Jumat, 17 Februari 2017

Benarkah Abdurrahmân bin ‘Auf Memasuki Surga dengan Merangkak?

Sejumlah mubaligh,  sufi, dan penulis kadangkala menceritakan hadits tentang kisah ‘Abdurrahman bin ‘Auf yang memasuki surga dengan merangkak dikarenakan terlalu banyak memiliki kekayaan. Biasanya kisah ini dipaparkan saat membahas tentang keutamaan kemiskinan atas kekayaan dan kehidupan yang zuhud. Bagaimanakah sebenarnya kisah tentang veteran Perang Badar tersebut?

Contoh Kisah dari ABDURRAHMAN BIN AUF
Abdurrahman bin Auf pernah mendengar bahwa suatu hari Rasulullah saw bersabda :

Wahai Ibnu Auf, engkau termasuk orang kaya, dan engkau akan masuk ke dalam surga secara perlahan-lahan (dengan cara merangkak), maka pinjamkanlah harta kekayaanmu itu kepada Allah, niscaya Allah akan meringankan langkah kakimu.

Sejak itu, ia meminjamkan harta kekayaannya itu kepada Allah dengan sebaik-baiknya, dan Allah melipatgandakan hartanya sebanyak-banyaknya. Ia juga menginfakkan lima ratus ekor kuda untuk pasukan kaum Muslimin, dan pada hari yang lain ia menginfakkan seribu lima ratus hewan tunggangan.


Puncak dari kebaikannya kepada orang lain, ialah ketika ia menjual tanah seharga empat puluh ribu dinar, yang kemudian dibagikannya kepada Bani Zuhrah dan orang-orang fakir dari kalangan Muhajirin dan Anshar. Ketika Aisyah mendapatkan bagiannya, ia berkata,

”Aku mendengar Rasulullah saw bersabda, tidak akan memperhatikan sepeninggalku, kecuali orang-orang yang bersabar. Semoga Allah memberinya air minum dari mata air Salsabila di surga.”

Menjelang wafatnya, ia mewasiatkan lima puluh ribu dinar untuk diinfakkan di jalan Allah, empat ribu dinar bagi setiap orang yang ikut Perang Badar, hingga Khalifah Utsman pun memperoleh bagian wasiatnya. Ketika mengambil (bagian)-nya, Utsman berkata: “Sesungguhnya harta Abdurrahman ini halal lagi bersih, dan makanan yang diberikannya mengandung ‘afiyah dan berkah.”

Sedemikian dermawannya Abdurrahman bin Auf, sampai dikatakan: “Seluruh penduduk Madinah (pernah) berserikat dengan Ibnu Auf dalam kepemilikan hartanya. Sepertiga harta itu dipinjamkannya kepada mereka, sepertiga lagi digunakan untuk membayar hutang-hutang mereka, dan sepertiga sisanya diberikan dan dibagikan kepada mereka. ” Ia juga meninggalkan warisan harta berupa emas yang sangat banyak. Harta itu harus dibelah dengan kapak hingga melepuh tangan orang-orang karena keletihan membelahnya.

Beliau juga terkenal senang berbuat baik kepada orang lain, terutama kepada Ummahatul Mukminin. Setelah Rasulullah saw wafat, Abdurrahman bin Auf selalu berusaha untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka. Menyertainya apabila mereka berhaji, yang ini merupakan suatu kebanggaan tersendiri bagi Abdurrahman. Dia juga pernah memberikan kepada mereka sebuah kebun yang nilainya sebanyak empat ratus ribu dinar.
Dalam hal kedermawanan, dikisahkan satu kisah yang sangat dikenang dari Abdurrahman bin Auf tentang kedermawanan yang sulit ditiru pada zaman sekarang…

Pada suatu hari, kota Madinah sedang aman dan tenteram, terlihat debu tebal yang mengepul ke udara, datang dari tempat ketinggian di pinggir kota; debu itu semakin tinggi bergumpal-gumpai hingga hampir menutup ufuk pandangan mata. Angin yang bertiup menyebabkan gumpalan debu kuning dari butiran-butiran pasir yang lunak, terbawa menghampiri pintu-pintu kota, dan berhembus dengan kuatnya di jalan-jalan rayanya.

Orang banyak menyangkanya ada angin ribut yang menyapu dan menerbangkan pasir. Tetapi kemudian dari balik tirai debu itu segera mereka dengar suara hiruk pikuk, yang memberi tahu tibanya suatu iringan kafilah besar yang panjang.

Tidak lama kemudian, sampailah 700 kendaraan yang sarat dengan muatannya memenuhi jalan-jalan kota Madinah dan menyibukkannya. Orang banyak saling memanggil dan menghimbau menyaksikan keramaian ini serta turut bergembira dan bersukacita dengan datangnya harta dan rezeki yang dibawa kafilah itu.

Ummul Mu’minin Aisyah ra demi mendengar suara hiruk pikuk itu ia bertanya, “Apakah yang telah terjadi di kota Madinah?” Mendapat jawaban, bahawa kafilah Abdurrahman bin ‘Auf baru datang dari Syam membawa barang-barang dagangannya. Kata Ummul Mu’minin lagi, “Kafilah yang telah menyebabkan semua kesibukan ini?” “Benar, ya Ummal Mu’minin, kerana ada 700 kendaraan!” Ummul Mu’minin menggeleng-gelengkan kepalanya, sembari melayangkan pandangnya jauh menembus, seolah-olah hendak mengingat-ingat kejadian yang pernah dilihat atau ucapan yang pernah didengarnya.

Kemudian katanya, “Ingat, aku pernah mendengar Rasulullah saw bersabda, ‘Kulihat Abdurrahman bin ‘Auf masuk syurga dengan perlahan-lahan!’”

Abdurrahman bin ‘Auf masuk syurga dengan perlahan-lahan? Kenapa ia tidak memasukinya dengan melompat atau berlari kencang bersama angkatan pertama para shahabat Rasul? Sebahagian shahabat menyampaikan ceritera Aisyah kepadanya, maka ia pun teringat pernah mendengar Rasulullah saw mengucapkannya lebih dari satu kali dan dengan susunan kata yang berbeda-beda.

Dan sebelum tali-temali perniagaannya dilepaskannya, ditujukannya langkah-langkahnya ke rumah Aisyah lalu berkata kepadanya,

“Anda telah mengingatkanku suatu Hadits yang tak pernah kulupa.” Kemudian ulasnya lagi (Abdurrahman bin ‘Auf berkata), “Dengan ini aku mengharap dengan sangat agar anda menjadi saksi, bahwa kafilah ini dengan semua muatannya berikut kendaraan dan perlengkapannya, kupersembahkan di jalan Allah ‘azza wajalla!”

Dan dibahagikannya lah seluruh muatan 700 kendaraan itu kepada semua penduduk Madinah dan sekitarnya sebagai perbuatan baik yang sangat besar.

Peristiwa yang satu ini saja, melukiskan gambaran yang sempurna tentang kehidupan shahabat Rasulullah saw, Abdurahman bin ‘Auf. Dialah saudagar yang berhasil. Keberhasilan yang paling besar dan lebih sempurna! Dia pulalah orang yang kaya raya. Kekayaan yang paling banyak dan melimpah ruah. Dialah seorang Mu’min yang bijaksana yang tak sudi kehilangan bahagian keuntungan dunianya oleh kerana keuntungan agamanya, dan tidak suka harta benda kekayaannya meninggalkannya dari kafilah iman dan pahala syurga. Maka dialah yang membaktikan harta kekayaannya dengan kedermawanan dan pemberian yang tidak terkira, dengan hati yang puas dan rela.

Kisah ABDURRAHMAN BIN AUF yang Lain:
Pada suatu hari dihidangkan kepadanya makanan untuk berbuka (ABDURRAHMAN BIN AUF), kerana waktu itu ia sedang shaum. Sewaktu pandangannya jatuh pada hidangan tersebut, timbul selera makannya, tetapi ia pun menangis sambil mengeluh,

“Mushab bin Umair telah gugur sebagai syahid, ia seorang yang jauh lebih baik daripadaku, ia hanya mendapat kafan sehelai burdah; jika ditutupkan ke kepalanya maka kelihatan kakinya, dan jika ditutupkan kedua kakinya terbuka kepalanya! Demikian pula Hamzah yang jauh lebih baik daripadaku, ia pun gugur sebagai syahid, dan di saat akan dikuburkan hanya terdapat baginya sehelai selendang. Telah dihamparkan bagi kami dunia seluas-luasnya, dan telah diberikan pula kepada kami hasil sebanyak-banyaknya. Sungguh kami khawatir kalau-kalau telah didahulukan pahala kebaikan kami!”

Pada suatu peristiwa lain sebahagian sahabatnya berkumpul bersamanya menghadapi jamuan di rumahnya. Tak lama sesudah makanan diletakkan di hadapan mereka, ia pun menangis; karena itu mereka bertanya, “Apa sebabnya anda menangis wahai Abu Muhammad?”

Jawab Abdurrahman, “Rasulullah saw telah wafat dan tak pernah beliau berikut ahli rumahnya sampai kenyang makan roti gandum, apa harapan kita apabila dipanjangkan usia tetapi tidak menambah kebaikan bagi kita?”

Begitulah ia, kekayaannya yang melimpah-limpah, sedikitpun tidak membangkitkan kesombongan dan takabur dalam dirinya! Sampai-sampai dikatakan orang tentang dirinya, “Seandainya seorang asing yang belum pernah mengenalnya, kebetulan melihatnya sedang duduk-duduk bersama pelayan-pelayannya, nescaya ia tak akan sanggup membedakannya dari antara mereka!”



Bab: Matan Hadits

حَدَّثَنَا عَبْدُ الصَّمَدِ بْنُ حَسَّانَ ، قَالَ : أَخْبَرَنَا عُمَارَةُ ، عَنْ ثَابِتٍ ، عَنْ أَنَسٍ ، قَالَ : بَيْنَمَا عَائِشَةُ فِي بَيْتِهَا إِذْ سَمِعَتْ صَوْتًا فِي الْمَدِينَةِ ، فَقَالَتْ : مَا هَذَا ؟ قَالُوا : عِيرٌ لِعَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ قَدِمَتْ مِنَ الشَّامِ تَحْمِلُ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ ، قَالَ : فَكَانَتْ سَبْعَ مِئَةِ بَعِيرٍ ، قَالَ : فَارْتَجَّتِ الْمَدِينَةُ مِنَ الصَّوْتِ ، فَقَالَتْ عَائِشَةُ : سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، يَقُولُ : قَدْ رَأَيْتُ عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ عَوْفٍ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ حَبْوًا ، فَبَلَغَ ذَلِكَ عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ عَوْفٍ ، فَقَالَ : إِنْ اسْتَطَعْتُ لأَدْخُلَنَّهَا قَائِمًا ، فَجَعَلَهَا بِأَقْتَابِهَا ، وَأَحْمَالِهَا فِي سَبِيلِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ.

“Telah menceritakan kepada kami ‘Abdush Shamad ibn Hassân, dia berkata; telah mengabarkan kepada kami ‘Umârah, dari Tsâbit, dari Anas (ibn Mâlik) berkata; Ketika ‘Âisyah berada di rumahnya tiba-tiba dia mendengar suara di Madinah, dia berkata; ada apa ini?, orang-orang berkata; rombongan dagang ‘Abdur Rahmân ibn ‘Auf yang datang dari Syam dia membawa apa saja, (Anas ibn Mâlik) berkata; berupa tujuh ratus ekor unta. (Anas ibn Mâik) berkata; hingga Madinah bergetar karena suara gemuruh, maka ‘Âisyah berkata; saya mendengar Rasûlullâh Shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sungguh saya melihat ‘Abdur Rahmân ibn ‘Auf masuk surga dengan merangkak.” Lalu hal itu sampai kepada Abdur Rahmân ibn ‘Auf hingga ia berkata: jika saya bisa, saya ingin masuk surga dengan berdiri. Selanjutnya ia menyumbangkan seluruh unta dan barang bawaannya di jalan Allah ‘Azza wa Jalla.”

Dan dalam riwayat lain, ‘Abdurrahmân ibn ‘Auf berkata: “Seandainya aku mampu, niscaya kumasuki surga dengan berjalan.” Lalu dia pun memberikan semua unta beserta pelana-pelana dan muatannya untuk perjuangan di jalan Allah. Dan itu sebanyak tujuh ratus ekor unta yang suaranya mengguncangkan Madinah.

Takhrîj al-Hadîts
Hadits yang datang membawa kisah ini dikeluarkan oleh Ahmad di kitab Musnad (1/115; 24886), Ath Thabarani di kitab Al Mu’jam (1/129; 264), Abu Nu’aim di kitab Ma’rifah Ash Shahabah (1/384) dan di kitab Al Hilyah (1/98), Ibn Al Jauzi di kitab Al Maudhu’at (2/13); semuanya dari jalan ‘Umarah bin Zadzan dari Tsabit al-Bunani dari Anas bin Malik.

Pendapat Para Muhaddits
Al-Hafizh Ibn Hajar al-Asqalani menyebutkan  (nama) ‘Umarah bin Zadzan di kitab at-Tahdzîb (7/365), dan beliau mengatakan:

Telah berkata al-Atsram dari Ahmad, “Yang diriwayatkan dari Tsabit dari Anas adalah hadits-hadits mungkar.”
Dan berkata al-Ajurri dari Abu Dawud, “Laisa bi dzâka.”
Dan as-Saji berkata, “padanya terdapat kelemahan, tidak ada apa-apanya dan tidak kuat dalam hadits.”
Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani berkata  di kitab al-Qaul al-Musaddad (halaman 25), “Aku melihatnya tidak meluaskan pembicaraan atas kisah ini, maka cukuplah bagi kita persaksian Imam Ahmad bahwa kisah itu dusta. Lebih utama kita katakan, “Kisah ini termasuk di antara hadits-hadits yang diperintahkan oleh Imam Ahmad untuk disingkirkan, bisa jadi dari yang seharusnya disingkirkan itu tertinggal karena lupa atau bisa jadi sebagian lagi dari yang (ditambahkan) oleh ‘Abdullah (bin Ahmad bin Hanbal) dan luput disingkirkan. Wallâhu A’lam.”

Imam ad-Daruquthni menyebutkan ‘Umarah bin Zadzan di kitab Adh Dhu’afa wa Al Matrukin (382) seraya mengatakan, “’Umarah bin Zadzan Ash Shidalani, orang Bashrah, dia meriwayatkan dari Tsabit Al Bunani dan Abu Ghalib lalu memalsukannya.”

Imam Ibnu al-Jauzi di kitab al-Maudhû’ât (2/13) menulis:
Imam Ahmad bin Hanbal berkata, “Hadits ini dusta dan mungkar.” Dia berkata, “’Umarah bin Zadzan tidak bisa dijadikan hujjah.”
Imam Abu Hatim Ar Razi berkata, “’Umarah bin Zadzan tidak bisa dijadikan hujjah.”
Al-Jarah bin Minhal meriwayatkan dengan sanad miliknya dari ‘Abdurrahman bin ‘Auf bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Wahai Ibn ‘Auf, sesunggunya kamu termasuk kalangan orang kaya, dan sesungguhnya kamu tidak memasuki surga kecuali dengan merayap. Maka berikan pinjaman untuk Rabb-mu (dari hartamu), niscaya Allah akan melepaskan kedua kakimu (hingga bisa berjalan).” Imam An Nasa’i berkata, “Hadits ini palsu. Al-Arah bin Minhal matrûk al-hadîts.” Yahya berkata, “Hadits al-Jarah tidak ada apa-apanya.” Ibn al-Madini berkata, “Haditsnya jangan ditulis.” Ibn Hibban berkata, “Dia biasa berdusta.” Ad-Daruquthni berkata, “Ibnu Ishaq meriwayatkan darinya lalu membalikkan namanya menjadi Minhal bin al-Jarah, dan dia itu matrûk.”
Imam Ibn Al-Jauzi berkata: “Hadits bathil semisal ini terkait dengan kepandiran orang-orang yang zuhud. Mereka memandang bahwa harta itu merupakan penghalang dari kesegeraan menuju kebaikan. Mereka juga mengatakan, “Jika Ibn ‘Auf memasuki surga sambil merayap dengan sebab hartanya, maka itu sudah cukup menjadi alasan tentang ketercelaan harta.” Padahal hadits ini tidaklah shahih, dan ‘Abdurrahmân ibn ‘Auf – shahabat yang telah dipersaksikan baginya surga- terlepas dari (anggapan) bahwa dia terhalang oleh hartanya dari kesegeraan (menuju surga), karena mengumpulkan harta itu memang mubah, yang tercela itu adalah cara mendapatkannya yang tidak benar dan tidak mengeluarkan kewajiban atas harta itu di dalamnya, sedangkan ‘Abdurrahmân ibn ‘Auf itu terlepas dari kedua hal itu. Thalhah pun telah mewariskan emas, demikian juga az-Zubair dan para shahabat lain. Jika mereka mengetahui bahwa mengumpulkan harta itu buruk, niscaya mereka akan mengeluarkan semuanya. Dan berapa banyak tukang cerita yang menyebarluaskan hadits semacam ini yang menganjurkan kepada kefakiran dan mencela kekayaan, maka semoga Allah membanyakkan ulama yang mengetahui yang shahih dan memahami ushul.”

Kesimpulan
Hadits tentang shahabat ‘Abdurrahmân ibn ‘Auf Radhiyallâhu ‘Anhu adalah hadits palsu yang ditinggalkan. Kisahnya tidak benar dan bertentangan dengan hadits shahih mengenai Ahli Badar. Berkaitan dengan sabda Nabi s.a.w.: “Dia berperan serta dalam perang Badar. Siapa tahu bisa jadi Allah melongok kepada Ahli Badar, lalu berfirman, “Lakukanlah apa yang kalian suka karena Aku telah mengampuni kalian.”

Oleh karena itu pernyataan yang menyebutkan bahwa ‘Abdurrahmân ibn ‘Auf memasuki surga dengan merangkak, sama sekali tidak dapat dipercaya.

--> Minta Kaya atau Miskin?

http://tausyiahaditya.blogspot.co.id/2014/03/minta-kaya-atau-miskin.html



Ini hadits yg Sahih tentang Abdurrahman bin Auf:
Hadis riwayat Abu Said Al-Khudri Radhiyallahu’anhu, ia berkata: Antara Khalid bin Walid dan Abdurrahman bin Auf telah terjadi sesuatu lalu Khalid pun mencaci-makinya. Mendengar itu Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam lalu bersabda: Janganlah kamu mencaci-maki seorang pun dari para sahabatku. Sekalipun salah seorang kamu membelanjakan emas sebesar gunung Uhud, hal itu tidak dapat menandingi satu bahkan setengah mud (1 mud=543 gram) salah seorang mereka. (Shahih Muslim No.4611)

Beliau sudah dipastikan Masuk Surga
Shalih bin Mismar Al Maruzi menceritakan kepada kami, Ibnu Abi Fudaik menceritakan kepada kami dari Musa bin Ya'qub, dari Umar bin Sa'id, dari Abdurrahman bin Humaid, dari ayahnya, bahwa Sa'id bin Zaid menceritakan kepadanya dalam rombongan tentang Rasulullah SAW bersabda, "Sepuluh orang di dalam surga: Abu Bakar di dalam surga, Umar di dalam surga, Utsman, Ali, Jubair, Thalhah, Abdurrahman bin Auf, Abu Ubaidah, dan Sa'ad bin Abu Wagash."
Ayah Abdurrahman bin Humaid berkata, "Sa'ad menghitung kesembilan orang itu, dan ia diam dari sosok yang kesepuluh. Orang-orang kemudian berkata, 'Kami mohon kepadamu karena Allah wahai Abu Al A'war, siapakah (sosok) yang kesepuluh." Ia menjawab, 'Kalian mendesakku karena Allah. Abu Al A'war di surga'."
Shahih: Ibnu Majah (133) dan shahih sunan tirmidzi (3748).
Abu Isa berkata, "Abu Al A'war adalah Sa'id bin Zaid bin Amru bin Nufail (yang menceritakan hadits ini)."

Orang Miskin lebih dahulu masuk Surga
Muhammad bin Musa Al Bashri menceritakan kepada kami, Ziyad bin Abdullah menceritakan kepada kami, dari Al A'masy, dari Athiyah, dari Abu Sa'id. ia berkata, Rasulullah bersabda. "Kaum fakir dari golongan Muhajirin akan masuk surga terlebih dahulu dari pada orang-orang kaya dari golongan mereka, dengan terpaut lima ratus tahun ".
Shahih: Ibnu Majah (4123); Muslim, Ibnu Amr, shahih sunan tirmidzi (2351).

Abdul A'la bin Washil Al Kufi menceritakan kepada kami. Tsabit bin Muhammad Al Abid Al Kufi menceritakan kepada kami, Al Harits bin An Nu'man AlLaitsi menceritakan kepada kami, dari Anas. Bahwa Rasulullah pernah berdoa, "Ya Allah, hidupkanlah aku dalam keadaan miskin, wafatkanlah diriku dalam keadaan miskin, dan bangkitkanlah aku bersama kelompok orang miskin pada hari kiamat nanti". Aisyah bertanya, ''Mengapa demikian wahai Rasulullah?" Beliau menjawab, "Sesungguhnya mereka (kaum miskin) akan masuk surga sebelum kaum kaya di antara mereka dengan selisih waktu hingga empat puluh kharif (tahun). Wahai Aisyah, janganlah kamu menolak (memberikan sesuatu) kepada orang miskin meski hanya dengan separoh buah kurma. Wahai Aisyah, cintailah orang-orang miskin dan dekatilah mereka, niscaya Allah akan mendekatimu pada hari kiamat nanti".
Shahih: Ibnu Majah (4126), shahih sunan tirmidzi (2352) .

(Dikutip dan diedit oleh admin dari http://www.fimadani.com/kisah-abdurrahman-bin-auf-memasuki-surga-dengan-merangkak/)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar