Minggu, 09 Maret 2014

Waktu-Waktu Sholat Fardlu

Sangatlah penting bagi kita untuk mengetahui waktu² sholat fardlu. Ada 2 alasan penting, mengapa kita wajib mengetahui kapan datangnya sholat fardlu. 
Sebagaimana telah diketahui, bahwa waktu-waktu sholat fardlu ditentukan oleh peredaran matahari mengelilingi Bumi dipandang dari sudut pandang kita, dan ditempat kita berada saat itu.

Alasan ke 1 adalah: 
Pada saat normal, atau saat kita bermukim pada suatu tempat tertentu, maka cukuplah dengan melihat jadwal waktu sholat atau menunggu suara adzan dari Masjid.
Namun bagaimana jika kita bepergian pada suatu tempat yg jauh dan sulit untuk melihat jadwal sholat? Maka jawabannya adalah, pergunakan sarana visual kita (mata) untuk melihat waktu sholat dari tanda² alam (misalnya dari pergerakan matahari). Untuk mengetahui waktu sholat dari tanda² alam tentunya perlu ilmu supaya kita bisa mengetahui awal dan akhir dari waktu suatu sholat fardlu. 

Alasan ke 2:
Adzan itu menandakan masuknya waktu tertentu, dan bukan waktu tertentu itu ditentukan dengan adzan. Sehingga bisa jadi, seorang muadzin keliru menentukan waktu, ketika mengumandangkan adzan. 
Kok bisa muadzin keliru? Banyak sebabnya, diantaranya muadzin yg kurang konsentrasi melihat jam, ngantuk, jamnya telat atau terlalu cepat, hingga perlu dicocokkan lagi dengan jam yang tepat (misal jam di HaPe yang aktif/online),  atau karena yang lain.
Karena itu, kita harus berhati-hati, dan selayaknya sedikit tahu, bagaimana cara menentukan waktu adzan untuk sholat fardlu. 

   إِنَّ بِلَالًا يُؤَذِّنُ بِلَيْلٍ، فَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى تَسْمَعُوا تَأْذِينَ ابْنِ أُمِّ مَكْتُومٍ   

 “Sesungguhnya Bilal beradzan di malam hari, maka makan dan minumlah kalian sampai mendengar adzannya Ibnu Ummu Maktum” (HR. Imam Muslim).

sabda Rasulullah dalam hadits yang lain sebagai berikut:

   لَا يَمْنَعَنَّ أَحَدًا مِنْكُمْ أَذَانُ بِلَالٍ - أَوْ قَالَ نِدَاءُ بِلَالٍ - مِنْ سُحُورِهِ، فَإِنَّهُ يُؤَذِّنُ - أَوْ قَالَ يُنَادِي - بِلَيْلٍ، لِيَرْجِعَ قَائِمَكُمْ وَيُوقِظَ نَائِمَكُمْ

 “Janganlah adzannya Bilal—atau Rasul berkata ‘panggilannya Bilal’—mencegah seorang di antara kalian dari santap sahurnya. Sesungguhnya Bilal beradzan—atau Rasul berkata ‘Bilal memanggil’—di malam hari agar orang yang sedang shalat malam di antara kalian pulang dan membangunkan orang yang tidur di antara kalian.” (HR. Imam Muslim)

Hadits-hadits diatas menunjukkan bahwa adzan bisa diluar waktu sholat fardlu, yakni adzan malam sebelum waktu subuh. Karena itu perlu ilmu supaya bisa mengetahui waktu² sholat fardlu. Tidak boleh mengumandangkan adzan diluar waktu sholat fardlu kecuali adzan dimalam hari sebelum waktu subuh.

Imam As-Syairazi di dalam kitabnya Al-Muhadzdzab menuturkan:
   ولا يَجُوزُ الْأَذَانُ لِغَيْرِ الصُّبْحِ قَبْلَ دُخُولِ الْوَقْتِ لِأَنَّهُ يُرَادُ لِلْإِعْلَامِ بِالْوَقْتِ فَلَا يَجُوزُ قَبْلَهُ واما الصبح فيجوز ان يؤذن له بَعْدَ نِصْفِ اللَّيْلِ   

Artinya: “Tidak diperbolehkan untuk selain shalat subuh adzan sebelum masuk waktunya. Karena adzan itu dimaksudkan untuk memberitahu masuknya waktu shalat, maka tidak boleh adzan dilakukan sebelum waktunya. Kecuali shalat subuh maka diperbolehkan adzan dilakukan setelah lewat tengah malam” (Abu Ishak As-Syairazi, Al-Muhadzdzab, [Beirut: Darul Fikr, 2005], juz I, hal. 78).

Berikut ini adalah sedikit uraian mengenai waktu sholat fardlu, yg dilihat dari tanda² alam/matahari.

QS. 4. An Nisaa':

فَإِذَا قَضَيْتُمُ ٱلصَّلَوٰةَ فَٱذْكُرُواْ ٱللَّهَ قِيَـٰماً وَقُعُوداً وَعَلَىٰ جُنُوبِكُمْ فَإِذَا ٱطْمَأْنَنتُمْ فَأَقِيمُواْ ٱلصَّلَوٰةَ إِنَّ ٱلصَّلَوٰةَ كَانَتْ عَلَى ٱلْمُؤْمِنِينَ كِتَـٰباً مَّوْقُوتاً

"103. Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman."


Bab: Waktu shalat Zhuhur adalah setelah matahari condong (ke barat)

Secara visual: 
Waktu shalat Zhuhur bukanlah pada saat matahari tepat diatas kita, namun waktunya adalah setelah matahari sedikit condong/tergelincir ke barat, sehingga nampak sedikit bayang-bayang pada benda yg berdiri tegak. Hingga batas akhirnya (waktu sholat dhuhur) adalah, saat panjang bayangan hampir sama dengan panjang bendanya.

Telah menceritakan kepada kami Hafsh bin 'Umar berkata, telah menceritakan kepada kami Syu'bah telah menceritakan kepada kami Abu Al Minhal dari Abu Barzah, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melaksanakan shalat shubuh, dan salah seorang dari kami dapat mengetahui siapa orang yang ada di sisinya. Dalam shalat tersebut beliau membaca antara enam puluh hingga seratus ayat. Dan beliau shalat Zhuhur saat matahari sudah condong, shalat 'Ashar saat salah seorang dari kami pergi ke ujung kota dan matahari masih terasa panas sinarnya. Dan aku lupa apa yang dibaca beliau saat shalat Maghrib. Dan beliau sering mengakhirkan pelaksanaan shalat 'Isya hingga sepertiga malam lalu melaksanakannya sampai pertengahan malam." Mu'adz berkata, Syu'bah berkata; "Aku pernah berjumpa dengannya pada suatu hari, berkata, 'Atau sepertiga malam'." (No. Hadist: 508 dari KITAB SHAHIH BUKHARI)



Gambar Program APK yang digunakan 

Perhitungan waktu sholat Dzuhur: 

Lihat gambar Calendar Sun & Moon --> Matahari tepat di tengah²  atau di atas kepala kita (tidak terjadi bayangan benda), terjadi sekitar pukul 11.25. 
Sedangkan waktu sholat dhuhur adalah saat matahari sudah condong/tergelincir ke barat, sehingga nampak sedikit bayang-bayang pada benda yg berdiri tegak. Sehingga pukul 11.27, matahari sudah sedikit condong ke barat (lihat jadwal sholat).



Bab: Waktu Sholat Asar

Secara visual: 
Waktu Sholat Asar adalah pada saat panjang bayangan sama dengan panjang bendanya (saat itu matahari masih tinggi dan panas). Dan berakhir hingga hampir terbenamnya matahari (matahari terlihat menguning, hampir tenggelam).

Telah menceritakan kepada kami Abu Al Yaman berkata, telah mengabarkan kepada kami Syu'aib dari Az Zuhrii berkata, telah menceritakan kepadaku Anas bin Malik berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah melaksanakan shalat 'Ashar saat matahari masih meninggi. Dan jika ada seseorang pergi menemui keluarganya kemudian kembali, maka ia akan mendapati matahari masih tinggi. Sedangkan sebagian desa jaraknya dengan Madinah ada yang berjarak sampai empat mil atau sekitar itu."(No. Hadist: 517 dari KITAB SHAHIH BUKHARI)

Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah berkata:
وَعَنْ عَبْدِ اَللَّهِ بْنِ عَمْرِوٍ – رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا – أَنَّ اَلنَّبِيَّ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ: ” وَقْتُ اَلظُّهْرِ : إِذَا زَالَتِ اَلشَّمْسُ, وَكَانَ ظِلُّ اَلرَّجُلِ كَطُولِهِ, مَا لَمْ تَحْضُرِ اَلْعَصْرُ, وَوَقْتُ اَلْعَصْرِ: مَا لَمْ تَصْفَرَّ اَلشَّمْسُ, وَوَقْتُ صَلَاةِ اَلْمَغْرِبِ: مَا لَمْ يَغِبِ اَلشَّفَقُ, وَوَقْتُ صَلَاةِ اَلْعِشَاءِ: إِلَى نِصْفِ اَللَّيْلِ,  وَوَقْتُ صَلاَةِ الصُّبْحِ: مِنْ طُلُوْعِ الفَجْرِ مَا لَمْ تَطْلُعِ الشَّمْسُ رَوَاهُ مُسْلِمٌ
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallamberkata, “Waktu shalat Zhuhur jika matahari sudah tergelincir ke barat ketika itu panjang bayangan sama dengan tinggi seseorang, selama belum masuk shalat ‘Ashar. Waktu shalat ‘Ashar adalah selama matahari belum menguning. Waktu shalat Maghrib adalah selama belum hilang cahaya merah pada ufuk barat. Waktu shalat Isya adalah sampai pertengahan malam. Waktu shalat Shubuh adalah dari terbit fajar selama belum terbit matahari.” [HR. Muslim, no. 612]

Awal waktu shalat ‘Ashar adalah ketika panjang bayangan sama dengan panjang bendanya. Demikian pendapat jumhur ulama yang diselisihi oleh Abu Hanifah.
Sedangkan mengenai waktu akhir shalat ‘Ashar terlihat saling bertentangan antara dalil-dalil yang ada.
Dalam hadits ketika Jibril mengimami Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, shalat pada hari pertama pada saat panjang bayangan sama dengan panjang benda. Sedangkan esoknya, pada saat panjang bayangan sama dengan dua kali panjang benda. Lalu dikatakan di akhir hadits bahwa batasan waktu shalat adalah antara dua waktu tersebut. Inilah yang disebut dengan waktu ikhtiyar menurut Syafi’iyah. (Lihat Al-Iqna’, 1:197)
Sedangkan dalam hadits ‘Abdullah bin ‘Amr disebutkan “Waktu Ashar masih terus ada selama matahari belum menguning.”

Disunnahkan shalat ‘Ashar dilakukan segera mungkin pada awal waktu. Hal ini berdasarkan hadits Anas radhiyallahu ‘anhu, ia mengatakan,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يُصَلِّى الْعَصْرَ وَالشَّمْسُ مُرْتَفِعَةٌ حَيَّةٌ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melaksanakan sholat ‘ashar ketika matahari masih tinggi, tidak berubah sinar dan panasnya.” (HR. Bukhari, no. 550 dan Muslim, no. 621).

Hal di atas lebih ditekankan lagi ketika cuaca mendung agar tidak terjadi kesamaran dalam pengerjaan shalat ‘Ashar tersebut. Jika tidak malah dikerjakan di luar waktu atau dilakukan saat matahari telah menguning. Dari Abul Malih, ia mengatakan,
كُنَّا مَعَ بُرَيْدَةَ فِى غَزْوَةٍ فِى يَوْمٍ ذِى غَيْمٍ فَقَالَ بَكِّرُوا بِصَلاَةِ الْعَصْرِ فَإِنَّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ « مَنْ تَرَكَ صَلاَةَ الْعَصْرِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهُ
“Kami pernah bersama Buraidah pada saat perang di hari yang mendung. Kemudian ia berkata, “Segerakanlah shalat ‘Ashar karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang meninggalkan shalat ‘Ashar maka terhapuslah amalnya.” (HR. Bukhari, no. 553).


Bab: Waktu Sholat Maghrib

Secara visual: 
Waktu Sholat Maghrib adalah pada saat terbenamnya matahari, hingga hilangnya warna merah, dan bintang² mulai terlihat jelas.

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basysyar berkata, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja'far berkata, telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari Sa'ad bin Ibrahim dari Muhammad bin 'Amru bin Al Hasan bin 'Ali berkata, "Al Hajjaj pernah menunda pelaksanaan shalat, maka kami bertanya kepada Jabir bin 'Abdullah. Maka dia menjawab, "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melaksanakan shalat Zhuhur ketika matahari telah condong, shalat 'Ashar saat matahari masih terasa panas sinarnya, shalat Maghrib ketika matahari telah terbenam, dan shalat 'Isya terkadang beliau mengikuti kedaan jama'ah; jika beliau lihat sudah berkumpul maka beliau segerakan, dan jika mereka belum berkumpul maka beliau akhirkan. Sementara untuk shalat Subuh, mereka atau beliau melaksanakannya saat pagi masih gelap." (No. Hadist: 527 dari KITAB SHAHIH BUKHARI)


Perhitungan waktu sholat Maghrib:

Waktu sholat Maghrib adalah pada saat terbenamnya matahari (awal).
Lihat gambar Calendar Sun & Moon --> Civil --> yang awal, yakni pukul 17.18, lalu ditambahkan 3 menit untuk waktu Ihtiyati (pengaman), menjadi 17.21 (lihat jadwal sholat).



Bab: Waktu Sholat Isya

Secara visual: 
Waktu Sholat Isya adalah saat malam tiba dng hilangnya mega warna merah dan bintang² terlihat jelas. Hingga batas akhir dari waktu isya adalah separo atau sepertiga akhir malam. Khusus Sholat Isya, waktu utama adalah diakhir malam, namun dikerjakan secara berjamaah. Sangat berbeda dng waktu² sholat lainnya, dimana waktu utama adalah diawal waktu.

Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Bukair berkata, telah menceritakan kepada kami Al Laits dari 'Uqail dari Ibnu Syihab dari 'Urwah bahwa 'Aisyah mengabarkan kepadanya, ia katakan, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah melaksanakan shalat 'Isya ketika malam telah masuk sepertiga akhir malam ('Atamah), dan itu terjadi ketika Islam belum luas tersebar. Beliau tidak juga keluar hingga 'Umar berkata, 'Para wanita dan anak-anak sudah tidur! ' Maka beliau pun keluar dan bersabda kepada orang-orang yang ada di Masjid: "Tidak ada seorangpun dari penduduk bumi yang menunggu shalat ini selain kalian." (No. Hadist: 533 dari KITAB SHAHIH BUKHARI)

Perhitungan waktu sholat Isya:

Waktu Sholat Isya adalah saat malam tiba dng hilangnya mega warna merah dan bintang² terlihat jelas.
Lihat gambar Calendar Sun & Moon --> Astronomical --> yang akhir, yakni pukul 18.31, lalu ditambahkan 3 menit untuk waktu Ihtiyati (pengaman), menjadi 18.34 (lihat jadwal sholat) 



Bab: Waktu Sholat Subuh

Secara visual: 
Ada dua fajar, yakni fajar Kadzib dan fajar Shodiq.
Fajar Kadzib atau fajar bohong²an adalah saat terlihat sinar lembut seperti ekor srigala yg menjulang kelangit (vertikal) yg searah dng arah terbitnya matahari. Sinar lembut ini sebenarnya bukanlah berasal dari sinar matahari, namun hanya dari debu² angkasa diatas atmosfir bumi kita yg berpendar ketika terkena sinar matahari (saat itu matahari masih jauh dibawah ufuk, kira² lebih dari 20 derajat dibawah ufuk).
Fajar Shodiq adalah saat terlihat garis cahaya putih terang yg muncul pada arah matahari terbit. Garis ini mendatar (seperti benang putih mendatar/horizontal) tepat di ufuk. Ketika garis sinar ini muncul, hilanglah sinar lembut seperti ekor srigala yg menjulang ke langit. Sebenarnya sinar lembut ini tidak hilang, namun cahayanya kalah dengan cahaya dari sinar fajar shodiq.
Fajar Shodiq inilah waktu subuh yang sebenarnya. Kira² Matahari pada posisi 18 derajat (Internasional, Arab, pakistan dll) atau 20 derajat (khusus Indonesia/asia) dibawah ufuk dari tempat matahari terbit (1 derajat = 4 menit).
Menurut pengamatan penulis, Indonesia kebanyakan menggunakan yang posisi 19,5 derajat. Jadi tidak sampai 20 derajat, dengan selisih waktu sekitar 2 menit (antara 19,5 derajat - 20 derajat).
Waktu antara fajar kadzib dan fajar shodiq disekitar equator adalah 10 menitan (waktu ini disebut juga waktu imsak).
Fajar shodiq itulah tanda masuknya waktu subuh yang sesungguhnya.

Sedangkan jarak antara waktu subuh dng terbitnya matahari adalah 18.5 derajat atau 74 menit.

Keterangan diatas adalah menjelaskan ayat berikut ini, dimana pada jaman Nabi SAW dahulu ada sahabat yg salah paham dng makna dari benang putih dari benang hitam, yg disangkanya benar-benar memiliki makna zhahir benang putih dan benang hitam.

QS.2. Al Baqarah 187:

أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ ٱلصِّيَامِ ٱلرَّفَثُ إِلَىٰ نِسَآئِكُمْ هُنَّ لِبَاسٌ لَّكُمْ وَأَنتُمْ لِبَاسٌ لَّهُنَّ عَلِمَ ٱللَّهُ أَنَّكُمْ كُنتُمْ تَخْتانُونَ أَنفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنكُمْ فَٱلـنَ بَـٰشِرُوهُنَّ وَٱبْتَغُواْ مَا كَتَبَ ٱللَّهُ لَكُمْ وَكُلُواْ وَٱشْرَبُواْ حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَكُمُ ٱلْخَيْطُ ٱلأَبْيَضُ مِنَ ٱلْخَيْطِ ٱلأَسْوَدِ مِنَ ٱلْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّواْ ٱلصِّيَامَ إِلَى ٱلَّيْلِ وَلاَ تُبَـٰشِرُوهُنَّ وَأَنتُمْ عَـٰكِفُونَ فِي ٱلْمَسَـٰجِدِ تِلْكَ حُدُودُ ٱللَّهِ فَلاَ تَقْرَبُوهَا كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ ٱللَّهُ آيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ

"... dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. ..."

Telah menceritakan kepada kami Sa'id bin Abu Maryam telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Hazim dari bapaknya dari Sahal bin Sa'ad. Dan diriwayatkan pula, telah menceritakan kepada saya Sa'id bin Abu Maryam telah menceritakan kepada kami Abu Ghossan Muhammad bin Muthorrib berkata, telah menceritakan kepada saya Abu Hazim dari Sahal bin Sa'ad berkata: Ketika turun ayat ("Dan makan minumlah kalian hingga terang bagi kalian benang putih dari benang hitam") dan belum diturunkan ayat lanjutannya yaitu ("dari fajar"), ada diantara orang-orang apabila hendak shaum seseorang yang mengikat seutas benang putih dan benang hitam pada kakinya yang dia senantiasa meneruskan makannya hingga jelas terlihat perbedaan benang-benang itu. Maka Allah Ta'ala kemudian menurunkan ayat lanjutannya ("dari fajar"). Dari situ mereka mengetahui bahwa yang dimaksud (dengan benang hitam dan putih) adalah malam dan siang". (No. Hadist: 1784 dari KITAB SHAHIH BUKHARI)

Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Bukair berkata, telah mengabarkan kepada kami Al Laits dari 'Uqail dari Ibnu Syuhab berkata, telah mengabarkan kepadaku 'Urwah bin Az Zubair bahwa 'Aisyah mengabarkan kepadanya, ia mengatakan, "Kami, wanita-wanita Mukminat, pernah ikut shalat fajar bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dengan menutup wajahnya dengan kerudung, kemudian kembali ke rumah mereka masing-masing setelah selesai shalat tanpa diketahui oleh seorangpun karena hari masih gelap."(No. Hadist: 544 dari KITAB SHAHIH BUKHARI)

Perhitungan waktu sholat Subuh:

Waktu Sholat Subuh adalah saat terlihat garis cahaya putih terang yg muncul pada arah matahari terbit. Garis ini mendatar (seperti benang putih mendatar/horizontal) tepat di ufuk. 
Lihat gambar Calendar Sun & Moon --> Astronomical --> yang awal, yakni pukul 04.19, namun ini menggunakan standar posisi matahari -18°. Sedangkan negara kita menggunakan standar yg posisi matahari -20°, sehingga dikurangi 8 menit (1° = 4 menit) menjadi pukul 04.11, lalu ditambahkan 2 menit untuk waktu Ihtiyati (pengaman), menjadi 04.13 (lihat jadwal sholat).




Kalau diperhatikan beberapa metode perhitungan pada daerah yg sama menghasilkan waktu sholat yg berbeda. Bukannya perhitungan mereka keliru atau yg ini keliru, namun hal ini disebabkan perbedaan ijtihad dalam perhitungannya. Misalkan, ada yang memberikan waktu ihtiyati (pengaman) yg lebih panjang atau pendek, tergantung ijtihad mereka. Perbedaan ini tidak apa², sebab dulu jaman Nabi SAW, tidak menggunakan perhitungan, namun langsung melihat alam. Tentunya hasilnya bisa berbeda tiap waktu. Yang terpenting setiap mukmin wajib paham cara menentukan waktu sholat, supaya bisa sholat di awal waktu.

Dari 5 waktu sholat fardlu, waktu terpendeknya adalah waktu sholat Maghrib, kemudian disusul waktu Sholat Subuh. Karena itu, hendaknya menyegerakan untuk sholat Maghrib, jangan menunda-nunda. Walaupun demikian, ketika dalam perjalanan, Sholat maghrib bisa dijamak dengan sholat Isya pada waktu Isya, sedangkan Sholat subuh tidak bisa dijamak.

Penentuan waktu sholat termudah adalah waktu sholat Dzuhur dan Asar, sebab hanya melihat bayangan pada benda yg tegak berdiri. Dengan mengukur panjang bayangan ini dapat dengan mudah menentukan waktu sholat Dhuhur dan Asar.
Lebih sulit sedikit adalah waktu Sholat Maghrib dan Isya. Karena harus memperhatikan posisi matahari terbenam hingga hilangnya mega warna merah tanda masuknya Sholat Isya. Dan yang tersulit menentukan waktu Sholat Subuh. Sebab tidak mudah melihat garis putih mendatar, seperti benang putih tipis di ufuk timur (horizontal), yakni tanda terbitnya fajar pertama kali. Terutama di daerah perkotaan yang penuh polusi udara dan banyaknya lampu penerangan. Sangat berbeda di jaman Nabi SAW, tidak ada polusi udara akibat asap kendaraan dan tidak ada lampu² kota yang terang benderang. Paling banter hanya nyala api kecil, yg sangat temaram, dan sama sekali tidak terang.

Catatan
Semoga bs menjadi perhatian...
Klo adzan subuh dikumandangkan, jangan langsung sholat sunnah fajr apalagi sholat subuh. Kuatirnya blm masuknya waktu subuh, yg ditandai terbitnya fajr secara astronomi.
Tunggu hingga 6-7 menit, lalu lakukan sholat sunnah fajr dilanjutkan sholat subuh.
Perhitungannya, adzan subuh kira2 butuh waktu 3 menit. Waktu Tunggu iqomah 10 menit (sisa waktu untuk iqomah subuh bisa dilihat di jam "waktu mundur" Masjid). Maka lakukan sholat sunnah fajr di perhitungan sisa menit, 10-3= 7 menit. Sehingga memulai sholat sunnah fajar bs pd menit ke 7 atau kurang (Lihat jam "waktu mundur" Masjid). Lebih dari cukup, karena sholat sunnah biasanya tdk lebih dr 5 menit. Sehingga sisa 2 menit bs untuk berdoa dan berdzikir, sebelum mulai sholat fardlu subuh, yg ditandai dng iqomah. 



Bab: Larangan Sholat setelah 'Ashar dan Shubuh

Dilarang sholat ketika matahari terbit belum sempurna (waktu subuh telah habis), dimana masih terlihat warna merah matahari terbit atau warna kuning keemasan. Tunggu hingga matahari sempurna terbitnya hingga berwarna putih.
Dan juga dilarang sholat setelah sholat asar juga ketika matahari sedang terbenam.

Telah menceritakan kepada kami Abu An Nu'man telah menceritakan kepada kami Hammad bin Zaid dari Ayyub dari Nafi' dari Ibnu 'Umar berkata, "Aku melaksanakan shalat sebagaimana aku melihat para sahabatku melaksanakannya. Aku tidak melarang seorangpun untuk melaksanakan shalat baik di malam hari maupun di siang hari, kecuali bila kalian sengaja mengerjakannya saat matahari sedang terbit atau ketika sedang terbenamnya." (No. Hadist: 554 dari KITAB SHAHIH BUKHARI)

Telah menceritakan kepada kami 'Abdul 'Aziz bin 'Abdullah berkata, telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Sa'd dari Shalih dari Ibnu Syihab berkata, telah mengabarkan kepadaku 'Atha bin Yazid Al Junda'i bahwa dia mendengar Abu Sa'id Al Khudri berkata, "Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidak ada shalat setelah Shubuh hingga matahari meninggi dan tidak ada shalat setelah 'Ashar hingga matahari menghilang."(No. Hadist: 551 dari KITAB SHAHIH BUKHARI)



Bab: Keutamaan sholat sunnah 2 rakaat sebelum subuh (keutamaannya adalah lebih baik daripada dunia seisinya)

Sholat sunnah 2 rokaat sebelum subuh sangat ditekankan untuk dikerjakan, baik pada waktu bermukim ataupun pada waktu bepergian. Namun, saat bermukim, sholat sunnah 2 rokaat sebelum subuh ini, hendaknya dikerjakan di rumah bukan di masjid, dan ini lebih utama. Sebab, sholat paling utama adalah dikerjakan di rumah masing-masing, kecuali sholat fardlu yg 5 waktu.

Dari Aisyah radhiallahu 'anha pula dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Dua rakaat sunnah fajar - yakni sebelum Subuh - adalah lebih baik nilainya daripada dunia dan apa saja yang ada di dalamnya ini -yakni dunia dan seisinya." (Riwayat Muslim)
Dalam riwayat lain disebutkan: Nabi s.a.w. bersabda: "Niscaya-lah kedua rakaat sebelum Subuh itu lebih saya cintai daripada dunia seluruhnya ini."

Muhammad bin Basysyar menceritakan kepada kami, Muhammad bin Ja'far memberitahukan kepada kami, Abdullah bin Sa'id bin Abu Hind memberitahukan kepada kami, Salim Abu Nadhr memberitahukan kepada kami dari Yusr bin Sa'id, dari Zaid bin Tsabit, dari Nabi SAW, beliau bersabda, "Shalatmu yang paling utama adalah di rumahmu, kecuali shalat fardhu." Shahih: Shahih Abu Daud (1301) dan Muttafaq 'alaih

Ishaq bin Manshur menceritakan kepada kami, Abdullah bin Numair memberitahukan kepada kami dari Ubaidillah bin Umar, dari Nafi, dari Ibnu Umar, dari Nabi SAW, beliau bersabda, "Shalatlah kalian di rumahmu (shalat sunah) dan janganlah kamu jadikan rumahmu sebagai kuburan. " Shahih: Shahih Abu Daud (958 dan 1302) dan Muttafaq 'alaih


Telah menceritakan kepada kami Musaddad berkata, telah menceritakan kepada kami Yahya dari Isma'il telah menceritakan kepada kami Qais, Jarir bin 'Abdullah berkata kepadaku, "Kami sedang bersama Nabi shallallahu 'alaihi wasallam saat beliau melihat rembulan di malam purnama. Kemudian beliau bersabda: "Sesungguhnya kalian akan melihat Rabb kalian sebagaimana kalian melihat bulan purnama ini. Dan kalian tidak akan saling berdesakan dalam melihatnya. Maka jika kalian mampu untuk tidak terlewatkan melaksanakan shalat sebelum terbit matahari dan sebelum terbenamnya, maka lakukanlah, " Kemudian beliau membaca: '(Maka bertasbihlah sambil memuji Rabbmu sebelum terbit matahari dan sebelum terbenamnya) ' (Qs. Qaaf: 38). (No. Hadist: 539 dari KITAB SHAHIH BUKHARI)

Abd bin Humaid menceritakan kepada kami, Yazid bin Harun dan Sa'id bin Amir menceritakan kepada kami, dari Muhammad bin Amr, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya tempat yang kecil di surga lebih baik dari pada dunia seisinya. Jika kalian mau bacalah, 'Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesengsaraan yang memperdayakan'."Hasan: Ash-Shahihah (1987); Al Bukhari. -Shahih Sunan At Tirmidzi No.3013-


Bab. AWAL MULA TIMBUL KERANCUAN WAKTU SUBUH
Sekitar dua puluh tahun yang lalu muncul beberapa orang mempermasalahkan jadwal-jadwal waktu shalat yang telah ada. Mereka menuduh bahwa jadwal waktu shalat tersebut tidak tepat, yaitu terlalu mendahului dari waktu sebenarnya sekitar 20 menit [1]. Mereka mengajak orang-orang untuk menyaksikan secara langsung terbitnya fajar, sebagian orang mengambil pendapatnya dan sebagian yang lain eggan mengikutinya.

Ketika permasalahan tersebut semakin mulai membuat orang ragu dan bingung. Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah selaku Mufti Umam Saudi Arabia pada saat itu menugaskan Lajnah khusus (suatu lembaga) untuk meninjau ulang, melihat dan meneliti kembali keabsahan jadwal-jadwal waktu shalat terutama jadwal waktu shalat pada kalender Ummul Quro (kalender resmi yang berlaku di KSA). Setelah diteliti dengan cermat, Lajnah tersebut berkesimpulan dan memutuskan bahwa waktu-waktu shalat yang sebenarnya bersesuaian dengan jadwal-jadwal yang dipakai oleh kaum muslimin (jadwal waktu shalat Ummul Quro), tidak ada yang salah. Dengan demikian hilanglah kerancuan permasalahan tersebut.

Hanya saja akhir-akhir ini kerancuan tersebut muncul kembali dan semakin diperbincangkan, kemudian Syaikh Abdul Aziz Alu Syaikh hafidzahullah selaku Mufti Umum Kerajaan Saudi Arabia sepeninggal Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah, membantah kerancuan ini berdasarkan bukti-bukti yang sampai kepadanya berupa saksi-saksi yang menguatkan kebenaran jadwal-jadwal waktu shalat, ditambah kenyataan yang berjalan selama ini bahwa jadwal-jadwal tersebut dipakai tanpa adanya kesalahan. Demikianlah apa yang dikuatkan oleh Syaikh Dr Shalih Al-Fauzan hafidzahullah dan Syaikh Jad Al-Haq Hafidzahullah (syaikhul Azhar), juga dikuatkan oleh Ahli Falak Dr Shalih bin Muhammad Al-Ujairi Hafidzahullah.[2]

Menurut T. Djamaluddin, Profesor Riset Astronomi-Astrofisika, LAPAN yang juga Anggota Tim Hisab Rukyat, Kementerian Agama:
Wacana tentang waktu shubuh kembali mewarnai media massa dan media sosial. Beberapa tahun lalu, wacana itu sudah muncul tetapi pemicunya karena interpretasi bahwa waktu shubuh mestinya saat fajar mulai menguning. Namun saat ini muncul lagi dengan beralasan dari hasil penelitian pengukuran cahaya langit. Benarkah waktu shubuh terlalu cepat? Untuk menentramkan ummat, saya jawab “Tidak benar, waktu shubuh di Indonesia sudah benar”. Berikut ini alasan saya (di ringkas oleh admin):

Fajar kidzib memang bukan fajar dalam pemahaman umum, yang secara astronomi disebut cahaya zodiak. Cahaya zodiak disebabkan oleh hamburan cahaya matahari oleh debu-debu antar planet yang tersebar di bidang ekliptika yang tampak di langit melintasi rangkaian zodiak (rangkaian rasi bintang yang tampaknya dilalui matahari). Oleh karenanya fajar kidzib tampak menjulur ke atas seperti ekor srigala, yang arahnya sesuai dengan arah ekliptika. Fajar kidzib muncul sebelum fajar shadiq ketika malam masih gelap.

Fajar shadiq adalah hamburan cahaya matahari oleh partikel-partikel di udara yang melingkupi bumi. Dalam bahasa Al-Quran fenomena itu diibaratkan dengan ungkapan “terang bagimu benang putih dari benang hitam”, yaitu peralihan dari gelap malam (hitam) menunju munculnya cahaya (putih). Dalam bahasa fisika hitam bermakna tidak ada cahaya yang dipancarkan, dan putih bermakna ada cahaya yang dipancarkan. Karena sumber cahaya itu dari matahari dan penghamburnya adalah udara, maka cahaya fajar melintang di sepanjang ufuk (horizon, kaki langit). Itu pertanda akhir malam, menjelang matahari terbit. Semakin matahari mendekati ufuk, semakin terang fajar shadiq. Jadi, batasan yang bisa digunakan adalah jarak matahari di bawah ufuk.



Secara astronomi, fajar (morning twilight) dibagi menjadi tiga: fajar astronomi, fajar nautika, dan fajar sipil.
Fajar astronomi didefinisikan sebagai akhir malam, ketika cahaya bintang mulai meredup karena mulai munculnya hamburan cahaya matahari. Biasanya didefinisikan berdasarkan kurva cahaya, fajar astronomi ketika matahari berada sekitar 18 derajat di bawah ufuk.
Fajar nautika adalah fajar yang menampakkan ufuk bagi para pelaut, pada saat matahari berada sekitar 12 derajat di bawah ufuk.
Fajar sipil adalah fajar yang mulai menampakkan benda-benda di sekitar kita, pada saat matahari berada sekitar 6 derajat.

Fajar apakah sebagai pembatas awal shaum dan shalat shubuh?
 Dari hadits Aisyah disebutkan bahwa saat para perempuan mukmin pulang dari shalat shubuh berjamaah bersama Nabi SAW, mereka tidak dikenali karena masih gelap.
Jadi, fajar shadiq bukanlah fajar sipil karena saat fajar sipil sudah cukup terang. Juga bukan fajar nautika karena seusai shalat pun masih gelap. Kalau demikian, fajar shadiq adalah fajar astronomi, saat akhir malam.

Apakah posisi matahari 18 derajat mutlak untuk fajar astronomi? Definisi posisi matahari ditentukan berdasarkan kurva cahaya langit yang tentunya berdasarkan kondisi rata-rata atmosfer. Di ekuator, atmosfernya lebih tebal sehingga memungkinkan hamburan cahaya terjadi pada atmosfer yang lebih tinggi daripada di lintang lainnya. Akibatnya sangat beralasan di wilayah ekuator fajar dapat terlihat lebih awal (posisi matahari kurang dari -18 derajat di bawah ufuk) daripada di lintang tinggi (posisi matahari bisa lebih dari -18 derajat di bawah ufuk).

Dalam kondisi tertentu sangat mungkin fajar sudah muncul sebelum posisi matahari 18 di bawah ufuk, misalnya saat tebal atmosfer bertambah ketika aktivitas matahari meningkat atau saat kondisi komposisi udara tertentu – antara lain kandungan debu yang tinggi – sehingga cahaya matahari mampu dihamburkan oleh lapisan atmosfer yang lebih tinggi. Akibatnya, walau posisi matahari masih kurang dari 18 derajat di bawah ufuk, cahaya fajar sudah tampak.

Para ulama ahli hisab dahulu sudah merumuskan definisi fajar shadiq dengan kriteria beragam, berdasarkan pengamatan dahulu, berkisar sekitar 17 – 20 derajat. Karena penentuan kriteria fajar tersebut merupakan produk ijtihadiyah, perbedaan seperti itu dianggap wajar saja. Di Indonesia, ijtihad yang digunakan adalah posisi matahari 20 derajat di bawah ufuk, dengan landasan dalil syar’i dan astronomis yang dianggap kuat. Kriteria tersebut yang kini digunakan Departemen Agama RI untuk jadwal shalat yang beredar di masyarakat.

Kalau saat ini ada yang berpendapat bahwa waktu shubuh yang tercantum di dalam jadwal shalat dianggap terlalu cepat, hal itu disebabkan oleh dua hal:
Pertama, ada yang berpendapat fajar shadiq ditentukan dengan kriteria fajar astronomis pada posisi matahari 18 derajat di bawah ufuk, karena beberapa program jadwal shalat di internet menggunakan kriteria tersebut, dengan perbedaan sekitar 8 menit.
Kedua, ada yang berpendapat fajar shadiq bukanlah fajar astronomis, karena seharusnya fajarnya lebih terang, dengan perbedaan sekitar 24 menit. Pendapat seperti itu wajar saja dalam interpretasi ijtihadiyah.

Perbandingan metode perhitungan dengan letak benua:

Ternyata memang terjadi perbedaan perhitungan mengenai masuknya waktu subuh. Tergantung posisi lintangnya, iya kan bumi itu tidak bulat penuh? Namun agak "pipih" di daerah utara dan selatannya. Ini yang menjadikan daerah utara dan selatan masuknya waktu subuh lebih siang dikit daripada negara yang di daerah khatulistiwa, yang cenderung lebih malam atau lebih awal masuknya waktu subuh. 




Bab: Menqadha beberapa shalat dengan cara mengerjakan secara urut waktu

Jika dalam bepergian atau dalam keadaan genting, diperbolehkan menqodho sholat. Namun pelaksanaannya harus urut. Tidak boleh (misalnya) sholat maghrib terlebih dahulu, baru kemudian sholat asar.

Telah menceritakan kepada kami Musaddad berkata, telah menceritakan kepada kami Yahya Al Qaththan telah mengabarkan kepada kami Hisyam berkata, telah menceritakan kepada kami Yahya -yaitu Ibnu Abu Katsir- dari Abu Salamah dari Jabir bin 'Abdullah berkata, "Pada peperangan Khandaq 'Umar bin Al Khaththab mengumpat orang-orang kafir, lalu ia berkata, "Hampir saja aku tidak melaksanakan shalat 'Ashar kecuali setelah Matahari hampir tenggelam." Umar melanjutkan, "Maka kami berdiri menuju aliran air (sungai), kemudian beliau melaksanakan shalat 'Ashar setelah matahari terbenam, dan dilanjutkan dengan shalat Maghrib." (No. Hadist: 563 dari KITAB SHAHIH BUKHARI)

Bab: Jika keliru dalam Menentukan Waktu, maka hendaknya ia Mengulangi atau Mengqodlo-nya

Jika keliru dalam Menentukan Waktu Sholat, maka hendaknya Mengqodlo atau Mengulanginya.
Misalkan: Dikira matahari sudah tenggelam pada saat mendung kemudian Sholat Maghrib, namun ternyata (terlihat nyata setelah mendung hilang) matahari belum terbenam (matahari muncul kembali), maka wajib melakukan Sholat Maghrib lagi (mengulanginya pada waktu yg sebenarnya) atau mengqodlo-nya apabila terlanjur berbuka pada bulan puasa (ramadhan). Meng-Qodlo-nya adalah berpuasa lagi dilain hari, diluar bulan Romadlon.

Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada kami Abu Usamah dari Hisyam bin 'Urwah dari Fathimah dari Asma' binti Abu Bakar Ash-Shiddiq radliallahu 'anhuma berkata; Kami pernah berbuka puasa pada zaman Nabi shallallahu 'alaihi wasallam ketika hari mendung, ternyata kemudian matahari tampak kembali, maka orang-orang diperintahkan untuk mengqadha'nya, dan Beliau bersabda: "Harus dilaksanakan qadha'". Dan Ma'mar berkata, aku mendengar Hisyam: Aku tidak tahu apakah mereka kemudian mengqadha'nya atau tidak". (No. Hadist: 1823 dari KITAB SHAHIH BUKHARI)


Bab: Sholat Fardlu hanya 3 Waktu saja?


Ada beberapa pendapat yg menyesatkan akhir2 ini, yakni sosialisasi Sholat fardlu yg hanya 3 waktu saja, karena menurut mereka sholat fardlu yg di Al Quran hanya 3 waktu saja. Di Alquran tidak ada ayat yg menyebut perintah sholat 5 waktu!.

Jawab:
Karena mereka menyebut dalil Al Qur'an, maka selain hadits diatas (hadits ttg perintah sholat 5 waktu), maka akan ditambah dalil dari Al Qur'an, yakni:

QS.17. Al Israa':

أَقِمِ ٱلصَّلَوٰةَ لِدُلُوكِ ٱلشَّمْسِ إِلَىٰ غَسَقِ ٱلَّيْلِ وَقُرْءَانَ ٱلْفَجْرِ إِنَّ قُرْءَانَ ٱلْفَجْرِ كَانَ مَشْهُودًا

"78. Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) subuh[Ayat ini menerangkan waktu-waktu shalat yang lima. Tergelincir matahari untuk waktu shalat Zhuhur dan Ashar, gelap malam untuk waktu Magrib dan Isya]. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat)."

Keterangan:
1. Waktu Sholat sesudah matahari tergelincir, yakni saat matahari sudah tergelincir ke arah barat adalah waktu sholat Dhuhur dan waktu sholat Asar.
2. Waktu petang sampai gelap malam, yakni waktu sholat Maghrib dan Isya.
3. Waktu fajar, yakni waktu sholat Subuh.

Dalam Al qur'an terlihat secara sekilas hanya ada 3 waktu sholat saja, namun makna sesungguhnya dari ayat tersebut adalah 5 waktu sholat. Mengapa dijelaskan seolah-olah hanya 3 waktu saja? Hal ini karena dekatnya waktu2 sholat tersebut. Sehingga untuk seorang Musafir, dapat menjamak/mengqasarnya pada waktu sholat Duhur dengan Asar, dan Sholat Maghrib dengan Isya'. Sedangkan Sholat Subuh tidak bisa dijamak ataupun diqasar, karena terlalu jauh jarak waktunya dng waktu sholat2 yang lain, dan sangat pendeknya waktu untuk menjalankan Sholat Subuh. Sudah pendek waktunya, disaksikan Malaikat lagi, itulah keutamaan Sholat Subuh.

Dari dulu, jaman Nabi SAW, sahabat, Tabi'in dst, Sholat fardlu adalah 5 waktu, dan tidak ada yg menyangkal. Namun ada beberapa golongan manusia yg ingin mengobrak-abrik Agama Islam dng memunculkan pendapat2 yg menyesatkan. Karena di akhir jaman sangat sedikit yg paham agama, maka harapan mereka umat Islam dapat dikacaukan aqidahnya. Mereka mengajak kepada kesesatan, dng memanfaatkan umat Islam yg dangkal ilmu agamanya.

Dari keterangan QS.17. Al Israa':78 saja, sebenarnya sudah dapat diketahui secara garis besar jumlah Sholat fardlu yg 5 waktu. Tentunya penafsiran ayat tersebut juga harus melihat hadits Nabi SAW yg shohih dan dari perilaku sahabat yg tunduk dan patuh pada Nabi SAW.
Dari ayat tersebut terkandung 2 makna besar yakni:
1. Sholat fardlu yang 5 waktu bagi semua umat Islam tanpa terkecuali.
2. Sholat fardlu yg 3 waktu (dijamak/qasar dari sholat yg 5 waktu), sebagai keringanan (shodaqah) dari Allah untuk hambaNya yg dalam perjalanan atau Musafir. Tentunya syarat2 musafir harus dipenuhi, supaya keringanan ini bisa didapatkan. Atau mungkin ada hal2 lain yg sangat mendesak, yg hanya memungkinkan untuk sholat 3 waktu saja (dijamak/qasar), misalnya saat perang berkecamuk (atau bahkan bisa diqadla). Dimana akan sangat sulit melakukan sholat yg 5 waktu.


Wa Allahu 'alam.

Silahkan Membaca juga Link penting: Hukum Meninggalkan Sholat Fardlu


Catatan Kaki:
[1]. Di antara mereka yang paling menonjol menyerukan masalah ini adalah Abdullah al-Sulthon, imam masjid salah satu kampong di kota Riyadh, Saudi Arabia. (Thulu’ al-Fajr as-Shodiq baina Tahdidil Qur’an wa Ithlaq al-Lughoh hlm.7)
[2]. Lihat Thulu’ al-Fajr as-Shodiq baina Tahdidil Qur’an wa Ithlaq al-Lughoh, hlm.8-11
 
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar