Rabu, 30 Juli 2014

Perintah Sholat

Sesungguhnya perintah mendirikan Salat adalah wajib ...
Wajib bagi setiap muslim baik laki² ataupun perempuan yang masih hidup, sudah baligh dan masih ada kesadaran ...
Kewajiban sholat masih melekat selama muslim itu masih hidup, walaupun ia sakit, namun masih sadar (tidak pingsan atau tidak gila) ...
Namun ada kekhususan bagi wanita yg sedang haid dan nifas, untuk tidak sholat, bahkan diharamkan untuk mengerjakan sholat, hingga mereka suci dari haid dan nifas ...

Sholat didirikan dengan berdiri, kalau tidak mampu dengan duduk, kalau tidak mampu dengan berbaring ...
Namun apabila dng berbaring masih tidak mampu, maka bisa dengan isyarat (misal: dengan isyarat mata dan hati yg mengerjakan sholat)

Perintah sholat adalah wajib, bahkan sangat² dianjurkan untuk sholat berjamaah, jika menemui jamaah dimanapun kita berada ...
Sehingga bagi seorang laki² tidak dibenarkan sholat sendirian, padahal terdapat jamaah yang sholat ...
Sholat wajib berjamaah bagi seorang laki² selalu dikerjakan oleh Nabi SAW dan juga para sahabat beliau ...
Tidak pernah satupun sahabat beliau yang meninggalkan sholat fardlu berjamaah, kecuali orang² yang nyata kemunafikannya ...
Nabi SAW beserta para sahabat beliau selalu mengerjakan sholat fardlu secara berjamaah di Masjid ...

Sesungguhnya sholat wajib ada 5 waktu, Isya, Subuh, Dhuhur, Asar, dan Maghrib ...
Begitulah yang diperintahkan Allah SWT melalui utusan-Nya, Nabi Muhammad SAW ...
Namun, ada juga segolongan orang yang merasa pintar, menyatakan sholat wajib itu hanya ada 3 waktu, yakni Subuh, Duhur, dan Isya ...
Kata mereka, Sholat wajib itu adalah subuh, duhur (asar tidak ada karena ditarik ke waktu duhur), kemudian Isya (Maghrib tidak ada karena ditarik ke waktu Isya) ...
Menurut mereka, mereka berdasarkan Al Qur'an (salah satunya dari:Al Israa':78) ...
Namun mereka mengabaikan perintah Nabi SAW. ...
Mereka merasa lebih pandai dan lebih pintar dari Nabi SAW, yang Al Qur'an diturunkan hanya kepada Nabi SAW ...
   
QS.17. Al Israa':

أَقِمِ ٱلصَّلَوٰةَ لِدُلُوكِ ٱلشَّمْسِ إِلَىٰ غَسَقِ ٱلَّيْلِ وَقُرْءَانَ ٱلْفَجْرِ إِنَّ قُرْءَانَ ٱلْفَجْرِ كَانَ مَشْهُودًا

78. "Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) subuh[menurut Jumhur Ulama, ayat ini menerangkan waktu-waktu shalat yang lima. Tergelincir matahari untuk waktu shalat Zhuhur dan Ashar, gelap malam untuk waktu Magrib dan Isya]. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat)."

Ayat diatas secara tekstual tidak menyebutkan perintah sholat yang lima waktu. Bahkan terkesan ”hanya" tiga waktu saja. Yaitu, sesudah matahari tergelincir, sampai gelapnya malam,  dan subuh. Namun perlu diingat, masalah tafsir Alquran itu yang paling paham hanyalah Rosul-Nya, Muhammad SAW. Allah menurunkan Alquran beserta tafsir dan takwilnya kepada utusan-Nya.
Kita wajib beriman dan mengikuti perintah Rasul-Nya, dan ini termasuk dalam rukun iman (Selengkapnya).
Bahkan untuk perintah sholat dan tata caranya, Allah langsung mengundang Nabi Muhammad SAW untuk menghadap-Nya. Dan tidak melalui Malaikat Jibril.
Ini menunjukkan betapa pentingnya mendirikan sholat yang lima waktu itu.

Ayat tersebut menunjukkan perintah Sholat wajib secara global, baik dalam keadaan normal ataupun tidak (misalnya, Sholat Jama karena sebab tertentu, dijelaskan berikutnya). Dengan ayat itu, sudah mencakup semua perintah Sholat yang wajib dilakukan hambaNya selagi masih hidup. Baik itu Sholat 5 waktu, (Isya, Subuh, Duhur, Asar, Maghrib), ataupun Sholat yang dijamak, (Subuh, Jamak Dzuhur dengan Asar, Jamak Maghrib dengan Isya', seolah² 3 waktu, padahal hakekatnya 5 waktu, namun di jamak)

Perintah Taat Kepada Nabi SAW dan Bukan kepada Hawa Nafsunya Sendiri 
Allah swt telah berfirman:

قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ

قُلْ أَطِيعُواْ اللّهَ وَالرَّسُولَ فإِن تَوَلَّوْاْ فَإِنَّ اللّهَ لاَ يُحِبُّ الْكَافِرِينَ

Artinya:
“Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku (Nabi SAW), niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Katakanlah: “Ta’atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir”.” (Ali Imran: 31-32)


فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّىٰ يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (QS An Nisa ayat 65)


Jangan menafsiri Al Quran menurut hawa nafsumu sendiri, namun lihatlah perbuatan, perkataan dan persetujuan Nabi SAW, karena: 

 مَنْ يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ ۖ

“Barangsiapa yang menaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah menaati Allah.” (QS An Nisa ayat 80).

Berikut hadits yang menjelaskan perintah, bahwa sholat fardlu itu ada lima waktu (hadis Nabi SAW yang menafsirkan ayat Alquran)  ...

Dasar Hukum Sholat Lima Waktu
Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Bukair berkata, telah menceritakan kepada kami Al Laits dari Yunus dari Ibnu Syihab dari Anas bin Malik berkata, Abu Dzar menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Saat aku di Makkah atap rumahku terbuka, tiba-tiba datang Malaikat Jibril Alaihis Salam. Lalu dia membelah dadaku kemudian mencucinya dengan menggunakan air zamzam. Dibawanya pula bejana terbuat dari emas berisi hikmah dan iman, lalu dituangnya ke dalam dadaku dan menutupnya kembali. Lalu dia memegang tanganku dan membawaku menuju langit dunia. Tatkala aku sudah sampai di langit dunia, Jibril Alaihis Salam berkata kepada Malaikat penjaga langit, 'Bukalah'. Malaikat penjaga langit berkata, 'Siapa Ini? ' Jibril menjawab, 'Ini Jibril'. Malaikat penjaga langit bertanya lagi, 'Apakah kamu bersama orang lain? ' Jibril menjawab, "Ya, bersamaku Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam.' Penjaga itu bertanya lagi, 'Apakah dia diutus sebagai Rasul? ' Jibril menjawab, 'Benar.' Ketika dibuka dan kami sampai di langit dunia, ketika itu ada seseorang yang sedang duduk, di sebelah kanan orang itu ada sekelompok manusia begitu juga di sebelah kirinya. Apabila dia melihat kepada sekelompok orang yang di sebelah kanannya ia tertawa, dan bila melihat ke kirinya ia menangis. Lalu orang itu berkata, 'Selamat datang Nabi yang shalih dan anak yang shalih.' Aku bertanya kepada Jibril, 'Siapakah dia? ' Jibril menjawab, "Dialah Adam Alaihis Salam, dan orang-orang yang ada di sebelah kanan dan kirinya adalah ruh-ruh anak keturunannya. Mereka yang ada di sebelah kanannya adalah para ahli surga sedangkan yang di sebelah kirinya adalah ahli neraka. Jika dia memandang ke sebelah kanannya dia tertawa dan bila memandang ke sebelah kirinya dia menangis.' Kemudian aku dibawa menuju ke langit kedua, Jibril lalu berkata kepada penjaganya seperti terhadap penjaga langit pertama. Maka langit pun dibuka'." Anas berkata, "Kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menyebutkan bahwa pada tingkatan langit-langit itu beliau bertemu dengan Adam, Idris, Musa, 'Isa dan Ibrahim semoga Allah memberi shalawat-Nya kepada mereka. Beliau tidak menceritakan kepadaku keberadaan mereka di langit tersebut, kecuali bahwa beliau bertemu Adam di langit dunia dan Ibrahim di langit keenam." Anas melanjutkan, "Ketika Jibril berjalan bersama Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, ia melewati Idris. Maka Idris pun berkata, 'Selamat datang Nabi yang shalih dan saudara yang shalih.' Aku bertanya kepada Jibril, 'Siapakah dia? ' Jibril menjawab, 'Dialah Idris.' Lalu aku berjalan melewati Musa, ia pun berkata, 'Selamat datang Nabi yang shalih dan saudara yang shalih.' Aku bertanya kepada Jibril, 'Siapakah dia? ' Jibril menjawab, 'Dialah Musa.' Kemudian aku berjalan melewati 'Isa, dan ia pun berkata, 'Selamat datang saudara yang shalih dan Nabi yang shalih.' Aku bertanya kepada Jibril, 'Siapakah dia? ' Jibril menjawab, 'Dialah 'Isa.' Kemudian aku melewati Ibrahim dan ia pun berkata, 'Selamat datang Nabi yang shalih dan anak yang shalih.' Aku bertanya kepada Jibril, 'Siapakah dia? ' Jibril menjawab, 'Dialah Ibrahim shallallahu 'alaihi wasallam.' Ibnu Syihab berkata, Ibnu Hazm mengabarkan kepadaku bahwa Ibnu 'Abbas dan Abu Habbah Al Anshari keduanya berkata, "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Kemudian aku dimi'rajkan hingga sampai ke suatu tempat yang aku dapat mendengar suara pena yang menulis." Ibnu Hazm berkata, "Anas bin Malik menyebutkan, "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Kemudian Allah 'azza wajalla mewajibkan kepada ummatku shalat sebanyak lima puluh kali. Maka aku pergi membawa perintah itu hingga aku berjumpa dengan Musa, lalu ia bertanya, 'Apa yang Allah perintahkan buat umatmu? ' Aku jawab: 'Shalat lima puluh kali.' Lalu dia berkata, 'Kembalilah kepada Rabbmu, karena umatmu tidak akan sanggup! ' Maka aku kembali dan Allah mengurangi setengahnya. Aku kemudian kembali menemui Musa dan aku katakan bahwa Allah telah mengurangi setengahnya. Tapi ia berkata, 'Kembalilah kepada Rabbmu karena umatmu tidak akan sanggup.' Aku lalu kembali menemui Allah dan Allah kemudian mengurangi setengahnya lagi.' Kemudian aku kembali menemui Musa, ia lalu berkata, 'Kembalilah kepada Rabbmu, karena umatmu tetap tidak akan sanggup.' Maka aku kembali menemui Allah Ta'ala, Allah lalu berfirman: 'Lima ini adalah sebagai pengganti dari lima puluh. Tidak ada lagi perubahan keputusan di sisi-Ku! ' Maka aku kembali menemui Musa dan ia kembali berkata, 'Kembalilah kepada Rabb-Mu! ' Aku katakan, 'Aku malu kepada Rabb-ku.' Jibril lantas membawaku hingga sampai di Sidratul Muntaha yang diselimuti dengan warna-warni yang aku tidak tahu benda apakah itu. Kemudian aku dimasukkan ke dalam surga, ternyata di dalamnya banyak kubah-kubah terbuat dari mutiara dan tanahnya dari minyak kesturi."(No. Hadist: 336 dari KITAB SHAHIH BUKHARI)

Waktu-Waktu Sholat Fardlu 5 Waktu:


Menjamak Sholat Karena Sebab Tertentu:
Jika terdapat halangan ketika akan mengerjakan sholat, misalnya dalam keadaan takut oleh musuh atau dalam perjalanan yang tidak mungkin berhenti (misal didalam pesawat terbang), maka diperbolehkan mengerjakan sholat dikendaraan(yang kita tumpangi) yang sedang berjalan atau bergerak itu ...
Namun apabila sudah hilang ketakutan itu dan sudah tidak ada halangan lainnya lagi, misalnya sudah tidak dalam perjalanan, maka sholat² yang berikutnya dikerjakan dengan sempurna, seperti keadaan biasa ...
Selama dalam perjalanan, disunahkan mengqoshor sholat yang 4 rokaat menjadi 2 rakaat saja, kecuali ketika menjumpai jamaah penduduk setempat, maka seyogyanya mengikuti imam sholat (tentunya 4 rakaat)...
Diperbolehkan menjamak solat dhuhur dengan asar dan magrhib dengan isya' ...
Namun apabila sudah tidak dalam perjalanan, maka sholat² yang berikutnya dikerjakan dengan sempurna, seperti keadaan biasa ...
Banyaklah bertasbih dan istighfar karena kelemahan² dan kesalahan² kita ...

Hadis yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik, ia berkata:

كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا ارْتَحَلَ قَبْلَ أَنْ تَزِيغَ الشَّمْسُ أَخَّرَ الظُّهْرَ إِلَى وَقْتِ الْعَصْرِ ثُمَّ نَزَلَ فَجَمَعَ بَيْنَهُمَا فَإِنْ زَاغَتْ الشَّمْسُ قَبْلَ أَنْ يَرْتَحِلَ صَلَّى الظُّهْرَ ثُمَّ رَكِبَ. [متّفق عليه]

Artinya: “Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam jika berangkat dalam bepergiannya sebelum tergelincir matahari, beliau mengakhirkan shalat Dzuhur ke waktu shalat Ashar; kemudian beliau turun dari kendaraan kemudian beliau menjamak dua shalat tersebut. Apabila sudah tergelincir matahari sebelum beliau berangkat, beliau shalat dzuhur terlebih  dahulu kemudian naik kendaraan.” [Muttafaq ‘Alaih]

"Dari Muadz bin Jabal, bahwasannya Nabi SAW dalam perang tabuk, apabila beliau berangkat sebelum tergelincir matahari, beliau menta’khirkan shalat Zhuhur hingga beliau kumpulkan dengan shalat Ashar, beliau gabungkan keduanya (Zhuhur dan Ashar) waktu Ashar, dan apabila berangkat sesudah tergelincir matahari, beliau kerjakan shalat Zhuhur dan Ashar sekaligus, kemudian beliau berjalan. Dan apabila beliau berangkat sebelum Maghrib, beliau menta’khirkan Maghrib hingga beliau melakukan shalat Maghrib beserta Isya’ dan apabila beliau berangkat sesudah waktu Maghrib beliau segerakan shalat Isya’ dan beliau menggabungkan shalat Isya’ bersama Maghrib." (HR. Abu Daud).

Juga hadits yang diriwayatkan oleh Imam Malik:

"Dari Malik, sesungguhnya telah dari Ali bin Husain, bahwasanya Ali berkata : Rasulullah SAW ketika menghendaki perjalanan pada siang hari maka beliau menjama’ shalat antara shalat Zhuhur dan Ashar dan ketika beliau menghendaki perjalanan pada malam hari, maka beliau menjama’ shalat antara shalat Maghrib dan shalat Isya." (HR. Malik).

Hadis riwayat Ibnu Umar Radhiyallahu’anhu, ia berkata: Apabila Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam tergesa-gesa untuk bepergian, beliau menjamak (menghimpun) salat Magrib dan Isyak. (Shahih Muslim No.1139)

Hadis riwayat Anas bin Malik Radhiyallahu’anhu, ia berkata: Apabila Rasulullah berangkat musafir sebelum matahari tergelincir (condong ke Barat), beliau menangguhkan salat Zuhurnya ke waktu Asar. Kemudian beliau berhenti singgah dan menjamak antara Zuhur dan Asar. Dan apabila ketika beliau pergi, matahari telah condong ke Barat (tergelincir), maka beliau melakukan salat Zuhur terlebih dahulu kemudian berangkat. (Shahih Muslim No.1143)

Hadis riwayat Jabir Radhiyallahu’anhu, ia berkata: Aku ikut bersama Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam dalam pertempuran Dzaatur riqa. Suatu saat kami berada di dekat sebuah pohon yang cukup rindang sekali. Aku persilakan beliau beristirahat di bawahnya. Lalu datanglah seorang laki-laki dari kaum musyrik. Pada waktu itu pedang Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam digantungkan di atas pohon. Laki-laki itu lalu mengambil pedang Nabi Shallallahu alaihi wassalam dan menghunusnya. Kemudian ia bertanya kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam: Apakah engkau takut kepadaku? Beliau menjawab: Tidak. Laki-laki itu bertanya: Siapa yang akan menjagamu dari aku? Beliau menjawab: Allah yang akan menjagaku darimu. Pada saat itu para sahabat Rasulullah berhasil menggertak laki-laki tersebut, sehingga akhirnya ia memasukkan pedang itu ke sarungnya dan menggantungnya ke tempatnya semula. Setelah itu terdengar suara azan salat. Beliau lalu melakukan salat dua rakaat bersama satu kelompok kemudian mereka mundur. Lalu beliau melakukan salat dua rakaat lagi bersama kelompok lainnya. Jadi Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam melakukan salat empat rakaat, sementara para sahabat hanya dua rakaat. (Shahih Muslim No.1391)

Jama’ Tanpa Udzur
Terkait sholat jama’ yang pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad saw yang mana jama’ itu dilakukan tanpa sebab, memang ada riwayat yang menyebutkan itu, dan riwayatnya shahih dari Imam Muslim:

جَمَعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ وَالْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ بِالْمَدِينَةِ فِي غَيْرِ خَوْفٍ وَلَا مَطَرٍ

“Nabi saw menjama’ sholat zuhur dan ashar juga menjamak; sholat maghrib dan isya di madinah tanpa ada sebab ‘takut’ dan juga tanpa sebab hujan” (HR muslim)

Ulama 4 madzhab sepakat bahwa menjama; sholat terlarang kecuali karena sebab-sebab yang memang membolehkan jamak seperti; safar, pun safar tidak asal boleh jamak melainkan jika memang syarat-syarat safar itu terpenuhi. 

Apa yang dilakukan Nabi dalam riwayat-riwayat jama’ sholat, menurut madzhab Imam Abu Hanifah bukanlah menjama’ dalam artian mengerjakan sholat satu di waktu sholat lain. Akan tetapi ialah mengakhirkan sholat sampai akhir waktu sehingga mendekati waktu sholat sesudahnya, dan menyegerakan sholat. Sehingga terlihat seperti jama’, akan tetapi tidak. ini yang disebut sebagai jama’ Shuri, dalam madzhab Hanafi.

Karena memang ayat-ayat dan hadits-hadits tentang sholat pada waktunya itu semua pada derajat yang shahih bahkan mutawatir, jadi hukum yang dikandungnya tidak bisa dijatuhkan kecuali dengan dalil yang khusus mengkhususkan itu semua.

Bahkan dalam sebuah riwayat yang shahih dari Imam AL-Bukhori dalam kitabnya Al-Jami’ Al-Shahih, yang terkenal dengan shahih bukhori, dari Imam Ibnu mas’ud ra, beliau berkata:

قَال ابْنُ مَسْعُودٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ : مَا رَأَيْت النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى صَلاَةً لِغَيْرِ مِيقَاتِهَا إِلاَّ صَلاَتَيْنِ جَمَعَ بَيْنَ الْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ بِجَمْعٍ أَيْ بِمُزْدَلِفَةَ

“Aku tidak pernah melihat Nabi saw sholat bukan pada waktunya kecuali 2 sholat, belau menjama’ sholat maghrib dan isya di jama’ atau di muzdalifah” (HR Bukhori)


Jamak Dilakukan jika Mendesak dan Tidak Terulang-Ulang
Hanya saja memang ada beberapa kelompok yang membolehkan menjama’ sholat walau tanpa sebab sebagaimana hadits Ibnu Abbas tersebut, diantara mereka ialah Ibnu Sirin, Madzhab Al-Zohiri, Asyhab dari kalangan Malikiyah, dan juga Ibnu Al-Mundzir dari kalangan syafi’iyyah.

Itupun bukan tanpa sebab, mereka membolehkan jika memang ada kebutuhan yang mendesak, yang tidak memungkinkan seorang muslim untuk sholat tepat waktu kecuali dengan di jama’, karena lanjutan haditsnya Ibnu Abbas tersebut:

فِي حَدِيثِ وَكِيعٍ قَالَ قُلْتُ لِابْنِ عَبَّاسٍ لِمَ فَعَلَ ذَلِكَ قَالَ كَيْ لَا يُحْرِجَ أُمَّتَهُ

“dalam hadits waqi’, beliau berkata kepada Ibnu Abbas: ‘kenapa Nabi melakukan itu?’, Ibnu Abbad menjawab: ‘agar tidak memberatkan ummatnya’!”

Jadi ‘Illah (sebab) bolehnya jama’ tanpa sebab itu ialah Raf’ul Haraj [رفع الحرج] (agar tidak memberatkan), dan sesuatu yang berat itu ada ketika adanya kesulitan dan situasi yang kritis.

Dengan lanjutan hadits ini, Ibnu Sirin dan juga Asyhab mensyaratkan bahwa ia boleh menjama’ sholat jika memang ada kebutuhan yang mendesak, asalkan situasi itu tidak terjadi berulang-ulang. Artinya itu kejadian yang insidentil, bukan sebuah rutinitas.

Dita’wil untuk Hujan dan Orang Sakit
Ulama 4 madzhab tetap pada pendapat bahwa tidak boleh jama’ tanpa sebab. Dan terkait dengan hadits Ibnu Abbas tersebut, Imam Ibnu Qudamah menjelaskan bahwa hadits itu ditakwil pemahamannya untuk orang yang sakit. Jadi Nabi saw menjama’ sholat bukan karena sebab, akan tetapi untuk menunjukkan kebolahannya bagi yang sakit.

وَحَدِيثُ ابْنِ عَبَّاسٍ حَمَلْنَاهُ عَلَى حَالَةِ الْمَرَضِ

“dan hadits Ibnu Abbas kami haml (bawa) maknanya untuk keadaan sakit” 

Sedang Imam Syairozi dalam kitabnya Al-Muhadzdzab, terkait hadits Ibnu Abbas itu,beliau menukil pendapatnya Imam Malik bahwa hadits tersebut tidaklah seperti manthuq-nya (teks), akan tetapi digiring (haml) maknanya bahwa Nabi saw menjama’-nya ketika hujan.

Dan ini juga yang disebutkan Imam Ibnu Rusyd dalam kitabnya Bidayah, bahwa Imam Malik melihat hadits itu diperuntukkan untuk orang sakit yang keadaannya tidak mungkin melakukan sholat tepat waktu.

Jamak Tanpa Sebab, Berarti Mendatangi Pintu Dosa Besar
Karena memang menjama’ sholat tanpa sebab, menurut mayoritas ulama adalah dosa besar. Seperti yang telah disinggung di awal, bahwa dalil-dalil tentang waktu sholat itu kedudukannya sangat kuat bahwa sampai mutawatir. Melanggar sesuatu yang mutawatir adalah sebuah dosa.

Imam Ibnu Abi syaibah dalam Mushonnaf-nya meriwayatkan sebuah qaul dari Umar bin Abdul Aziz:

عَنْ أُبَيِّ بْنِ عَبْدِ اللهِ ، قَالَ : جَاءَنَا كِتَابُ عُمَرَ بْنِ عَبْدِ الْعَزِيزِ : أنْ لاَ تَجْمَعُوا بَيْنَ الصَّلاَتَيْنِ إِلاَّ مِنْ عُذْرٍ.

“dari Ubai bin Adbillah: telah datang kepada kami surat dari Umar bin abdul Aziz yang berkata: “janganlan kalian menjama’ 2 sholat tanpa udzur!”

Dalam riwayat Imam Turmudzi dan juga Imam Al-Daroquthni, termasuk juga Imam Al-Baihaqi, Nabi saw bersabda:

مَنْ جَمَعَ بَيْنَ الصَّلَاتَيْنِ مِنْ غَيْرِ عُذْرٍ فَقَدْ أَتَى بَابًا مِنْ أَبْوَابِ الْكَبَائِرِ

“barang siapa yang manjama’ 2 sholat tanpa sebab, itu berarti ia telah mendatangi satu pintu dari pintu-pintu dosa besar” 


Bab. Sholat Qoshor

QS.2. Al Baqarah:

فَإنْ خِفْتُمْ فَرِجَالاً أَوْ رُكْبَانًا فَإِذَآ أَمِنتُمْ فَٱذْكُرُواْ ٱللَّهَ كَمَا عَلَّمَكُم مَّا لَمْ تَكُونُواْ تَعْلَمُونَ

239. "Jika kamu dalam keadaan takut (bahaya), maka shalatlah sambil berjalan atau berkendaraan. Kemudian apabila kamu telah aman, maka sebutlah Allah (shalatlah), sebagaimana Allah telah mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui."

Hadis riwayat Aisyah Radhiyallahu’anha, istri Nabi Shallallahu alaihi wassalam. ia berkata: Awalnya tiap salat diwajibkan dua rakaat, baik di kediaman (tidak sedang dalam bepergian) atau dalam perjalanan. Kemudian salat dalam perjalanan tetap (dua rakaat) dan salat di kediaman ditambah. (Shahih Muslim No.1105)

Hadis riwayat Ibnu Umar Radhiyallahu’anhu: Dari Hafesh bin Ashim ia berkata: Ibnu Umar bercerita kepada kami, ia berkata: Hai keponakanku! Aku pernah menemani Rasulullah dalam suatu perjalanan beliau. Beliau salat tidak lebih dari dua rakaat hingga beliau wafat. Aku juga pernah menemani Abu Bakar dalam perjalanannya. Dia salat tidak lebih dari dua rakaat hingga ia wafat. Aku juga pernah menemani Umar. Dia salat tidak lebih dari dua rakaat hingga ia wafat. Aku temani Usman. Dia juga salat tidak lebih dari dua rakaat hingga ia wafat. Allah berfirman: Sesungguhnya dalam diri Rasulullah ada suri teladan bagi kalian. (Shahih Muslim No.1112)

Hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah radhiyallahu ‘anha:

أَنَّ النَّبِىَّ صلى الله عليه وسلم كَانَ يَقْصُرُ فِى السَّفَرِ وَيُتِمُّ وَيُفْطِرُ وَيَصُومُ. [رواه الدّارقطني]

Artinya: “Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengqashar dalam perjalanan dan menyempurnakannya, pernah tidak puasa dan puasa.” [HR. ad-Daruquthni]


Boleh Meng qashor Sholat dan Boleh juga Menyempurnakannya, Namun Lebih Baik Meng qashornya

Surat an-Nisaa’ [4]: 101;

وَإِذَا ضَرَبْتُمْ فِي الْأَرْضِ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَقْصُرُوا مِنَ الصَّلَاةِ إِنْ خِفْتُمْ أَنْ يَفْتِنَكُمُ الَّذِينَ كَفَرُوا إِنَّ الْكَافِرِينَ كَانُوا لَكُمْ عَدُوًّا مُبِينًا.

Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu men-qasar shalatmu jika kamu takut diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu.”

Hadis yang diriwayatkan oleh Abu Ya’la bin Umayyah, ia berkata:

قُلْتُ لِعُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَقْصُرُوا مِنْ الصَّلاَةِ إِنْ خِفْتُمْ أَنْ يَفْتِنَكُمْ الَّذِينَ كَفَرُوا فَقَدْ أَمِنَ النَّاسُ فَقَالَ عَجِبْتُ مِمَّا عَجِبْتَ مِنْهُ فَسَأَلْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ ذَلِكَ فَقَالَ صَدَقَةٌ تَصَدَّقَ اللهُ بِهَا عَلَيْكُمْ فَاقْبَلُوا صَدَقَتَهُ. [رواه مسلم]

Artinya: “Saya bertanya kepada ‘Umar Ibnul–Khaththab tentang (firman Allah): “Laisa ‘alaikum junahun an taqshuru minashshalati in khiftum an yaftinakumu-lladzina kafaru”. [tidaklah mengapa kamu men-qasar shalatmu jika kamu takut diserang orang-orang kafir](Surat an-Nisaa’ [4]: 101).
Padahal sesungguhnya orang-orang dalam keadaan aman. Kemudian Umar berkata: Saya juga heran sebagaimana anda heran terhadap hal itu. Kemudian saya menanyakan hal itu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau bersabda: Itu adalah pemberian Allah yang diberikan kepada kamu sekalian, maka terimalah pemberian-Nya.” [HR. Muslim]


Bab. Sholat Menurut Kesanggupan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah ditanya tentang seseorang yang sakit wasir, sehingga sulit berdiri ketika shalat. Beliau menasehatkan,

صَلِّ قائماً، فإِن لم تستطع فقاعداً، فإِن لم تستطع فعلى جَنب

“Shalatlah sambil berdiri, jika kamu tidak mampu sambil duduk, dan jika kamu tidak mampu, sambil berbaring miring.” (HR. Bukhari 1117).

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

من صلى قائماً فهو أفضل، ومن صلّى قاعداً فله نصف أجر القائم، ومن صلى نائماً فله نصف أجر القاعد

“Orang yang shalat sambil berdiri adalah yang paling baik. Orang yang shalat sambil duduk mendapat pahala separo dari yang berdiri. Orang yang shalat sambil berbaring mendapat pahala separo dari yang duduk.” (HR. Bukhari 1116 dan Muslim 735).

Hadis riwayat Aisyah Radhiyallahu’anhu, ia berkata: Aku tidak pernah melihat Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam membaca suatu ayat pun dalam salat malam sambil duduk kecuali setelah beliau sudah lanjut usia. Beliau membaca surat sambil duduk hingga ketika surat yang dibacanya tinggal tiga puluh atau empat puluh ayat, beliau membacanya sambil berdiri kemudian setelah itu beliau rukuk. (Shahih Muslim No.1205)


Bab. Dasar Hukum Perintah Sholat Berjamaah
 QS.2. Al Baqarah:

وَأَقِيمُواْ ٱلصَّلوٰةَ وَآتُواْ ٱلزَّكَوٰةَ وَٱرْكَعُواْ مَعَ ٱلرَّاكِعِينَ

43. "Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'[shalat berjama'ah dan dapat pula diartikan: Tunduklah kepada perintah-perintah Allah bersama-sama orang-orang yang tunduk]."

Dalam KITAB SHAHIH BUKHARI telah dijelaskan mengenai Wajibnya shalat fardlu dengan berjama'ah:
Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Yusuf berkata, telah mengabarkan kepada kami Malik dari Abu Az Zinad dari Al A'raj dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh aku ingin memerintahkan seseorang mengumpulkan kayu bakar kemudian aku perintahkan seseorang untuk adzan dan aku perintahkan seseorang untuk memimpin orang-orang shalat. Sedangkan aku akan mendatangi orang-orang (yang tidak ikut shalat berjama'ah) lalu aku bakar rumah-rumah mereka. Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, seandainya seseorang di antara kalian mengetahui bahwa ia akan memperoleh daging yang gemuk, atau dua potongan daging yang bagus, pasti mereka akan mengikuti shalat 'Isya berjama'ah." (No. Hadist: 608 dari KITAB SHAHIH BUKHARI)

Keterangan:
Dari hadits diatas terlihat ekstrim/radikal, namun sebenarnya hal itu menunjukkan betapa pentingnya mendirikan sholat fardlu berjamaah. Rasulullah sendiri tidak pernah sekalipun melakukan pembakaran terhadap rumah-rumah bagi yg laki-lakinya tidak sholat fardlu berjamaah di Masjid. Rasulullah SAW selalu sholat fardlu berjamaah di Masjid, demikian pula istri² beliau.
Ada juga yang berpendapat tidaklah sah sholat fardlu seorang laki-laki yang tidak berjamaah, apabila ia:
1. Bermukim
2. Sehat atau tidak terkena uzhur
3. Tidak bepergian
Berarti hukum sholat fardlu berjamaah oleh sebagian ulama adalah lebih dari sekedar wajib, seperti keterangan diatas.
Hukum Sholat berjamaah oleh Ibn Hajar Al Atsqalani dalam Fathul Bari, adalah sunnah muakkadah (sunnah yang sangat² dianjurkan), namun ada sebagian ulama (mis: ibnu Taimiyah dan Ibnu Qayyim) yg mengatakan, tidak sah sholat seorang laki² jika ia tidak sholat fardlu berjamaah.


Hadis riwayat Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu: Dari Nabi Shallallahu alaihi wassalam, beliau bersabda: Ada tujuh golongan yang bakal dinaungi oleh Allah di bawah naungan-Nya, pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya, yaitu: Pemimpin yang adil, pemuda yang tumbuh dengan ibadah kepada Allah (selalu beribadah), seseorang yang hatinya bergantung kepada mesjid (selalu melakukan salat jamaah di dalamnya), dua orang yang saling mengasihi di jalan Allah, keduanya berkumpul dan berpisah karena Allah, seorang yang diajak perempuan berkedudukan dan cantik (untuk berzina), tapi ia mengatakan: Aku takut kepada Allah, seseorang yang memberikan sedekah kemudian merahasiakannya sampai tangan kirinya tidak tahu apa yang dikeluarkan tangan kanannya dan seseorang yang berzikir (mengingat) Allah dalam kesendirian, lalu meneteskan air mata dari kedua matanya. (Shahih Muslim No.1712)


Sebaik-baik Salat Seseorang adalah di Rumahnya Sendiri, kecuali salat Fardlu. Solat Fardlu dilakukan di Masjid secara berjamaah:
Hadis riwayat Zaid bin Tsabit Radhiyallahu’anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam membatasi suatu tempat dengan alas atau tikar. Lalu beliau keluar untuk salat di situ. Beberapa orang sahabat mengamati tempat tersebut dan lain waktu mereka datang untuk melakukan salat di tempat beliau itu. Pada suatu malam mereka datang dan Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam tidak mau keluar menemui mereka. Lantas mereka berteriak mamanggilnya bahkan ada yang melempari pintu dengan batu-batu kecil. Dengan marah, Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam keluar menemui mereka dan bersabda: Kalian masih saja melakukan apa yang kalian buat sampai aku menyangka bahwa hal itu (salat sunat) akan diwajibkan kepada kalian. Kalian harus salat sunat di rumah kalian, karena sebaik-baik salat seseorang adalah di rumahnya, kecuali salat wajib. (Shahih Muslim No.1301)

Telah menceritakan kepada kami 'Abdul A'laa bin Hammad telah menceritakan kepada kami Wuhaib dari Ayyub dan 'Ubaidullah dari Nafi' dari Ibnu 'Umar radliallahu 'anhumaa berkata; Telah bersabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam: "Kerjakanlah di rumah-rumah kalian diantara shalat-shalat yang ada, dan jangan kalian jadikan (rumah-rumah kalian) sebagai kuburan". Hadits ini juga diperkuat oleh 'Abdul Wahhab dari Ayyub. (No. Hadist: 1114 KITAB SHAHIH BUKHARI)


Peliharalah semua waktu sholat wajib dan shalat wusthaa yakni shalat yang di tengah-tengah (waktu subuh dan asar), karena biasanya 2 waktu ini sangat sulit dikerjakan, karena masih nyenyak tidur atau sedang sibuk bekerja ...
Padahal pada 2 waktu ini terdapat banyak keutamaan apabila dikerjakan tepat pada waktunya secara berjamaah di Masjid ...
Dirikanlah Sholat dengan khusyu', jangan melakukan gerakan² diluar gerakan Sholat yang telah diajarkan Nabi SAW ...
Sedapat mungkin lakukan dengan berdiri, dan jangan malas ...
Sempurnakan ruku' dan sujud kita hanya untuk Allah SWT ...
Jangan terlalu cepat dalam mengerjakan sholat ...
Jadikan setiap gerakan itu terasa nyaman dan sejuk dihati, bukan dengan tergesa-gesa ...

QS.2. Al Baqarah:

حَـٰفِظُواْ عَلَى ٱلصَّلَوَٰتِ وٱلصَّلَوٰةِ ٱلْوُسْطَىٰ وَقُومُواْ لِلَّهِ قَـٰنِتِينَ

238. "Peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa[shalat yang di tengah-tengah dan yang paling utama. Ada yang berpendapat, bahwa yang dimaksud dengan shalat wusthaa ialah shalat Ashar. Menurut kebanyakan ahli hadits, ayat ini menekankan agar semua shalat itu dikerjakan dengan sebaik-baiknya]. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu'."

Hadis riwayat Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu, ia berkata: Suatu hari Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam mengimami salat kami. Usai salat beliau bersabda: Hai fulan, mengapa engkau tidak membaguskan salatmu(tidak khusyuk) ? Tidakkah orang yang salat merenungkan bagaimana salatnya? Sesungguhnya ia salat untuk dirinya sendiri. Demi Allah, sungguh aku dapat melihat belakangku, sebagaimana aku melihat depanku. (Shahih Muslim No.642)

Hadis riwayat Anas bin Malik Radhiyallahu’anhu: Dari Nabi Shallallahu alaihi wassalam, beliau bersabda: Sempurnakanlah rukuk dan sujud, demi Allah, sesungguhnya aku dapat melihat engkau di belakangku (kemungkinan bersabda: yang di belakang punggungku) saat engkau rukuk atau sujud. (Shahih Muslim No.644)

Hadis riwayat Aisyah Radhiyallahu’anhu, ia berkata: Adalah Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam dalam rukuk dan sujudnya banyak membaca: “Subhaanaka allahumma rabbanaa wa bihamdika, allahummaghfir li” (Maha suci Allah, ya Allah, ya Tuhan kami, dengan segala puji-Mu, ampunilah aku). Beliau menafsirkan perintah Alquran. (Shahih Muslim No.746)


Bab. Sholat Sunnah (Bukan Sholat Fardlu), Menghadap ke arah Hewan/Kendaraan itu Menghadap
Hadis riwayat Ibnu Umar Radhiyallahu’anhu: Bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam salat sunat ke arah untanya menghadap. (Shahih Muslim No.1129)

Hadis riwayat Abdullah bin Amir bin Rabiah Radhiyallahu’anhu: Bahwa ayahnya pernah menyaksikan Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam melakukan salat sunat malam dalam suatu perjalanan di atas punggung hewan tunggangannya, ke arah hewan itu menghadap. (Shahih Muslim No.1137)

Hadis riwayat Anas bin Malik Radhiyallahu’anhu: Dari Anas bin Sirin, ia berkata: Kami pernah bertemu dengan Anas bin Malik ketika ia tiba di Syam. Kami menjumpainya di Ain Tamar. Ketika itu aku melihat ia sedang salat di atas keledai dan menghadap ke arah kiri kiblat. Aku berkata: Aku melihat engkau salat menghadap bukan kiblat. Ia menjawab: Seandainya aku tidak melihat Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam melakukannya, niscaya aku tidak akan melakukannya. (Shahih Muslim No.1138)


Suka Menunda-nunda Sholat Wajib, adalah Ciri-Ciri Orang Munafiq 
Ali bin Hujr menceritakan kepada kami, Isma'il bin Ja'far menceritakan kepada kami dari Al Ala bin Abdurrahman:
Ia masuk ke dalam rumah Anas bin Malik di Bashrah ketika ia kembali dari shalat Zhuhur, sedangkan rumahnya di samping masjid, lalu ia berkata, "Berdirilah, dan kerjakanlah shalat Ashar." Ia berkata, "Maka kami berdiri dan mengerjakan shalat" Ketika kami telah selesai, ia berkata, "Aku mendengar Rasulullah bersabda, "Itu adalah shalat orang munafik, duduk menunggu matahari sehingga apabila matahari berada di antara dua tanduk setan [hampir datang waktu maghrib], maka ia berdiri lalu mematuk (shalat) empat kali [sholat dengan cepat], dan tidaklah ia berdzikir kepada Allah kecuali sedikit."
Shahih: Shahih Abu Daud (420), shahih sunan tirmidzi(160) dan Shahih Muslim


Bab. Perintah Sholat Sunnah Malam

Selain sholat wajib yang 5 waktu, masih ada lagi sholat tambahan yang sangat ditekankan untuk dikerjakan, yakni sholat tahajjud + witir ...
Sholat tahajjud dikerjakan 2 rakaat - 2 rakaat, paling sedikit 2 rakaat, dan sholat witir adalah sholat dengan bilangan rakaat ganjil ...
Waktu paling baik mengerjakannya adalah sepertiga malam terakhir, hingga mendekati waktu subuh ...
Jangan sampai meninggalkan sholat malam, walaupun hanya sempat sholat witir saja ...
Mudah-mudahan Allah meridloi dan mengampuni semua dosa² kita dan mengangkat kita ke tempat yang terpuji ...

QS.17. Al Israa':

وَمِنَ ٱلَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَّكَ عَسَىٰ أَن يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَاماً مَّحْمُودًا

79. "Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji."

Hadis riwayat Aisyah Radhiyallahu’anhu: Bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam biasa melakukan salat malam sebanyak sebelas rakaat, satu rakaatnya adalah salat witir. Setelah selesai salat, beliau lalu membaringkan tubuhnya miring ke kanan sampai muazin mengumandangkan azan lalu beliau melakukan salat sunat dua rakaat dengan pendek. (Shahih Muslim No.1215)

Hadis riwayat Aisyah Radhiyallahu’anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam biasa melakukan salat malam. Apabila hendak melakukan salat witir beliau bersabda: Bangunlah dan lakukan salat witir, wahai Aisyah. (Shahih Muslim No.1228)

Hadis riwayat Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu: Bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam bersabda: Tuhan kita Yang Maha Suci lagi Maha Luhur setiap malam turun ke langit dunia ketika malam tinggal sepertiga terakhir. Dia berfirman: Barang siapa yang berdoa kepada-Ku, maka Aku akan kabulkan permohonannya. Dan barang siapa yang memohon ampunan kepada-Ku, maka Aku akan mengampuninya. (Shahih Muslim No.1261)

Hadis riwayat Abdullah bin Masud Radhiyallahu’anhu, ia berkata: Dilaporkan kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam tentang seorang yang tidur pada malam hari sampai pagi. Beliau bersabda: Orang itu telah dikencingi setan kedua telinganya. (Shahih Muslim No.1293)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar