Muslimin
berangkat ke Mekah, Quraisy menyingkir dari Mekah,
Muslimin di depan Ka'bah, Bertawaf
di Ka'bah, Tiga hari di Mekah, Perkawinan Nabi dengan Maimunah, Muslimin ke Medinah, Islamnya Khalid
bin'l-Walid, Islamnya 'Amr bin'l-Ash dan 'Uthman b.
Talha, Catatan kaki
SETELAH berjalan setahun sejak berlakunya isi perjanjian
Hudaibiya Muhammad dan sahabat-sahabatnya sudah bebas dapat melaksanakan isi
perjanjian dengan pihak Quraisy itu guna memasuki Mekah dan berziarah ke Ka'bah.
Atas dasar itu Muhammad lalu memanggil orang agar bersiap-siap untuk berangkat
melakukan 'umrat'l-qadza, (umrah pengganti) yang sebelum itu telah teralang.
Dengan mudah orang sudah dapat memperkirakan betapa kaum
Muslimin menyambut panggilan itu. Ada diantara mereka kaum Muhajirin yang sudah
tujuh tahun meninggalkan Mekah, kaum Anshar yang sudah memang punya hubungan
dagang dengan Mekah dan sudah rindu sekali hendak berziarah ke Ka'bah. Oleh
karenanya anggota rombongan itu telah bertambah sampai duaribu orang dari 1400
orang pada tahun yang lalu. Sesuai dengan isi perjanjian Hudaibiya tidak seorang
pun dari mereka dibolehkan membawa senjata selain pedang tersarung. Tetapi
Muhammad masih selalu kuatir akan adanya pengkhianatan. Seratus orang pasukan
berkuda di bawah komando Muhammad bin Maslama disiapkan berangkat lebih dulu
dengan ketentuan jangan melampaui Mekah, dan bila sampai di Marr'z-Zahran supaya
mereka menyusur ke sebuah wadi tidak jauh dari sana.
Ternak kurban itu digiring oleh kaum Muslimin didepan mereka,
terdiri dari enampuluh ekor unta, didahului oleh Muhammad diatas untanya sendiri
al-Qashwa'. Mereka berangkat dari Medinah dengan hati yang damba hendak memasuki
Umm'l-Qura (Mekah) dan bertawaf di Baitullah. Setiap Muhajirin menunggu ingin
melihat daerah tempat ia dilahirkan, ingin melihat rumah tempat ia dibesarkan,
teman-teman yang ditinggalkan. Ia ingin menghirup udara harum tanah airnya yang
suci itu, dengan penuh rasa hormat dan syahdu' ingin menyentuh bumi daerah suci
dan kudus yang penuh berkah itu, yang telah melahirkan Rasul, dan tempat wahyu
pertama kali diturunkan.
Orang akan dapat membayangkan suasana kemeriahan yang baru
satu-satunya terjadi itu, yang bergerak karena di dorong oleh rasa iman, terbawa
oleh Rumah yang oleh Allah dijadikan tempat manusia berkumpul dan tempat yang
aman. Dengan mata hatinya orang akan melihat betapa besarnya rasa kegembiraan
mereka itu. Orang-orang yang sudah pernah dirintangi hendak menunaikan kewajiban
suci itu berangkat dengan penuh kegembiraan, akan memasuki Mekah dalam keadaan
aman, dengan bercukur kepala atau bergunting tanpa merasa takut lagi.
Bilamana Quraisy sudah mengetahui kedatangan Muhammad dan
sahabat-sahabatnya, mereka segera keluar dari Mekah, sesuai dengan bunyi
persetujuan Hudaibiya. Mereka pergi kebukit-bukit berdekatan dan di tempat itu
mereka memasang kemah dan yang lain ada pula yang berteduh di bawah-bawah pohon.
Dari atas bukit Abu Qubais dan dari atas Hira, atau dari semua tempat ketinggian
yang dapat melihat ke Mekah, orang-orang Mekah itu menjenguk, dengan mata ingin
tahu, ingin melihat orang yang dengan kawan-kawannya itu dulu terusir, ketika
mereka kini datang memasuki Rumah Suci, tanpa ada lagi pihak yang mengalangi.
Sekarang kaum Muslimin sudah mulai menyusur dari arah utara
Mekah. Abdullah b. Rawaha ketika itu memegang tali keluan al-Qashwa' sedang
sahabat-sahabat besar lainnya berada di sekeliling Nabi 'alaihissalam. Barisan
yang berjalan di belakang mereka itu terdiri dari orang-orang yang berjalan kaki
dan yang duduk di atas unta. Begitu Rumah Suci itu terlihat dihadapan mereka
serentak kaum Muslimin itu semua bergema dalam satu suara berseru: Labbaika,
labbaika! dengan hati dan jiwa tertuju semata kepada Allah Yang Maha Agung,
berkeliling dalam satu lingkaran dengan penuh harap dan hormat kepada Rasul yang
telah diutus Allah dengan membawa petunjuk dan agama yang benar, yang akan
mengatasi semua agama. Sebenarnya ini adalah suatu pemandangan yang sungguh unik
dalam sejarah, yang dapat menggetarkan segenap penjuru tempat itu, dan yang
telah dapat menawan hati orang musyrik ke dalam Islam, betapa pun kerasnya
mereka bertahan pada paganisma.
Pada pemandangan yang unik itulah mata penduduk Mekah
tertaut. Sementara suara yang keluar dari kalbu menggema: Labbaika, labbaika!
tetap menembus telinga dan menggetarkan jantung mereka.
Sesampainya Rasul di mesjid ia menyelubungkan dan
menyandangkan kain jubahnya di badan dengan membiarkan lengan kanan terbuka
sambil mengucapkan: "Allahuma irham imra'an arahum al-yauma min nafsihi
quwatan." ("Ya Allah, berikanlah rahmat kepada orang, yang hari ini telah
memperlihatkan kemampuan dirinya.")
Kemudian ia menyentuh sudut hajar aswad (batu hitam) dan
berlari-lari kecil, yang diikuti oleh sahabat-sahabat, juga dengan berlari-lari.
Setelah menyentuh ar-rukn'l-yamani (sudut selatan) ia berjalan biasa sampai
menyentuh hajar aswad, lalu berlari-lari lagi berkeliling sampai tiga kali dan
selebihnya dengan berjalan biasa. Setiap ia berlari kedua ribu kaum Muslimin itu
juga ikut berlari-lari, dan setiap ia berjalan mereka pun ikut pula berjalan.
Dalam pada itu pihak Quraisy menyaksikan semua itu dari atas bukit Abu Qubais.
Pemandangan ini sangat mempesonakan mereka. Tadinya orang bicara tentang
Muhammad dan sahabat-sahabatnya itu, bahwa mereka sedang berada dalam kesulitan,
dalam keadaan susah payah. Tetapi apa yang mereka lihat sekarang ternyata
menghapus segala anggapan tentang kelemahan Muhammad dan sahabat-sahabatnya itu.
Karena bersemangatnya dalam saat seperti itu, Abdullah b.
Rawaha bermaksud hendak melontarkan kata-kata yang berisi teriakan perang ke
muka Quraisy. Tetapi segera dilarang oleh Umar, dan Rasul juga berkata
kepadanya: "Sabarlah, Ibn Rawaha; atau ucapkan sajalah: La ilaha illa Allah
wahdah, wanashara abdah wa'a'azza jundah, wakhadhala'l-ah-zaba wahdah." ("Tiada
tuhan selain Allah Yang Tunggal, Yang telah menolong hambaNya, memperkuat
tentaraNya dan menghancurkan Sendiri musuh yang bersekutu.")
Abdullah ibn Rawaha kemudian mengucapkan pula dengan suara
keras yang kemudian disambut oleh kaum Muslimin. Suara itu bersahut-sahutan dan
berkumandang ke tepi-tepi wadi dengan dahsyat sekali, kedahsyatannya membubung
dan menyusup ke dalam jantung orang-orang yang sedang berada di atas
gunung-gunung sekitar tempat itu.
Selesai kaum Muslimin bertawaf di Ka'bah, Muhammad berpindah
memimpin mereka ke bukit Shafa dan Marwa yang di lalui dari atas kendaraannya
sebanyak tujuh kali, seperti halnya orang Arab dahulu. Kemudian ternak kurban
itu disembelih dan dia bercukur. Dengan demikian selesailah sudah ibadah umrah
itu dikerjakan.
Keesokan harinya Muhammad memasuki Ka'bah dan tinggal disana
sampai waktu sembahyang lohor. Pada waktu itu berhala-berhala masih banyak
memenuhi tempat itu. Tetapi meskipun begitu Bilal naik juga ke atap Ka'bah lalu
menyerukan adhan untuk bersembahyang lohor di tempat tersebut. Kemudian Nabi
bersembahyang dengan bertindak sebagai imam, atas duaribu kaum Muslimin di Rumah
Suci itu. Selama tujuh tahun sebelumnya mereka teralang melakukan salat menurut
pimpinan Islam di tempat itu.
Kaum Muslimin tinggal selama tiga hari di Mekah seperti sudah
di tentukan dalam Perjanjian Hudaibiya, sesudah kota itu dikosongkan dari
penduduk. Selama tinggal di situ kaum Muslimin tidak mengalami sesuatu gangguan.
Kalangan Muhajirin menggunakan kesempatan menengok rumah-rumah mereka dan
mengajak pula sahabat-sahabatnya dari pihak Anshar turut menengoknya. Seolah
mereka semua penduduk kota yang aman itu. Mereka semua bertindak menurut
tuntunan Islam, setiap hari menjalankan kewajiban kepada Tuhan dengan melakukan
salat dan samasekali menghilangkan sikap tinggi diri, yang kuat membimbing yang
lemah, yang kaya membantu yang miskin. Nabi sendiri di tengah-tengah mereka
sebagai seorang ayah yang penuh cinta dan dicintai. Yang seorang di ajaknya
tertawa, yang lain di ajaknya bergurau.
Tetapi semua yang dikatakannya selalu yang sebenarnya.
Dalam pada itu orang-orang Quraisy dan penduduk Mekah
lainnya, dari tempat-tempat mereka di lereng-lereng bukit menyaksikan sendiri
pemandangan yang luarbiasa dalam sejarah itu. Mereka melihat orang-orang dengan
akhlak yang demikian rupa - tidak minum minuman keras, tidak melakukan perbuatan
maksiat, tidak mudah tergoda oleh makanan dan minuman. Kehidupan duniawi tidak
sampai mempengaruhi mereka. Mereka tidak melanggar apa yang dilarang, mereka
menjalankan apa yang diperintahkan Tuhan. Alangkah besarnya pengaruh yang
ditinggalkan oleh pemandangan demikian itu, yang sebenarnya telah mengangkat
martabat umat manusia ke tingkat yang paling tinggi!
Tidak terlalu sulit orang akan menilai kiranya bila sudah
mengetahui, bahwa beberapa bulan kemudian Muhammad telah kembali lagi dan dapat
membebaskan Mekah dengan kekuatan sebanyak 10.000 orang Muslimin.
***
Umm'l-Fadzl isteri Abbas b. Abd'l-Muttalib paman Nabi, telah
mewakili Maimunah saudaranya ketika perkawinannya dilangsungkan. Maimunah ketika
itu berusia duapuluh enam tahun, dan dia adalah bibi Khalid bin'l-Walid dari
pihak ibu. Umm'l-Fadzl meminta Abbas suaminya bertindak mewakilinya dalam
mengawinkan saudaranya itu. Maimunah sendiri setelah melihat keadaan umat Islam
dalam 'umrat'l-qadza' hatinya tertarik sekali kepada Islam. Kemudian datang
Abbas yang meminang kemenakannya itu agar ia sudi mengawini Maimunah. Tawaran
ini diterima oleh Muhammad dan diberinya mas kawin sebesar 400 dirham.
Waktu tiga hari yang sudah ditentukan menurut Perjanjian
Hudaibiya telah berakhir. Akan tetapi dengan perkawinannya dengan Maimunah itu
Muhammad ingin memperpanjang waktunya supaya didapat jalan lebih baik dalam
mengadakan saling pengertian dengan pihak Quraisy.
Akan tetapi pada waktu itu juga dari pihak Quraisy Suhail b.
'Amr dan Huwaitib b. 'Abd'l 'Uzza datang kepada Muhammad dengan mengatakan:
"Waktumu sudah habis; silakan keluar."
"Apa salahnya kalau kamu membiarkan aku selama melangsungkan
perkawinan berada di tengah-tengah kamu? Kami akan membuat jamuan dan kalian
ikut hadir," demikian jawaban Muhammad kepada mereka, dengan kesadaran betapa
dalamnya 'umrat'l-qadza' itu meninggalkan kesan dalam hati penduduk Mekah,
betapa benar hal itu mempesonakan mereka, membuat sikap permusuhan mereka jadi
reda. Ia mengetahui, bahwa kalau mereka mau memenuhi undangannya untuk perjamuan
itu dan dapat saling mengadakan dialog, maka dengan mudah pintu Mekah akan
terbuka di hadapannya. Dan ini pulalah yang dikuatirkan oleh Suhail dan
Huwaitib, dan karena itu mereka berkata lagi: "Kami tidak memer]ukan jamuanmu.
Keluar sajalah."
Dengan tidak ragu-ragu Muhammad pun mengalah kepada
permintaan mereka sesuai dengan perjanjian yang harus dilaksanakan. Kepada
segenap Muslirnin diumumkan siap-siap meninggalkan tempat. Sesudah itu ia pun
berangkat dengan diikuti kaum Muslimin. Ketika itu yang tinggal ialah Abu Rafi',
bekas budaknya yang kemudian menyusul membawa Maimunah ke Sarif2 dan perkawinan
dilangsungkan di sana Dan Maimunah sebagai Umm'l-Mu'minin adalah isteri Nabi
yang terakhir yang masih hidup limapuluh tahun kemudian sesudah Nabi wafat. Ia
minta dikuburkan di tempat Rasulullah melangsungkan perkawinannya. Salma, janda
pamannya Hamzah dan saudara perempuan Maimunah serta 'Ammara (puteri Hamzah)
yang masih perawan belum kawin, telah menjadi tanggungan Muhammad pula.
Kaum Muslimin sudah sampai kembali dan sudah menetap lagi di
Medinah. Dalam pada itu Mullammad pun yakin bahwa 'umrat'l-qada' itu telah
meninggalkan pengaruh yang cukup besar dalam hati Quraisy dan seluruh penduduk
Mekah. Juga ia yakin bahwa sebagai akibat semua itu akan timbul pula
peristiwa-peristiwa penting yang berjalan cepat sekali.
Sejarah telah membenarkan perkiraannya. Begitu ia berangkat
kembali ke Medinah, Khalid bin'l-Walid - Jenderal Kaveleri kebanggaan Quraisy
dan pahlawan perang Uhud itu telah berdiri di tengah-tengah sidang masyarakatnya
sendiri sambil berkata:
"Sekarang nyata sudah bagi setiap orang yang berpikiran
sehat, bahwa Muhammad bukan tukang sihir, juga bukan seorang penyair. Apa yang
dikatakannya adalah firman Tuhan semesta alam ini. Setiap orang yang punya hati
nurani berkewajiban menjadi pengikutnya."
'Ikrima b. Abi Jahl merasa ngeri sekali mendengar
kata-katanya itu.
"Khalid," kata 'Ikrima kemudian, "engkau telah bertukar
agama."3
Selanjutnya terjadi percakapan antara mereka sebagai berikut:
Khalid Aku tidak bertukar agama, tetapi aku mengikuti agama
Islam.
'Ikrima Tak ada orang akan berkata begitu di kalangan Quraisy
selain engkau.
Khalid - Mengapa ?
'Ikrima - Ya, sebab Muhammad sudah menjatuhkan derajat ayahmu
ketika ia dilukai. Pamanmu dan sepupumu sudah dibunuhnya di Badr. Demi Allah,
aku tidak akan masuk Islam dan tidak akan mengeluarkan kata-kata seperti kau
itu, Khalid. Engkau tidak melihat Quraisy yang sudah berusaha hendak
membunuhnya?
Khalid - Itu hanya semangat dan fanatisma jahiliah. Tetapi
sekarang, setelah kebenaran itu bagiku sudah jelas, demi Allah aku mengikut
agama Islam.
Setelah itu Khalid lalu mengutus pasukan berkudanya kepada
Nabi menyatakan dirinya masuk Islam dan mengakuinya. Khalid menganut Islam ini
beritanya kemudian sampai juga kepada Abu Sufyan. Khalid di panggil.
"Benarkah apa yang kudengar tentang engkau?" tanya Abu
Sufyan. Setelah dijawab oleh Khalid, bahwa memang benar, Abu Sufyan marah-marah
seraya katanya:
"Demi Lata dan 'Uzza. Kalau aku sudah mengetahui apa yang
kaukatakan benar, niscaya engkaulah yang akan kuhadapi, sebelum aku menghadapi
Muhammad."
"Dan memang itulah yang benar, apa pun yang akan terjadi."
Terbawa oleh kemarahannya ketika itu juga Abu Sufyan maju
hendak menyerangnya. Tetapi 'Ikrima yang pada waktu itu turut hadir segera
bertindak mengalanginya seraya berkata: "Abu Sufyan, sabarlah. Seperti engkau,
aku juga kuatir kelak akan mengatakan sesuatu seperti kata-kata Khalid itu dan
ikut ke dalam agamanya. Kamu akan membunuh Khalid karena pandangannya itu,
padahal seluruh Quraisy sependapat dengan dia. Sungguh aku kuatir, jangan-jangan
sebelum bertemu tahun depan seluruh penduduk Mekah sudah menjadi pengikutnya."
Sekarang Khalid sudah pergi meninggalkan Mekah ke Medinah. Ia
menggabungkan diri ke dalam barisan Muslimin
Sesudah Khalid, ikut pula 'Amr bin'l-'Ash dan 'Uthman b.
Talha penjaga Ka'bah, masuk Islam. Dengan masuknya mereka kedalam agama Islam,
maka banyak pula penduduk Mekah yang turut menjadi pengikut agama ini. Dengan
demikian kedudukan Islam makin menjadi kuat, dan terbukanya pintu Mekah buat
Muhammad sudah tidak diragukan lagi.
1 Umra berarti ziarah ke Mesjid Suci dengan syarat-syarat
tertentu. (N) dalam melakukan ibadah "haji kecil" yang berbeda dengan ibadah
haji yang biasa, tidak mesti dilakukan dalam waktu khusus selama dalam setahun.
'Umrat'l-Qadziya, kata qadza dapat diartikan pengganti yakni pengganti umrah
yang tidak jadi dilaksanakan karena dirintangi oleh pihak Quraisy di Hudaibiya,
atau dengan arti penunaian yaitu menunaikan isi perjanjian Hudaibiya, bahwa
Ibadah itu dapat dilakukan pada tahun berikutnya setelah berlakunya perjanjian.
Lepas dari pengertian fikih dalam terjemahan ini dipakai arti yang pertama. (A).
2 Sarif sebuah tempat di dekat Mekah, yang didalam
memperkirakan jaraknya masih terdapat perbedaan pendapat antara 6 dan 12 mil.
3 Bertukar agama (apostasi), shaba'a, harfiah berarti
berputar ke, pindah dari, suatu agama kepada agama lain (N). Maksudnya berbalik
menganut agama Islam. Menurut LA masih seakar dengan Sabianisma (lihat halaman
33), suatu tuduhan yang populer di kalangan Quraisy (A).
Sumber: Sejarah Hidup Muhammad oleh Dr. Mohammad Hussein Haekal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar