Kamis, 13 Agustus 2015

Mengapa pada Beberapa Ayat Alquran menggunakan Kata Ganti KAMI?

Tulisan ini dibuat bagi saudaraku umat Muslim semuanya. Mengingat ada beberapa orang dari agama lain memengaruhi umat Islam dan juga ada sebagian umat Muslim sendiri yang ternyata dalam keraguan mengenai agama ini. Karena di Al Quran pada beberapa ayat menggunakan kata ganti Jamak untuk wilayah Ketuhanan. Padahal dalam Islam hanya mengakui bahwa tidak ada tuhan selain Allah. Mengapa demikian? Berikut ini penjelasannya semoga bermanfaat ...



Berikut ini terdapat pemberitahuan Allah terhadap sesuatu yang mungkin terjadi:

QS. 2. Al Baqarah ayat 217
...
وَلَا يَزَالُونَ يُقَاتِلُونَكُمْ حَتَّىٰ يَرُدُّوكُمْ عَنْ دِينِكُمْ إِنِ اسْتَطَاعُوا ۚ وَمَنْ يَرْتَدِدْ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَأُولَٰئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ ۖ وَأُولَٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ

"...Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya."

QS. 5. Al Maa'idah ayat 54

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا مَنْ يَرْتَدَّ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَسَوْفَ يَأْتِي اللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ أَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى الْكَافِرِينَ يُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا يَخَافُونَ لَوْمَةَ لَائِمٍ ۚ ذَٰلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ ۚ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

"Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui."

3. Ali 'Imran ayat 90

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا بَعْدَ إِيمَانِهِمْ ثُمَّ ازْدَادُوا كُفْرًا لَنْ تُقْبَلَ تَوْبَتُهُمْ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الضَّالُّونَ

"Sesungguhnya orang-orang kafir sesudah beriman, kemudian bertambah kekafirannya, sekali-kali tidak akan diterima taubatnya; dan mereka itulah orang-orang yang sesat."

5. Al Maa'idah ayat 5

...
وَمَنْ يَكْفُرْ بِالْإِيمَانِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ

"...Barangsiapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) maka hapuslah amalannya dan ia di hari kiamat termasuk orang-orang merugi."

Dan ini Doa supaya diberikan keteguhan hati dalam keimanan:
Surat Ali 'Imran Ayat 8

رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً ۚ إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ

(Mereka berdoa): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia)".


Bab: Mengapa pada Beberapa Ayat Alquran menggunakan Kata Ganti KAMI (jamak)? Sedangkan Beberapa Ayat lainnya menggunakan Kata Ganti AKU (Tunggal)?  [tentang Dlomir]

Sebagai contoh adalah ayat berikut:

QS.17. Al Israa':

وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِى ءَادَمَ وَحَمَلْنَـٰهُمْ فِى ٱلْبَرِّ وَٱلْبَحْرِ وَرَزَقْنَـٰهُمْ مِّنَ ٱلطَّيِّبَـٰتِ وَفَضَّلْنَـٰهُمْ عَلَىٰ كَثِيرٍ مِّمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلاً

70. Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan[Allah memudahkan bagi anak Adam pengangkutan-pengangkutan di daratan dan di lautan untuk memperoleh penghidupan], Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan. 

Keterangan Ayat:
>> Artinya:"Kami angkut mereka di daratan dan di lautan", dan dijelaskan sebagai berikut:"Allah memudahkan bagi anak Adam pengangkutan-pengangkutan di daratan dan di lautan untuk memperoleh penghidupan".
 > Mengapa dalam ayat digunakan kata ganti "Kami"? Coba perhatikan dan dalami makna ayat tersebut: Apakah yang memudahkan "pengangkutan-pengangkutan di daratan dan di lautan" adalah Allah secara langsung? Apakah kita melihat-Nya kalau Dia memudahkan kita?
Ternyata tidak, Allah memudahkan kita melalui "perantara" dengan ketentuan dan ilmu-Nya, yakni dengan menundukkan angin, laut yang tenang, daratan yang rata tanpa gangguan meteor (karena adanya atmosfir), adanya medan grafitasi yang membuat kita tidak melayang2 di bumi dan masih banyak lagi.

>> Artinya:"Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik"
 > Mengapa dalam ayat digunakan lagi kata ganti "Kami"? Coba perhatikan dan dalami makna ayat tersebut: Apakah yang memberikan rezki kepada kita adalah Allah secara langsung? Apakah kita melihat Allah telah memberikan rezki (uang misalnya) kepada kita?
Ternyata tidak, Allah telah memberikan rezki kepada kita melalui perantara, misalnya: dari orang2 kaya, atau karena kita bekerja, atau menemukan harta secara tidak sengaja, atau dari sebab-sebab lainnya. Dan yang jelas kita tidak pernah menerima dari Allah secara langsung. Boro2 menerima secara langsung, melihat-Nya saja kita belum pernah.

Dan masih banyak lagi contoh ayat yang lainnya.

Perlu diingat dan diperhatikan, kalau semua ayat yang menjelaskan tentang "proses" atau berhubungan dengan makhluk-Nya, biasanya menggunakan kata ganti "Kami". Karena semua proses tersebut adalah berdasarkan ketentuan dan ilmu-Nya, yang semuanya itu merupakan kehendak-Nya.
Lalu, mengapa tidak secara langsung dari Allah saja, harus memakai perantara ataupun utusan? jawabnya: bukankah dunia ini diciptakan untuk itu? semua berdasarkan aturan2 dan ilmu-Nya? salah satu aturan-Nya adalah, Allah TIDAK menampakkan Dzat-Nya, namun Dia berkuasa penuh atas segala sesuatunya. Dia TIDAK bisa kita lihat dan pasti TIDAK akan sanggup kita lihat di dunia ini, adalah karena ketentuan-Nya, supaya kita mau beriman kepada Allah walau tidak bisa melihatNya. Apakah gunanya iman, apabila ternyata kita sudah melihat Allah? Karena siapapun dia, pasti beriman ketika sudah melihat-Nya secara langsung, lalu apa gunanya iman?
Itulah ujian bagi kita, kita wajib beriman kepada Allah walaupun kita tidak bisa melihat-Nya di dunia ini.

Coba perhatikan ayat berikut ini, dimana ada keinginan dari Nabi Musa as supaya dapat melihat Allah secara langsung, sewaktu di dunia ini. Dan ternyata Nabi Musa as, mendapat teguran dari Allah atas permintaannya itu, sehingga akhirnya Nabi Musa as bertaubat atas permintaan beliau yang tidak pada tempatnya itu:

QS.7. Al A'raaf:

وَلَمَّا جَآءَ مُوسَىٰ لِمِيقَـٰتِنَا وَكَلَّمَهُ رَبُّهُ قَالَ رَبِّ أَرِنِىۤ أَنظُرْ إِلَيْكَ قَالَ لَن تَرَانِى وَلَـٰكِنِ انْظُرْ إِلَى الْجَبَلِ فَإِنِ اسْتَقَرَّ مَكَانَهُ فَسَوْفَ تَرَانِى فَلَمَّا تَجَلَّىٰ رَبُّهُ لِلْجَبَلِ جَعَلَهُ دَكًّا وَخَرَّ موسَىٰ صَعِقًا فَلَمَّآ أَفَاقَ قَالَ سُبْحَـٰنَكَ تُبْتُ إِلَيْكَ وَأَنَاْ أَوَّلُ ٱلْمُؤْمِنِينَ

143. Dan tatkala Musa datang (untuk munajat) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa: "Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau."Tuhan berfirman: "Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku, tapi lihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap di tempatnya (sebagai sediakala) niscaya kamu dapat melihat-Ku." Tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, dia berkata: "Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau dan aku orang yang pertama-tama beriman." 

Keterangan:
>> Artinya:"Dan tatkala Musa datang (untuk munajat) pada waktu yang telah Kami tentukan"
 > Menggunakan kata ganti "Kami" karena masih berurusan dengan dunia, dimana disini ada proses hukum dunia. Waktu dunia berarti tergantung pada beberapa benda, misalnya matahari dan bulan. Sehingga bukan berarti Allah itu jamak, namun karena berhubungan dengan dunia, yang memang selalu berpasangan, yakni karena ada matahari dan bulan, sehingga ada siang dan malam.
Hal ini dijelaskan pada ayat berikutnya, dimana apabila berhubungan dengan Dzat-Nya, pasti menggunakan kata ganti "AKU" atau dalam bentuk Tunggal. Yakni ayat berikutnya yang artinya:"Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku ..."
Ingatlah, Allah itu Pemilik Waktu, sehingga TIDAK tergantung Waktu. Sedangkan Nabi Musa as. itu makhluk, sehingga tergantung waktu (waktu dunia). Sedangkan waktu dunia itu tergantung beberapa benda, misalnya: matahari dan bulan. Andaikan tidak ada matahari dan bulan, bisakah kita menentukan waktu?


Bab: Tentang Proses diturunkannya Al Quran dan Perbedaannya dengan Nabi Musa as.
QS.4. An Nisaa':

وَرُسُلاً قَدْ قَصَصْنَـٰهُمْ عَلَيْكَ مِن قَبْلُ وَرُسُلاً لَّمْ نَقْصُصْهُمْ عَلَيْكَ وَكَلَّمَ ٱللَّهُ مُوسَىٰ تَكْلِيماً

164. Dan (Kami telah mengutus) rasul-rasul yang sungguh telah Kami kisahkan tentang mereka kepadamu dahulu, dan rasul-rasul yang tidak Kami kisahkan tentang mereka kepadamu. Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung. 

Keterangan:
>> Artinya:"telah Kami kisahkan tentang mereka"
 > Menggunakan kata ganti "Kami" (jamak) karena Nabi Muhammad SAW mendapatkan wahyu (Al Qur'an yang diantaranya terdapat kisah-kisah para rasul) dari Allah dengan perantaraan Jibril. Jadi Al Qur'an tidak diturunkan secara langsung kepada Nabi Muhammad SAW, melainkan melalui perantara atau utusan.

Sangat berbeda dengan Nabi Musa as, yang disebutkan selanjutnya:
>> Artinya:"Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung"
 > Langsung disebut dengan "Allah" dan bukan "Kami", karena memang merupakan keistimewaan Nabi Musa a.s., dimana Allah berbicara LANGSUNG dengan Nabi Musa a.s. tanpa perantaraan Jibril. Karena itu Nabi Musa a.s. disebut: Kalimullah.

Bagaimana proses diturunkannya Al Qur'an, hingga sampai kepada Nabi Muhammad SAW? Hal ini disebutkan di ayat selanjutnya:
Ayat selanjutnya berbeda dengan ayat 164, sebab pada ayat 164 secara tidak langsung menjelaskan, kalau Al Qur'an itu diturunkan tidak secara langsung dari Allah, namun melalui utusan-Nya yakni Jibril. Sedangkan ayat berikut menjelaskan bagaimana Al Qur'an itu diturunkan dari sisi Allah dengan ilmu-Nya.
QS.4. An Nisaa':

لَّـٰكِنِ ٱللَّهُ يَشْهَدُ بِمَآ أَنزَلَ إِلَيْكَ أَنزَلَهُ بِعِلْمِهِ وَٱلْمَلَـٰئِكَةُ يَشْهَدُونَ وَكَفَىٰ بِٱللَّهِ شَهِيداً

166. (Mereka tidak mau mengakui yang diturunkan kepadamu itu), tetapi Allah mengakui Al Quran yang diturunkan-Nya kepadamu. Allah menurunkannya dengan ilmu-Nya; dan malaikat-malaikat pun menjadi saksi (pula). Cukuplah Allah yang mengakuinya. 

Keterangan:
>> Artinya:"Allah menurunkannya dengan ilmu-Nya dan malaikat-malaikat pun menjadi saksi (pula). Cukuplah Allah yang mengakuinya"
 > Allah (langsung dan tidak menggunakan "Kami", yang berarti menjelaskan bahwa Al Quran itu memang langsung dari Allah atau Kalamullah) menurunkan Al Qur'an dengan ilmu-Nya, yakni dengan aturan-aturan tertentu yang hanya Dia yang Tahu (dengan ilmu-Nya), mulai dari sisi Allah hingga diturunkan ke langit dunia dengan perantaraan Jibril dalam bahasa Arab yang fasih dan jelas. Dan disaksikan oleh para Malaikat. Cukuplah Allah yang menjadi saksi atas semuanya itu (karena disaksikan oleh Allah dan para Malaikat, tentunya tidak ada gangguan sama sekali dari Iblis ataupun setan). Sehingga Al Quran ini sangat terpelihara dan terjaga dari segala gangguan, hingga sampai kepada Nabi Muhammad SAW.

>> Artinya: "dengan ilmu-Nya"
 > Berarti juga Al Quran itu tidak diturunkan secara langsung kepada Nabi Muhammad SAW melainkan dengan ilmu-Nya, yang hanya Dia yang Maha Mengetahui proses detailnya (misalnya dengan perantaraan Jibril as. tidak seperti Nabi Musa as.). Sehingga Allah menjamin kebenaran dari Al Quran yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, bahwa Al Quran itu benar-benar dari sisi Allah, dan bukan dari yang lain. Namun ternyata orang2 kafir itu mengingkarinya.

Bab. Al Quran Surat Qof ayat 16
Qaf 50:16
 وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ ٱلْوَرِيدِ

"dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya." (Qaf: 16)

Allah swt lebih dekat kepada manusia dari urat lehernya sendiri. Ibnu Mardawaih telah meriwayatkan sebuah hadis dari Abu Sa'id bahwa Nabi saw bersabda: Allah dekat kepada manusia (putra Adam) dalam empat keadaan;
Ia lebih dekat kepada manusia daripada urat lehernya.
Ia seolah-olah dinding antara manusia dengan hatinya.
Ia memegang setiap binatang pada ubun-ubunnya, dan
Ia bersama dengan manusia dimana saja ia berada. (Riwayat Ibnu Mardawaih)

dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.(Qof:16)

Yakni malaikat-malaikat Allah Swt. lebih dekat kepada manusia daripada urat lehernya. Dan menurut pendapat ulama yang menakwilkannya dengan pengertian ilmu Allah, sesungguhnya yang dimaksud hanyalah untuk menghapuskan pengertian dugaan adanya bertempat atau ke­manunggalan, karena kedua sifat tersebut merupakan hal yang mustahil bagi Allah Swt.
Menurut kesepakatan semua ulama, Mahasuci Allah dari keduanya.

Akan tetapi bila ditinjau dari segi teks, ayat tidak menunjukkan ke arah pengertian pengetahuan Allah, karena Allah Swt. TIDAK mengatakan, "Aku lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya."
Dan yang Dia katakan hanyalah:
dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya. (Qaf: 16)

Sebagaimana yang difirmankan oleh Allah Swt. dalam ayat lain sehubungan dengan orang yang sedang meregang nyawanya:

dan Kami lebih dekat kepadanya daripada kamu. Tetapi kamu tidak melihat. (Al-Waqi'ah: 85)

Yaitu malaikat-malaikat-Nya. Dan sebagaimana pengertian yang terdapat di dalam firman-Nya:

Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur'an dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya. (Al-Hijr: 9)

Para malaikatlah yang turun membawa wahyu Al-Qur'an dengan seizin Allah Swt. Demikian pula para malaikatlah yang lebih dekat kepada manusia daripada urat lehernya berkat kekuasaan Allah Swt. yang diberikan kepada mereka untuk hal tersebut. Maka malaikat itu mempunyai jalan masuk ke dalam manusia sebagaimana setan pun mempunyai jalan masuk ke dalam manusia melalui aliran darahnya, seperti yang telah diberitakan oleh Nabi Saw. Karena itulah maka disebutkan oleh firman-Nya:

(yaitu) ketika dua malaikat mencatat amal perbuatannya (Qaf: 17)
_________________________


Bab: Bagaimana dengan Ayat Alquran yang Menggunakan Kata Ganti AKU (Tunggal) atau langsung kepada Allah?

Seperti telah dijelaskan sebelumnya, kalau semua ayat yang menjelaskan tentang "proses" atau berhubungan dengan makhluk-Nya, biasanya menggunakan kata ganti "Kami" maka, akan terdapat perbedaan menyolok apabila menyangkut perkara ibadah.
Dalam perkara ibadah, meminta, bertakwa, atau berserah diri, pasti disebutkan hanya kepada Allah, atau menunjuk kepada ke-Esaan Allah. Allah tidak suka disekutukan atau diduakan dengan yang lainnya, karena sebenarnya semua makhluk ciptaan-Nya itu tergantung penuh, hanya kepada-Nya. Andaikan Dia tidak mengijinkan, siapakah yang sanggup melaksanakannya?
Tidaklah pantas seorang makhluk meminta dan berserah diri kepada sesama makhluk, walaupun terlihat dengan mata-kepala kalau makhluk itu yang memberikan. Misalnya: seorang dokter terlihat nyata mampu menyelamatkan pasien dari kematian, lantas apakah kita akan menyandarkan iman kita kepada dokter itu? Tentu Tidak, karena yang sebenarnya terjadi, Allah telah menahan kematian hambaNya (pasien) melalui perantaraan dokter tersebut (yang berarti ada suatu proses/tidak langsung/melalui perantara).
Andaikan Allah menakdirkan kematian bagi hambaNya, mampukah seorang atau sejuta dokter menyelamatkan dan menunda kematiannya???.

QS.2. Al Baqarah:

ٱللَّهُ لاَ إِلَـٰهَ إِلاَّ هُوَ ٱلْحَىُّ ٱلْقَيُّومُ لاَ تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلاَ نَوْمٌ لَّهُ مَا فِي ٱلسَّمَـٰوَاتِ وَمَا فِي ٱلأَْرْضِ مَن ذَا ٱلَّذِى يَشْفَعُ عِندَهُ إِلاَّ بِإِذْنِهِ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلاَ يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِّنْ عِلْمِهِ إِلاَّ بِمَا شَآءَ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ ٱلسَّمَـٰوَاتِ وَٱلأَْرْضَ وَلاَ يَؤُدُهُ حِفْظُهُمَا وَهُوَ ٱلْعَلِىُّ ٱلْعَظِيمُ

255. Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafa'at di sisi Allah tanpa izin-Nya? Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi[sebagian mufassirin mengartikan dengan ilmu Allah dan ada pula yang mengartikan dengan kekuasaan-Nya] Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar. 

Perhatikanlah baik-baik:
>> Artinya:"Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia"
 > Siapakah yang layak dan patut disembah, dipuja dan kita patut menyerahkan diri secara penuh? Tentunya hanya kepada Allah, tidak ada Tuhan yang berhak disembah melainkan hanya Dia!!!
 > Tidak ada ma`bud atau sesembahan yang sebenarnya di alam wujud ini, melainkan hanya Allah saja.

>> Artinya:"Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya). Tidak mengantuk dan tidak tidur."
 > Siapakah yang Hidup kekal dan Tidak pernah Mati, binasa ataupun rusak? Jawabannya: Hanya Allah, sebab kita semua pasti akan merasakan mati, atau binasa ataupun rusak.
Allah TIDAK pernah istirahat, Tidak pernah lelah, Tidak pernah mengantuk dan tidak pernah tidur, walau sesaat dan Dia terus menerus mengurus makhluk-Nya.

>> Artinya:"Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafa'at di sisi Allah tanpa izin-Nya."
 > Milik-Nya semua yang ada di langit dan di bumi ataupun diantaranya. Tidak ada yang dapat berbuat sesuatu tanpa izin-Nya, walaupun perbuatan itu untuk kebaikan.

>> Artinya:"Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya."
 > Allah mengetahui apa-apa yang ada di hadapan mereka, dan apa-apa yang ada di belakang mereka, yakni segala urusan baik itu urusan dunia ataupun soal akhirat. Sedangkan mereka tidak mengetahui sesuatu pun dari ilmu-Nya, melainkan hanya sedikit sekali, itupun sekadar yang dikehendaki-Nya saja.

>> Artinya:"Kursi[sebagian mufassirin mengartikan dengan ilmu Allah dan ada pula yang mengartikan dengan kekuasaan-Nya] Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya,dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar".
 > Siapakah yang memiliki kekuasaan tak terbatas? tentu hanya Allah saja. Dia Maha Tinggi lagi Maha Besar, sehingga tidak merasa berat memelihara langit dan bumi beserta isinya, atau semuanya. Adakah diantara kita atau makhluk-Nya yang mengaku mampu berkuasa dan berbuat seperti ini? Tentu TIDAK ada!

Perhatikan pula baik-baik:
QS. 1. Al Fatihah:
5.
latin : iyyaaka na’budu wa-iyyaaka nasta’iin

Artinya : Hanya Engkaulah (bentuk Tunggal) yang kami (bentuk Jamak) sembah {a}, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan. {b}

{a} Na’budu diambil dari kata ‘ibaadat: kepatuhan dan ketundukkan para makhluq (jamak) yang ditimbulkan oleh perasaan terhadap kebesaran Allah, sebagai Tuhan yang disembah, karena berkeyakinan bahwa hanya Allah mempunyai kekuasaan yang mutlak terhadapnya.
{b} Nasta’iin (kami minta pertolongan), terambil dari kata isti’aanah.

QS.112. Al Ikhlash:

قُلْ هُوَ ٱللَّهُ أَحَدٌ * ٱللَّهُ ٱلصَّمَدُ * لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ * وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُواً أَحَدٌ

1. Katakanlah: "Dia-lah Allah, Yang Maha Esa.
2. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.
3. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan,
4. dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.

Lebih Lanjut >>> Mengapa Perintah Berdoa Menggunakan Kata Ganti Jamak, Namun Perintah Menyembah Dia, Menggunakan Kata Ganti Tunggal?

Sesungguhnya menggunakan kata ganti "Kami" untuk perintah berdoa adalah termasuk "Keagungan" Allah. Dimana Dia memiliki Nama2 yang baik.
Dzat Dia adalah Satu, Ahad. Yakni Allah. Namun Dia memiliki banyak "Nama2 yang Baik", yang menunjuk hanya kepada DzatNya yang Tunggal. Seperti ditunjukkan pada ayat berikut:

QS.20. Thaahaa

اللَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ۖ لَهُ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَىٰ

8. Dialah Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Dia mempunyai al asmaaul husna (nama-nama yang baik), 

Sedangkan kalau dalam berdoa, meminta sesuatu kepada Allah, pergunakanlah "Nama2 yang Baik" Dia, dan jangan menyalahgunakan "Nama2 yang Baik" dari Allah. Dzat yang Maha Tunggal, tiada sekutu bagiNya, seperti ditunjukkan ayat berikut ini:

QS.7. Al A'raaf

وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَىٰ فَادْعُوهُ بِهَا ۖ وَذَرُوا الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي أَسْمَائِهِ ۚ سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

180. Hanya milik Allah asmaa-ul husna[nama-nama yang agung yang sesuai dengan sifat-sifat Allah], maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya[janganlah dihiraukan orang-orang yang menyembah Allah dengan nama-nama yang tidak sesuai dengan sifat-sifat dan keagungan Allah, atau dengan memakai asmaa-ul husna, tetapi dengan maksud menodai nama Allah atau mempergunakan asmaa-ul husna untuk nama-nama selain Allah]. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan. 

Ini perintah untuk menggunakan "Nama2 yang Baik" Dia, dalam berdoa (jumlahnya ada 99, tapi pergunakan asmaa-ul husna yang sesuai dengan permintaan kita -silahkan diklik yg biru-). Kata ganti "Kami" disini, hanya menunjuk kepada keagungan Dzat Allah yang Tunggal. Sehingga seringkali kita berdoa kepada Allah, dengan menyebutNya, "Yaa Rahmaaan, Yaa Ghany, Yaa Ghofur", dan masih banyak lagi yg lainnya. Semua "Nama2 yang Baik" itu (asmaa'= dalam bentuk jamak dari kata ism, sedangkan al husna= dalam bentuk jamak dari kata al hasan), walaupun banyak, namun hanya menunjuk kepada Dzat Allah saja:

QS. Al Anbiya

فَاسْتَجَبْنَا لَهُ وَوَهَبْنَا لَهُ يَحْيَىٰ وَأَصْلَحْنَا لَهُ زَوْجَهُ ۚ إِنَّهُمْ كَانُوا يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَيَدْعُونَنَا رَغَبًا وَرَهَبًا ۖ وَكَانُوا لَنَا خَاشِعِينَ

90. Maka Kami memperkenankan doanya, dan Kami anugerahkan kepada nya Yahya dan Kami jadikan isterinya dapat mengandung. Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas[mengharap agar dikabulkan Allah doanya dan khawatir akan azabnya]. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu' kepada Kami. 


Sedangkan untuk beribadah,  tidak boleh menggunakan "Nama2 yang Baik" Dia. Sehingga dalam penyebutan peribadatan, harus menggunakan lafazh "Allah".

Contoh:
1. Memulai Sholat harus dengan Takbir. "Allahu Akbar". Dan Tidak Sah jika menggunakan selain itu, misalnya: "Azizu Akbar" atau "Arrahmaanu Akbar" atau yang lainnya.
2. Menyembelih harus dengan menyebut nama Allah, yakni "Bismillah" atau saat Kurban, menyembelih mengucapkan "Bismillahi Allahu Akbar". Dan tidak boleh menggunakan yang lain, dari "Nama2 Dia yang Baik".
3. Demikian juga dengan syahadat. Tidak boleh menggunakan "Nama2 Dia yang Baik", hanya menggunakan lafazh Allah saja.

Itulah sebabnya, mengapa perintah Berdoa menggunakan kata ganti jamak, namun dalam perintah peribadatan, menggunakan kata ganti tunggal, atau langsung menggunakan lafazh Allah.
Baik kata ganti "Kami" ataupun "Aku", semua itu menunjuk kepada Dia, Allah.
Perbedaannya, jika dalam pemintaan atau doa yang kita panjatkan, kita dianjurkan menggunakan beberapa "Nama2 Dia yang Baik". Sesuai dengan KeagunganNya.
Namun untuk peribadatan tidak boleh menggunakan "Nama2 Dia yang Baik", melainkan harus langsung menggunakan lafazh "Allah".

Loh, Apakah Mungkin Satu Wujud bisa Memiliki Banyak Nama?
Tentu saja mungkin. Misalnya ada seseorang bernama, Edi, dalam pergaulan ia bisa dipanggil dengan,"si brewok", atau "si bungkuk" atau juga "si gendut". Bahkan Nabi Muhammad SAW pun, yang wujudnya hanya satu namun ternyata memiliki beberapa nama. Seperti ditunjukkan dalam hadis dibawah ini:

No. Hadist: 3268 dari KITAB SHAHIH BUKHARI

حَدَّثَنِي إِبْرَاهِيمُ بْنُ الْمُنْذِرِ قَالَ حَدَّثَنِي مَعْنٌ عَنْ مَالِكٍ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ جُبَيْرِ بْنِ مُطْعِمٍ عَنْ أَبِيهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِي خَمْسَةُ أَسْمَاءٍ أَنَا مُحَمَّدٌ وَأَحْمَدُ وَأَنَا الْمَاحِي الَّذِي يَمْحُو اللَّهُ بِي الْكُفْرَ وَأَنَا الْحَاشِرُ الَّذِي يُحْشَرُ النَّاسُ عَلَى قَدَمِي وَأَنَا الْعَاقِبُ

Telah bercerita kepadaku Ibrahim bin Al Mundzir berkata telah bercerita kepadaku Ma'an dari Malik dari Ibnu Syihab dari Muhammad bin Jubair bin Muth'im dari bapaknya radliallahu 'anhu berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Aku memiliki lima nama, Aku adalah (1). Muhammad, (2). Ahmad, (3). aku juga Al Mahiy (penghapus), maksudnya Allah menghapuskan kekafiran melalui perantaraanku, (4). Aku juga Al Hasyir (penghimpun), maksudnya manusia akan berhimpun di bawah kakiku dan aku juga (5) Al 'Aqib, yang artinya tidak ada seorang nabi pun sepeninggalku.

Karena beberapa keunggulan makhluq, kadangkala mereka memiliki beberapa nama ( أَسْمَاءٍ). Itu sudah lumrah, nah bagaimana dengan Sang Pencipta, yang jelas2 Maha Agung? Tentunya Dia pasti memiliki beberapa Nama Agung sesuai dengan kehendakNya.

Sehingga dapat dikatakan, "berdoa kepada Kami", Kami=Jamak, itu menunjuk kepada "Nama2 Dia yang Baik". Dan dapat ditafsirkan menjadi, "berdoalah menggunakan As maaul Husna". Itulah keagungan Allah, yang memiliki beberapa "Nama2 yang Baik" (الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَىٰ). Mintalah hanya kepada Allah, dengan menyebut beberapa "Nama2 Dia yang Baik", dan jangan turuti orang2 yang suka menyelewengkan "Nama2 Dia yang Baik".!


Berikut ini ayat2 yang menunjukkan, jika dalam peribadatan, hanya menggunakan kata ganti "Tunggal" yang hanya menunjuk kepada Allah saja, atau langsung menggunakan lafazh "Allah":

QS.5. Al Maa'idah

مَا قُلْتُ لَهُمْ إِلَّا مَا أَمَرْتَنِي بِهِ أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ رَبِّي وَرَبَّكُمْ ۚ وَكُنْتُ عَلَيْهِمْ شَهِيدًا مَا دُمْتُ فِيهِمْ ۖ فَلَمَّا تَوَفَّيْتَنِي كُنْتَ أَنْتَ الرَّقِيبَ عَلَيْهِمْ ۚ وَأَنْتَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ

117. Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang Engkau perintahkan kepadaku (mengatakan)nya yaitu: "Sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhanmu", dan adalah aku menjadi saksi terhadap mereka, selama aku berada di antara mereka. Maka setelah Engkau wafatkan aku, Engkau-lah yang mengawasi mereka. Dan Engkau adalah Maha Menyaksikan atas segala sesuatu. 

QS. 20. Thaahaa

إِنَّنِي أَنَا اللَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدْنِي وَأَقِمِ الصَّلَاةَ لِذِكْرِي

14. Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku. 

QS. 21. Al Anbiyaa'

وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ

25. Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku." 

QS.15. Al Hijr

وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّىٰ يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ

99. dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal). 

QS. 21. Al Anbiyaa'

إِنَّ هَٰذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَأَنَا رَبُّكُمْ فَاعْبُدُونِ

92. Sesungguhnya (agama Tauhid) ini adalah agama kamu semua; agama yang satu[sama dalam pokok-pokok kepercayaan dan pokok-pokok Syari'at] dan Aku adalah Tuhanmu, maka sembahlah Aku. 


Inilah Hukum Allah ...!
Sesungguhnya semua yang berkaitan dengan maklukNya, baik itu manusia, hewan atau yang lainnya, semua terjadi karena suatu proses. Tidak secara langsung dari Allah.
Memperoleh rejeki, makanan, pakaian dan masih banyak lagi memerlukan proses dalam memperolehnya. Tidak secara langsung dari Allah.

Pernahkan kita memperoleh rejeki dari Allah secara langsung? Tentu tidak pernah. Kita tidak pernah melihatNya memberikan rejeki secara langung kepada kita.
Demikian juga dengan kesembuhan kita dari sakit. Biasanya dengan perantaraan dokter, obat, tabib atau bahkan dari membaca Ayat Alquran ...!
Tidak pernah secara langsung dari Allah, Itulah hukum Allah yang diterapkan dalam alam Dunia ini ...!
Jangan sekali-kali berharap melihat DzatNya secara langsung di alam dunia ini ...!

Namun demikian, Allah memerintahkan kita hanya berharap kepadaNya, meminta hanya kepadaNya, dan menganggap semua anugerah itu dari Diri-Nya bukan dari Makhluq!.
Kita kenyang bukan karena makanan, tapi karena karunia dari Allah ...!
Kita sembuh bukan karena obat, tapi karena Allah ...!
Allah-lah yang menyembuhkan kita ...!
Itulah keimanan, dan itulah hukum-Nya di dunia ini ...!

Silahkan menyimak kisah Nabi Ayyub ra berikut ini:
Rahma binti Ifraim bin Yusuf bin Yaqub, adalah istri Nabi Ayyub ra yang sangat penyabar. Rahma memanggil tabib untuk mengobati suaminya, Nabi Ayyub, yang ditimpa cobaan penyakit yang menggerogoti badan selama bertahun2 (Ada yang mengatakan selama 18 tahun). Konon cobaan penyakit itu berupa penyakit kulit yang sangat parah hingga kulit beliau mengeluarkan ulat dan bau yang sangat tidak sedap.

Tabib itu berkata, "Saya bersedia mengobatinya dengan syarat, jika nanti dia sembuh, dia harus bersedia berkata kepada saya, "Kamulah yang telah menyembuhkan."
Bagaiman reaksi Nabi Ayyub ra  mendengarnya?
Beliau malah marah dan bersumpah akan memukulnya. "Sesungguhnya orang itu adalah setan (iblis yang menyamar menjadi tabib)", tukasnya dengan nada tinggi.

--> Sesungguhnya Iblis menunggu ucapan Nabi Ayyub untuk mengakui Penyembuh selain Allah, yang apabila terucapkan menjadikan kemarahan Allah SWT. Dan itulah ujian Nabi Ayyub.

Sesungguhnya Obat, Makanan, Air, Buah2an, Matahari, bintang dan bulan adalah Ciptaan Allah. Maka Sembahlah Allah, Allah Yang menciptakannya, Jika kamu hendak menyembah!.

QS. 41. Fushshilat:

وَمِنْ ءَايَـٰتِهِ ٱلَّيْلُ وَٱلنَّهَارُ وَٱلشَّمْسُ وَٱلْقَمَرُ لاَ تَسْجُدُواْ لِلشَّمْسِ وَلاَ لِلْقَمَرِ وَٱسْجُدُواْ لِلَّهِ ٱلَّذِى خَلَقَهُنَّ إِن كُنتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ

37. Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. Janganlah sembah matahari maupun bulan, tapi sembahlah Allah Yang menciptakannya, Jika Ialah yang kamu hendak sembah. 

--> Sesungguhnya termasuk dosa besar, menantang Allah supaya dapat dilihat Dzat-Nya di alam dunia yang fana ini!

QS. 2. Al Baqarah:

وَإِذْ قُلْتُمْ يَـٰمُوسَىٰ لَن نُّؤْمِنَ لَكَ حَتَّىٰ نَرَى ٱللَّهَ جَهْرَةً فَأَخَذَتْكُمُ ٱلصَّـٰعِقَةُ وَأَنتُمْ تَنظُرُونَ

55. Dan (ingatlah), ketika kamu berkata: "Hai Musa, kami tidak akan beriman kepadamu sebelum kami melihat Allah dengan terang/jelas[melihat Allah dengan mata kepala], karena itu kamu disambar halilintar, sedang kamu menyaksikannya". 

Apakah ini berarti Allah tergantung pada maklukNya, karena proses itu tidak dilakukan-Nya secara langsung?
Subhanallah, tentu Tidak!. Allah tidak tergantung pada maklukNya, namun malah makluk-Nya lah yang sangat tergantung kepada Allah!.
Proses itu terjadi karena itulah Hukum-Nya yang diterapkan di alam fana ini!. Dia-lah yang menentukan hukumnya, hanya kehendakNya, tanpa campur-tangan kehendak Makhluq!.
Sungguh maha Suci Allah dari segala kelemahan!.

QS. 2. Al Baqarah:

ٱللَّهُ لاَ إِلَـٰهَ إِلاَّ هُوَ ٱلْحَىُّ ٱلْقَيُّومُ لاَ تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلاَ نَوْمٌ لَّهُ مَا فِي ٱلسَّمَـٰوَاتِ وَمَا فِي ٱلأَْرْضِ مَن ذَا ٱلَّذِى يَشْفَعُ عِندَهُ إِلاَّ بِإِذْنِهِ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلاَ يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِّنْ عِلْمِهِ إِلاَّ بِمَا شَآءَ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ ٱلسَّمَـٰوَاتِ وَٱلأَْرْضَ وَلاَ يَؤُدُهُ حِفْظُهُمَا وَهُوَ ٱلْعَلِىُّ ٱلْعَظِيمُ

255. Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafa'at di sisi Allah tanpa izin-Nya. Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi[Kursi: sebagian mufassirin mengartikan dengan ilmu Allah dan ada pula yang mengartikan dengan kekuasaan-Nya]. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar. 


Ini beberapa sebab Allah menggunakan kata ganti "Kami", yang memang ada proses didalamnya, tidak secara langsung dari Allah. Proses itu bisa terjadi karena perantaraan Malaikat atau yang lainnya. Wa Allahu 'alam.
Namun untuk menyembah, sholat, berdo'a dan meminta, mutlak harus langsung kepada Allah, tanpa perantara!. Karena memang semua proses itu terjadi karena kehendak Allah. Siapakah yang dapat melakukan sesuatu atau dapat mendapatkan sesuatu tanpa ijin dari Allah?
Dapatkah kita bekerja tanpa ijin dari Allah? Apakah kita dapat bekerja kalau jantung kita dihentikan-Nya? Dapatkah kita menggerakkan jantung kita sendiri?

QS. 2. Al Baqarah:

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ ٱلدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُواْ لِى وَلْيُؤْمِنُواْ بِى لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ

186. Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat (maksudnya kekuasaan-Nya dan bukan Dzat-Nya yang Maha Tinggi). Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.  


> Ingatlah, Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan akan mengampuni dosa selain syirik, sekehendak-Nya. Semua perbuatan kita, ibadah kita, hanya disandarkan kepada Allah. Langsung hanya kepada Allah, tanpa perantara. Walau kita tidak bisa melihat Allah, namun Allah Maha Melihat kita dan mengawasi segala perbuatan kita dengan sangat teliti ...
> Pembahasan diatas baru dari satu sisi (ilmu mantiq) , masih banyak yang bisa dibahas. Yang pada intinya, Sesungguhnya Dzat Allah itu SATU dan TIDAK ADA yang sanggup menyamai DIA (yang berarti juga, DIA itu SATU tanpa tandingan), jangan sampai terperdaya oleh para musuh Islam yang ingin mengacaukan iman para mukmin.

Subhanallah ...
Wa Allahu 'Alam ...
---------------------------------

Keterangan Tambahan:
1. Dalam Al Quran: Lafazh "zhulumat" diungkapkan dalam bentuk jamak, sedangkan lafazh "nur" diungkapkan dalam bentuk tunggal, karena cahaya lebih mulia daripada gelap. Juga memiliki makna, kegelapan jauh lebih luas, lebih banyak gelapnya, lebih banyak jalan kegelapan daripada jalan yang terang. Namun kalau jalan terang sudah nampak, seberapapun luasnya kegelapan, tentu kegelapan akan sirna. Itulah kemulyaan cahaya dibandingkan kegelapan.
2. Kebanyakan perkara hari kiamat disebutkan dalam bentuk "madli" (lampau) untuk menunjukkan pengertian bahwa kejadiannya merupakan suatu kepastian yang telah ditetapkan. Dengan kata lain, pengungkapan yang memakai sighat "fi'il madli" mengandung makna kepastian akan kejadiannya.
3. "Kami" selain bermakna jamak, juga dapat bermakna sebagai ta'zhim (menganggap diri besar/ pengagungan terhadap diri sendiri).
4. Kadangkala Allah, Tuhan Semesta Alam, memberikan perumpamaan2 yang sangat indah untuk "menasehati" hamba2Nya. Allah menyatakan makhluq-Nya tersebut seolah2 Diri-Nya. Padahal hamba-Nya yang "dinasehati" itu sudah tahu, kalau makhluq itu bukanlah Dia. Tidak sama antara makhluq dan Allah. Seperti disebutkan pada hadits Qudsi berikut ini:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يَقُولُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ: يَا ابْنَ آدَمَ، مَرِضْتُ فَلَمْ تَعُدْنِي؟ قَالَ: يَا رَبِّ كَيْفَ أَعُودُكَ وَأَنْتَ رَبُّ الْعَالَمِينَ؟ قَالَ: أَمَا عَلِمْتَ أَنَّ عَبْدِي فُلَانًا مَرِضَ فَلَمْ تَعُدْهُ؟ أَمَا عَلِمْتَ أَنَّكَ لَوْ عُدْتَهُ لَوَجَدْتَنِي عِنْدَهُ. يَا ابْنَ آدَمَ: اسْتَطْعَمْتُكَ فَلَمْ تُطْعِمْنِي، قَالَ: يَا رَبِّ وَكَيْفَ أُطْعِمُكَ وَأَنْتَ رَبُّ الْعَالَمِينَ؟ قَالَ: أَمَا عَلِمْتَ أَنَّهُ اسْتَطْعَمَكَ عَبْدِي فُلَانٌ فَلَمْ تُطْعِمْهُ؟ أَمَا عَلِمْتَ أَنَّكَ لَوْ أَطْعَمْتَهُ لَوَجَدْتَ ذَلِكَ عِنْدِي. يَا ابْنَ آدَمَ: اسْتَسْقَيْتُكَ فَلَمْ تَسْقِنِي، قَالَ: يَا رَبِّ كَيْفَ أَسْقِيكَ وَأَنْتَ رَبُّ الْعَالَمِينَ؟ قَالَ اسْتَسْقَاكَ عَبْدِي فُلَانٌ فَلَمْ تَسْقِهِ، أَمَا إِنَّكَ لَوْ سَقَيْتَهُ لَوَجَدْتَ ذَلِكَ عِنْدِي"
رواه مسلم

Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a., beliau berkata, telah bersabda Rasulullah
ﷺ, sesungguhnya Allah Azza wa Jalla kelak dihari kiamat akan berfirman, “Wahai anak cucu Adam, aku sakit dan kamu tidak menjenguk-Ku?”, ada yang berkata, “Wahai Tuhanku, bagaimana kami menjenguk-Mu sedangkan Engkau adalah Tuhan Semesta Alam?”, Allah berfirman, “Tidakkah engkau tahu, sesungguhnya hambaKu yang bernama Fulan sakit, dan kamu tidak menjenguknya? Tidakkah engkau tahu, sesungguhnya jika kamu menjenguknya, engkau akan mendapati-Ku didekatnya.
Wahai anak cucu adam, Aku meminta makanan kepadamu, namun kamu tidak memberi-Ku makanan kepada-Ku”, ada yang berkata, “Wahai Tuhanku, bagaimana kami dapat memberi makan kepada-Mu sedangkan Engkau adalah Tuhan Semesta Alam?” Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman, “Tidakkah engkau tahu,  sesungguhnya hamba Ku fulan meminta makanan, dan kemudian kalian tidak memberinya makanan? Tidakkah engkau tahu, seandainya engkau memberinya makanan, benar-benar akan kau dapati perbuatan itu di sisi-Ku.
Wahai anak cucu adam, Aku meminta minum kepadamu, namun engkau tidak memberi-Ku minum” , ada yang berkata, “Wahai Tuhanku, bagaimana kami memberi minum kepada-Mu sedangkan Engkau adalah Tuhan Semesta Alam?” Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman, “Seorang hamba Ku yang bernama fulan meminta minum kepadamu, namun tidak engkau beri minum, tidakkah engkau tahu, seandainya engkau memberi minum kepadanya, benar – benar akan kau dapati (pahala) amal itu di sisi-Ku”. (Hadits Qudsi yang diriwayatkan oleh Muslim)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar