Sabtu, 24 Juni 2017

Sunnahnya Puasa 6 Hari di Bulan Syawwal

Dari Abu Ayyub al-Anshari radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ

“Barangsiapa yang berpuasa (di bulan) Ramadhan, kemudian dia mengikutkannya dengan (puasa sunnah) enam hari di bulan Syawwal, maka (dia akan mendapatkan pahala) seperti puasa setahun penuh.” [HR. Muslim (no. 1164)]

Hadits yang agung ini menunjukkan keutamaan puasa sunnah enam hari di bulan Syawwal, yang ini termasuk karunia agung dari Allah kepada hamba-hamba-Nya, dengan kemudahan mendapatkan pahala puasa setahun penuh tanpa adanya kesulitan yang berarti.
Dan merupakan salah satu tanda diterimanya suatu amal ibadah oleh Allah, adalah dengan giat melakukan amal ibadah lain setelahnya [Lihat kitab Ahaadiitsush Shiyaam, Ahkaamun wa Aadaab (hal. 157)]
---------------------


Ada beberapa pendapat mengenai waktu kapan mulai berpuasa syawal. Namun yg terbaik adalah melakukan puasa syawal sehari setelah 'idul fitri (langsung) atau dilakukan segera setelah hari raya Idhul Fithri, yakni tgl 2 syawal hingga tgl 7 syawal (6 hari).
Hal ini termasuk bersegera dalam kebaikan, menunjukkan kecintaan kepada ibadah puasa serta tidak bosan mengerjakannya, dan supaya nantinya tidak timbul halangan untuk mengerjakannya jika ditunda.
Dan ibadah-ibadah sunnah merupakan penyempurna kekurangan ibadah-ibadah yang wajib, sebagaimana ditunjukkan dalam hadits-hadits yang shahih.
[Lihat kitab Ahaadiitsush Shiyaam, Ahkaamun wa Aadaab (hal. 158)]

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memerintahkan kita untuk bersegera (dan jangan ditunda-tunda) dalam amalan yang berkenaan dengan akhirat.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

اَلتُّؤَدَةُ فِى كُلِّ شَيْءٍ خَيْرٌ اِلَّا فِى عَمَلِ الْاٰخِرَةِ. (رواه ابو داود والْحَاكِمُ)
“Perlahan-lahan dalam segala hal adalah baik, kecuali dalam amalan yang berkenaan dengan akhirat”. (HR. Abu Dawud dan Al Hakim).

Pendapat lain:
Mayoritas ulama mazhab fiqih berpendapat puasa enam hari Syawal hukumnya adalah sunnah, berbeda dengan Imam Malik. Tokoh ulama Madinah tersebut berpandangan justru puasa enam hari Syawal makruh hukumnya.

Hadits Abu Ayyub al-Anshariy, derajatnya sahih, namun hadits ini menyelisih ‘amal ahl Madinah (pekerjaan penduduk Madinah), dan lebih dari itu, jalur periwayatannya adalah ahad (tunggal), yaitu diriwayatkan satu orang di setiap tingkatan sanadnya. Jadi hadisnya, bukan hadits mutawatir yang diriwayatkan orang banyak dalam setiap tingkatan sanad.  

Imam Ibnu Abdil-Barr, ulama terkemuka dari Mazhab Maliki mengatakan dalam kitabnya al-Istidzkar (3/379), "Imam Malik menyebutkan perihal puasa enam hari Syawal bahwa beliau tidak pernah melihat seseorang dari kalangan ahli fiqih dan ahli ilmu yang berpuasa enam hari Syawal, beliau (Imam Malik) juga berkata, ‘Tidak satu pun riwayat yang sampai kepadaku tentang puasa syawal dari salah satu ulama salaf’.” 

Ketika ada hadits ahad yang mana kandungannya itu bertentangan dengan pekerjaan penduduk Madinah, walaupun itu sahih, yang dimenangkan ialah pekerjaan penduduk madinah. 

Imam Malik mengatakan. "Dan para ahli ilmu memakruh-kan itu (puasa 6 hari syawal), dan mengkhawatikan bahwa itu adalah sebuah bid’ah, dan (khawatir) kalau orang-orang awam mengganggap itu bagian dari Ramadhan (padahal bukan)”. (al-Istidzkar 3/379).

Namun perlu diketahui bahwa Abu Ayyub al-Anshariy adalah juga penduduk Madinah dan lahir juga di Madinah. Nama aslinya adalah Khalid bin Zaid bin Kulaib bin Tsa'labah bin Abdu-Amr bin Auf bin Ghanam bin Malik bin an-Najjar bin Tsa'labah bin al-Khazraj. Dia berasal dari suku Khazraj, kabilah Bani Najjar. Ayahnya adalah Zaid bin Kulaib. Ibunya adalah Hindun binti Sa'id bin Amr bin Imri'il Qais bin Malik bin Tsa'labah bin Ka'ab bin al-Khazraj bin al-Harits bin al-Khazraj. Istrinya adalah Ummu Ayyub binti Qais bin Sa'id bin Qais bin Amr bin Imri'il Qais.Nabi mempersaudarakannya dengan Mush'ab bin Umair.

Abu Ayyub al-Anshari (أبو أيوب الأنصاري) adalah seorang sahabat Nabi Muhammad yang paling tua sekali. Beliau mendapatkan kemuliaan disisi Nabi SAW. 
Di antara kemuliaannya adalah singgahnya Nabi Muhammad selama kurang lebih tujuh bulan di rumahnya ketika datang hijrah dari Mekkah ke Madinah. Abu Ayyub hidup pada zaman Abu Bakar, Umar, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Abu Ayyub meninggal di Konstantinopel ketika tentara Kekhalifahan Umayyah coba menyerang kota itu. Setelah Sultan Muhammad II menaklukkan Konstantinopel pada tahun 1453, makam Abu Ayyub dipindahkan ke tepi benteng Konstantinopel di Istanbul seperti yang diwasiatkannya. Di samping makam beliau dibangun Masjid Eyüp Sultan.
Dan, Hadits Abu Ayyub al-Anshariy, mengenai puasa syawal itu derajatnya sahih yang diriwayatkan oleh imam Muslim (no. 1164).


Wa Allahu 'alam 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar