Minggu, 16 Desember 2012

Menjelang Kematian


Firman Allah SWT:

كُلُّ نَفْسٍ ذَآئِقَةُ ٱلْمَوْتِ ثُمَّ إِلَيْنَا تُرْجَعُونَ
“Tiap-tiap yang bernyawa pasti akan merasakan mati. Kemudian hanyalah kepada Kami kamu dikembalikan”. (QS. Al Ankabuut:57)


Kesunyian malam ini benar-benar mencekam. Hembusan hawa dinginnya bagaikan dinginnya hujan es yang jatuh dari langit. Senandung udara malam dirasakan sangat menusuk  tulang  seorang  pengembara dari negeri syam. Ingin sekali ia merintih, tetapi malam ini begitu sunyi. Tidak ada sanak ataupun saudara di sekelilingnya, bahkan seekor binatang malampun tidak terdengar lolongannya. Kemana lagi ia merintih dikesendirian malam ini.

Sakit ini sudah lama sekali dirasakannya. Tetapi malam ini rasanya tidak seperti biasanya. Sakitnya dirasakan semakin parah. Kemudian si pengembara itu melantunkan sebuah syair dikeheningan malam itu, “ Manusia tidak lebih dari seonggok daging. mati, tidak bernyawa, dan dapat membusuk. Hanya karena kehendak Allah-lah ia bisa hidup dan berjalan dimuka bumi ini. Tetapi kebanyakan manusia tidak sadar akan dirinya sendiri, manusia berjalan dengan sombongnya dimuka bumi ini, ia berbuat kerusakan, ia berbuat aniaya, dan ia tetap tidak sadar siapakah dirinya itu. Tidakkah ia ingat bahwa dia sebenarnya hanyalah seonggok daging yang dapat membusuk ?. Yang tidak mempunyai arti apa-apa didunia ini. Manusia itu baru akan sadar jika ia sudah berada ditempat yang jauh dari sanak-saudara, jauh dari teman, jauh dari peradaban manusia. Disuatu tempat yang sepi, hanya terdapat dia yang sedang sekarat dan Penciptanya, lalu ia menyongsong maut dengan kesunyian yang mencekam … Aduhai, betapa menyesalnya aku ……”.

Setelah melantunkan syair itu, sipengembara lalu pingsan, pingsan dalam keadaan hampir mati. Beberapa saat kemudian diantara sadar dan tidak, dengan derita sakaratul maut yang berat, datanglah sekelompok setan yang datang menyerupai manusia. Setan itu berkata, “Wahai manusia, berbahagialah engkau dihari ini, aku membawakanmu hidangan yang lezat dan minuman yang sangat segar yang dapat menghilangkan rasa sakitmu. Karena itu ikutlah kamu denganku …..”.

Setan itu terus saja melantunkan lagu-lagu dengan lembutnya, hingga dirasakan sangat mempengaruhi jiwa sang pengembara. Dilihatnya setan itu dengan membawa air yang sangat menyejukkan dan makanan yang sangat enak, ingin sekali ia meraihnya dan ingin sekali ia memakannya.

Disaat-saat yang mencekam ini, datanglah gurunya yang telah lama tiada. Dengan berjubah putih-putih, gurunya itu datang kehadapannya dengan senyuman yang menyejukkan, “Wahai muridku, tidakkah engkau ingat dengan ajaranku. Disaat-saat sakaratul maut yang sangat berat, jangan sekali-kali engkau memilih untuk menyenangkan nafsumu saja. Janganlah engkau memilih memakan makanan yang diberikan setan itu dan janganlah pula engkau meminumnya, walaupun engkau sangat membutuhkannya. Tidakkah engkau ingat dengan puasa yang sering engkau lakukan …, tidakkah engkau ingat dengan kepayahanmu tiap malam untuk mengerjakan sholat tahajjud …, dan tidakkah engkau ingat bahwa Neraka itu dikelilingi dengan segala sesuatu yang menyenangkan nafsu ?. Apakah disaat engkau akan menjemput ajal, engkau melupakan segalanya ?. Ingatlah, setan-setan itu tidak akan pernah suka, seorang manusia mati dengan mendapat keridloan dari Allah SWT. Ingatlah pula, segala kenikmatan yang dipamerkan menjelang ajal adalah dari setan. Jika engkau meminum minuman itu dan memakan makanannya, maka berarti engkau akan menjadi pengikutnya, dan akan mendiami Neraka bersamanya. Ingatlah muridku, janganlah engkau hapus amal ibadahmu disaat-saat engkau sangat membutuhkan pertolongaNya, janganlah engkau terperdaya oleh setan yang sesat lagi menyesatkan. Hati-hatilah engkau dengan musuhmu yang telah nyata ”.

Sang pengembara menjadi ragu-ragu. Disaat-saat yang dirasakannya sangat berat, ia merasa sangat dahaga, yang belum pernah ia merasakan sedahaga ini. Tenggorokannya dirasakan sangat kering, kering yang sangat membutuhkan kesejukan. Dan kesejukan itu sudah berada dihadapannya. Tetapi mengapa gurunya melarangnya untuk mengambil kesejukan itu ?. Hatinya sangat bimbang, dan seluruh tubuhnya dirasakan sangat sakit.

Di saat-saat seperti ini ia ingat akan dosa-dosanya yang menumpuk tidak karuan. Banyak sekali manusia yang ia zholimi dan ia juga teringat akan dosa-dosanya terhadap Penciptanya yang telah memberikan banyak rizki kepadanya. Ia merasa sangat takut. Takut sekali, tidak pernah ia merasa setakut ini. Tetapi tiba-tiba ia teringat akan silaturahim yang ia lakukan. Ia bersilaturrahim dengan semua orang yang ia zholimi dan meminta maaf terhadap semua kesalahannya. Hal ini sedikit menenangkan hatinya.

Sang pengembara menangis tersedu-sedu, jika mengingat semua dosa yang dilakukannya selama ia hidup didunia ini. Ia merasa malu sekali, sebagai seorang hamba yang telah diberiNya banyak kenikmatan, tetapi ia malah seringkali mengingkarinya. Ia merasa sangat bersalah terhadap Penciptanya. Dan ia sangat takut jika Allah murka kepadanya.

Bibirnya yang terasa sangat kelu dipaksakannya untuk mengucapkan permohonan ampunan terhadap Penciptanya yang Maha Pengampun. Kalimat-kalimat istighfar diucapkannya dengan sungguh-sungguh, dengan meneteskan air mata. Ia sangat berharap agar Allah sudi mengampuni segala dosa-dosa yang telah ia lakukan.

Rindunya terhadap Allah yang telah mengaugerahinya banyak kenikmatan mulai tumbuh. Ia rindu sekali untuk segera bertemu denganNya. Rahmat dan keridloanNya amat dibutuhkan disaat-saat sekarang ini. Hatinya menjerit, “Ya Allah ampunilah aku dan jemputlah aku dengan keridloanMu. Ya Allah, hanya Engkaulah Tuhanku, Tolonglah aku disaat-saat seperti ini dan jangan tinggalkan aku ditengah-tengah kesusahan ini …………..”.

Lalu Malaikat Maut mendatanginya dengan muka yang sangat menyeramkan, dari jurusan mulutnya untuk mengambil nyawanya. Tetapi ketika nyawa sang pengembara itu akan dicabut, dilihatnya dari mulutnya terdapat bekas-bekas dzikir yang sering diucapkannya ketika masih hidup. Kemudian Malaikat maut berpindah ke jurusan telinganya, dan ketika nyawanya akan dicabut, dilihatnya bekas-bekas pendengaran yang sering digunakan untuk mendengarkan ayat suci Al Qur’an. Malaikat itu tidak jadi mencabut nyawanya dan kembali ke langit melaporkan kejadian itu.

Kemudian Allah memerintahkan Malaikat maut untuk kembali mengambil nyawa sang pengembara itu, dengan rahmat dan keridloanNya. Dengan rahmat Allah, Malaikat maut itu mencabut nyawa sang pengembara dengan lembutnya, dengan mendatangkan kebahagian dan senyuman sang pengembara yang tubuhnya telah kaku menjadi mayat …..
-----------------------
Silahkan membaca juga: http://tausyiahaditya.blogspot.com/2012/04/tiap-tiap-yang-berjiwa-akan-merasakan.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar