanya. Pada masa pemerintahan Kholifah Usman r.a. ia pun datang lagi membawa zakatnya, tetapi ternyata Kholifah Usman r.a. sama saja, juga tidak mau menerimanya. Ia mati pada masa pemerintahan Kholifah Usman r.a.
Menurut Hamka di dalam segala tafsir lama, senantiasa bertemu ceritera Sa’labah ini. Tetapi pada tafsir Al-Manar cerita ini diragukan karena menurut Sayid Roshid Ridho Nabi tidak mungkin menolak taubatnya seseorang.
Suatu ketika RosulAllah pernah ditanya tentang surga dan ahlinya, beliau menjelaskan bahwa penghuni yang paling banyak di surga adalah orang miskin. Yang dimaksud disini bukan semua orang miskin masuk surga. Akan tetapi kebanyakan penghuni surga adalah orang miskin yang sobar, soleh, taat ke pada Allah dan banyak beribadah.
Miskin. Siapa suka miskin? Semua lari dari kemiskinan dan takut miskin. Ini kenyataan hidup sekarang ini. Tidak ada orang ingin hidup miskin. Boro-boro ingin jadi miskin, bermimpi jadi orang miskin atau bertemu dengan kemiskinan atau kesusahan sama sekali tidak diharapkan.
Tapi kalau kita teliti dengan seksama memang itulah kenyataan sebagian falsafah hidup yang diajarkan Rasulallah saw kepada kita. Dan Beliau sendiri ternyata hidup dalam kondisi miskin. Ketika beliau wafat, tak ada harta yang diwariskan untuk keluarganya. Begitu pula para sahabat nabi mayoritasnya mereka hidup dalam kekurangan dan kemiskinan.
Hidup berlebihan atau kaya sangat jarang kita dapatkan dalam kisah kehidupan para sohabat RosulAllah.
Ada diantara mereka yang kaya seperti misalnya Ustman bin Affan dan Abdurohman bin Auf, tapi mereka pun berusaha menginfakkan dan rela mengeluarkan hartanya ke jalan Allah agar jadi miskin.
Ali ra hidup miskin dan serba kekurangan. Bahkan setelah menikah dengan Fatimah binti Rasululloh beliau tidak mampu mengambil seorang pembantu. Ketika istrinya, Fatimah, datang kepada Ayahnya minta kepada beliau seorang pembantu. Rosulullah pun berkata “Wahai anakku bersabarlah. Sesungguhnya sebaik baiknya wanita adalah yang bermanfaat bagi keluarganya”
Contoh lainnya, pernah satu ketika Rasulallah saw datang mengunjungi ke rumah anaknya, Fatimah. Ketika beliau melihat anaknya mengenakan giwang dan rantai terbuat dari perak, begitu pula beliau melihat selot pintu rumahnya terbuat dari bahan sejenis perak, RosulAllah segera keluar dari rumahnya dan kelihatan tanda tanda kemarahan di wajah beliau. Beliau naik ke atas mimbar. Fatimah pun mengetahui maksud kemarahan ayahnya. Maka dicopotilah giwang, rantai dan selot pintu yang terbuat dari perak dan segera diserahkannya kepada Nabi di atas mimbar seraya berkata “Jadikanlah semua ini di jalan Allah, ya abati”. RosulAllah sangat terharu dan bergembira atas tindakan putrinya yang sangat dicintainya. Beliau pun berkata “Sungguh kamu telah melakukannya wahai anakku. Ketahuilah bahwa dunia itu bukan untuk Muhammad dan keluarganya. Seandainya dunia ini bernilai di sisi Allah sebesar sayap nyamuk, maka tidak ada satu orang kafir diberi minum setetes pun”
Mengapa Rosulullah saw pernah mengajarkan doa jadi miskin? Yang dimaksud disini beliau bukan mengajarkan umatnya jadi miskin akan tetapi beliau mengajarkan kesederhanaan, kehidupan bersama, toleransi, ke-tidakegois-an dan tidak hanya memikirkan diri sendiri, sehingga tidak menimbulkan kedengkian, kebencian antara sesama.
Sesungguhnya doa minta jadi miskin bukan berarti minta serba kekurangan. Akan tetapi yang dimaksud disini minta jadi miskin adalah minta kepada Alloh agar memiliki sikap hidup yang selalu memberi perhatian kepada yang miskin, yang lemah dan yang di bawah. Biarpun kita jadi kaya dan memiliki harta berlimpah-limpah, semua itu tak berarti sedikit pun jika tak memiliki sifat perhatian untuk mengangkat yang di bawah dan menolong yang miskin. Itulah yang diajarkan Rosulalloh saw.
Orang kaya yang hanya memikirkan diri sendiri, serakah, tamak, dan kikir, orang semacam ini dikategorikan orang kaya tapi berjiwa miskin. Sebaliknya orang miskin yang menerima nasib, bersabar, tabah dengan segala musibah yang menimpah dirinya, dan ridho serta bersyukur dengan apa yang telah diberikan Allah, ia adalah orang miskin yang berjiwa kaya.
Sesungguhnya Seorang Mukmin Sejati Malah Takut Kalau Mendapatkan Kenikmatan Dunia Yang Banyak!
Dari Ibrahim bin Abdur Rahman bin 'Auf, bahwasanya Abdur Rahman bin 'Auf r.a. diberi hidangan makanan, sedangkan waktu itu ia berpuasa, lalu ia berkata: "Mus'ab bin Umair itu terbunuh (fi-sabilillah). Ia adalah seorang yang lebih baik daripada-ku, tetapi tidak ada yang digunakan untuk mengafaninya (mem-bungkus janazahnya) kecuali selembar burdah. Jikalau kepalanya ditutup, maka tampaklah kedua kakinya dan jikalau kedua kakinya ditutup, maka tampaklah kepalanya. Selanjutnya untuk kita sekarang ini dunia telah dibeberkan seluas-luasnya (mendapatkan banyak rezeki). Atau ia berkata: "Kita telah dikaruniai rezeki dunia sebagaimana yang kita terima ini (amat banyak sekali). Kita benar-benar takut kalau-kalau kebaikan-kebaikan kita ini didahulukan untuk kita sekarang (sejak kita di dunia ini, sedang di akhirat tidak dapat bagian apa-apa)." Selanjutnya ia lalu menangis dan makanan itu ditinggalkan.
(Riwayat Bukhari)
Bab. Keutamaan Orang Miskin
Dari Haritsah bin Wahb radhiallahu ‘anhu bhwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ألا أخبركم بأهل الجنة؟ قالوا: بلي، قال: كل ضعيف متضعف، لو أقسم على الله لأبره
“Maukah kusampaikan kepada kalian tentang ahli surga?” Para sahabat menjawab. “Tentu.” Beliau bersabda, “Orang-orang yang lemah dan diremehkan. Andaikan orang ini bersumpah atas nama Allah (berdoa), pasti Allah kabulkan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
An-Nawawi dalam syarah hadis ini menyatakan:
ومعناه يستضعفه الناس، ويحتقرونه، ويتجبرون عليه، لضعف حاله في الدنيا، والمراد أن أغلب أهل الجنة هؤلاء … وليس المراد الاستيعاب
Makna hadis: “Dia diremehkan masyarakat, dianggap hina, suka disuruh-suruh. Karena dia lemah dari sisi dunianya. Maksud hadis ini adalah umumnya penduduk surga orangnya semacam itu, bukan maksudnya seluruh penduduk surga.” (Syarh Muslim An-Nawawi, 17:187)
Hadist ini dikeluarkan ditengah2 para sahabat Nabi SAW. Sehingga secara tidak langsung, syarat pertama sebagai penduduk Surga adalah beriman kepada Allah dan RasulNya dengan sebenar2 iman. Setelah itu keluarlah hadist keutamaan miskin dan celakanya orang yang keras, kasar, tidak sabaran dan sombong meskipun mereka mengaku beriman. Sehingga orang miskin dan teraniaya menjadi ahli Surga.
Dari Usamah bin Zaid radhiallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
قمت على باب الجنة، فكان عامة من دخلها المساكين، وأصحاب الجد محبوسون غير أن أصحاب النار قد أمر بهم إلى النار
“Saya pernah berdiri di pintu surga, ternyata umumnya orang yang memasukinya adalah orang miskin. Sementara orang kaya tertahan dulu (masuk surga). Hanya saja, penduduk neraka sudah dimasukkan ke dalam neraka.” (HR. Ahmad, Bukhari, dan Muslim)
Dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
اطلعت في الجنة، فرأيت أكثر أهلها الفقراء
“Saya pernah melihat surga, aku lihat kebanyakan penduduknya adalah orang miskin.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memperingatkan umatnya mengenai 3 sifat pembawa celaka yang bisa mengantarkan ke jurang neraka. Mari kita simak:
أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِأَهْلِ الْجَنَّةِ ؟ كُلُّ ضَعِيفٍ مُتَضَعِّفٍ ، لَوْ أَقْسَمَ عَلَى اللَّهِ لَأَبَرَّهُ، أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِأَهْلِ النَّارِ ؟ كُلُّ عُتُلٍّ جَوَّاظٍمُسْتَكْبِرٍ
Dari Haritsah bin Wahb radhiyallahu ‘anhubeliau berkata, “Aku mendengar Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Maukah aku kabarkan kepada kalian siapa penghuni surga? Merekalah orang yang lemah lagi diremehkan orang lain. Namun jika dia bersumpah dengan menyebut nama Allah, pasti Allah akan mengabulkannya. Maukah aku kabarkan pada kalian siapa penghuni neraka? Merekalah orang yang kasar, tak sabaran lagi sombong.” (HR. Al-Bukhari no. 4918 dan Muslim no. 2853)
“Maukah kamu aku beritahu tentang penduduk neraka? Mereka semua adalah orang-orang keras lagi kasar, tamak lagi rakus, dan takabbur(sombong).“ (HR. Bukhari no. 4918 dan Muslim no. 2853).
Bab. Bagaimana dengan Hadis Kefakiran itu bisa Menjadi Kekafiran?
Dari Anas bin Malik ra. bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
كادَ الفَقْرُ أنْ يَكُوْنَ كُفْرًا
“Hampir-hampir kefakiran (kemiskinan) itu menjadi kekafiran”
Hadits ini dikeluarkan oleh Imam al-Baihaqi dalam kitab “Syu’abul Iman” (no. 6612), Abu Nu’aim Al-Ashbahani dalam “Hilyatul auliyaa’” (3/53 dan 109), Al-Qudha-‘i dalam “Musnadusy Syihab” (no. 586), Al-‘Uqaili dalam “Adh-Dhu’afaa’” (no. 1979) dan Ibnu ‘Adi dalam “Al-Kamil” (7/236), semuanya dari berbagai jalur, dari Yazid bin Aban ar-Raqa-syi, dari Anas bin Malik Radhiallahu’anhu, dari Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam.
Ternyata hadits ini adalah hadits yang lemah dari semua jalur periwayatannya, bahkan sebagiannya sangat lemah dan palsu, sebagaimana penjelasan di atas.
Karena hadits ini lemah maka tidak boleh dinisbatkan kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dan tidak bisa dijadikan sebagai dalil (argumentasi) untuk menetapkan bahwa kemiskinan harta itu tercela dan mudah membawa seorang manusia kepada kekafiran.
Syaikh Al-Qari berkata tentang hadits ini: “Hadits ini sangat lemah, kalaupun dianggap shahih, maka maknanya dibawa kepada arti kemiskinan hati (hati yang tidak qana’ah/tidak pernah puas dengan pemberian Allah Ta’ala), yang ini akan melahirkan (sifat selalu) berkeluh kesah dan takut (hidup miskin), dan ini akan menimbulkan (sifat) tidak ridha dengan ketentuan takdir Allah dan menolak pembagian (rezki dari Allah Ta’ala) Yang maha menguasai langit dan bumi. Oleh karena itu, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Bukanlah kekayaan itu karena banyaknya kemewahan dunia (harta), akan tetapi kekayaan (yang hakiki) adalah kekayaan (kecukupan) dalam jiwa (hati)” (HR al-Bukhari (no. 6081) dan Muslim (no. 120))
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Telah terjadi perbedaan pendapat di kalangan kebanyakan (ulama) jaman sekarang tentang siapakah yang lebih utama: orang kaya yang bersyukur atau orang miskin yang bersabar? Sebagian dari para ulama dan ahli ibadah menguatkan pendapat pertama (orang kaya yang bersyukur lebih utama), sementara ulama dan ahli ibadah yang lain menguatkan pendapat kedua (orang miskin yang bersabar lebih utama). Kedua pendapat ini (juga) dinukil dari Imam Ahamad.
Adapun para Sahabat dan Tabi’in Radhiallahu’anhum, maka tidak ada satupun nukilan dari mereka (tentang) keutamaan salah satu dari dua golongan tersebut dibanding yang lain.
Sekelompok ulama lainnya berkata: “Masing-masing dari keduanya tidak ada yang lebih utama dibanding yang lain kecuali dengan ketakwaan. Maka yang paling kuat iman dan takwanya itulah yang paling utama, kalau iman dan takwa keduanya sama maka keutamaan keduanya pun sama.
Inilah pendapat yang paling benar, karena dalil-dalil dari al-Qur-an dan hadits Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam menunjukkan (bahwa) keutamaan (manusia di sisi Allah Ta’ala dicapai) dengan keimanan dan ketakwaan. Allah Ta’ala berfirman:
{إِنْ يَكُنْ غَنِيًّا أَوْ فَقِيرًا فَاللَّهُ أَوْلَى بِهِمَا}
“Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu (keadaan) keduanya” (QS an-Nisaa’: 135).
Terkadang seseorang lebih baik baginya (dalam keimanan) jika diberi kemiskinan, sementara orang lain lebih baik baginya jika mendapatkan kekayaan, sebagaimana kesehatan lebih baik bagi sebagian manusia dan penyakit lebih baik bagi yang lain…”.
Pendapat inilah yang dipilih oleh dua murid Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, yaitu Imam Ibnu Qayyimil Jauziyyah dan Imam Ibnu Muflih al-Maqdisi.
--------------------------
Marilah kita renungi ayat berikut ini:
QS. 42. Asy Syuura:19
ٱللَّهُ لَطِيفٌ بِعِبَادِهِ يَرْزُقُ مَن يَشَآءُ وَهُوَ ٱلْقَوِىُّ ٱلْعَزِيزُ
"Allah Maha lembut terhadap hamba-hamba-Nya; Dia memberi rezki kepada yang di kehendaki-Nya dan Dialah Yang Maha Kuat lagi Maha Perkasa."
Tafsir Jalalain: (Allah Maha Lembut terhadap hamba-hamba-Nya) baik terhadap mereka yang berbakti maupun terhadap mereka yang durhaka, karena Dia tidak membinasakan mereka melalui kelaparan sebab kemaksiatan mereka (Dia memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya) artinya, Dia memberikan kepada masing-masingnya apa yang Dia kehendaki (dan Dialah Yang Maha Kuat) atas semua kehendak-Nya (lagi Maha Perkasa) Maha Menang atas semua perkara-Nya.
Allah Mahamengetahui batas kemampuan seorang hambaNya yang beriman, sampai mana ia dapat bertahan dengan rejeki itu (banyak/sedikit), sehingga dengan kadar/banyaknya rejeki seperti itu, ia masih tetap dapat beribadah kepadaNya dengan baik. Sehingga janganlah "memaksa Allah dengan do'a" supaya kita kaya, kita tidak tahu mana yang terbaik ...
Dalam tafsir Ibnu Katsir:
"Sungguh, diantara hamba-Ku ada orang yang tidak pantas baginya kecuali kefakiran, sekiranya Aku membuatnya kaya, tentu Aku membuat agamanya rusak. Dan sungguh, diantara hamba-Ku ada yang tidak pantas baginya kecuali kekayaan. Sekiranya Aku membuatnya miskin, tentu Aku membuat agamanya rusak. (HR Ibnu Asakir)
Subhanallah ....
Bab. Siapakah yang Beruntung dan Terbaik disisi Allah?
Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ الْمُكْثِرِينَ هُمُ الْمُقِلُّونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ، إِلاَّ مَنْ أَعْطَاهُ اللَّهُ خَيْرًا ، فَنَفَحَ فِيهِ يَمِينَهُ وَشِمَالَهُ وَبَيْنَ يَدَيْهِ وَوَرَاءَهُ ، وَعَمِلَ فِيهِ خَيْرًا
Sesungguhnya orang-orang yang memperbanyak (harta) adalah orang-orang yang menyedikitkan (kebaikannya) pada hari Kiamat, kecuali orang yang Allâh Subhanahu wa Ta’ala berikan kepadanya kebaikan, lalu dia memberi kepada orang yang di sebelah kanannya, kirinya, depannya, dan belakangnya; dan dia berbuat kebaikan pada hartanya (HR. al-Bukhâri, no. 6443; Muslim, no. 94)
al-Hâfizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Yang dimaksudkan dengan ‘memperbanyak’ adalah dengan harta, dan ‘menyedikitkan’ adalah dengan pahala akhirat. Ini (terjadi) pada diri orang yang memperbanyak harta, akan tetapi dia tidak memenuhi sifat dengan yang ditunjukkan oleh pengecualian setelahnya, yaitu berinfaq”. [Fathul Bari 18/261]
"Sesungguhnya orang-orang yang memiliki banyak harta, adalah orang-orang yang sedikit kebaikannya pada hari Kiamat, kecuali yang menggunakan hartanya itu di jalan Allah"
Kebanyakan orang yang memiliki banyak harta, menggunakan hartanya itu untuk hal2 yang mubah (kalau tidak mau dikatakan haram). Beli mobil mewah, motor mewah, atau motor yang bagus. Dan mereka menginfakkan hartanya, kecuali hanya sekedarnya saja.
Bandingkan dengan mukmin yang memiliki harta cuman jutaan atau bahkan jauh lebih kecil dari itu, namun berinfak jauh lebih banyak dari itu, padahal mereka termasuk miskin.
Orang2 mukmin tersebut tidak terlena oleh kehidupan dunia, mereka lebih mementingkan perintah Allah, daripada kebutuhan dirinya sendiri. Tidak jarang mereka mengalami kesulitan2 dalam dunianya, karena perbuatannya itu namun karena cintanya kepada Allah, mereka tidak menggubrisnya.
Memang tidak berdosa mukmin yang menggunakan hartanya untuk kemegahan dirinya, selama tidak menyalahi syariat Islam. Namun mukmin yang seperti itu, pahalanya kelak diakhirat jauh lebih sedikit daripada Mukmin yang miskin, atau Mukmin yang kaya namun menggunakan kekayaannya dijalan Allah.
Benarkah Abdurrahman bin Auf, karena sangat kaya-nya, memasuki Surga dengan Merangkak? http://tausyiahaditya.blogspot.co.id/2017/02/benarkah-abdurrahman-bin-auf-memasuki.html
Tambahan:
--> Contoh Hamba Allah yang Kaya namun menggunakan Kekayaannya di jalan Allah, dan tidak untuk bermewah2an bagi dirinya Sendiri:
TAMU SEDERHANA
"Usai maghrib saya kedatangan tamu dirumah".
“ Assalamu 'alaikum “ sapanya ketika sampai di depan pintu.
“ Wa'alaikum salam “ Jawab saya sedikit kaget karena tidak mengenal tamu ini.” Anda siapa? “ tanya saya.
“Saya Sobari .“ katanya dengan wajah diliput senyum.
"Bapak pengurus Masjid?" tanyanya.
“Ya. Betul Pak. Ada apa ? Apa yang dapat saya bantu “
“Saya tadi melewati masjid yang sedang dibangun. Orang disekitar masjid meminta saya untuk menemui bapak ? “
“ Ada apa ?"
“Saya ingin memberikan sedekah untuk penyelesaian pembangunan masjid “ katanya dengan tetap diliput senyum.
Saya memperhatikan penampilan orang ini. Tidak nampak dia memiliki kemampuan untuk bersedekah. Saya lirik diluar, tidak ada nampak kendaraan diparkir. Pasti orang ini datang dengan angkutan umum atau beca. Mungkin orang ini "sakit". Atau hanya ingin mempermainkan emosi saya.
Ya karena sudah hampir empat tahun masjid itu tidak pernah selesai. Sementara saya sebagai ketua Panitia Pembangunan Masjid sudah bosan mengajak masyarakat untuk berinfaq atau bersedekah. Tapi hasilnya hanya uang kecil yang terkumpul didalam kotak amal. Sementara kotak amal yang diletakkan disetiap sudut pasar atau rumah makan hanya menghasilkan uang tidak seberapa. Padahal masyarakat yang ada disekitar masjid ini terdiri dari para pedagang yang rata rata mempunyai omzet Rp. 3 juta perhari !
“Bagaimana Pak? Kenapa bapak diam ?" tegurnya yang membuyarkan lamunan saya.
“Eh , iya.Pak, ehm..berapa bapak mau sumbang ?" tanya saya masih diliput rasa tidak percaya.
“Boleh saya tau ? berapa dana diperlukan untuk menyelesaikan masjid itu “ tanyanya dengan tenang.
Pertanyaan yang lagi lagi membuat saya hilang hasrat untuk bicara banyak sama tamu ini. Dia pasti orang "sakit jiwa".
“Ya.. kita butuh dana sebesar Rp 500 juta “ jawab saya. Berharap orang itu cepat berlalu.
“Baik, pak. Besok kalau bapak ada waktu , saya tunggu di Pengadilan Agama. Saya akan memberikan sedekah dihadapan hakim Agama.” Katanya tenang. “ jam berapa Bapak ada waktu ? “ lanjutnya.
“ya liat besok aja ya pak “ jawab saya. Berharap orang itu cepat berlalu. Karena saya harus memimpin sholat isya di masjid.
“Baiklah , Ini nomor telp rumah saya. Kalau bapak siap , hubungi saya “ katanya.
“Permisi saya pamit dulu. Rumah saya jauh." lanjutnya sambil berdiri dan berlalu.
Baru saya sadar, tamu ini tidak saya tawarkan minum.
Setelah usai sholat Isa. Secara tidak sengaja saya melontarkan cerita kedatangan tamu ke rumah kepada pengurus Masjid. Tanggapan mereka sama seperti saya. Orang itu Stress dan tidak perlu dilayani.
Karena besok semua pengurus punya banyak kesibukan, yang tidak mungkin meluangkan waktu untuk datang ke Pengadilan Agama.
Keesokan harinya. salah satu pengurus meminta saya untuk menemaninya ke show room mobil. Dia hendak menebus indent kendaraan yang dipesannya sejak empat bulan lalu.
Karena lokasi showroom tidak begitu jauh dari Kantor Pengadilan Agama maka saya tawarkan kepada teman ini untuk mampir ke Pengadilan.
Dia sedikit sungkan tapi akhirnya setuju.
Langsung saya menghubungi orang yang akan menyumbang itu melalui cell phone kerumahnya.
Dia langsung menyanggupi untuk datang. Berjanji jam 11 siang sudah sampai di Kantor Pengadilan Agama.
“Baiklah. Tapi saya tidak mau tunggu terlalu lama di kantor pengadilan itu. Lewat setengah jam anda tidak datang , saya akan pulang.“ kata saya tegas.
Karena sebenarnya saya masih sangsi pada orang ini.
“Insya Allah “ begitu jawabnya.
Tepat jam 11 saya dan teman sudah datang di pengadilan Agama. Tapi orang yang akan menyumbang belum juga datang. Lewat lima menit , orang yang akan menyumbang itu datang dengan menumpang angkutan BECAK yang masuk langsung kedalam halaman Pengadilan Agama.
Bajunya sangat sederhana.
Teman saya yang melihat pemandangan itu, langsung tersenyum kecut.
Bagaimana mungkin dia bisa menutup kekurangan pembangunan masjid
“Mungkin kita yang gila. Mau-maunya nungguin dia.Tapi ya sudahlah, kita liat aja.," gerutu teman saya kala melihat kedatangan orang itu.
“Assalamu 'alaikum “ sapanya ketika sesampai didalam menjumpai kami.
“Ya , Bagaimana Pak. Apakah bapak sudah bawa uangnya?“ tanya teman saya langsung kepokok persoalan.
“Ini, uangnya “ katanya sambil memperlihatkan kantong semen ditangannya. "Mari kita menemui petugas untuk membuat akta penyerahan sumbangan ini. Maaf, bukan saya tidak percaya tapi ini perlu sebagaimama ajaran Al-Quran menyebutkan bahwa segala sesuatunya harus tertulis.“ katanya.
Sambil melangkah kedalam menemui petugas pengadilan.
Tanpa banyak kata, orang ini langsung menyerahkan tumpukan uang dihadapan petugas pengadilan.
Petugas itu menghitung.
Jumlahnya Rp 500 juta..!
Petugas itu kemudian menyerahkan formulir untuk kami isi.
Kemudian setelah tandatangani formulir itu, maka uang pun pindah ke tangan kami.
“Pak, Cukuplah Bapak-Bapak sebagai panitia dan Pak Hakim yang mengetahuinya. Saya menyumbang karena Allah...” katanya ketika akan pamit berlalu.
Melihat situasi yang diluar dugaan kami maka timbul rasa malu dan rendah dihadapan orang ini.Ternyata dia yang kami nilai stress/gila, menunjukan kemuliaannya.
Sementara kami dari awal meremehkan dan memandang sebelah mata padanya.
Maaf, Mengapa bapak ikhlas menyumbang uang sebanyak ini. Sementara saya lihat bapak , maaf terlihat sangat sederhana. Mobil pun bapak tidak punya. “ tanya teman saya dengan keheranan.
"Saya merasa sangat kaya. Karena Allah memberikan saya qalbu yang dapat memahami ayat ayat Alquran. Cobalah anda bayangkan. Bila uang itu saya belikan kendaraan mewah, maka manfaatnya hanya seusia kendaraan itu. Bila saya membangun rumah megah maka nikmatnya hanya untuk dipandang.
Tapi bila saya gunakan harta untuk saya sedekahkan di jalan Allah demi kepentingan Ummat, maka manfaatnya tidak akan pernah habis. “ Demikian jawabnya dengan sangat sederhana tapi begitu menyentuh.
“Apa pekerjaan Bapak “ tanya teman saya.
“saya petani Kopi. Alhamdulillah dari hasil kebun Kopi , lima anak saya semua sudah menjadi sarjana dan sekarang mereka sukses dan hidup sejahtera. Lima limanya sudah berkeluarga. Alhamdulillah, semua Anak dan mantu saya sudah menunaikan haji.”
“Bapak memang sangat beruntung. Apa resepnya hingga bapak dapat mendidik anak yang sholeh” tanya saya.
"Resepnya adalah: dekatlah kepada Allah. Cintailah Allah. Cintailah semua yang diamanahkannya kepada kita. Dan berkorbanlah untuk itu. Bukankah anak, istri, lingkungan dan syiar agama adalah amanah Allah kepada kita semua. Bila kita sudah mencintai Allah dengan hati, dan dibuktikan dengan perbuatan maka selanjutnya hidup kita akan dijamin oleh Allah. Apakah ada yang paling bernilai didunia ini dibanding kecintaan Allah kepada kita... “
Dia pamit dan berlalu dengan menumpang becak.
Sementara saya dan teman saya tercekat dan tak mampu berkata-kata.
Kami tak berani mendahului becak yang ditumpanginya. Toyota Kijang keluaran terbaru yang baru saya beli bulan lalu serasa tak mampu melewati becak itu.
Saya malu. Malu dengan kerendahan diri saya dihadapan orang yang tawadhu namun ikhlas berjuang karena Allah. Mungkin penghasilan saya lebih besar darinya. Tapi belum bisa seikhlas dia. Saya menjadi merasa tak pantas menyebut diri ini mencintai Allah.."
Semoga manfaat.
* Kisah Tamu Sederhana ini oleh; H. Irwanto rusli. from : kasmiyantoyanto@yahoo.co.id
------------------------------
Renungan:
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يَدْخُلُ فُقَرَاءُ الْمُؤْمِنِينَ الْجَنَّةَ قَبْلَ الأَغْنِيَاءِ بِنِصْفِ يَوْمٍ خَمْسِمِائَةِ عَامٍ
“Orang beriman yang miskin akan masuk surga sebelum orang-orang kaya yaitu lebih dulu setengah hari yang sama dengan 500 tahun.” (HR. Ibnu Majah no. 4122 dan Tirmidzi no. 2353. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan)
Ingatlah, Allah Mahaadil ...!
Andaikan ada 2 orang manusia yang sama2 ditakdirkan masuk Surga (misal si A dan si B) ...
Namun si A ditakdirkan Kaya di Dunia ...
Dan si B ditakdirkan Miskin di Dunia ...
Maka, yang terjadi sebenarnya adalah si B yang akan menikmati kekayaan lebih lama, mengapa ...?
Karena si A menikmati kekayaan di dunia paling lama 100 tahun, kemudian di hisab hingga 500 tahun, maka dapat dikatakan ia menjadi miskin selama 400 tahun ...
Sedangkan si B miskin di dunia 100 tahun, lalu menikmati kekayaan di Surga 500 tahun lebih dulu, maka dapat dikatakan ia menjadi kaya 400 tahun ...
Bukankah lebih lama si B yang miskin itu dalam menikmati kekayaan ...?
Bahkan kekayaan Surga jauuuuhhhh lebih nikmat daripada kekayaan di dunia ...!
Intinya pembaca yg budiman
BalasHapusBerdoa minta kaya itu sah dan halal atau boleh selama niatnya benar
Bukankah segala amal tergantung niat
Tidak ada nash yg melarang doa minta kaya
Jika ada yg menghendaki Zuhud, maka silahkan itu baik, tapi tdk bisa jadi alasan melarang doa minta kaya
Allah maha kaya, silahkan ( bagi yg mau ) meminta kekayaan dari Sang Maha Kaya
Lagipula, Jumhur Ulama membolehkan doa minta kaya asal benar niatnya
Ingat, pada era sekarang:
Miskin yg taat itu baik
Kaya yg taat juga baik
Ke duanya sama sama baiknya
Tapi khusus untuk si kaya yg taat
Dia juga lebih bermanfaat bagi ummat
Rosulullohpun tdk pernah menyuruh ummatnya untuk miskin
Rosululloh hanya melarang hubbud dunya ( cinta dunia )
Bedakan anatara
Menguasai dunia dengan dikuasai dunia
Jayalah Islam
Jika doa minta kaya dilarang
BalasHapusDan dianggap menghendaki dunia
Maka punya keinginan untuk kaya juga dilarang lah
Okay, anggap saja saya tidak doa minta kaya harta
Tapi saya bekerja mencari nafkah dan ingin kaya
Bukankah sama saja
Punya keinginan untuk kaya juga
Apakah punya keinginan untuk kaya juga dilarang?
Kalau gitu semua yg berbau dunia juga terlarang
Punya bisnis, ingin bisnisnya maju dengan omset besar dilarang?
Berdoa agar bisnisnya maju dan untung banyak dilarang?
Berdagang, doa agar dagangannya laku keras dan untung banyak dilarang?
Doa minta bisa beli rumah dilarang?
Doa agar mampu beli mobil dilarang?
Mohon dengan sangat
Sejatinya Islam mengajarkan kita untuk kaya ( kaya ya, bukan kaya raya bergelimang harta )
Yg haram kan cinta dunia bukan memiliki dunia
Lagipula islam mengajarkan tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah
Tidak maukah kita jadi tangan yg diatas?
( ini dg redaksi saya tapi intinya Insyaallah tidak melenceng jauh )
Pernah ada sahabat yg kurang mampu mengeluh kpd Nabi mengenai kelebihan sahabat yg kaya, karena mereka sama sama melakukan ibadah ( sholat, baca quran dan ibadah lainnya ) ditambah mereka bisa bersedekah dg kelebihan harta mereka ( si kaya )
Kemudian Nabi menyarankan untuk membaca kalimah kalimah toyyibah yg pahalanya sama dg sedekah sahabat yg kaya.
Dan selang beberapa waktu sahabat yg kayapun tahu amalan tsb dan mengamalkannya
Kemudian si miskin menghadap Nabi lagi
Melapor bahwa si kaya skrng juga mengamalkan amalan yg Nabi ajarkan kpd nya + masih sedekah dg kelebihan hartanya
Sabda Nabi
Itu adalah KARUNIA Allah untu mereka ( si kaya)
Banyak orang berjanji jika sdh kaya akan banyak sedekah, tp kenyataannya ia tambah pelit. Jika dulu penghasilan 1 jt sedekah 20rb, namun setelah penghasilannya 10 jt, ia hanya sedekah 50 rb. Lo kan naik, secara kasat mata ya, namun ia tdk menambah sedekah kecuali sedikit. Mestinya ia sedekah 200 rb atau lebih, sesuai dng kenaikan dan janjinya. Berarti ia telah menyalahi janji yg katanya banyak sedekah. Kebanyakan orang lupa klo ia jadi kaya, lupa janjinya dulu, dan baru ingat Allah klo sdh miskin.
BalasHapusOrang jg sering lupa ke Mesjid klo ia sdh kaya. Padahal sewaktu miskin dulu 5 waktu berjamaah di Masjid. Namun setelah kaya, ada saja alasannya unt tdk ke Mesjid ato telat berjamaah. Ini realita.
Terserah mau nerima tulisan saya ato tidak, namun semuanya sy serahkan kepada Allah, siapa sj yg suka ingkar janji dan yg suka menepatinya ...
Yg prnah ku baca dari kisah Rosul SAW dan sahabat2 rosul, Di PlayStore pun ada aplikasi kisah Rosul dan para sahabat.
BalasHapusRosul adalah orang kaya raya, beliau memberi kan mahar/mas kawin kpd semua istri2 nya sebesar 500 dirham sekitar 35juta kurs hari ini
dan ini kekayaan beberapa sahabat rosul.
KEKAYAAN UMAR BIN KHATTAB RA
• Mewariskan 70.000 properti (ladang pertanian) seharga @ 160juta (total Rp 11,2 Triliun)
• Cash flow per bulan dari properti = 70.000 x 40 jt = 2,8 Triliun/ tahun atau 233 Miliar/bulan.
• Simpanan = hutang dalam bentuk cash
KEKAYAAN UTSMAN BIN ‘AFFAN RA
• Simpanan uang = 151 ribu dinar plus seribu dirham
• Mewariskan properti sepanjang wilayah Aris dan Khaibar
• Beberapa sumur senilai 200 ribu dinar (Rp 240 M)
KEKAYAAN ZUBAIR BIN AWWAM RA
• 50 ribu dinar
• 1000 ekor kuda perang
• 1000 orang budak
KEKAYAAN AMR BIN AL-ASH RA
• 300 ribu dinar
KEKAYAAN ABDURRAHMAN BIN AUF RA
• Melebihi seluruh kekayaan sahabat!!
• Dalam satu kali duduk, pada masa Rasulullah SAW, Abdurrahman bin Auf berinfaq sebesar 64 Milyar (40 ribu dinar)
Kebanyakan orang2 jaman sekarang suka dng tampilan kaya, dan suka dng artikel bagaimana supaya cepat kaya dan kaya selamanya.
BalasHapusNamun yang perlu diperhatikan, dalam Islam kaya itu tidak haram, namun kekayaan itu adalah cobaan dan fitnah.
Banyak orang sukses ketika mendapat cobaan kemiskinan, namun sangat jarang sukses ketika mendapatkan cobaan kekayaan yg melimpah.
Nabi SAW kaya, namun sumua harta beliau diberikan/disodaqohkan hingga beliau miskin.
Coba perhatikan Tulisan saya dari artikel di atas:
"Tapi kalau kita teliti dengan seksama memang itulah kenyataan sebagian falsafah hidup yang diajarkan Rasulallah saw kepada kita. Dan Beliau sendiri ternyata hidup dalam kondisi miskin. Ketika beliau wafat, tak ada harta yang diwariskan untuk keluarganya. Begitu pula para sahabat nabi mayoritasnya mereka hidup dalam kekurangan dan kemiskinan.
Hidup berlebihan atau kaya sangat jarang kita dapatkan dalam kisah kehidupan para sohabat RosulAllah.
Ada diantara mereka yang kaya seperti misalnya Ustman bin Affan dan Abdurohman bin Auf, tapi mereka pun berusaha menginfakkan dan rela mengeluarkan hartanya ke jalan Allah agar jadi miskin.
Ali ra hidup miskin dan serba kekurangan. Bahkan setelah menikah dengan Fatimah binti Rasululloh beliau tidak mampu mengambil seorang pembantu. Ketika istrinya, Fatimah, datang kepada Ayahnya minta kepada beliau seorang pembantu. Rosulullah pun berkata “Wahai anakku bersabarlah. Sesungguhnya sebaik baiknya wanita adalah yang bermanfaat bagi keluarganya”
------------------------
Adakah diantara kita yg sudi menyedekahkan hartanya sebanyak Nabi SAW dan para sahabat Beliau?
Kenyataannya justru sebaliknya, orang2 jaman sekarang semakin kaya semakin pelit dan semakin suka bermewah-mewah. Janjinya dulu setelah kaya akan banyak sedekah, tapi kenyataannya justru sebaliknya, bertambah pelit (coba baca komen saya diatas tentang orang sekarang yg suka ingkar janji).
Hal ini sangat bertolak belakang dengan kehidupan di jaman Nabi SAW, dan dengan apa2 yang diajarkan Nabi SAW.
Perhatikan lagi tulisan di artikel saya paling bawah:
"Mengapa Rosulullah saw pernah mengajarkan doa jadi miskin? Yang dimaksud disini beliau bukan mengajarkan umatnya jadi miskin akan tetapi beliau mengajarkan kesederhanaan, kehidupan bersama, toleransi, ke-tidakegois-an dan tidak hanya memikirkan diri sendiri, sehingga tidak menimbulkan kedengkian, kebencian antara sesama.
Sesungguhnya doa minta jadi miskin bukan berarti minta serba kekurangan. Akan tetapi yang dimaksud disini minta jadi miskin adalah minta kepada Alloh agar memiliki sikap hidup yang selalu memberi perhatian kepada yang miskin, yang lemah dan yang di bawah. Biarpun kita jadi kaya dan memiliki harta berlimpah-limpah, semua itu tak berarti sedikit pun jika tak memiliki sifat perhatian untuk mengangkat yang di bawah dan menolong yang miskin. Itulah yang diajarkan Rosulalloh saw.
Orang kaya yang hanya memikirkan diri sendiri, serakah, tamak, dan kikir, orang semacam ini dikategorikan orang kaya tapi berjiwa miskin. Sebaliknya orang miskin yang menerima nasib, bersabar, tabah dengan segala musibah yang menimpah dirinya, dan ridho serta bersyukur dengan apa yang telah diberikan Allah, ia adalah orang miskin yang berjiwa kaya."
Mohon jangan dilihat dari sisi kekayaan yg dimiliki Nabi SAW dan para sahabat, namun selidikilah, apakah kekayaan itu dimanfaatkan untuk bermewah-mewah dan untuk kesenangan pribadi ataukah untuk perjuangan di Jalan Allah (untuk kemslahatan umat)?
BalasHapusJangan suka setengah2 dalam mentelaah kekayaan Nabi SAW dan para sahabat, tapi pelajarilah secara keseluruhan. Betapa mereka semua sangat sederhana dalam hidupnya, bahkan disebutkan, pakaian ABDURRAHMAN BIN AUF RA sangatlah sederhana, hingga orang2 yang tidak mengenalnya akan mengira ABDURRAHMAN BIN AUF RA sebagai pelayan dan mengira pelayan beliau sebagai ABDURRAHMAN BIN AUF RA !
Tidakkah kita pelajari berapakah harta yg dibelanjakan ABDURRAHMAN BIN AUF RA dijalan Allah? dan berapakah yang dibelanjakan untuk dirinya sendiri?
Bisakah kita menirunya?
Tolong baca dengan seksama dan teliti tulisan dan artikel saya diatas (juga komentar saya), supaya tidak salah tafsir ....
BalasHapussubhanallah...
BalasHapusAz: Sebenarnya hal ini sdh jadi perdebatan ulama² terdahulu. Namun klo dilihat kehidupan para sahabat, ada yg kaya dan ada yg miskin, bahkan sngat miskin dan tidak mengejar kekayaan melainkan ridlo Allah dan Rasul-Nya, seperti abu Hurairah dan Abdullah bin Mas'ud.
BalasHapusKaya itu mubah, namun mencari keridloan Allah itu wajib. Jangan menghina dan mengolok-olok mukmin yg meninggalkan kekayaan untuk mencari Ridlo Nya. Karena banyak jg ulama yg dulunya miskin lalu jatuh terpuruk karena mengejar kekayaan yg melimpah dng agama.
A: iya mas 😅
memang betul seperti itu adanya,
...
Namun yg *menurut saya masih menjadi masalah adalah :
kesalahPahaman sebagian orang mengenai kekayaan ini,
**apalagi orang2 kampung*
yang akhirnya malah sering punya anggapan (atau mgkin kesimpulan sendiri) bahwa :
menjadi muslim yg kaya-harta adalah sebuah kesalahan...
karena dianggep Kedunyan, hubbuddunya, lupa akhirat, halahhh bondo gak digowo mati, dll, dlsb.. akhirnya nyambut gawe jadi aras2en, kurang greget dan hanya jadi sekedar dianggap aktifitas rutin harian dg etos kerja yg biasa2 aja..
sama2 dagang Buka TOKO misalnya,
coba bandingin sm cina,
kan bedanya jauhh banget mas..
baik dari harga maupun service/pelayanan sama pelanggan..
.... Hhhhh. entahlah..
wallahu'alam.. 🤷♂️
A: eh mas,
mau nyambung rasa penasaran saya 🙏
kira2 pernah nggak sih sahabat Ali RA berdoa minta kaya,
atau paling nggak minta cukup lah,
kan masyhur tuh di cerita2 sahabat bahwa, :
4 khulafaurrastyidin,
abu bakar, umar, usman,
ketiganya adalah para saudagar kaya,
nah,
giliran sahabat Ali kan miskin tuh,
bahkan pernah diceritakan sampai kerja nimba sumur di rumahnya yahudi...
Az: Setahu sy gag ada sahabat minta kaya, namun sebagian sahabat berusaha mencari karunia Allah dng berdagang, dan Alhamdulillah ditakdirkan kaya raya. Sahabat yg kaya raya ini, jarang dijumpai hadist dan ajarannya ke kita. Ada seh tp sedikit, jika dibandingkan dng sahabat Ali ra dan Abu Hurairah.
Semuanya diniatkan untuk mencari ridlo Allah, bukan mengejar kekayaan.
Buktinya, semua sahabat tidak pernah tertinggal sholat berjama’ah bersama Nabi saw.
Umar pernah sekali tertinggal jamaah sholat asar, akhirnya men sedekahkan kebunnya dan bertaubat. Klo kita?
Az: Jadi kuncinya dlm mencari karunia Allah:
1. Jangan tertinggal sholat berjama’ah di masjid
2. Jangan melupakan sedekah dan zakat.
3. Tidak segan2 mensedekahkan harta yg dicintainya jika tertinggal sholat berjama’ah
HapusB: 👍
dan seringnya d dlm al quran sholat dan zakat selalu disandingkan.
Az: Yup, leres
A: nah,
gimana bisa zakat kalau gak kaya..?
A: zakat maal kan harus kaya/berlebih dulu..
Az: Hehe ini ada singkat cerita, kaya tp gag pernah zakat, tp di ridlo Allah, in Syaa Allah
A: ditunggu... 😅🙏😅
Az: Klo gag salah orang Arab, tp lupa daerah mana. Punya usaha yg sangat laris, hingga mendatangkan harta yg melimpah. Setiap ada harta masuk, sedikit atau banyak, selalu di sedekahkan. Hingga dlm setahun hartanya tidak pernah lebih dr 1 nishob.
Padahal orang lain klo melihat usahanya, pasti bs beli mobil sport yg milyatan setiap tahun, tp dirinya malah tampil sederhana. La hartanya gag sampe 1 Nishob 🤣
Az: Tidak pernah zakat 🤣
B: intine gak medit
gitu kali ya 😁
Az: Kadang kita harus husnudzon pd saudara kita. Jangan mengatai ato memvonis medit. Bs jd, ia emang lg bokek, ato sdh sedekah yg banyak ke yg lain, ato lg tertimpa musibah ato yg lain. Intinya gag usah mencap medit, karena itu bukan wilayah kita. 😁
C: Para Sahabat Nabi banyak yang kaya tapi mereka gunakan untuk dakwah Islam sedangkan kehidupannya sederhana
Az: Yup, setuju
Az: Yg ingin sy kritisi, orang-orang jaman sekarang melihatnya hanya kayanya beberapa sahabat tp tidak pernah mencoba bagaimana proses menjadi kaya.
Klo hanya melihat kayanya, bs jadi mencarinya tanpa pandang bulu, semua cara dihalalkan. Tp tidak dng para sahabat, karena tujuannya bukan kaya, tp mencari karunia Allah, dan untuk Allah.
Jarang kita melihat sedekah mereka bagaimana, cara hidup sederhana mereka meskipun kaya raya, tawadlu dll.
Kaya bukan tujuannya, tp ridlo Allah tujuannya. Ini sering tidak dibahas.
Pernahkah membahas sedekah mereka berapa banyak? Tahajjud mereka? Khatam Al quran berapa kali? Pakaian dan kendaraan mereka bagaimana? Dll
A: Nah setuju..
Monggo dimulai.. 🙏
A: eh,
tp sy masih penasaran lho mas,
...
coba bayangin ya☝️😅
dengan segala kesibukan mereka yg mampu menghasilkan kekayaan yg saaaangat melimpah seperti yg diceritakan itu..
bagaimana caranya ya,
kok ya bisa masih menjaga tahajud rutin, khatam alquran, gak ketinggalan jamaah di masjid..
lha emang jaman dulu sehari nggak 24 Jam gitu kali ya..?
kok ya bisa cukup waktu & tenaga nya.,,
Az: Tetep 24 jam yooo 🤣.
Sahabat Ali dan sahabat yg lainnya malah selalu rutin tidur siang, hingga kuat Tahajjud. 😁
A: kok iso turu awan,,
enakeee...
jajal po'o saiki kerjo pabrikan turu awan..
ya iso diPecat... 😂
Az: Aq moco hadist nya ngunu. Iso turu awan, kuat Tahajjud, tp sugih 🤣
A: enak yo uripe.. 😅
Az: Itu karunia Allah 🤣
Az: Yg penting sukuri yg kita punya
Az: Kaya itu bukan tujuan, Ridlo Allah itu tujuannya. Tp wajib kita cari karunia Allah. Nah lo 🤣
A: mBayangno nglakoni ajeg, tahajud extrim, khatam quran, dll dlsb.
bisa2 waktu Jam kerja kurang tidur..melayang2..
*kayake sih.. 😓
A: tapi kalau bisa sekalian Kaya..
kenapa mereka bisa,
& umat sekarang susah ya..? 🥲
Az: Klo aq, gag usah meri. Sebab kewajiban kita bukan kaya, tp mencari karunia Allah
Az: Soal nanti jadi kaya, yo Alhamdulillah 🤣🤣🤣