Setelah
enam tahun di Medinah, Muslimin dirintangi ke Mesjid
Suci , Muslimin mengumumkan naik haji, Dua perkemahan bertemu, Muhammad
memelihara perdamaian , Utusan Quraisy kepada
Muhammad, Perutusan 'Urwa ibn Mas'ud, Usman b'Affan diutus, Ikrar
Ridzwan, Perutusan Quraisy kepada Muhammad, Perundingan kedua belah pihak, Abu
Bakr dan Umar, Umar: "Abu Bakr, bukankah dia
Rasulullah?" , Umar: "Bukankah kita ini Muslimin?"
, Umar: "Kenapa kita mau direndahkan dalam soal agama
kita?" , Perjanjian Hudaibiya (Maret 628) , Perjanjian Hudaibiya mulai berlaku, Hudaibiya: suatu kemenangan yang nyata, Cerita Abu Bashir , Wanita-wanita
Muslihat yang hijrah, Apa yang dilakukan Muhammad,
Catatan kaki
ENAM tahun lamanya sudah sejak Nabi dan sahabat-sahabatnya
hijrah dari Mekah ke Medinah. Seperti kita lihat, selama itu mereka
terus-menerus bekerja keras, terus-menerus dihadapkan kepada peperangan, kadang
dengan pihak Quraisy, adakalanya pula dengan pihak Yahudi. sementara itu
Islampun makin tersebar luas, makin kuat dan ampuh pula.
Sejak tahun pertama Hijrah, Muhammad sudah mengubah kiblatnya
dari al-Masjid'l-Aqsha ke al-Masjid'l-Haram. Sekarang kaum Muslimin menghadap ke
Baitullah yang di bangun oleh Ibrahim di Mekah, dan yang kemudian bangunan itu
dibaharui lagi tatkala Muhammad masih muda belia. Waktu itu ia juga turut
mengangkat batu hitam ketempatnya di ujung dinding bangunan itu. Tak terlintas
dalam pikirannya atau dalam pikiran siapapun juga waktu itu, bahwa Tuhan akan
menurunkan risalah kepadanya.
Sejak ratusan tahun yang lalu, al-Masjid'l-Haram ini (Mesjid
Suci) sudah menjadi arah tujuan orang-orang Arab dalam melakukan ibadat. Dalam
bulan-bulan suci setiap tahun mereka datang ke tempat itu. Setiap orang yang
datang keamanannya terjamin. Apabila orang bertemu dengan musuh yang paling
keras sekalipun, di tempat ini ia tak dapat menghunus pedang atau mengadakan
pertumpahan darah. Akan tetapi sejak Muhammad dan kaum Muslimin sudah hijrah,
pihak Quraisy telah mengambil tanggung jawab dengan melarang mereka memasuki
Mesjid Suci itu, melarang mereka mendekatinya diluar golongan Arab lainnya.
Dalam hal ini firman Tuhan turun pada tahun Hijrah pertama itu:
"Mereka bertanya kepadamu tentang bulan suci: bolehkah
berperang? Katakanlah: Berperang dalam bulan itu suatu dosa besar. Tetapi
merintangi orang dari jalan Allah dan ingkar kepadaNya, merintangi orang
memasuki Masjid Suci serta mengusir penduduk dari sekitar tempat itu, lebih
besar lagi dosanya disisi Allah." (Qur'an, 2:217)
Dan sesudah perang Badr juga firman Tuhan ini datang: "Dan
kenapa Allah tidak akan menyiksa mereka padahal mereka merintangi orang memasuki
Mesjid Suci, sedang mereka bukan penanggungjawabnya. Mereka yang
bertanggungjawab mengurusnya sebenarnya ialah orang-orang yang bertakwa. Tetapi
mereka kebanyakan tidak mengetahui. Dan sembahyang mereka di sekitar Rumah Suci
itu tidak lain hanya bersiul dan bertepuk tangan. Oleh karena itu rasakan
siksaan yang disebabkan oleh kekafiranmu itu. Orang-orang kafir itu mengeluarkan
harta mereka guna melarang orang dari jalan Allah; maka mereka masih akan
mengeluarkan harta mereka. Sesudah itu mereka menyesal, lalu mereka kalah. Dan
orang-orang yang kafir itu akan dikumpulkan di dalam neraka" (Qur'an, 8:34-36)
Selama enam tahun itu banyak sekali ayat-ayat turun
berturut-turut mengenai Mesjid Suci itu yang oleh Tuhan dijadikan tempat manusia
berkumpul dan tempat yang aman. Akan tetapi pihak Quraisy menganggap Muhammad
dan pengikut-pengikutnya telah mengingkari dewa-dewa dalam Rumah Suci itu:
Hubal, Isaf, Na'ila dan berhala-berhala yang lain. Oleh karena itu memerangi dan
melarang mereka datang berkunjung ke Ka'bah adalah suatu kewajiban buat Quraisy,
kalau mereka tidak mau kembali kepada dewa-dewa nenek-moyangnya.
Sementara itu kaum Muslimin merasa menderita karena tak dapat
melakukan tugas agama yang sudah menjadi kewajiban mereka, juga sudah menjadi
kewajiban nenek-moyang mereka dahulu. Disamping itu kaum Muhajirin sendiripun
sudah merasa tersiksa dan merasa tertekan - tersiksa dalam pembuangan, tertekan
karena kehilangan tanah air dan keluarga. Hanya saja mereka itu semua yakin akan
adanya pertolongan Tuhan kepada Rasul dan kepada mereka serta mengangkat taraf
agama mereka diatas agama lain. Mereka percaya sekali, bahwa tak lama lagi pasti
akan datang waktunya Tuhan membukakan pintu Mekah kepada mereka, dan mereka akan
bertawaf di Rumah Purba (Ka'bah) itu, menunaikan kewajiban agama yang diwajibkan
Tuhan kepada seluruh umat manusia. Kalau selama itu, tahun demi tahun yang
terjadi hanya peperangan, dari perang Badr ke Uhud, lalu Khandaq, kemudian
peperangan-peperangan dan kesibukan-kesibukan lain, maka hari yang mereka
harap-harapkan itu kini pasti akan tiba. Mereka sangat merindukan hari yang
diharap-harapkan itu. Tidak kurang pula Muhammad seperti mereka, sangat
merindukannya dan yakin sekali, bahwa saatnya sudah dekat!
Dengan melarang mengadakan ziarah ke Mekah serta menunaikan
kewajiban berhaji dan menjalankan umrah, sebenarnya orang-orang Quraisy sudah
melakukan kekejaman terhadap Muhammad dan sahabat-sahabatnya. Rumah Purba ini
bukanlah milik Quraisy, melainkan milik semua orang Arab. Hanya saja orang-orang
Quraisy itu berkewajiban menjaga Ka'bah dan mengurus air buat para pengunjung,
yakni yang meliputi segala macam kepengurusan Rumah Suci dan pemeliharaan
pengunjung-pengunjungnya. Tujuan sesuatu kabilah itu satu sama lain dengan
menyembah berhala tidaklah berarti membenarkan tindakan Quraisy melarang orang
berziarah dan bertawaf di Ka'bah serta melakukan segala upacara dan penyembahan
berhala. Muhammad datang mengajak orang menjauhi penyembahan berhala dan
membersihkan diri dari segala noda paganisma dan syirik. Ia mengajak orang ke
tingkat jiwa yang lebih tinggi, yakni menyembah hanya kepada Allah Yang Tunggal
dan tidak bersekutu. Ia akan menempatkannya di atas segala kekurangan, akan
membawa kehidupan rohani ke tempat yang dapat menangkap arti kesatuan alam serta
keesaan Tuhan. Jadi oleh karena menjalankan ibadah haji dan umrah itu merupakan
salah satu kewajiban agama, maka melarang penganut-penganut agama baru ini
melakukan kewajiban agamanya berarti suatu tindakan permusuhan.
Akan tetapi apabila Muhammad kemudian datang juga disertai
orang-orang yang sudah beriman kepada Allah dan kepada ajarannya, yang
sebenarnya mereka ini penduduk asli Mekah, maka orang-orang Quraisy itu kuatir
rakyat jelata di Mekah akan menggabungkan diri kepadanya lalu merasa pula bahwa
memisahkan mereka dari sanak keluarga, adalah suatu tindakan kekejaman. Dengan
demikian ini akan merupakan benih yang dapat mencetuskan perang saudara.
Disamping itu pemimpin-pemimpin Quraisy dan pemuka-pemuka
Mekah tidak pula melupakan Muhammad dan pengikutnya yang telah menghancurkan
perdagangan mereka, merintangi jalan mereka yang sudah rata itu ke Syam. Oleh
karenanya dalam jiwa mereka sudah tertanam rasa dendam dan permusuhan; padahal
sudah cukup diketahui, bahwa Rumah itu kepunyaan Allah dan kepunyaan seluruh
masyarakat Arab, dan bahwa kewajiban mereka hanyalah menjaganya dan memelihara
orang-orang yang sedang berziarah.
Telah lampau enam tahun sejak hijrah, kaum Muslimin sudah
gelisah sekali karena rindu ingin berziarah ke Ka'bah dan ingin menunaikan
ibadah haji dan umrah. Pada suatu pagi bila mereka sedang berkumpul di mesjid,
tiba-tiba Nabi memberitahukan kepada mereka bahwa ia telah mendapat ilham dalam
mimpi hakiki, bahwa insya Allah mereka akan memasuki Mesjid Suci dengan aman
tenteram, dengan kepala dicukur atau digunting tanpa akan merasa takut.
Begitu mereka mendengar berita mengenai mimpi Rasulullah itu,
serentak mereka mengucap; Alhamdulillah. Secepat kilat berita ini telah tersebar
ke seluruh penjuru Medinah. Tetapi bagaimana caranya memasuki Masjid Suci itu?
Dengan perangkah? Ataukah orang-orang Quraisy secara paksa harus dikosongkan?
Atau barangkali Quraisy dengan tunduk menyerah membukakan jalan?
Tidak. Tak ada pertempuran, tak ada perang. Bahkan Muhammad
mengumumkan kepada orang ramai supaya pergi menunaikan ibadah haji dalam bulan
Zulhijah yang suci. Dikirimnya utusan-utusan kepada kabilah-kabilah yang bukan
dari pihak Muslimin, dianjurkannya mereka supaya ikut bersama-sama pergi
berangkat ke Baitullah, dengan aman, tanpa ada pertempuran. Dalam pada itu yang
diinginkan sekali oleh Muhammad ialah supaya kaum Muslimin dapat berangkat
sebanyak mungkin. Maksud baik daripada ini ialah supaya semua orang Arab
mengetahui bahwa kepergiannya dalam bulan suci itu hendak menunaikan ibadah
haji, bukan akan berperang. Ia hanya ingin melaksanakan suatu kewajiban dalam
hukum Islam, yang juga diwajibkan dalam agama-agama orang Arab sebelum itu.
Untuk itu diajaknya orang-orang Arab yang tidak se-agama itu agar juga melakukan
kewajiban tersebut. Sesudah semua itu, kalaupun Quraisy masih juga bersikeras
hendak memeranginya dalam bulan suci, hendak melarang orang Arab akan apa yang
sudah menjadi kepercayaan sekalipun berlain-lainan, maka takkan ada orang-orang
Arab yang mau mendukung sikap Quraisy atau akan membantu mereka melawan kaum
Muslimin. Dengan sikap keras itu mereka hendak membendung orang pergi ke Mesjid
Suci, hendak membelokkan orang dari agama Ismail. dan dari agama Ibrahim,
leluhur mereka.
Oleh karena itu pihak Muslimin merasa aman juga kalau
orang-orang Arab itu dapat menggabungkan diri seperti golongan Ahzab dulu.
Agamanya akan lebih terpandang dimata orang-orang Arab yang belum beriman itu.
Apa pula yang akan dikatakan Quraisy kepada mereka yang datang ke tanah suci
itu, tanpa membawa senjata kecuali pedang yarig disarungkan, didahului oleh
binatang kurban yang hendak mereka sembelih. Buat mereka tak ada urusan lain
daripada hanya akan menunaikan tugas agama dengan bertawaf di Baitullah, yang
juga menjadi kewajiban semua masyarakat Arab itu.
Muhammad mengumumkan kepada semua orang supaya berangkat
menunaikan ibadah haji. Kepada kabilah-kabilah di luar Muslimin juga dimintanya
berangkat bersama-sama. Tetapi banyak juga dari mereka itu yang masih
menunda-nunda. Dalam bulan Zulkaedah sebagai salah satu bulan suci, ia berangkat
dengan rombongan dari kaum Muhajirin dan Anshar, serta beberapa kabilah Arab
yang mau menggabungkan diri, didahului di depan oleh untanya, Al-Qashwa. Jumlah
mereka yang berangkat ketika itu sebanyak seribu empatratus orang. Muhammad
membawa binatang kurban terdiri dari tujuhpuluh ekor unta1, dengan mengenakan
pakaian ihram, dengan maksud supaya orang mengetahui, bahwa ia datang bukan mau
berperang, melainkan khusus hendak berziarah dan mengagungkan Baitullah.
Bilamana rombongan sudah sampai di Dzu'l-Hulaifa2 mereka
menyiapkan kurban dan mengucapkan talbiah. Binatang kurban itu dilepaskan dan
disebelah kanan masing-masing hewan itu diberi tanda, di antaranya terdapat unta
Abu Jahl yang kena rampas dalam perang Badr. Tiada seorang juga dari rombongan
haji itu yang membawa senjata selain pedang tersarung yang biasa dibawa orang
dalam perjalanan. Isteri Nabi yang ikut serta dalam perjalanan ini ialah Umm
Salama.
Berita tentang Muhammad dan rombongannya serta tujuan
kepergiannya hendak menunaikan ibadah haji itu sudah sampai juga kepada Quraisy.
Akan tetapi dalam hati mereka timbul rasa kuatir. Masalahnya buat mereka adalah
sebaliknya. Mereka menduga kedatangannya hanya sebagai suatu tipu muslihat saja.
Dengan begitu Muhammad mau menipu supaya dapat memasuki Mekah, karena mereka dan
golongan Ahzab pernah pula terlarang tak dapat memasuki Medinah. Apa yang mereka
ketahui tentang lawan mereka yang hendak memasuki Tanah Suci melakukan Umrah itu
serta apa yang sudah diumumkan di seluruh jazirah bahwa sebenarnya mereka hanya
didorong oleh rasa keagamaan hendak menunaikan kewajiban yang sudah juga diakui
oleh seluruh orang Arab, tidak akan dapat mengubah keputusan Quraisy hendak
mencegah Muhammad memasuki Mekah; betapa pun besarnya pengorbanan yang harus
mereka lakukan guna melaksanakan keputusan mereka itu.
Oleh karena itu sebuah pasukan tentara yang barisan
berkudanya saja terdiri dari 200 orang, oleh Quraisy segera di kerahkan dan
pimpinannya di serahkan kepada Khalid bin'l-Walid dan 'Ikrima bin Abi Jahl.
Pasukan ini maju ke depan supaya dapat merintangi Muhammad masuk Ibukota
(Mekah). Mereka maju terus sampai dapat bermarkas di Dhu Tuwa.
Sebaliknya Muhammad ia meneruskan perjalanannya. Sesampainya
di 'Usfan3 ia bertemu dengan seseorang dari suku Banu Ka'b. Nabi menanyakan
kalau-kalau orang itu mengetahui berita-berita sekitar Quraisy.
"Mereka sudah mendengar tentang perjalanan tuan ini,"
jawabnya. "Lalu mereka berangkat dengan mengenakan pakaian kulit harimau. Mereka
berhenti di Dhu Tuwa dan sudah bersumpah bahwa tempat itu sama-sekali tidak
boleh tuan masuki. Sekarang Khalid bin'l-Walid dengan pasukan berkudanya sudah
maju terus ke Kira'l-Ghamim."4
"O, kasihan Quraisy!" kata Muhammad. "Mereka sudah lumpuh
karena peperangan. Apa salahnya kalau mereka membiarkan saja saya dengan
orang-orang Arab yang lain itu. Kalaupun mereka sampai membinasakan saya, itulah
yang mereka harapkan, dan kalau Tuhan memberi kemenangan kepada saya, mereka
akan masuk Islam secara beramai-ramai. Tetapi jika itupun belum mereka lakukan,
mereka pasti akan berperang, sebab mereka mempunyai kekuatan. Quraisy mengira
apa. Saya akan terus berjuang, demi Allah, atas dasar yang diutuskan Allah
kepada saya sampai nanti Allah memberikan kemenangan atau sampai leher ini putus
terpenggal."
Kemudian ia berfikir, apa gerangan yang akan diperbuatnya.
Keberangkatannya dari Medinah bukan akan berperang. Ia mau memasuki Tanah Suci
hanya hendak berziarah ke Baitullah, ia hendak menunaikan kewajiban kepada
Tuhan. Ia tidak mengadakan persiapan perang. Boleh jadi juga kalaupun dia
berperang dan dikalahkan, hal ini akan dijadikan kebanggaan oleh Quraisy. Atau
barangkali Khalid dan 'Ikrima itu disuruh dengan tujuan sengaja hendak mencapai
maksud itu, setelah diketahui bahwa ia berangkat bukan dengan maksud hendak
berperang ?
Sementara Muhammad sedang berpikir-pikir itu pasukan Quraisy
sudah tampak sejauh mata memandang. Tampaknya sudah tak ada jalan lagi buat
Muslimin akan dapat mencapai tujuan, kecuali jika mau menerobos barisan itu. Dan
jika pun terjadi pertempuran pihak Quraisy akan mempertahankan kehormatan dan
tanah airnya. Suatu pertempuran yang memang tidak diingini oleh Muhammad. Akan
tetapi Quraisy hendak memaksanya juga supaya ia bertempur dan supaya melibatkan
diri ke dalam peperangan.
Sungguhpun begitu pihak Muslimimpun tidak kurang pula
semangat pertahanannya. Adakalanya dengan pedang terhunus saja sudah cukup buat
mereka menangkis serangan musuh. Tetapi dengan demikian tujuannya jadi hilang,
dan akan dipakai alasan oleh Quraisy di kalangan orang-orang Arab yang lain.
Pandangannya lebih jauh dari itu, siasatnya lebih dalam dan lebih matang É Jadi,
dia menyerukan kepada orang banyak itu sambil katanya: "Siapa yang dapat membawa
kita ke jalan lain daripada tempat mereka sekarang berada?"
Dengan demikian ia masih berpegang pada pendapatnya hendak
menempuh saluran damai yang sudah digariskannya sejak ia berangkat dari Medinah
dan berniat hendak pergi menunaikan ibadah haji ke Mekah.
Dalam pada itu kemudian ada seorang laki-laki yang bersedia
membawa mereka ke tempat lain dengan melalui jalan berliku-liku antara batu-batu
karang yang curam yang sangat sulit dilalui. Kaum Muslimin merasa sangat letih
menempuh jalan itu. Tetapi akhirnya mereka sampai juga ke sebuah jalan datar
pada ujung wadi. Jalan ini mereka tempuh melalui sebelah kanan yang akhirnya
keluar di Thaniat'l-Murar, jalan menurun ke Hudaibiya di sebelah bawah kota
Mekah.
Setelah pasukan Quraisy melihat apa yang dilakukan Muhammad
dan sahabat-sahabatnya itu, merekapun cepat-cepat memacu kudanya kembali ke
tempat semula dengan maksud hendak mempertahankan Mekah bila diserbu oleh pihak
Muslimin.
Bila kaum Muslimin sampai di Hudaibiya. Al-Qashwa' (unta
kepunyaan Nabi) berlutut. Kaum Muslimin menduga ia sudah terlalu lelah. Tetapi
Rasulullah berkata: "Tidak. Ia (unta itu) ditahan oleh yang menahan gajah dulu
dari Mekah. Setiap ada ajakan dari Quraisy dengan tujuan mengadakan hubungan
kekeluargaan, tentu saya sambut." Kemudian dimintanya orang-orang itu supaya
turun dari kendaraan. Tetapi mereka berkata: "Rasulullah, kalaupun kita turun,
di lembah ini tak ada air."
Mendengar itu ia mengeluarkan sebuah anak panah dari
tabungnya lalu diberikannya kepada seseorang supaya dibawa turun kedalam salah
sebuah sumur yang banyak tersebar di tempat itu. Bila anakpanah itu ditancapkan
ke dalam pasir pada dasar sumur ketika itu airpun memancar. Orang baru merasa
puas dan merekapun turun.
Mereka turun dari kendaraan. Akan tetapi pihak Quraisy di
Mekah selalu mengintai. Lebih baik mereka mati daripada membiarkan Muhammad
memasuki wilayah mereka dengan cara kekerasan sekalipun. Adakah agaknya mereka
sudah mengadakan persiapan dan perlengkapan perang guna menghadapi Quraisy,
kemudian Tuhan yang akan menentukan nasib mereka masing-masing dan Tuhan juga
yang akan memutuskan persoalannya jika sudah mesti terjadi?!
Kearah inilah mereka sebagian berpikir dan pada kemungkinan
ini pula pihak Quraisy itu berpikir. Sekiranya hal ini memang teriadi dan yang
mendapat kemenangan pihak Muslimin, tentu tamatlah riwayat Quraisy itu di mata
orang, untuk selama-lainanya- Posisi Quraisy jadi terancam kalau begitu, jabatan
menjaga Ka'bah dan mengurus air para pengunjung dan segala macam upacara
keagamaan yang dibanggakan kepada masyarakat Arab itu, akan hilang dari tangan
mereka. Jadi apa yang harus mereka lakukan kalau begitu? Kedua kelompok itu
masing-masing sekarang sedang memikirkan langkah berikutnya. Adapun Muhammad
sendiri ia tetap berpegang pada langkah yang sudah digariskannya sejak semula,
mengadakan persiapan untuk 'umrah, yaitu suatu langkah perdamaian dan
menghindari adanya pertempuran; kecuali jika pihak Quraisy menyerangnya atau
mengkhianatinya; tak ada jalan lain iapun harus menghunus pedang.
"Sebaliknya Quraisy, mereka masih maju-mundur. Kemudian
terpikir oleh mereka akan mengutus beberapa orang terkemuka dari kalangan
mereka; dan satu segi untuk menjajagi kekuatannya dan dari segi lain untuk
merintangi jangan sampai masuk Mekah. Dalam hal ini yang datang menemuinya ialah
Budail b. Warqa' dalam suatu rombongan yang terdiri dari suku Khuza'a. Oleh
mereka ditanyakan, gerangan apa yang mendorongnya datang. Setelah dalam
pembicaraan itu mereka merasa puas, bahwa ia datang bukan untuk berperang,
melainkan hendak berziarah dan hendak memuliakan Rumah Suci, merekapun pulang
kembali kepada Quraisy. Mereka juga ingin meyakinkan Quraisy, supaya orang itu
dan sahabat-sahabatnya dibiarkan saja mengunjungi Rumah Suci. Akan tetapi mereka
malah dituduh dan tidak diterima baik oleh Quraisy. Dikatakannya kepada mereka:
Kalau kedatangannya tidak menghendaki perang, pasti ia takkan masuk kemari
secara paksa dan kitapun takkan menjadi bahan pembicaraan orang.
Kemudian Quraisy mengutus orang lain yang sudah mengetahui
keadaan mereka dari orang yang sudah diutus sebelumnya. Ia tidak akan
serampangan supaya jangan dituduh pula oleh Quraisy. Dalam maksudnya hendak
memerangi Muhammad itu Quraisy banyak menyandarkan diri kepada sekutunya dari
golongan Ahabisy5. Terpikir oleh Quraisy pemimpin mereka ini yang hendak di
utus, kalau-kalau bila sudah diketahui bahwa Muhammad tidak juga mau mengerti
dan tidak ada saling pengertian dengan dia Quraisy akan merasa lebih mendapat
dukungan dan akan lebih kuat mereka menghadapi Muhammad. Untuk itu maka
berangkatlah Hulais pemimpin Ahabisy itu menuju ke perkemahan Muslimin.
Tatkala Nabi melihatnya ia datang, dimintanya supaya ternak
kurban itu dilepaskan didepan matanya, supaya dapat melihat dengan mata kepala
sendiri adanya suatu bukti yang sudah jelas, bahwa orang-orang yang oleh Quraisy
hendak diperangi itu tidak lain adalah orang-orang yang datang hendak berziarah
ke Rumah Suci. Hulais dapat menyaksikan sendiri adanya ternak kurban yang
tujuhpuluh ekor itu, mengalir dari tengah wadi dengan bulu yang sudah rontok.
Terharu sekali ia melihat pemandangan itu. Dalam hatinya timbul rasa
keagamaannya. Ia yakin bahwa dalam hal ini pihak Quraisylah yang berlaku kejam
terhadap mereka, yang datang bukan ingin berperang atau mencari permusuhan.
Sekarang ia kembali kepada Quraisy tanpa menemui Muhammad
lagi. Diceritakannya kepada mereka apa yang telah dilihatnya. Tetapi begitu
mendengar ceritanya itu, Quraisy naik pitam.
"Duduklah," kata mereka kepada Hulais. "Engkau ini Arab badui
yang tidak tahu apa-apa."
Mendengar itu Hulais juga jadi marah. Diingatkannya bahwa
persekutuannya dengan Quraisy itu bukan untuk merintangi orang dari Rumah Suci,
siapa saja yang datang berziarah, dan tidak semestinya mereka akan mencegah
Muhammad dan beberapa orang Ahabisy yang datang dengan dia ke Mekah. Takut akan
akibat kemarahannya itu, Quraisy mencoba membujuknya kembali dan memintanya
supaya menunda sampai dapat mereka pikirkan lebih lanjut.
Kemudian terpikir oleh mereka hendak mengutus orang yang
bijaksana dan dapat mereka yakinkan kebijaksanaannya. Hal ini mereka bicarakan
kepada 'Urwa ibn Mas'ud ath-Thaqafi. Menanggapi pendapatnya mengenai sikap
mereka yang keras dan memperlakukan tidak layak terhadap kepada utusan yang
sebelumnya, mereka meminta maaf kepada 'Urwa. Setelah mereka minta maaf dan
sekaligus menegaskan bahwa mereka sangat menaruh kepercayaan kepadanya dan yakin
sekali akan kebijaksanaan dan pandangannya yang baik, ia pun berangkat menemui
Muhammad dan dikatakannya bahwa Mekah juga tanah tumpah darahnya yang harus
dipertahankan. Kalau ini sampai dirusak, yang akan diderita oleh penduduk yang
tinggal di tempat itu, yang terdiri dari rakyat jelata yang campur-aduk,
kemudian dia ditinggalkan oleh rakyat jelata itu, maka yang akan mengalami
kecemaran yang cukup parah adalah Quraisy, suatu hal yang oleh Muhammad juga
tidak diinginkan, sekalipun antara dia dengan Quraisy terjadi perang terbuka.
Ketika itu Abu Bakr berkata kepada 'Urwa dengan membantah
keras, bahwa orang akan meninggalkan Rasullullah. 'Urwa mengajaknya berbicara
sambil memegang janggut Muhammad. Sedang Mughira bin Syu'ba yang berdiri di arah
kepala Rasul memukul tangan 'Urwa setiap ia memegang janggut Muhammad meskipun
ia sadar bahwa sebelum ia masuk Islam, 'Urwa pernah menebuskan tigabelas diat
atas beberapa orang yang telah dibunuh oleh Mughira.
Sekarang 'Urwa pulang kembali setelah ia mendapat keterangan
dari Muhammad sama seperti yang juga diberikan kepada mereka yang datang
sebelumnya, bahwa kedatangannya bukan hendak berperang, melainkan hendak
mengagungkan Rumah Suci, menunaikan kewajiban kepada Tuhan.
"Saudara-saudara," katanya setelah ia berada kembali di
tengah-tengah masyarakat Quraisy. "Saya sudah pernah bertemu dengan Kisra,
dengan Kaisar dan dengan Negus di kerajaan mereka masing-masing. Tetapi belum
pernah saya melihat seorang raja dengan rakyatnya seperti Muhammad dengan
sahabat-sahabatnya itu. Begitu ia hendak mengambil wudu, sahabat-sahabatnya
sudah lebih dulu bergegas. Begitu mereka melihat ada rambutnya yang jatuh,
cepat-cepat pula mereka mengambilnya. Mereka takkan menyerahkannya bagaimanapun
juga. Pikirkanlah kembali baik-baik."
Pembicaraan seperti yang kita kemukakan itu berjalan lama
juga. Terpikir oleh Muhammad, mungkin utusan-utusan Quraisy itu tidak berani
menyampaikan pendapatnya yang akan dapat meyakinkan pihak Quraisy. Oleh karena
itu dari pihaknya ia lalu mengutus orang menyampaikan pendapatnya itu. Akan
tetapi disini unta utusan itu oleh mereka ditikam. Bahkan utusan itu hendak
mereka bunuh kalau tidak pihak Ahabisy segera mencegah dan utusan itu
dilepaskan. Ini menunjukkan, bahwa dengan tingkah-lakunya itu pihak Mekah memang
sudah dikuasai oleh jiwa kebencian dan permusuhan, yang membuat pihak Muslimin
gelisah tidak sabar lagi, sampai-sampai ada diantaranya yang sudah berpikir
sampai ke soal perang.
Sementara mereka sedang berusaha hendak mencapai persetujuan
dengan jalan saling tukar-menukar utusan, beberapa orang yang tidak
bertanggungjawab dari pihak Quraisy malam-malam keluar dan mereka ini melempari
kemah Nabi dengan batu. Jumlah mereka ini pada suatu ketika sampai empatpuluh
atau limapuluh orang, dengan maksud hendak menyerang sahabat-sahabat Nabi.
Tetapi mereka ini tertangkap basah lalu di bawa kepada Nabi. Tahukah kita apa
yang dilakukannya? Mereka itu dimaafkan semua dan dilepaskan, sebagai suatu
tanda ia ingin menempuh jalan damai serta ingin menghormati bulan suci, jangan
ada pertumpahan darah di Hudaibiya, yang juga termasuk daerah suci Mekah.
Mengetahui hal ini pihak Quraisy terkejut sekali. Segala bukti yang hendak
dituduhkan bahwa Muhammad bermaksud memerangi mereka, jadi gugur samasekali.
Mereka yakin kini bahwa semua tindakan permusuhan dari pihak mereka terhadap
Muhammad, oleh pihak Arab hanya akan dipandang sebagai suatu pengkhianatan kotor
saja. Jadi berhak sekalilah Muhammad mempertahankan diri dengan segala kekuatan
yang ada.
Kemudian Nabi 'alaihissalam sekali lagi berusaha hendak
menguji kesabaran Quraisy dengan mengirimkan seorang utusan yang akan mengadakan
perundingan dengan mereka. Umar bin'l-Khattab dipanggil dan dimintainya
menyampaikan maksud kedatangannya itu kepada pemuka-pemuka Quraisy.
"Rasulullah," kata Umar. "Saya kuatir Quraisy akan mengadakan
tindakan terhadap saya, mengingat di Mekah tidak ada pihak Banu 'Adi b. Ka'b
yang akan melindungi saya. Quraisy sudah cukup mengetahui bagaimana permusuhan
saya dan tindakan tegas saya terhadap mereka. Saya ingin menyarankan orang yang
lebih baik dalam hal ini daripada saya yaitu Usman b. 'Affan."
Nabipun segera memanggil Usman b. 'Affan -menantunya- dan
diutusnya kepada Abu Sufyan dan pemuka-pemuka Quraisy lainnya. Bila Usman
berangkat membawa pesan itu, ketika memasuki Mekah terlebih dulu ia menemui Aban
b. Sa'id yang kemudian memberikan jiwar (perlindungan) selama ia bertugas
membawa tugas itu sampai selesainya. Sekarang Usman berangkat menemui
pemimpin-pemimpin Quraisy itu dan menyampaikan pesannya. Tetapi kata mereka
kepadanya: "Usman, kalau engkau mau bertawaf di Ka'bah, bertawaflah."
"Saya tidak akan melakukan ini sebelum Rasulullah bertawaf,"
jawab Usman. "Kedatangan kami kemari hanya akan berziarah ke Rumah Suci, akan
memuliakannya, kami ingin menunaikan kewajiban ibadah di tempat ini. Kami telah
datang membawa binatang korban, setelah disembelih kamipun akan kembali pulang
dengan aman."
Quraisy menjawab, bahwa mereka sudah bersumpah tahun ini
Muhammad tidak boleh masuk Mekah dengan kekerasan. Pembicaraan itu jadi lama,
dan lama pula Usman menghilang dari Muslimin. Desas-desus segera timbul di
kalangan mereka bahwa pihak Quraisy telah membunuhnya secara gelap dan dengan
tipu-muslihat. Boleh jadi sementara itu pemimpin-pemimpin Quraisy dan Usman
sedang sama-sama mencari suatu rumusan jalan tengah antara sumpah mereka supaya
Muhammad jangan datang ke Mekah tahun ini dengan kekerasan, dengan keinginan
pihak Muslimin yang akan bertawaf di Ka'bah serta menunaikan kewajiban kepada
Tuhan. Boleh jadi juga mereka sudah akrab kepada Usman dan dalam pada itu mereka
sama-sama mencari suatu cara yang akan mengatur hubungan mereka dengan Muhammad
dan hubungan Muhammad dengan mereka.
Akan tetapi bagaimanapun juga pihak Muslimin di Hudaibiya
sudah gelisah sekali memikirkan keadaan Usman. Terbayang oleh mereka kelicikan
Quraisy serta tindakan mereka membunuh Usman dalam bulan suci. Semua agama orang
Arab tidak membenarkan seorang musuh membunuh musuhnya yang lain di sekitar
Ka'bah atau di sekitar Mekah yang suci. Terbayang pula oleh mereka kelicikan
Quraisy itu terhadap orang yang datang mengunjungi mereka membawa pesan
perdamaian dan tidak saling menyerang. Oleh karena itu mereka lalu meletakkan
tangan mereka di atas empu pedang masing-masing, suatu tanda mengancam, tanda
kekerasan dan kemarahan. Juga Nabi 'a.s, sudah merasa kuatir bahwa Quraisy telah
mengkhianati dan membunuh Usman dalam bulan suci itu. Lalu katanya:
"Kita tidak akan meninggalkan tempat ini sebelum kita dapat
menghadapi mereka."
Dipanggilnya sahabat-sahabatnya sambil ia berdiri di bawah
sebatang pohon dalam lembah itu. Mereka semua berikrar (berjanji setia)
kepadanya untuk tidak akan beranjak sampai mati sekalipun. Mereka semua berikrar
kepadanya dengan iman yang teguh, dengan kemauan yang keras. Semangat mereka
sudah berkobar-kobar hendak mengadakan pembalasan terhadap pengkhianatan dan
pembunuhan itu. Mereka menyatakan ikrar kepadanya (yang kemudian dikenal dengan
nama) Bai'at'r Ridzwan (Ikrar Ridzwan). Untuk itulah firman Tuhan ini turun:
"Allah sudah rela sekali terhadap orang-orang beriman tatkala
mereka berikrar kepadamu di bawah pohon. Tuhan telah mengetahui isi hati mereka,
lalu di turunkanNya kepada mereka rasa ketenangan dan memberi balasan kemenangan
kepada mereka dalam waktu dekat ini." (Qur'an, 48: 18)
Selesai Muslimin mengadakan ikrar itu Nabi 'a.s. menepukkan
sebelah tangannya pada yang sebelah lagi sebagai tanda ikrar buat Usman seolah
ia juga turut hadir dalam Ikrar Ridzwan itu. Dengan ikrar ini pedang-pedang yang
masih tersalut dalam sarungnya itu seolah sudah turut guncang. Tampaknya bagi
Muslimin perang itu pasti pecah. Masing-masing mereka tinggal menunggu saat
kemenangan atau gugur sebagai syahid dengan rela hati.
Sementara mereka dalam keadaan serupa itu tiba-tiba tersiar
pula berita bahwa Usman tidak terbunuh. Dan tidak lama kemudian disusul pula
dengan kedatangan Usman sendiri ke tengah-tengah mereka itu. Tetapi, sungguhpun
begitu Ikrar Ridzwan ini tetap berlaku, seperti halnya dengan Ikrar 'Aqaba
Kedua, sebagai tanda dalam sejarah umat Islam. Nabi sendiri senang sekali
menyebutnya, sebab disini terlihat adanya pertalian yang erat sekali antara dia
dengan sahabat-sahabatnya, juga memperlihatkan betapa benar keberanian mereka
itu, bersedia terjun menghadapi maut, tanpa takut-takut lagi. Barangsiapa berani
menghadapi maut, maut itu takut kepadanya. Dia malah akan hidup dan memperoleh
kemenangan.
Usman kembali. Apa yang di katakan Quraisy disampaikannya
kepada Muhammad. Mereka sudah tidak ragu-ragu lagi bahwa kedatangannya dengan
sahabat-sahabatnya itu hanya akan menunaikan ibadah haji. Mereka juga menyadari
bahwa mereka tidak melarang siapa saja dari kalangan Arab yang akan datang
berziarah dan melakukan umrah dalam bulan-bulan suci itu. Akan tetapi mereka
sudah lebih dulu berangkat di bawah panji Khalid bin'l-Walid dengan tujuan akan
memerangi dan mencegahnya masuk ke Mekah. Dan memang sudah terjadi
benterokan-benterokan antara anak buah mereka dengan anak buah Muhammad. Kalau
sesudah peristiwa itu mereka membiarkannya masuk ke Mekah, kalangan Arab akan
bicara bahwa mereka sudah kalah menyerah kepadanya. Kedudukan dan kewibawaan
mereka di mata orangsrang Arab itu akan jatuh. Oleh karena itu dengan maksud
menjaga kewibawaan dan kedudukan mereka, untuk tahun ini mereka tetap bertahan
pada pendirian dan sikap mereka itu. Baiklah ia juga memikirkan seperti mereka.
Dia dan mereka, dengan sikapnya masing-masing. Begini ini pendiriannya dan
begitu jalan keluar dari pendirian dan sikap masing-masing itu. Sebab kalau
tidak, mau tidak mau tentu hanya jalan perang yang dapat ditempuh. Tetapi
sebenarnya dalam bulan-bulan suci mereka tidak mau; dari satu segi mereka
menghormati kesucian agama, dan dari segi lain, bila bulan suci ini sekarang
tidak dihormati dan terjadi peperangan, maka untuk hari depan orang-orang Arab
itu sudah merasa tidak aman lagi datang ke Mekah atau ke pasaran kota itu, sebab
kuatir bulan-bulan suci itu akan dilanggar lagi. Ini suatu perkosaan terhadap
perdagangan Mekah dan mata pencarian penduduk kota itu.
Pembicaraan diteruskan. Perundingan-perundingan antara kedua
belah pihak sudah dimulai lagi. Pihak Quraisy mengutus Suhail b. 'Amr dengan
pesan: "Datangilah Muhammad dan adakan persetujuan dengan dia. Dalam persetujuan
itu untuk tahun ini ia harus pulang. Jangan sampai ada kalangan Arab mengatakan,
bahwa dia telah berhasil memasuki tempat ini dengan kekerasan."
Sesampainya Suhail ke tempat Rasul, perundingan perdamaian
dan syarat-syaratnya secara panjang lebar segera pula dibicarakan. Sekali-sekali
pembicaraan itu hampir saja terputus, yang kemudian dilanjutkan lagi, mengingat
bahwa kedua belah pihak sama-sama ingin mencapai hasil. Pihak Muslimin di
sekeliling Nabi juga turut mendengarkan pembicaraan itu.
Ada beberapa orang dari mereka ini yang sudah tidak sabar
lagi melihat Suhail yang begitu ketat dalam beberapa masalah, sedang Nabi
menerimanya dengan cukup memberikan kelonggaran. Kalau tidak karena kepercayaan
Muslimin yang mutlak kepada Nabi, kalau tidak karena iman mereka yang teguh
kepadanya, niscaya hasil persetujuan itu tidak akan mereka terima. Akan mereka
hadapi dengan perang supaya dapat masuk ke Mekah atau sebaliknya.
Sampai pada akhir perundingan itu Umar bin'l-Khattab pergi
menemui Abu Bakr dan terjadi percakapan berikut ini:
Abu Bakr: "Ya, memang!"
Abu Bakr: "Ya, memang!"
Abu Bakr: "Umar, duduklah di tempatmu. Aku bersaksi, bahwa
dia Rasulullah."
Setelah itu Umar kembali menemui Muhammad. Diulangnya
pembicaraan itu kepada Muhammad dengan perasaan geram dan kesal. Tetapi hal ini
tidak mengubah kesabaran dan keteguhan hati Nabi. Paling banyak yang
dikatakannya pada akhir pembicaraannya dengan Umar itu ialah:
"Saya hamba Allah dan RasulNya. Saya takkan melanggar
perintahNya, dan Dia tidak akan menyesatkan saya."
Selain itu kesabaran Muhammad terlihat pula ketika terjadi
penulisan isi persetujuan itu, yang membuat beberapa orang Muslimin jadi lebih
kesal. Ia memanggil Ali b. Abi Talib dan katanya:
"Tulis: Bismillahir-Rahmanir-Rahim (Dengan nama Allah,
Pengasih dan Penyayang)."
"Stop!" kata Suhail.
"Nama Rahman dan Rahim ini tidak saya kenal. Tapi tulislah:
Bismikallahuma (Atas namaMu ya Allah)."
Kata Rasulullah pula: "Tulislah: Atas namaMu ya Allah." Lalu
sambungnya lagi: "Tulis: Inilah yang sudah disetujui oleh Muhammad Rasulullah
dan Suhail b. 'Amr."
"Stop," sela Suhail lagi. "Kalau saya sudah mengakui engkau
Rasulullah, tentu saya tidak memerangimu. Tapi tulislah namamu dan nama bapamu."
Lalu kata Rasulullah pula: "Tulis: Inilah yang sudah
disetujui oleh Muhammad b. Abdillah." Dan selanjutnya perjanjian antara kedua
belah pihak itu ditulis, bahwa kedua belah pihak mengadakan gencatan senjata
selama sepuluh tahun - menurut pendapat sebagian besar penulis sejarah Nabi -
atau dua tahun menurut al-Waqidi - bahwa barangsiapa dari golongan Quraisy
menyeberang kepada Muhammad tanpa seijin walinya, harus dikembalikan kepada
mereka, dan barangsiapa dari pengikut Muhammad menyeberang kepada Quraisy, tidak
akan dikembalikan; bahwa barangsiapa dari masyarakat Arab yang senang mengadakan
persekutuan dengan Muhammad diperbolehkan, dan barangsiapa yang senang
mengadakan persekutuan dengan Quraisy juga diperbolehkan; bahwa untuk tahun ini
Muhammad dan sahabat-sahabatnya harus kembali meninggalkan Mekah, dengan
ketentuan akan kembali pada tahun berikutnya; mereka dapat memasuki kota dan
tinggal selama tiga hari di Mekah dan senjata yang dapat mereka bawa hanya
pedang tersarung dan tidak dibenarkan membawa senjata lain.
Begitu perjanjian ini ditanda-tangani, pihak Khuza'a segera
bersekutu dengan Muhammad dan Banu Bakr bersekutu pula dengan Quraisy.
Selanjutnya begitu perjanjian ini ditandatangani begitu pula Abu Jandal b.
Suhail b. 'Amr datang dan terus hendak menggabungkan diri dengan Muslimin, dan
akan pergi bersama-sama pula. Tetapi Suhail sendiri melihat anaknya demikian
dipukulnya mukanya dan direnggutnya ditentang leher untuk kemudian dikembalikan
kepada Quraisy. Dalam pada itu Abu Jandal sendiri berteriak sekuat-kuatnya:
"Saudara-saudara Muslimin. Saya akan dikembalikan kepada
orang-orang musyrik yang akan menyiksa saya karena agama saya ini?!"
Dengan peristiwa itu kaum Muslimin makin gelisah, makin tidak
senang mereka pada hasil perjanjian yang diadakan antara Rasul dengan Suhail.
Tetapi Muhammad lalu mengarahkan kata-katanya kepada Abu Jandal:
"Abu Jandal, tabahkan hatimu. Semoga Allah membuat engkau dan
orang-orang Islam yang ditindas bersama kau merupakan suatu jalan keluar. Kita
sudah menandatangani persetujuan dengan golongan itu, dan ini sudah kita berikan
kepada mereka dan merekapun sudah pula memberikan kepada kita, dengan nama
Allah. Kita tidak akan mengkhianati mereka."
Sekarang Abu Jandal kembali kepada Quraisy, sesuai vlengan
isi persetujuan dan janji Nabi. Suhail juga lalu berangkat pulang ke Mekah.
Muhammad masih tinggal. Ia gelisah melihat keadaan
orang-orang sekelilingnya. Kemudian ia sembahyang, dan keadaannya mulai tenang
kembali. Ia berdiri, hewan korbannya mulai disembelih. Ia duduk kembali, rambut
kepalanya dicukur sebagai tanda umrah sudah dimulai. Hatinya sudah merasa
tenang, merasa tenteram. Melihat Nabi melakukan itu, dan melihat ketenangannya
pula, merekapun bergegas pula menyembelih hewan dan mencukur rambut kepala -
sebagian ada yang bercukur dan ada juga yang hanya memangkas (menggunting)
rambut:
"Semoga Allah melimpahkan rahmat kepada mereka yang mencukur
rambut," kata Muhammad.
Orang-orang jadi gelisah sambil bertanya: "Dan mereka yang
berpangkas rambut, ya Rasulullah ?"
"Semoga Allah melimpahkan rahmat kepada mereka yang bercukur
rambut," katanya lagi.
Orang-orang masih gelisah sambil bertanya: "Dan mereka yang
berpangkas rambut, ya Rasulullah?"
"Dan mereka yang berpangkas rambut," katanya lagi.
"Rasulullah," kata setengah mereka lagi, "kenapa doa buat
yang bercukur saja yang dinyatakan, bukan buat yang bergunting rambut?,,
"Karena mereka sudah tidak ragu-ragu."
"Tidak ada jalan lain buat Muslimin mereka mesti kembali ke
Medinah dengan harapan akan kembali ke Mekah tahun depan. Sebahagian besar
mereka itu membawa pikiran demikian ini dengan berat hati. Kalau tidak karena
perintah Rasul, mereka takkan dapat menahan hati. Tiada biasanya mereka menerima
kekalahan atau menyerah tanpa pertempuran. Karena iman mereka akan pertolongan
Allah kepada Rasul dan agama, mereka tidak ragu-ragu lagi akan menyerbu Mekah,
kalau saja Muhammad memerintahkan yang demikian itu.
Mereka tinggal di Hudaibiya selama beberapa hari lagi. Ada
mereka yang bertanya-tanya tentang hikmah perjanjian yang dibuat oleh Nabi itu;
ada pula yang dalam hati kecilnya masih menyangsikan adanya hikmah demikian itu.
Akhirnya mereka berangkat pulang.
Sementara mereka di tengah perjalanan antara Mekah dengan
Medinah tiba-tiba turun wahyu kepada Nabi dengan Surah Al-Fat-h. Firman Tuhan
itupun oleh Nabi kemudian dibacakannya kepada sahabat-sahabat:
"Kami telah memberikan kepadamu suatu kemenangan yang nyata;
supaya Tuhan mengampuni kesalahanmu yang sudah lalu dan yang akan datang, dan
Tuhan akan mencukupkan karuniaNya kepadamu serta membimbing engkau ke jalan yang
lurus." (Qur'an, 48: 1-2) Dan seterusnya sampai pada akhir Surah.
Tidak sangsi lagi kalau begitu bahwa Perjanjian Hudaibiya ini
adalah suatu kemenangan yang nyata sekali. Dan memang demikianlah adanya.
Sejarahpun mencatat, bahwa isi perjanjian ini adalah suatu hasil politik yang
bijaksana dan pandangan yang jauh, yang besar sekali pengaruhnya terhadap masa
depan Islam dan masa depan orang-orang Arab itu semua. Ini adalah yang pertama
kali pihak Quraisy mengakui Muhammad, bukan sebagai pemberontak terhadap mereka,
melainkan sebagai orang yang tegak sama tinggi duduk sama rendah. Dan sekaligus
mengakui pula berdirinya dan adanya kedaulatan Islam itu. Kemudian juga suatu
pengakuan bahwa Musliminpun berhak berziarah ke Ka'bah serta melakukan
upacara-upacara ibadah haji; suatu pengakuan pula dari mereka, bahwa Islam
adalah agama yang sah diakui sebagai salah satu agama di jazirah itu.
Selanjutnya gencatan senjata yang selama dua tahun atau sepuluh tahun membuat
pihak Muslimin merasa lebih aman dari jurusan selatan tidak kuatir akan mendapat
serangan Quraisy, yang juga berarti membuka jalan buat Islam untuk lebih
tersebar lagi. Bukankah orang-orang Quraisy yang merupakan musuh Islam paling
gigih dan lawan berperang yang paling keras itu sekarang sudah tunduk, sedang
sebelum itu mereka samasekali tidak pernah akan mau tunduk?
Kenyataannya setelah persetujuan perletakan senjata itu Islam
memang tersebar luas, berlipat ganda lebih cepat daripada sebelumnya. Jumlah
mereka yang datang ke Hudaibiya ketika itu sebanyak 1400 orang. Tetapi dua tahun
kemudian, tatkala Muhammad hendak membuka Mekah jumlah mereka yang datang sudah
sepuluh ribu orang. Mereka yang masih menyangsikan hikmah perjanjian Hudaibiya
ini, yang sangat keberatan ialah adanya sebuah klausul dalam perjanjian itu yang
menyebutkan, bahwa barangsiapa dari golongan Quraisy menyeberang kepada Muhammad
tanpa seijin walinya, harus dikembalikan kepada mereka, dan barangsiapa dari
pengikut Muhammad menyeberang kepada Quraisy tidak akan dikembalikan kepada
Muhammad. Tanggapan Muhammad dalam hal ini ialah apabila ada orang yang murtad
dari Islam dan minta perlindungan Quraisy, orang semacam ini tidak perlu lagi
kembali kepada jamaah Muslimin, dan siapa-siapa yang masuk Islam dan berusaha
menggabungkan diri dengan Muhammad mudah-mudahan Tuhan akan membukakan jalan
keluar.
Peristiwa-peristiwa yang terjadi sesudah itu memang
membuktikan kebenaran pendapat Muhammad bahkan lebih cepat dari yang diduga
sahabat-sahabatnya. Juga ini menunjukkan, bahwa dengan persetujuan Hudaibiya itu
Islam telah memperoleh keuntungan besar yang luarbiasa, dan dua bulan kemudian
sesudah itu telah pula membukakan jalan buat Muhammad memulai mengirimkan
surat-surat kepada raja-raja dan kepala-kepala negara asing mengajak mereka
masuk Islam.
Peristiwa-peristiwa yang terjadi itu memang membuktikan
kebenaran pendapat Muhammad lebih cepat dari yang diduga sahabat-sahabatnya. Abu
Bashir6 telah datang dari Mekah ke Medinah sebagai seorang Muslim. Sesuai dengan
isi persetujuan ia mesti dikembalikan kepada Quraisy sebab ia pergi tidak seijin
tuannya. Untuk itu maka Azhar b. 'Auf dan Akhnas b. Syariq berkirim surat kepada
Nabi supaya orang itu dikembalikan. Surat-surat itu dibawa oleh seorang
laki-laki dari Banu 'Amir yang datang bersama seorang budak.
"Abu Bashir," kata Nabi, "Kita telah membuat perjanjian
dengan pihak mereka, seperti sudah kauketahui. Suatu pengkhianatan menurut agama
kita tidak dibenarkan. Semoga Allah membuat engkau dan orang-orang Islam yang
ditindas bersama kau merupakan suatu kelapangan dan jalan keluar. Berangkat
sajalah engkau kembali kedalam lingkungan masyarakatmu."
"Rasulullah," kata Abu Bashir, "Saya akan dikembalikan kepada
orang-orang musyrik yang akan menyiksa saya karena agama saya ini."
Lalu Nabi mengulangi kata-kata tadi. Dan kedua orang itu pun
berangkat. Sesampainya di Dhu'l-Hulaifa dimintanya kepada kawan seperjalanannya
dari Banu 'Amir itu supaya memperlihatkan pedangnya Setelah digenggamnya
erat-erat pedang itu ditangannya, diayunkannya kepada orang dari Banu 'Amir itu
dan dibunuhnya orang itu. Sekarang sang budak lari ke jurusan Medinah, langsung
menemui Nabi.
"Orang ini tampaknya dalam ketakutan," kata Nabi setelah
melihat orang itu. Lalu katanya kepada orang tersebut, "He! Ada apa?"
"Teman tuan membunuh teman saya," kata orang itu.
Tidak lama kemudian Abu Bashir muncul dengan membawa pedang
terhunus dan berkata dengan menujukan kata-katanya kepada Muhammad.
"Rasulullah," katanya. "Jaminan tuan sudah terpenuhi, dan
Tuhan sudah melaksanakan buat tuan. Tuan menyerahkan saya ke tangan mereka dan
dengan agama saya itu saya tetap bertahan, supaya jangan saya dianiaya atau
dipermainkan karena keyakinan agama saya itu."
Sebenarnya Rasul tidak dapat menyembunyikan kekagumannya dan
harapannya sekiranya dia punya anak buah. Sesudah itu Abu Bashir berangkat juga.
Ia berhenti di Al-Ish, di pantai laut sepanjang jalur Quraisy ke Syam. Dalam
perjanjian Muhammad dengan Quraisy ialah membiarkan jalan ini sebagai
lalu-lintas perdagangan, yang tidak boleh diganggu olehnya atau oleh Quraisy.
Tetapi setelah Abu Bashir pergi ke daerah itu dan hal ini didengar oleh umat
Muslimin yang tinggal di Mekah serta tentang kekaguman Rasul kepadanya, sebanyak
kira-kira tujuhpuluh laki-laki dari mereka ini lari pula menemuinya dan
menggabungkan diri di tempat tersebut, lalu dijadikannya dia sebagai pemimpin
mereka. Sekarang mereka bersama-sama mencegat Quraisy dalam perjalanan itu.
Setiap orang yang berhasil mereka tangkap, mereka bunuh dan setiap ada kafilah
dagang tentu mereka rampas. Ketika itulah Quraisy menyadari bahwa hal ini
merupakan suatu kerugian besar buat mereka, apabila kaum Muslimin itu masih
tetap tinggal di Mekah. Mereka memperhitungkan, bahwa usaha mengurung orang yang
benar-benar teguh imannya, lebih berbahaya daripada membebaskannya. Tentu ia
akan mencari kesempatan lari. Ia akan melancarkan perang yang tak berkesudahan
terhadap mereka yang mengurungnya, dan mereka juga yang akan rugi. Seolah
teringat oleh Quraisy ketika Muhammad hijrah ke Medinah. Ia mencegat perjalanan
kafilah mereka. Perbuatan semacam itu mereka kuatirkan akan diulangi oleh Abu
Bashir.
Sehubungan dengan inilah mereka lalu mengutus orang kepada
Nabi. Dimintanya supaya ia mau menampung orang-orang Islam itu, dan supaya
membiarkan jalan lalu-lintas itu kembali aman. Dengan demikian Quraisy telah
mundur setapak dari apa yang secara gigih disyaratkan oleh Suhail b. 'Amr bahwa
Muslimin Quraisy yang pergi menyeberang kepada Muhammad tidak seijin walinya
harus di kembalikan ke Mekah. Dengan sendirinya syarat itu jadi gugur, yang dulu
pernah membuat Umar bin'l-Khattab jadi gusar karenanya dan yang telah
menyebabkan dia jadi marah-marah kepada Abu Bakr.
Selanjutnya Mulmammad telah menampung sahabat-sahabatnya itu
dan jalan ke Syam itu pun kembali jadi aman.
Terhadap wanita-wanita Quraisy yang turut hijrah ke Medinah,
Muhammad mempunyai pendapat lain lagi.
Setelah ada persetujuan gencatan senjata itu Umm Kulthum bt.
'Uqba b. Mu'ait keluar dari Mekah. Saudaranya, 'Umara dan Walid, yang kemudian
menyusul, menuntut kepada Rasulullah supaya wanita itu dikembalikan kepada
mereka sesuai dengan isi Perjanjian Hudaibiya. Akan tetapi Nabi menolak. Ia
berpendapat, bahwa menurut hukum, kaum wanita tidak termasuk dalam persetujuan
itu. Apabila ada wanita yang minta perlindungan, maka harus dilindungi.
Disamping itu, bilamana wanita itu sudah masuk Islam, maka suaminya yang masih
musyrik sudah tidak sah lagi. Mereka harus berpisah. Dalam hal inilah firman
Tuhan datang:
"Orang-orang yang beriman. Apabila wanita-wanita yang beriman
itu, datang hijrah kepada kamu hendaklah mereka itu kamu uji. Allah lebih
mengetahui tentang keimanan mereka. Bila kamu juga sudah mengetahui, bahwa
mereka memang wanita-wanita yang beriman, jangan hendaknya mereka dikembalikan
kepada orang-orang yang kafir. Mereka tidak halal buat (menjadi isteri)
orang-orang kafir, dan orang-orang kafir itupun tidak halal buat (menjadi suami)
mereka. Dan bayarkanlah kepada (suami-suami) mereka apa yang sudah mereka
nafkahkan. Tiada salahnya kamu menikah dengan mereka itu kalau sudah kamu
bayarkan maharnya. Dan janganlah kamu bertahan pada perkawinan wanita-wanita
kafir, dan mintalah apa yang telah kamu nafkahkan, begitupun biarlah mereka juga
minta apa yang telah mereka nafkahkan. Demikian itulah Dia memberikan keputusan
antara sesama kamu. Allah Maha mengetahui dan Maha Bijaksana." (Qur'an, 60: 10)
Sekali lagi peristiwa-peristiwa yang telah terjadi itu
membuktikan kebenaran kebijaksanaan Muhammad. Membenarkan pandangannya yang jauh
serta politiknya yang, tepat sekali. Selanjutnya membuktikan pula, bahwa ketika
ia membuat Perjanjian Hudaibiya itu ia telah meletakkan dasar yang kukuh sekali
dalam kebijaksanaan politik dan penyebaran Islam. Dan inilah kemenangan yang
nyata itu.
Dengan adanya Pelianjian Hudaibiya ini segala hubungan antara
Quraisy dengan Muhammad telah menjadi tenang sekali. Masing-masing pihak sudah
merasa aman pula. Sekarang Quralsy semua mencurahkan perhatiannya pada perluasan
perdagangannya, dengan harapan kalau-kalau semua kerugian yang dialaminya selama
perang antara Muslimin dengan Quraisy itu dapat ditarik kembali; demikian juga
ketika jalan ke Syam itu tertutup perdagangannya terancam akan mengalami
kehancuran.
Sebaliknya Muhammad, ia mencurahkan perhatiannya pada soal
kelanjutan menyampaikan ajarannya kepada seluruh umat manusia di segenap pelosok
dunia. Pandangannya diarahkan dalam langkah mencapai sukses untuk ketenteraman
umat Muslimin di seluruh jazirah. Bidang itulah yang dilakukannya dengan
mengirimkan utusan-utusan kepada raja-raja pada beberapa negara, disamping
mengosongkan orang-orang Yahudi dari seluruh jazirah Arab, yang semuanya itu
selesai samasekali sesudah perang Khaibar.
1 Asalnya badana atau badn, yaitu unta atau sapi yang di
sembelih (A)
2 Sebuah desa enam atau tujuh mil jauhnya dari Medinah,
tempat pertemuan penduduk Medinah yang akan pergi haji.
3 Usfan, sebuah desa terletak antara Mekah dan Medinah,
sekitar 60 km dari Mekah.
4 Kira'l-Ghamim sebuah wadi di depan 'Usfan, sekitar 8 mil (±
12 km).
5 Ahabisy ialah perkampungan di pegunungan (sebuah kabilah
Arab ahli pelempar panah). Dinamakan demikian, karena warna kulit mereka yang
hitam sekali, atau karena sifatnya yang mengelompok, atau juga di hubungkan pada
Hubsy, nama sebuah gunung di hilir Mekah (lihat juga halaman 311).
6 Nama lengkapnya Abu Bashir 'Utba b. Usaid (atau b. Asid
seperti dalam As-Sirat'n-Nabawiya oleh Ibn Hisyam, jilid tiga, p. 337) dari
Thaqif, karena keyakinan agamanya telah dipenjarakan oleh Quraisy di Mekah.
Kemudian ia melarikan diri menyusul Nabi ke Medinah (A).
Sumber: Sejarah Hidup Muhammad oleh Dr. Mohammad Hussein Haekal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar