Persiapan 
Quraisy di Mekah, Berangkat perang, Bagaimana Muhammad mengetahui, Kalah 
dan menang, Nabi berangkat dari Medinah, Berhadapan dengan lawan, Abu Sufyan dan 
Quraisy kembali ke Mekah, Catatan kaki, 
SEJAK terjadinya perang Badr pihak Quraisy sudah tidak pernah 
tenang lagi. Juga penstiwa Sawiq tidak membawa keuntungan apa-apa buat mereka. 
Lebih-lebih karena kesatuan Zaid b. Haritha telah berhasil mengambil perdagangan 
mereka ketika mereka hendak pergi ke Syam melalui jalan Irak. Hal ini 
mengingatkan mereka pada korban-korban Badr dan menambah besar keinginan mereka 
hendak membalas dendam. Bagaimana Quraisy akan dapat melupakan peristiwa itu, 
sedang mereka adalah bangsawan-bangsawan dan pemimpin-pemimpin Mekah, 
pembesar-pembesar yang angkuh dan punya kedudukan terhormat? Bagaimana mereka 
akan dapat melupakannya, padahal wanita-wanita Mekah selalu ingat akan 
korban-korban yang terdiri dari anak, atau saudara, bapak, suami atau teman 
sejawat? Mereka selalu berkabung, selalu menangisi dan meratapi. 
Demikianlah keadaannya. Orang-orang Quraisy sejak Abu Sufyan 
b. Harb datang membawa kafilahnya dari Syam, yang telah menyebabkan timbulnya 
perang Badr, begitu juga mereka yang selamat kembali dan Badr, telah 
menghentikan kafilah dagang itu di Dar'n-Nadwa. Pembesar-pembesar mereka yang 
terdiri dari Jubair b. Mut'im, Shafwan b. Umayya' 'Ikrima b. Abi Jahl, Harith b. 
Hisyam, Huaitib b. Abd'l-'Uzza dan yang lain, telah mencapai kata sepakat, bahwa 
kafilah dagang itu akan dijual, keuntungannya akan disisihkan dan akan dipakai 
menyiapkan angkatan perang guna memerangi Muhammad, dengan memperbesar jumlah 
dan perlengkapannya. Selanjutnya tenaga kabilah-kabilah akan dikerahkan dan 
supaya ikut serta bersama-sama dengan Quraisy menuntut balas terhadap kaum 
Muslimin. Ikut pula dikerahkan di antaranya Abu 'Azza penyair yang telah 
dimaafkan oleh Nabi dan antara tawanan perang Badr. Begitu juga kabilah Ahabisy2 
yang mau ikut mereka dikerahkan pula. Wanita-wanita pun mendesak akan ikut pergi 
berperang. 
Mereka berunding lagi. Ada yang berpendapat supaya kaum 
wanita juga ikut serta. 
"Biar mereka bertugas merangsang kemarahan kamu, dan 
mengingatkan kamu kepada korban-korban Badr. Kita adalah masyarakat yang sudah 
bertekad mati, tidak akan pulang sebelum sempat melihat mangsa kita, atau kita 
sendiri mati untuk itu." 
"Saudara-saudara dari Quraisy," kata yang lain lagi. 
"Melepaskan wanita-wanita kita kepada musuh, bukanlah suatu pendapat yang baik. 
Apabila kalian mengalami kekalahan, wanita-wanita kitapun akan tercemar." 
Sementara mereka sedang dalam perundingan itu tiba-tiba 
Hindun bt. 'Utba, isteri Abu Sufyan berteriak kepada mereka yang menentang ikut 
sertanya kaum wanita itu: 
"Kamu yang selamat dari perang Badr kamu kembali kepada 
isterimu. Ya. Kita berangkat dan ikut menyaksikan peperangan. Jangan ada orang 
yang menyuruh kami pulang, seperti gadis-gadis kita dulu dalam perjalanan ke 
Badr disuruh kembali ketika sudah sampai di Juhfa.3 Kemudian orang-orang yang 
menjadi kesayangan kita waktu itu terbunuh, karena tak ada orang yang dapat 
memberi semangat kepada mereka." 
Akhirnya pihak Quraisy berangkat dengan membawa kaum 
wanitanya juga, dipimpin oleh Hindun. Dialah orang paling panas hati ingin 
membalas dendam, karena dalam peristiwa Badr itu ayahnya, saudaranya dan 
orang-orang yang dicintainya telah mati terbunuh. Keberangkatan Quraisy dengan 
tujuan Medinah yang disiapkan dari Dar'n-Nadwa itu terdiri dan tiga brigade. 
Brigade terbesar dipimpin oleh Talha b. Abi Talha terdiri dari 3000 orang. 
Kecuali 100 orang saja dari Thaqif,4 selebihnya semua dari Mekah, termasuk 
pemuka-pemuka, sekutu-sekutu serta golongan Ahabisynya. Perlengkapan dan senjata 
tidak sedikit yang mereka bawa, dengan 200 pasukan berkuda dan 3000 unta, di 
antaranya 700 orang berbaju besi. 
Sesudah ada kata sepakat, sekarang sudah siap mereka akan 
berangkat. Sementara itu 'Abbas b. Abd'l-Muttalib, paman Nabi, yang juga berada 
di tengah-tengah mereka, dengan teliti dan saksama sekali memperhatikan semua 
kejadian itu. Disamping kesayangannya pada agama nenek-moyangnya dan agama 
golongannya sendiri, juga Abbas mempunyai rasa solider dan sangat mengagumi 
Muhammad. Masih ingat ia perlakuannya yang begitu baik ketika perang Badr. 
Mungkin karena rasa kagum dan solidernya itu yang membuat dia ikut Muhammad 
menyaksikan Ikrar 'Aqaba dan berbicara kepada Aus dan Khazraj bahwa kalau mereka 
tidak akan dapat mempertahankan kemenakannya itu seperti mempertahankan isteri 
dan anak-anak mereka sendiri, biarkan sajalah keluarganya sendiri yang 
melindunginya, seperti yang sudah-sudah. 
Hal inilah yang mendorongnya - tatkala diketahuinya keputusan 
Quraisy akan berangkat dengan kekuatan yang begitu besar - sampai ia menulis 
surat menggambarkan segala tindakan, persiapan dan perlengkapan mereka itu. 
Surat itu diserahkannya kepada seseorang dari kabilah Ghifar supaya disampaikan 
kepada Nabi. Dan orang inipun sampai di Medinah dalam tiga hari, dan surat 
itupun diserahkan. 
Dalam pada itu pasukan Quraisypun sudah pula berangkat sampai 
di Abwa'. Ketika melalui makam Aminah bt. Wahb, timbul rasa panas hati beberapa 
orang yang pendek pikiran. Terpikir oleh mereka akan membongkarnya. Tetapi 
pemuka-pemuka mereka menolak perbuatan demikian; supaya jangan kelak menjadi 
kebiasaan Arab. 
"Jangan menyebut-nyebut soal ini," kata mereka. "Kalau ini 
kita lakukan, Banu Bakr dan Banu Khuza'a akan membongkar juga kuburan 
mayat-mayat kita." 
Quraisy meneruskan perjalanan sampai di 'Aqiq, kemudian; 
mereka berhenti di kaki gunung Uhud, dalam jarak lima mil dari Medinah. 
Orang dari Ghifar yang diutus oleh Abbas b. Abd'l-Muttalib 
membawa surat ke Medinah itu telah sampai. Setelah diketahuinya berada di Quba', 
ia langsung pergi ke sana dan dijumpainya Muhammad di depan pintu mesjid sedang 
menunggang keledai 
Diserahkannya surat itu kepadanya, yang kemudian dibacakan 
oleh Ubay b. Ka'b. Muhammad minta isi surat itu supaya dirahasiakan, dan ia 
kembali ke Medinah langsung menemui Sa'd ibn'l-Rabi' di rumahnya. Diceritakannya 
apa yang telah disampaikan 'Abbas kepadanya itu dan juga dimintanya supaya hal 
itu dirahasiakan. Akan tetapi isteri Sa'd yang sedang dalam rumah waktu itu 
mendengar juga percakapan mereka, dan dengan demikian sudah tentu tidak lagi hal 
itu menjadi rahasia. 
Dua orang anak-anak Fudzala, yaitu Anas dan Mu'nis, oleh 
Muhammad ditugaskan menyelidiki keadaan Quraisy. Menurut pengamatan mereka 
kemudian ternyata Quraisy sudah mendekati Medinah. Kuda dan unta mereka 
dilepaskan di padang rumput sekeliling Medinah. Di samping dua orang itu 
kemudian Muhammad mengutus lagi Hubab ibn'l-Mundhir bin'l-Jamuh. Setelah keadaan 
mereka itu disampaikan kepadanya seperti dikabarkan oleh 'Abbas, Nabi s.a.w. 
jadi terkejut sekali. Ketika kemudian Salama b. Salama keluar, ia melihat 
barisan depan pasukan kuda Quraisy sudah mendekati Medinah, bahkan sudah hampir 
memasuki kota. Ia segera kembali dan apa yang dilihatnya itu disampaikannya 
kepada masyarakatnya. Sudah tentu pihak Aus dan Khazraj, begitu juga semua 
penduduk Medinah merasa kuatir sekali akan akibat serbuan ini, yang dalam 
sejarah perang, Quraisy belum pernah mengadakan persiapan sebaik itu. 
Pemuka-pemuka Muslimin dari penduduk Medinah malam itu berjaga-jaga dengan 
senjata di mesjid guna menjaga keselamatan Nabi. Sepanjang malam itu seluruh 
kota dijaga ketat. 
Muslimin bermusyawarah: bertahan di Medinah atau menyongsong 
musuh di luar
Keesokan harinya orang-orang terkemuka dari kalangan Muslimin 
dan mereka yang pura-pura Islam - atau orang-orang munafik seperti disebutkan 
waktu itu dan seperti dilukiskan pula oleh Qur'an - oleh Nabi diminta berkumpul; 
lalu mereka sama-sama bermusyawarah, bagaimana seharusnya menghadapi musuh Nabi 
'alaihi's-salam berpendapat akan tetap bertahan dalam kota dan membiarkan 
Quraisy di luar kota. Apabila mereka mencoba menyerbu masuk kota maka penduduk 
kota ini akan lebih mampu menangkis dan mengalahkan mereka. Abdullah b. Ubay b. 
Salul mendukung pendapat Nabi itu dengan mengatakan: 
"Rasulullah, biasanya kami bertempur di tempat ini, kaum 
wanita dan anak-anak sebagai benteng kami lengkapi dengan batu. Kota kami sudah 
terjalin dengan bangunan sehingga ia merupakan benteng dari segenap penjuru. 
Apabila musuh sudah muncul, maka wanita-wanita dan anak-anak melempari mereka 
dengan batu. Kami sendiri menghadapi mereka di jalan-jalan dengan pedang. 
Rasulullah, kota kami ini masih perawan, belum pernah diterobos orang. Setiap 
ada musuh menyerbu kami ke dalam kota ini kami selalu dapat menguasainya, dan 
setiap kami menyerbu musuh keluar, maka selalu kami yang dikuasai. Biarkanlah 
mereka itu. Rasulullah. Ikutlah pendapat saya dalam hal ini. Saya mewarisi 
pendapat demikian ini dari pemuka-pemuka dan ahli-ahli pikir golongan kami." 
Apa yang dikatakan oleh Abdullah b. Ubayy itu adalah 
merupakan pendapat terbesar sahabat-sahabat Rasulullah - baik Muhajirin ataupun 
Anshar, mereka sependapat dengan Rasul a.s. Akan tetapi pemuda-pemuda yang 
bersemangat yang belum mengalami perang Badr - juga orang-orang yang sudah 
pernah ikut dan mendapat kemenangan disertai hati yang penuh iman, bahwa tak ada 
sesuatu kekuatan yang dapat mengalahkan mereka - lebih suka berangkat keluar 
menghadapi musuh di tempat mereka berada. Mereka kuatir akan disangka segan 
keluar dan mau bertahan di Medinah karena takut menghadapi musuh. Seterusnya 
apabila mereka ini di pinggiran dan di dekat kota akan lebih kuat dari musuh. 
Ketika dulu mereka di Badr penduduk tidak mengenal mereka samasekali. 
Salah seorang diantara mereka ada yang berkata: 
"Saya tidak ingin melihat Quraisy kembali ketengah-tengah 
golongannya lalu mengatakan: Kami telah mengepung Muhammad di dalam benteng dan 
kubu-kubu Yathrib. Ini akan membuat Quraisy lebih berani. Mereka sekarang sudah 
menginjak-injak daun palm kita. Kalau tidak kita usir mereka dari kebun kita, 
kebun kita tidak akan dapat ditanami lagi. Orang-orang Quraisy yang sudah 
tinggal selama setahun dapat mengumpulkan orang, dapat menarik orang-orang Arab, 
dari badwinya sampai kepada Ahabisynya. Kemudian, dengan membawa kuda dan 
mengendarai unta, mereka kini telah sampai ke halaman kita. Mereka akan 
mengurung kita di dalam rumah kita sendiri? Didalam benteng kita sendiri? Lalu 
mereka pulang kembali dengan kekayaan tanpa mengalami luka samasekali. Kalau 
kita turuti, mereka akan lebih berani. Mereka akan menyerang kita dan 
menaklukkan daerah-daerah kita. Kota kita akan berada dibawah pengawasan mereka. 
Kemudian jalan kitapun akan mereka potong." 
Selanjutnya penganjur-penganjur yang menghendaki supaya 
keluar menyongsong musuh masing-masing telah berbicara berturut-turut. Mereka 
semua mengatakan, bahwa bila Tuhan memberikan kemenangan kepada mereka atas 
musuh itu, itulah yang mereka harapkan, dan itu pula kebenaran yang telah 
dijanjikan Tuhan kepada RasulNya. Kalaupun mereka mengalami kekalahan dan mati 
syahid pula, mereka akan mendapat surga. 
Kata-kata yang menanamkan semangat keberanian dan mati syahid 
ini, sangat menggetarkan hati mereka. Jiwa mereka tergugah semua untuk sama-sama 
menempuh arus ini, untuk berbicara dengan nada yang sama. Waktu itu, bagi 
orang-orang yang kini sedang berhadap-hadapan dengan Muhammad, orang-orang yang 
hatinya sudah penuh dengan iman kepada Allah dan RasulNya, kepada Qur'an dan 
Hari Kemudian, yang tampak di hadapan mereka hanyalah wajah kemenangan terhadap 
musuh agresor itu. Pedang-pedang mereka akan mencerai-beraikan musuh itu, akan 
membuat mereka. centang-perenang, dan rampasan perang akan mereka kuasai. 
Lukisan surga adalah bagi mereka yang terbunuh di jalan agama. Di tempat itu 
akan terdapat segala yang menyenangkan hati dan mata, akan bertemu dengan 
kekasih yang juga sudah turut berperang dan mati syahid. 
"Ucapan yang sia-sia tidak mereka dengar di tempat itu, juga 
tidak yang akan membawa dosa. Yang ada hanyalah ucapan "Damai! Damai!" (Qur'an, 
56: 25-26) 
"Mudah-mudahan Tuhan memberikan kemenangan kepada kita, atau 
sebaliknya kita mati syahid," kata Khaithama Abu Sa'd b. Khaithama. "Dalam 
perang Badr saya telah meleset. Saya sangat mendambakannya sekali, sehingga 
begitu besarnya kedambaan saya sampai saya bersama anak saya turut ambil bagian 
dalam pertempuran itu. Tapi kiranya dia yang beruntung; ia telah gugur, mati 
syahid. Semalam saya bermimpi bertemu dengan anak saya, dan dia berkata: 
Susullah kami, kita bertemu dalam surga. Sudah saya terima apa yang dijanjikan 
Tuhan kepada saya. Ya Rasulullah, sungguh rindu saya akan menemuinya dalam 
surga. Saya sudah tua, tulang sudah rapuh. Saya ingin bertemu Tuhan." 
Setelah jelas sekali suara terbanyak ada pada pihak yang mau 
menyerang dan menghadapi musuh di luar kota, Muhammad berkata kepada mereka: 
"Saya kuatir kamu akan kalah." 
Tetapi mereka ingin berangkat juga. Tak ada jalan lain iapun 
menyerah kepada pendapat mereka. Cara musyawarah ini sudah menjadi undang-undang 
dalam kehidupannya. Dalam sesuatu masalah ia tidak mau bertindak sendiri, 
kecuali yang sudah diwahyukan Tuhan kepadanya. 
Hari itu hari Jum'at. Nabi memimpin sembahyang jamaah, dan 
kepada mereka diberitahukan, bahwa atas ketabahan hati mereka itu, mereka akan 
beroleh kemenangan. Lalu dimintanya mereka bersiap-siap menghadapi musuh. 
Selesai sembahyang Asar Muhammad masuk kedalam rumahnya 
diikuti oleh Abu Bakr dan Umar. Kedua orang ini memakaikan sorban dan baju 
besinya dan ia mengenakan pula pedangnya. Sementara ia tak ada di tempat itu 
orang di luar sedang ramai bertukar pikiran. Usaid b. Hudzair dan Sa'd b. Mu'adh 
- keduanya termasuk orang yang berpendapat mau bertahan dalam kota berkata 
kepada mereka yang berpendapat mau menyerang musuh di luar: 
"Tuan-tuan mengetahui, Rasulullah berpendapat mau bertahan 
dalam kota, lalu tuan-tuan berpendapat lain lagi, dan memaksanya bertempur ke 
luar. Dia sendiri enggan berbuat demikian. Serahkan sajalah soal ini di 
tangannya. Apa yang diperintahkan kepadamu, jalankanlah. Apabila ada sesuatu 
yang disukainya atau ada pendapatnya, taatilah." 
Mendengar keterangan itu mereka yang menyerukan supaya 
menyerang saja, jadi lebih lunak. Mereka menganggap telah menentang Rasul 
mengenai sesuatu yang mungkin itu datang dari Tuhan. Setelah kemudian Nabi 
datang kembali ke tengah-tengah mereka, dengan memakai baju besi dan sudah pula 
mengenakan pedangnya, mereka yang tadinya menghendaki supaya mengadakan serangan 
berkata: 
"Rasulullah, bukan maksud kami hendak menentang tuan. 
Lakukanlah apa yang tuan kehendaki. Juga kami tidak bermaksud memaksa tuan. 
Soalnya pada Tuhan, kemudian pada tuan." 
"Kedalam pembicaraan yang semacam inilah saya ajak tuan-tuan 
tapi tuan-tuan menolak," kata Muhammad. "Tidak layak bagi seorang nabi yang 
apabila sudah mengenakan pakaian besinya lalu akan menanggalkannya kembali, 
sebelum Tuhan memberikan putusan antara dirinya dengan musuhnya. Perhatikanlah 
apa yang saya perintahkan kepada kamu sekalian, dan ikuti. Atas ketabahan 
hatimu, kemenangan akan berada di tanganmu." 
Demikianlah prinsip musyawarah itu oleh Muhammad sudah 
dijadikan undang-undang dalam kehidupannya. Apabila sesuatu masalah yang dibahas 
telah diterima dengan suara terbanyak, maka hal itu tak dapat dibatalkan oleh 
sesuatu keinginan atau karena ada maksud-maksud tertentu. Sebaliknya ia harus 
dilaksanakan, tapi orang yang akan melaksanakannya harus pula dengan cara yang 
sebaik-baiknya dan diarahkan ke suatu sasaran yang yang akan mencapai sukses. 
Sekarang Muhammad berangkat memimpin kaum Muslimin menuju 
Uhud. Di Syaikhan5 ia berhenti. Dilihatnya di tempat itu ada sepasukan tentara 
yang identitasnya belum dikenal. Ketika ditanyakan, kemudian diperoleh 
keterangan, bahwa mereka itu orang-orang Yahudi sekutu Abdullah b. Ubayy. Lalu 
kata Nabi 'alaihi'ssalam: "Jangan minta pertolongan orang-orang musyrik dalam 
melawan orang musyrik, - sebelum mereka masuk Islam." 
Dalam pada itu orang-orang Yahudi itupun kembali ke Medinah. 
Lalu kata sekutu Ibn Ubayy itu: 
"Kau sudah menasehatinya dan sudah kauberikan pendapatmu 
berdasarkan pengalaman orang-orang tua dahulu. Sebenarnya dia sependapat dengan 
kau. Lalu dia menolak dan menuruti kehendak pemuda-pemuda yang menjadi 
pengikutnya." 
Percakapan mereka itu sangat menyenangkan hati Ibn Ubayy. 
Keesokan harinya ia berbalik menggabungkan diri dengan pasukan teman-temanya 
itu. Tinggal lagi Alabi dengan orang-orang yang benar-benar beriman, yang 
berjumlah 700 orang, akan berperang menghadapi 3000 orang terdiri dan 
orang-orang Quraisy Mekah, yang kesemuanya sudah memikul dendam yang tak 
terpenuhi ketika di Badr. Semua mereka ingin menuntut balas. 
Pagi-pagi sekali; kaum Muslimin berangkat menuju Uhud. Lalu 
mereka memotong jalan sedemikian rupa sehingga pihak musuh itu berada di 
belakang mereka. Selanjutnya Muhammad mengatur barisan para sahabat. Limapuluh 
orang barisan pemanah ditempatkan di lereng-lereng gunung, dan kepada mereka 
diperintahkan: 
"Lindungi kami dan belakang, sebab kita kuatir mereka akan 
mendatangi kami dari belakang. Dan bertahanlah kamu di tempat itu, jangan 
ditinggalkan. Kalau kamu melihat kami dapat menghancurkan mereka sehingga kami 
memasuki pertahanan mereka, kamu jangan meninggalkan tempat kamu. Dan jika kamu 
lihat kami yang diserang jangan pula kami dibantu, juga jangan kami 
dipertahankan. Tetapi tugasmu ialah menghujani kuda mereka dengan panah, sebab 
dengan serangan panah kuda itu takkan dapat maju." 
Selain pasukan pemanah, yang lain tidak diperbolehkan 
menyerang siapapun, sebelum ia memberi perintah menyerang. 
Adapun pihak Quraisy merekapun juga sudah menyusun barisan. 
Barisan kanan dipimpin oleh Khalid bin'l-Walid sedang sayap kin dipimpin oleh 
'Ikrima b. Abi Jahl. Bendera diserahkan kepada Abd'l 'Uzza Talha b. Abi Talha. 
Wanita-wanita Quraisy sambil memukul tambur dan genderang berjalan di 
tengah-tengah barisan itu. Kadang mereka di depan barisan, kadang di 
belakangnya. Mereka dipimpin oleh Hindun bt. 'Utba, isteri Abu Sufyan, seraya 
bertenak-teriak: 
"Hayo, Banu Abd'd-Dar Hayo, 
"hayo pengawal barisan belakang 
"Hantamlah dengan segala yang tajam. 
"Kamu maju kami peluk 
"Dan kami hamparkan kasur yang empuk 
"Atau kamu mundur kita berpisah 
"Berpisah tanpa cinta. 
Kedua belah pihak sudah siap bertempur. Masing-masing sudah 
mengerahkan pasukannya. Yang selalu teringat oleh Quraisy ialah peristiwa Badr 
dan korban-korbannya. Yang selalu teringat oleh kaum Muslimin ialah Tuhan serta 
pertolonganNya. Muhammad berpidato dengan memberi semangat dalam menghadapi 
pertempuran itu. Ia menjanjikan pasukannya akan mendapat kemenangan apabila 
mereka tabah. Sebilah pedang dipegangnya sambil ia berkata: 
"Siapa yang akan memegang pedang ini guna disesuaikan dengan 
tugasnya?" 
Beberapa orang tampil. Tapi pedang itu tidak pula diberikan 
kepada mereka. Kemudian Abu Dujana Simak b. Kharasya dari Banu Sa'ida tampil 
seraya berkata: 
"Apa tugasnya, Rasulullah?" 
"Tugasnya ialah menghantamkan pedang kepada musuh sampai ia 
bengkok," jawabnya. 
Abu Dujana seorang laki-laki yang sangat berani. Ia 
mengenakan pita (kain) merah. Apabila pita merah itu sudah diikatkan orangpun 
mengetahui, bahwa ia sudah siap bertempur dan waktu itupun ia sudah mengeluarkan 
pita mautnya itu. 
Pedang diambilnya, pita dikeluarkan lalu diikatkannya di 
kepala. Kemudian ia berlagak di tengah-tengah dua barisan itu seperti biasanya 
apabila ia sudah siap menghadapi pertempuran. 
"Cara berjalan begini sangat dibenci Allah, kecuali dalam 
bidang ini," kata Muhammad setelah dilihatnya orang itu berlagak. 
Orang pertama yang mencetuskan perang di antara dua pihak itu 
adalah Abu 'Amir 'Abd 'Amr b. Shaifi al-Ausi (dari Aus). Orang ini sengaja 
pindah dari Medinah ke Mekah hendak membakar semangat Quraisy supaya memerangi 
Muhammad. Ia belum pernah ikut dalam perang Badr. Sekarang ia menerjunkan diri 
dalam perang Uhud dengan membawa lima belas orang dari golongan Aus. Ada juga 
budak-budak dari penduduk Mekah yang juga dibawanya. Menurut dugaannya, apabila 
nanti ia memanggil-manggil orang-orang Islam dari golongan Aus yang ikut 
berjuang di pihak Muhammad, niscaya mereka akan memenuhi panggilannya, akan 
berpihak kepadanya dan membantu Quraisy. 
"Saudara-saudara dari Aus! Saya adalah Abu 'Amir!" teriaknya 
memanggil-manggil. 
Tetapi Muslimin dari kalangan Aus itu membalas: 
"Tuhan takkan memberikan kesenangan kepadamu, durhaka!" 
Perangpun lalu pecah. Budak-budak Quraisy serta 'Ikrima b. 
Abi Jahl yang berada di sayap kiri, berusaha hendak menyerang Muslimin dari 
samping, tapi pihak Muslimin menghujani mereka dengan batu sehingga Abu 'Amir 
dan pengikut-pengikutnya lari tunggang-langgang. Ketika itu juga Hamzah b. 
Abd'l-Muttalib berteriak, membawa teriakan perang Uhud: 
"Mati, mati!" Lalu ia terjun ketengah-tengah tentara Quraisy 
itu. Ketika itu Talha b. Abi Talha, yang membawa bendera tentara Mekah berteriak 
pula: 
"Siapa yang akan duel?" 
Lalu Ali b. Abi Talib tampil menghadapinya. Dua orang dari 
dua barisan itu bertemu. Cepat-cepat Ali memberikan satu pukulan, yang membuat 
kepala lawannya itu belah dua. Nabi merasa lega dengan itu. Ketika itu juga kaum 
Muslimin bertakbir dan melancarkan serangannya. Dengan pedang Nabi di tangan dan 
mengikatkan pita maut di kepala, Abu Dujane pun terjun kedepan. Dibunuhnya 
setiap orang yang dijumpainya. Barisan orang-orang musyrik jadi kacau-balau. 
Kemudian ia melihat seseorang sedang mencencang-cencang sesosok tubuh manusia 
dengan keras sekali. Diangkatnya pedangnya dan diayunkannya kepada orang itu. 
Tetapi ternyata orang itu adalah Hindun bt. 'Utba. Ia mundur. Terlalu mulia 
rasanya pedang Rasul akan dipukulkan kepada seorang wanita. 
Dengan secara keras sekali pihak Quraisypun menyerbu pula ke 
tengah-tengah pertempuran itu. Darahnya sudah mendidih ingin menuntut balas atas 
pemimpin-pemimpin dan pemuka-pemuka mereka yang sudah tewas setahun yang lalu di 
Badr. Dua kekuatan yang tidak seimbang itu, baik jumlah orang maupun 
perlengkapan, sekarang berhadap-hadapan. Kekuatan dengan jumlah yang besar ini 
motifnya adalah balas-dendam, yang sejak perang Badr tidak pernah reda. Sedang 
jumlah yang lebih kecil motifnya adalah: pertama mempertahankan akidah, 
mempertahankan iman dan agama Allah, kedua mempertahankan tanah air dan segala 
kepentingannya. Mereka yang menuntut bela itu terdiri dari orang-orang yang 
lebih kuat dan jumlah pasukan yang lebih besar. Di belakang mereka itu kaum 
wanita turut pula mengobarkan semangat. Tidak sedikit di antara mereka yang 
membawa budak-budak itu menjanjikan akan memberikan hadiah yang besar apabila 
mereka dapat membalaskan dendam atas kematian seorang bapa, saudara, suami atau 
orang-orang yang dicintai lainnya, yang telah terbunuh di Badr. Hamzah b. 
Abd'l-Muttalib adalah seorang pahlawan Arab terbesar dan paling berani. Ketika 
terjadi perang Badr dialah yang telah menewaskan ayah dan saudara Hindun, begitu 
juga tidak sedikit orang-orang yang dicintainya yang telah ditewaskan. Seperti 
juga dalam perang Badr, dalam perang Uhud inipun Hamzah adalah singa dan pedang 
Tuhan yang tajam. Ditewaskannya Arta b. 'Abd Syurahbil, Siba' b. 'Abd'l-'Uzza 
al-Ghubsyani, dan setiap musuh yang dijumpainya nyawa mereka tidak luput dari 
renggutan pedangnya. 
Sementara itu Hindun bt. 'Utba telah pula menjanjikan Wahsyi, 
orang Abisinia dan budak Jubair (b. Mut'im) akan memberikan hadiah besar apabila 
ia berhasil membunuh Hamzah. Begitu juga Jubair b. Mut'im sendiri, tuannya, yang 
pamannya telah terbunuh di Badr, mengatakan kepadanya: 
"Kalau Hamzah paman Muhammad itu kau bunuh, maka engkau 
kumerdekakan." Wahsyi sendiri dalam hal ini bercerita sebagai berikut: "Kemudian 
aku berangkat bersama rombongan. Aku adalah orang Abisinia yang apabila sudah 
melemparkan tombak cara Abisinia, jarang sekali meleset. Ketika terjadi 
pertempuran, kucari Hamzah dan kuincar dia. 
Kemudian kulihat dia di tengah-fengah orang banyak itu 
seperti seekor unta kelabu sedang membabati orang dengan pedangnya. Lalu tombak 
kuayunkan-ayunkan, dan sesudah pasti sekali kulemparkan. Ia tepat mengenai 
sasaran di bawah perutnya, dan keluar dari antara dua kakinya. Kubiarkan tombak 
itu begitu sampai dia mati. Sesudah itu kuhampiri dia dan kuambil tombakku itu, 
lalu aku kembali ke markas dan aku diam di sana, sebab sudah tak ada tugas lain 
selain itu. Kubunuh dia hanya supaya aku dimerdekakan saja dari perbudakan. Dan 
sesudah aku pulang ke Mekah, ternyata aku dimerdekakan." 
Adapun mereka yang berjuang mempertahankan tanah-air, 
contohnya terdapat pada Quzman, salah seorang munafik, yang hanya pura-pura 
Islam. Ketika kaum Muslimin berangkat ke Uhud ia tinggal di belakang. Keesokan 
harinya, ia mendapat hinaan dari wanita-wanita Banu Zafar. 
"Quzman," kata wanita-wanita itu. "Tidak malu engkau dengan 
sikapmu itu. Seperti perempuan saja kau. Orang semua berangkat kau tinggal dalam 
rumah." 
Dengan sikap berang Quzman pulang ke rumahnya. Dikeluarkannya 
kudanya, tabung panah dan pedangnya. Ia dikenal sebagai seorang pemberani. Ia 
berangkat dengan memacu kudanya sampai ke tempat tentara. Sementara itu Nabi 
sedang menyusun barisan Muslimin. Ia terus menyeruak sampai ke barisan terdepan. 
Dia adalah orang pertama dari pihak Muslimin yang menerjunkan diri, dengan 
melepaskan panah demi panah, seperti tombak layaknya. 
Hari sudah menjelang senja. Tampaknya ia lebih suka mati 
daripada lari. Ia sendiri lalu membunuh diri sesudah sempat membunuh tujuh orang 
Quraisy di Suway'a - selain mereka yang telah dibunuhnya pada permulaan 
pertempuran. Tatkala ia sedang sekarat itu, Abu'l-Khaidaq lewat di tempat itu. 
"Quzman, beruntung kau akan mati syahid," katanya. 
"Abu 'Amr," kata Quzman. "Sungguh saya bertempur bukan atas 
dasar agama. Saya bertempur hanya sekadar menjaga jangan sampai Quraisy memasuki 
tempat kami dan melanda kehormatan kami, menginjak-injak kebun kami. Saya 
berperang hanya untuk menjaga nama keturunan masyarakat kami. Kalau tidak karena 
itu saya tidak akan berperang." 
Sebaliknya mereka yang benar-benar beriman, jumlahnya tidak 
lebih dari 700 orang. Mereka bertempur melawan 3000 orang. Kita sudah melihat, 
tindakan Hamzah dan Abu Dujana yang telah memperlihatkan suatu teladan dalam 
arti kekuatan moril yang tinggi pada mereka itu. Suatu kekuatan yang telah 
membuat barisan Quraisy jadi lemas seperti rotan, membuat pahlawan-pahlawan 
Quraisy, yang tadinya di kalangan Arab keberaniannya dijadikan suri teladan, 
telah mundur dan surut. Setiap panji mereka lepas dari tangan seseorang, panji 
itu diterima oleh yang lain di belakangnya. Setelah Talha b. Abi Talha tewas di 
tangan Ali datang 'Uthman b. Abi Talha menyambut bendera itu, yang juga kemudian 
menemui ajalnya di tangan Hamzah. Seterusnya bendera itu dibawa oleh Abu Sa'd b. 
Abi Talha sambil berkata: 
"Kamu mendakwakan bahwa koban-korban kamu dalam surga dan 
korban-korban kami dalam neraka! Kamu bohong! Kalau kamu benar-benar orang 
beriman majulah siapa saja yang mau melawanku": 
Entah Ali atau Sa'd b. Abi Waqqash ketika itu menghantamkan 
pedangnya dengan sekali pukul hingga kepala orang itu terbelah. 
Berturut-turut pembawa bendera itu muncul dari Banu Abd'd 
Dar. Jumlah mereka yang tewas telah mencapai sembilan orang, yang terakhir ialah 
Shu'ab orang Abisinia, budak Banu Abd'd-Dar. Tangan kanan orang itu telah 
dihantam oleh Quzman, maka bendera itu dibawanya dengan tangan kiri. Tangan kiri 
inipun oleh Quzman dihantam lagi dengan pedangnya. Sekarang bendera itu oleh 
Shu'ab dipeluknya dengan lengan ke dadanya, kemudian ia membungkuk sambil 
berkata: Hai Banu Abd'd-Dar, sudahkah kau maafkan? Lalu ia ditewaskan entah oleh 
Quzman atau oleh Sa'd bin Abi Waqqash, sumbernya masih berbeda-beda. 
Setelah mereka yang membawa bendera itu tewas semua, pasukan 
orang-orang musyrik itu hancur. Mereka sudah tidak tahu lagi bahwa mereka 
dikerumuni oleh wanita-wanita, bahwa berhala yang mereka mintai restunya telah 
terjatuh dari atas unta dan pelangking yang membawanya. 
Kemenangan Muslimin dalam perang Uhud pada pagi hari itu 
sebenarnya adalah suatu mujizat. Adakalanya orang menafsirkan, bahwa kemenangan 
itu disebabkan oleh kemahiran Muhammad mengatur barisan pemanah di lereng bukit, 
merintangi pasukan berkuda dengan anak panah sehingga mereka tidak dapat maju, 
juga tidak dapat menyergap Muslimin dari belakang. Ini memang benar. Tetapi juga 
tidak salah, bahwa 600 orang Muslimin yang menyerbu jumlah sebanyak lima kali 
lipat itupun, dengan perlengkapan yang juga demikian, motifnya adalah iman, iman 
yang sungguh-sungguh, bahwa mereka dalam kebenaran. 
Inilah yang membawa mujizat kepahlawanan melebihi kepandaian 
pimpinan. Barangsiapa yang telah beriman kepada kebenaran, ia takkan goncang 
oleh kekuatan materi, betapapun besarnya. Semua kekuatan batil yang digabungkan 
sekalipun, takkan dapat menggoyahkan kebulatan tekadnya itu. Dapatkah kita 
menganggap cukup dengan kepandaian pimpinan itu saja, padahal barisan pemanah 
yang oleh Nabi ditempatkan di lereng bukit itu jumlahnya tidak lebih dari 50 
orang? Andaikata sekalipun mereka itu terdiri dari 200 orang atau 300 orang, 
mendapat serbuan dari mereka yang sudah bertekad mati, niscaya mereka tidak akan 
dapat bertahan. Tetapi kekuatan yang terbesar, ialah kekuatan konsepsi, kekuatan 
akidah, kekuatan iman yang sungguh-sungguh akan adanya Kebenaran Tertinggi. 
Kekuatan inilah yang takkan dapat ditaklukkan selama orang masih teguh berpegang 
kepada kebenaran itu. 
Karena itulah, 3000 orang pasukan berkuda Quraisy jadi hancur 
menghadapi serangan 600 orang Muslimin. Dan hampir-hampir pula wanita-wanita 
merekapun akan menjadi tawanan perang yang hina dina. 
Muslimin kini mengejar musuh itu sampai mereka meletakkan 
senjata dimana saja asal jauh dari bekas markas mereka. Kaum Muslimin sekarang 
mulai memperebutkan rampasan perang. Alangkah banyaknya jumlah rampasan perang 
itu! Hal ini membuat mereka lupa mengikuti terus jejak musuh, karena sudah 
mengharapkan kekayaan duniawi. 
Mereka ini ternyata dilihat oleh pasukan pemanah yang oleh 
Rasul diminta jangan meninggalkan tempat di gunung itu, sekalipun mereka melihat 
kawan-kawannya diserang. 
Dengan tak dapat menahan air liur melihat rampasan perang 
itu, kepada satu sama lain mereka berkata: 
"Kenapa kita masih tinggal disini juga dengan tidak ada 
apa-apa. Tuhan telah menghancurkan musuh kita. Mereka, saudara-saudara kita itu, 
sudah merebut markas musuh. Kesanalah juga kita, ikut mengambil rampasan itu." 
Yang seorang lagi tentu menjawab: 
"Bukankah Rasulullah sudah berpesan jangan meninggalkan 
tempat kita ini? Sekalipun kami diserang janganlah kami dibantu." 
Yang pertama berkata lagi: 
"Rasulullah tidak menghendaki kita tinggal disini 
terus-menerus, setelah Tuhan menghancurkan kaum musyrik itu." 
Lalu mereka berselisih. Ketika itu juga tampil Abdullah bin 
Jubair berpidato agar jangan mereka itu melanggar perintah Rasul. Tetapi mereka 
sebahagian besar tidak patuh. Mereka berangkat juga. Yang masih tinggal hanya 
beberapa orang saja, tidak sampai sepuluh orang. Seperti kesibukan Muslimin yang 
lain, mereka yang ikut bergegas itu pun sibuk pula dengan harta rampasan. Pada 
waktu itulah Khalid bin'l-Walid mengambil kesempatan - dia sebagai komandan 
kavaleri Mekah - pasukannya dikerahkan ke tempat pasukan pemanah, dan mereka 
inipun berhasil dikeluarkan dari sana. 
Tindakan ini tidak disadari oleh pihak Muslimin. Mereka 
sangat sibuk untuk memperhatikan soal itu atau soal apapun, karena sedang 
menghadapi harta rampasan perang yang mereka keduk habis-habisan itu, sehingga 
tiada seorangpun yang membiarkan apa saja yang dapat mereka ambil. Sementara 
mereka sedang dalam keadaan serupa itu, tiba-tiba Khalid bin'l-Walid berseru 
sekuat-kuatnya, dan sekaligus pihak Quraisypun mengerti, bahwa ia telah dapat 
membalikkan anak buahnya ke belakang tentara Muslimin. Mereka yang tadinya sudah 
terpukul mundur sekarang kembali lagi maju dan mendera Muslimin dengan pukulan 
maut yang hebat sekali. Di sinilah giliran bencana itu berbalik. Setiap Muslim 
telah melemparkan kembali hasil renggutan yang sudah ada di tangan itu, dan 
kembali pula mereka mencabut pedang hendak bertempur lagi. 
Tetapi sayang, sayang sekali! Barisan sudah centang-perenang, 
persatuan sudah pecah-belah, pahlawan-pahlawan teladan dari kalangan Muslimin 
telah dihantam oleh pihak Quraisy. Mereka yang tadinya berjuang dengan perintah 
Tuhan hendak mempertahankan iman, sekarang berjuang hendak menyelamatkan diri 
dari cengkaman maut, dari lembah kehinaan. Mereka yang tadinya berjuang dengan 
bersatu-padu, sekarang mereka berjuang dengan bercerai-berai. Tak tahu lagi 
haluan hendak kemana. Tadinya mereka berjuang di bawah satu pimpinan yang kuat 
dan teguh, sekarang berjuang tanpa pimpinan lagi. 
Jadi tidak heran, apabila ada seorang Muslim menghantamkan 
pedangnya kepada sesama Muslim dengan tiada disadarinya. 
Dalam pada itu terdengar pula ada suara orang 
berteriak-teriak, bahwa Muhammad sudah terbunuh. Keadaan makin panik, makin 
kacau-balau. Kaum Muslimin jadi berselisih, jadi saling bunuh-membunuh, satu 
sama lain saling hantam-menghantam, dengan tiada mereka sadari lagi karena 
mereka sudah tergopoh-gopoh, sudah kebingungan. Kaum Muslimin telah membunuh 
sesama Muslim, Husail b. Jabir membunuh Abu Hudhaifa karena sudah tidak 
diketahuinya lagi. Yang paling penting bagi setiap Muslim ialah menyelamatkan 
diri; kecuali mereka yang telah mendapat perlindungan Tuhan, seperti Ali b. Abi 
Talib misalnya. 
Akan tetapi begitu Quraisy mendengar Muhammad telah terbunuh, 
seperti banjir mereka terjun mengalir ke jurusan tempat dia tadinya berada. 
Masing-masing ingin supaya dialah yang membunuhnya atau ikut memegang peranan 
didalamnya, suatu hal yang akan dibanggakan oleh generasi kemudian. Ketika 
itulah Muslimin yang dekat sekali dengan Nabi bertindak mengelilinginya, menjaga 
dan melindunginya. Iman mereka telah tergugah kembali memenuhi jiwa, mereka 
kembali mendambakan mati, dan hidup duniawi ini dirasanya sudah tak ada arti 
lagi. Iman mereka makin besar, keberanian mereka makin bertambah bilamana mereka 
melihat batu yang dilemparkan Quraisy itu telah mengenai diri Nabi. Gigi 
gerahamnya yang setelah terkena, wajahnya pecah-pecah dan bibirnya luka-luka. 
Dua keping lingkaran rantai topi besi yang menutupi wajahnya, telah menusuk pula 
menembusi pipinya. Batu-batu yang menimpanya itu dilemparkan oleh 'Utba b. Abi 
Waqqash. 
Sekarang Rasul dapat menguasai diri. Ia berJalan sambil 
dikelilingi oleh sahabat-sahabat. Tetapi tiba-tiba ia terperosok kedalam sebuah 
lubang yang sengaja digali oleh Abu 'Amir guna menjerumuskan kaum Muslimin. 
Cepat-cepat Ali b. Abi Talib menghampirinya, dipegangnya tangannya, dan Talha 
bin 'Ubaidillah mengangkatnya hingga ia berdiri kembali. Ia meneruskan 
perjalanan dengan sahabat-sahabatnya itu, terus mendaki Gunung Uhud, dan dengan 
demikian dapat menyelamatkan diri dari kejaran musuh. 
Pada waktu itu juga Muslimin berkumpul di sekitar mereka. 
Dalam membela Rasul dan menjaga keselamatannya, mereka bersedia mati. Hari itu 
menjelang tengah hari, Umm 'Umara6 seorang wanita Anshar, berangkat pula membawa 
air berkeliling dengan membagi-bagikan air itu kepada Muslimin yang sedang 
berjuang itu. Setelah melihat Muslimin terpukul mundur, dilemparkannya tempat 
air itu dan dengan menghunus pedang wanita itu terjun pula ikut bertempur, Ikut 
melindungi Muhammad dengan pedang dan dengan melepaskan anak panah, sehingga 
karenanya dia sendiri mengalami luka-luka. Sementara Abu Dujana membuat dirinya 
sebagai perisai melindungi Rasulullah, dengan membungkukkan punggungnya, 
sehingga lemparan anak panah musuh mengenai dirinya. Sedang disamping Muhammad 
Sa'd b. Abi Waqqash melepaskan pula panahnya dan Muhammad memberikan anak panah 
itu seraya berkata: "Lepaskan (anak panah itu). Kupertaruhkan ibu-bapaku 
untukmu."7 
Sebelum itu Muhammad melepaskan sendiri anak panahnya, 
sampai-sampai ujung busurnya itu patah. 
Adapun mereka yang mengira Muhammad telah tewas termasuk 
diantara mereka itu Abu Bakr dan Umar pergi ke arah gunung dan mereka ini sudah 
pasrah. Hal ini diketahui oleh Anas bin'n-Nadzr yang lalu berkata kepada mereka: 
"Kenapa kamu duduk-duduk di sini?" 
"Rasulullah sudah terbunuh," jawab mereka. 
"Perlu apa lagi kita hidup sesudah itu? Bangunlah! Dan 
biarlah kita juga mati untuk tujuan yang sama." 
Kemudian ia maju menghadapi musuh. Ia bertempur mati-matian, 
bertempur tiada taranya. Akhimya ia baru menemui ajalnya setelah mengalami 
tujuhpuluh pukulan musuh, sehingga ketika itu orang tidak dapat lagi 
mengenalnya, kalau tidak karena saudara perempuannya yang datang dan dapat 
mengenal dia dari ujung jarinya. 
Karena sudah percaya sekali akan kematian Muhammad, bukan 
main girangnya pihak Quraisy waktu itu, Abu Sufyanpun sibuk pula mencarinya di 
tengah-tengah para korban. Soalnya ialah mereka yang telah menjaga keselamatan 
Rasulullah tidak membantah berita kematiannya itu, sebab memang diperintahkan 
demikian oleh Rasul, dengan maksud supaya pihak Quraisy jangan sampai 
memperbanyak lagi jumlah pasukannya yang berarti akan memberikan kemenangan 
kepada mereka. 
Akan tetapi tatkala Ka'b bin Malik datang mendekati Abu 
Dujana dan anak buahnya, ia segera mengenal Muhammad waktu dilihatnya sinar 
matanya yang berkilau dan balik topi besi penutup mukanya itu. Ia 
memanggil-manggil dengan suara yang sekeras-kerasnya: 
"Saudara-saudara kaum Muslimin! Selamat, selamat! Ini 
Rasulullah!" 
Ketika itu Nabi memberi isyarat kepadanya supaya diam. Tetapi 
begitu Muslimin mengetahui hal itu, Nabi segera mereka angkat dan iapun berjalan 
pula bersama mereka ke arah celah bukit didampingi oleh Abu Bakr, Umar, Ali b. 
Abi Talib, Zubair bin'l-'Awwam dan yang lain. Teriakan Ka'b itu pada pihak 
Quraisy juga ada pengaruhnya. Memang benar, bahwa sebahagian besar mereka tidak 
mempercayai teriakan itu, sebab menurut anggapan mereka itu hanya untuk 
memperkuat semangat kaum Muslimin saja. Tetapi dari mereka itu ada juga yang 
lalu segera pergi mengikuti Muhammad dan rombongannya itu dari belakang. Ubayy 
b. Khalaf kemudian dapat menyusul mereka, dan lalu bertanya: 
"Mana Muhammad?! Aku tidak akan selamat kalau dia yang masih 
selamat," katanya. 
Waktu itu juga oleh Rasul ia ditetaknya dengan tombak Harith 
bin'sh-Shimma demikian rupa, sehingga ia terhuyung-huyung diatas kudanya dan 
kembali pulang untuk kemudian mati di tengah jalan. 
Sesampainya Muslimin di ujung bukit itu, Ali pergi lagi 
mengisi air ke dalam perisai kulitnya. Darah yang di wajah Muhammad dibasuhnya 
serta menyirami kepalanya dengan air. Dua keping pecahan rantai besi penutup 
muka yangmenembus wajah Rasul itu oleh Abu 'Ubaida bin'l-Jarrah dicabut sampai 
dua buah gigi serinya tanggal. 
Selama mereka dalam keadaan itu tiba-tiba Khalid bin'l-Walid 
dengan pasukan berkudanya sudah berada di atas bukit. Tetapi Umar bin'l-Khattab 
dengan beberapa orang sahabat Rasul segera menyerang dan berhasil mengusir 
mereka. Sementara itu orang-orang Islam sudah makin tinggi mendaki gunung. 
Tetapi keadaan mereka sudah begitu payah, begitu letih tampaknya, sampai-sampai 
Nabi melakukan salat lohor sambil duduk - juga karena luka-luka yang 
dideritanya, - demikian juga kaum Muslimin yang lain melakukan salat makmum di 
belakangnya, sambil duduk pula. 
Sebaliknya pihak Quraisy dengan kemenangannya itu mereka 
sudah girang sekali. Terhadap peristiwa perang Badr mereka merasa sudah 
sungguh-sungguh dapat membalas dendam. Seperti kata Abu Sufyan: "Yang sekarang 
ini untuk peristiwa perang Badr. Sampai jumpa lagi tahun depan!" 
Tetapi isterinya, Hindun bint 'Utba tidak cukup hanya dengan 
kemenangan, dan tidak cukup hanya dengan tewasnya Hamzah b. Abd'l-Muttalib, 
malah bersama-sama dengan warõita wanita lain dalam rombongannya itu ia pergi 
lagi hendak menganiaya mayat-mayat Muslimin; mereka memotongi telinga-telinga 
dan hidung-hidung mayat itu, yang oleh Hindun lalu dipakainya sebagai kalung dan 
anting-anting. Kemudian diteruskannya lagi, dibedahnya perut Hamzah, 
dikeluarkannya jantungnya, lalu dikunyahnya dengan giginya; tapi ia tak dapat 
menelannya. Begitu kejinya perbuatannya itu, begitu juga perbuatan wanita-wanita 
anggota rombongannya, bankan kaum prianyapun turut pula melakukan kejahatan 
serupa itu, sehingga Abu Sufyan sendiri menyatakan lepas tangan dari perbuatan 
itu. Ia menyatakan, bahwa dia samasekali tidak memerintahkan orang berbuat 
serupa itu, sekalipun dia sudah terlibat di dalamnya. Bahkan ia pernah berkata, 
yang ditujukan kepada salah seorang Islam. "Mayat-mayatmu telah mengalami 
penganiayaan. Tapi aku sungguh tidak senang, juga tidak benci; aku tidak 
melarang, juga tidak memerintahkan." 
Selesai menguburkan mayat-mayatnya sendiri. Quraisypun pergi. 
Sekarang kaum Muslimin kembali ke garis depan guna menguburkan mayat-mayatnya 
pula. Kemudian Muhammad pergi hendak mencari Hamzah, pamannya. Bilamana kemudian 
ia melihatnya sudah dianiaya dan perutnya sudah dibedah, ia merasa sangat sedih 
sekali, sehingga ia berkata:
"Takkan pernah ada orang mengalami malapetaka seperti kau 
ini. Belum pernah aku menyaksikan suatu peristiwa yang begitu menimbulkan 
amarahku seperti kejadian ini." Lalu katanya lagi: "Demi Allah, kalau pada suatu 
ketika Tuhan memberikan kemenangan kepada kami melawan mereka, niscaya akan 
kuaniaya mereka dengan cara yang belum pernah dilakukan oleh orang Arab." 
Dalam kejadian inilah firman Tuhan turun. 
"Dan kalau kamu mengadakan pembalasan, balaslah seperti yang 
mereka lakukan terhadap kamu. Tetapi kalau kamu tabah hati, itulah yang paling 
baik bagi mereka yang berhati tabah (sabar). Dan hendaklah kau tabahkan hatimu, 
dan ketabahan hatimu itu hanyalah dengan berpegang kepada Tuhan. Jangan pula 
engkau bersedih hati terhadap mereka, jangan engkau bersesak dada menghadapi apa 
yang mereka rencanakan itu." (Qur'an, 16: 126 - 127) 
Lalu Rasulullah memaafkan mereka, ditabahkannya hatinya dan 
ia melarang orang melakukan penganiayaan. Diselubunginya jenazah Hamzah itu 
dengan mantelnya lalu disembahyangkannya. Ketika itu Shafia bt Abd'l-Muttailb - 
saudara perempuannya - juga datang. Ditatapnya saudaranya itu, lalu ia pun 
menyembahyangkannya dan mendoakan pengampunan baginya. 
Nabi memerintahkan supaya korban-korban itu dikuburkan di 
tempat mereka menemui ajalnya dan Hamzah juga dikuburkan. Sesudah itu kaum 
Muslimin berangkat pulang ke Medinah, dibawah pimpinan Muhammad, dengan 
meninggalkan 70 orang korban. Kepedihan terasa sekali melecut hati mereka; 
karena kehancuran yang mereka alami setelah mendapat kemenangan, karena rasa 
hina serta rendah diri yang menimpa mereka, setelah mendapat sukses yang 
gilang-gemilang. Semua kejadian itu ialah karena pasukan pemanah sudah melanggar 
perintah Nabi. Muslimin sudah terlalu sibuk mengurus rampasan perang dari pihak 
musuh. 
Nabi memasuki rumahnya dengan penuh pikiran. Orang-orang 
Yahudi, orang-orang munafik dan musyrik di Yathrib memperlihatkan perasaan 
gembira yang luarbiasa melihat kehancuran yang dialaminya dan dialami 
sahabat-sahabatnya itu. Kewibawaan Muslimin di Medinah yang sudah mulai stabil, 
dan tak ada lagi pihak yang merongrongnya, sekarang sudah hampir pula goncang 
dan goyah. 
Abdullah b. Ubayy b. Salul sudah berbalik dari rombongan itu, 
ia pulang kembali dari Uhud, tidak ikut serta dalam pertempuran, dengan alasan 
bahwa karena Muhammad tidak mau menerima pendapatnya, atau karena Muhammad marah 
kepada orang-orang Yahudi anak buahnya. Sekiranya kekalahan Uhud itu merupakan 
keputusan terakhir dalam hubungannya antara Muslimin dengan Quraisy yang akan 
menentukan kedudukan Muhammad dan sahabat-sahabatnya di kalangan Arab, tentu 
kewibawaan mereka di Yathrib akan goyah dan akan menjadi sasaran ejekan Quraisy. 
Di mana-mana di seluruh jazirah Arab akan disebarkan pula cemoohan-cemoohan 
demikian itu. Sekiranya ini jugalah yang terjadi tentu akibatnya akan memberikan 
keberanian kepada orang-orang musyrik dan penyembah-penyembah berhala terhadap 
agama Allah. Maka ini berarti suatu bencana besar. 
Oleh karena itu harus ada pukulan yang benar-benar berani, 
yang akan dapat mengurangi beban kekalahan selama di Uhud, akan mengembalikan 
kekuatan moril Muslimin dan sekaligus dapat menimbulkan kegentaran pada pihak 
Yahudi dan orang-orang munafik. Dengan demikian kewibawaan Muhammad dan 
sahabat-sahabatnya di Yathrib akan kembali kuat seperti sediakala. 
Keesokan harinya setelah peristiwa Uhud - yang terjadi pada 
malam 16 Syawal (tahun ke 5 Hijrah) - salah seorang muazzin Nabi berseru kepada 
Muslimin dan mengerahkan mereka supaya bersiap-siap menghadapi musuh dan 
mengadakan pengejaran. Tetapi yang dimintanya hanya mereka yang pernah turut 
dalam peperangan itu. Setelah kaum Muslimin berangkat, pihak Abu Sufyan merasa 
ketakutan sekali, bahwa musuhnya yang dari Medinah itu sekarang datang dengan 
bantuan baru. Tidak berani ia menghadapi mereka. 
Sementara itu Muhammad pun sudah sampai pula di Hamra' 
'l-Asad.8 Sedang Abu Sufyan dan teman-temannya berada di Rauha'. Waktu itu 
Ma'bad al-Khuza'i lewat dan sebelumnya ia sudah pula lewat di tempat Muhammad 
dan rombongannya itu. Ia ditanya oleh Abu Sufyan tentang keadaan mereka itu, 
yang oleh Ma'bad - ketika itu ia masih dalam syirik -dijawab: 
"Muhammad dan sahabat-sahabatnya sudah berangkat mau mencari 
kamu, dalam jumlah yang belum pernah kulihat semacam itu. Orang-orang yang 
dulunya tidak ikut, sekarang mereka menggabungkan diri dengan dia. Mereka semua 
terdiri dari orang-orang yang sangat geram kepadamu, orang-orang yang hendak 
membalas dendam." 
Akan terpikir juga oleh Abu Sufyan bagaimana pula nanti 
akibatnya apabila ia lari dari Muhammad dan tidak sampai memghadapinya sesudah 
ia pernah mendapat kemenangan?! Bukankah Quraisy nanti akan dicemooh oleh 
orang-orang Arab seperti yang pernah diinginkannya akan terjadi demikian 
terhadap Muhammad dan sahabat-sahabatnya?! Baiklah, misalnya ia kembali 
menghadapi Muhammad lalu ia dikalahkan oleh Muslimin, bukanlah itu berarti bahwa 
bagi Quraisy sudah tamat riwayatnya dan tidak akan pernah bangun kembali!? Lalu 
dicarinya suatu helat, diusutnya sebuah kafilah dari suku Abd'l-Qais pergi ke 
Medinah dengan memberitahukan kepada Muhammad bahwa ia (Abu Sufyan) sudah 
memutuskan akan berangkat menyerbu, dia dan sahabat-sahabatnya akan digempur dan 
dikikis habis sampai ke sisa-sisanya. Setelah oleh rombongan pesan itu 
disampaikan kepada Muhammad di Hamra' 'l-Asad, sedikitpun semangat dan 
ketabahannya tidak goyah. Bahkan sepanjang malam selama tiga hari itu 
terus-menerus ia memasang api unggun, sekalian mau menunjukkan kepada Quraisy 
bahwa ia tetap siap-siaga dan menunggu kedatangan mereka. Akhirnya semangat Abu 
Sufyan dan orang-orang Quraisy jadi buyar sendiri. Mereka lebih suka bertahan 
dengan kemenangan di Uhud itu. Kemudian merekapun kembali pulang menuju arah ke 
Mekah. 
Muhammad juga lalu kembali ke Medinah. Sudah banyak posisi 
yang dapat diambil kembali setelah tadinya mengalami kegoyahan akibat peristiwa 
Uhud itu, meskipun kaum munafik mulai pula mengangkat kepala menertawakan kaum 
Muslimin sambil menanyakan: Kalau peristiwa Badr itu merupakan pertanda dari 
Tuhan atas kerasulan Muhammad, maka dengan peristiwa Uhud itu apa pula konon 
pertandanya dan apa yang akan jadi alamatnya??! 
1 Uhud, sebuah gunung, terletak sebelah utara Medinah (A). 
2 Ahabisy ialah suatu gabungan kabilah-kabilah dan suku-suku 
kecil, dengan al-Harith b. 'Abd Manaf b. Kinana sebagai pemukanya. Hubungan 
mereka dekat sekali dengan Quraisy (A). 
3 Juhfa sebuah tempat sepanjang jalan Medinah-Mekah, tiga 
atau empat hari perjaianan dari Mekah; juga merupakan tempat pertemuan 
orang-orang Mesir dan Syam. 
4 Sebuah kabilah dari Ta'if (A).       
5 Syaikhan nama sebuah tempat; pada masa Jahiliah konon di 
tempat itu terdapat dua buah kubu untuk dua orang tua yang buta, pria dan 
wanita, yang sedang bercakap-cakap. Maka tempat itu dinamai asy-Syaikhan 
(harfiah berarti dua orang tua). 
6 Namanya Nasiba, isteri Zaid b. 'Ashim (A). 7 Diucapkan 
sebagai tanda cinta dan mendoakan kebaikan kepadanya (A). 8 Sebuah tempat sejauh 
8 mil dari Medinah. 
Sumber: Sejarah Hidup Muhammad oleh Dr. Mohammad Hussein Haekal 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar