Firman Allah SWT:
كُلُّ نَفْسٍ ذَآئِقَةُ ٱلْمَوْتِ ثُمَّ إِلَيْنَا تُرْجَعُونَ
“Tiap-tiap yang bernyawa pasti akan merasakan mati. Kemudian hanyalah kepada Kami kamu dikembalikan”. (QS. Al Ankabuut:57)
Kesunyian malam ini benar-benar mencekam. Hembusan hawa
dinginnya bagaikan dinginnya hujan es yang jatuh dari langit. Senandung udara
malam dirasakan sangat menusuk
tulang seorang pengembara dari negeri syam. Ingin sekali ia
merintih, tetapi malam ini begitu sunyi. Tidak ada sanak ataupun saudara di
sekelilingnya, bahkan seekor binatang malampun tidak terdengar lolongannya.
Kemana lagi ia merintih dikesendirian malam ini.
Sakit ini sudah lama sekali
dirasakannya. Tetapi malam ini rasanya tidak seperti biasanya. Sakitnya
dirasakan semakin parah. Kemudian si pengembara itu melantunkan sebuah syair
dikeheningan malam itu, “ Manusia tidak
lebih dari seonggok daging. mati, tidak bernyawa, dan dapat membusuk. Hanya
karena kehendak Allah-lah ia bisa hidup dan berjalan dimuka bumi ini. Tetapi
kebanyakan manusia tidak sadar akan dirinya sendiri, manusia berjalan dengan
sombongnya dimuka bumi ini, ia berbuat kerusakan, ia berbuat aniaya, dan ia
tetap tidak sadar siapakah dirinya itu. Tidakkah ia ingat bahwa dia sebenarnya
hanyalah seonggok daging yang dapat membusuk ?. Yang tidak mempunyai arti apa-apa
didunia ini. Manusia itu baru akan sadar jika ia sudah berada ditempat yang
jauh dari sanak-saudara, jauh dari teman, jauh dari peradaban manusia. Disuatu
tempat yang sepi, hanya terdapat dia yang sedang sekarat dan Penciptanya, lalu
ia menyongsong maut dengan kesunyian yang mencekam … Aduhai, betapa menyesalnya
aku ……”.
Setelah melantunkan syair itu,
sipengembara lalu pingsan, pingsan dalam keadaan hampir mati. Beberapa saat
kemudian diantara sadar dan tidak, dengan derita sakaratul maut yang berat, datanglah
sekelompok setan yang datang menyerupai manusia. Setan itu berkata, “Wahai
manusia, berbahagialah engkau dihari ini, aku membawakanmu hidangan yang lezat dan
minuman yang sangat segar yang dapat menghilangkan rasa sakitmu. Karena itu
ikutlah kamu denganku …..”.
Setan itu terus saja melantunkan
lagu-lagu dengan lembutnya, hingga dirasakan sangat mempengaruhi jiwa sang
pengembara. Dilihatnya setan itu dengan membawa air yang sangat menyejukkan dan
makanan yang sangat enak, ingin sekali ia meraihnya dan ingin sekali ia
memakannya.
Disaat-saat yang mencekam ini,
datanglah gurunya yang telah lama tiada. Dengan berjubah putih-putih, gurunya
itu datang kehadapannya dengan senyuman yang menyejukkan, “Wahai muridku,
tidakkah engkau ingat dengan ajaranku. Disaat-saat sakaratul maut yang sangat
berat, jangan sekali-kali engkau memilih untuk menyenangkan nafsumu saja.
Janganlah engkau memilih memakan makanan yang diberikan setan itu dan janganlah
pula engkau meminumnya, walaupun engkau sangat membutuhkannya. Tidakkah engkau
ingat dengan puasa yang sering engkau lakukan …, tidakkah engkau ingat dengan
kepayahanmu tiap malam untuk mengerjakan sholat tahajjud …, dan tidakkah engkau
ingat bahwa Neraka itu dikelilingi dengan segala sesuatu yang menyenangkan
nafsu ?. Apakah disaat engkau akan menjemput ajal, engkau melupakan segalanya ?.
Ingatlah, setan-setan itu tidak akan pernah suka, seorang manusia mati dengan
mendapat keridloan dari Allah SWT. Ingatlah pula, segala kenikmatan yang
dipamerkan menjelang ajal adalah dari setan. Jika engkau meminum minuman itu
dan memakan makanannya, maka berarti engkau akan menjadi pengikutnya, dan akan
mendiami Neraka bersamanya. Ingatlah muridku, janganlah engkau hapus amal
ibadahmu disaat-saat engkau sangat membutuhkan pertolongaNya, janganlah engkau
terperdaya oleh setan yang sesat lagi menyesatkan. Hati-hatilah engkau dengan
musuhmu yang telah nyata ”.
Sang pengembara menjadi
ragu-ragu. Disaat-saat yang dirasakannya sangat berat, ia merasa sangat dahaga,
yang belum pernah ia merasakan sedahaga ini. Tenggorokannya dirasakan sangat
kering, kering yang sangat membutuhkan kesejukan. Dan kesejukan itu sudah
berada dihadapannya. Tetapi mengapa gurunya melarangnya untuk mengambil
kesejukan itu ?. Hatinya sangat bimbang, dan seluruh tubuhnya dirasakan sangat
sakit.
Di saat-saat seperti ini ia ingat
akan dosa-dosanya yang menumpuk tidak karuan. Banyak sekali manusia yang ia
zholimi dan ia juga teringat akan dosa-dosanya terhadap Penciptanya yang telah
memberikan banyak rizki kepadanya. Ia merasa sangat takut. Takut sekali, tidak
pernah ia merasa setakut ini. Tetapi tiba-tiba ia teringat akan silaturahim
yang ia lakukan. Ia bersilaturrahim dengan semua orang yang ia zholimi dan
meminta maaf terhadap semua kesalahannya. Hal ini sedikit menenangkan hatinya.
Sang pengembara menangis
tersedu-sedu, jika mengingat semua dosa yang dilakukannya selama ia hidup
didunia ini. Ia merasa malu sekali, sebagai seorang hamba yang telah diberiNya
banyak kenikmatan, tetapi ia malah seringkali mengingkarinya. Ia merasa sangat
bersalah terhadap Penciptanya. Dan ia sangat takut jika Allah murka kepadanya.
Bibirnya yang terasa sangat kelu
dipaksakannya untuk mengucapkan permohonan ampunan terhadap Penciptanya yang
Maha Pengampun. Kalimat-kalimat istighfar diucapkannya dengan sungguh-sungguh,
dengan meneteskan air mata. Ia sangat berharap agar Allah sudi mengampuni
segala dosa-dosa yang telah ia lakukan.
Rindunya terhadap Allah yang
telah mengaugerahinya banyak kenikmatan mulai tumbuh. Ia rindu sekali untuk
segera bertemu denganNya. Rahmat dan keridloanNya amat dibutuhkan disaat-saat
sekarang ini. Hatinya menjerit, “Ya Allah ampunilah aku dan jemputlah aku
dengan keridloanMu. Ya Allah, hanya Engkaulah Tuhanku, Tolonglah aku
disaat-saat seperti ini dan jangan tinggalkan aku ditengah-tengah kesusahan ini
…………..”.
Lalu Malaikat Maut mendatanginya
dengan muka yang sangat menyeramkan, dari jurusan mulutnya untuk mengambil
nyawanya. Tetapi ketika nyawa sang pengembara itu akan dicabut, dilihatnya dari
mulutnya terdapat bekas-bekas dzikir yang sering diucapkannya ketika masih
hidup. Kemudian Malaikat maut berpindah ke jurusan telinganya, dan ketika
nyawanya akan dicabut, dilihatnya bekas-bekas pendengaran yang sering digunakan
untuk mendengarkan ayat suci Al Qur’an. Malaikat itu tidak jadi mencabut
nyawanya dan kembali ke langit melaporkan kejadian itu.
Kemudian Allah memerintahkan
Malaikat maut untuk kembali mengambil nyawa sang pengembara itu, dengan rahmat
dan keridloanNya. Dengan rahmat Allah, Malaikat maut itu mencabut nyawa sang
pengembara dengan lembutnya, dengan mendatangkan kebahagian dan senyuman sang
pengembara yang tubuhnya telah kaku menjadi mayat …..
-----------------------Silahkan membaca juga: http://tausyiahaditya.blogspot.com/2012/04/tiap-tiap-yang-berjiwa-akan-merasakan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar