Kabilah-kabilah Menolak Muhammad Secara Kasar, Tanda Kemenangan Dari Arah Yathrib, Hubungan Yahudi dengan Aus dan Khazraj, Beberapa Orang Yathrib Masuk Islam, Perang Bu'ath, Ikrar2 'Aqaba yang
Pertama, Mush'ab b. 'Umair, Orang-orang Islam dari Yathrib, Ikrar
'Aqaba yang Kedua, Beritanya di Kalangan Quraisy,
Komplotan Quraisy Mau Membunuh Muhammad, Catatan kaki:
Kabilah-kabilah Menolak Muhammad Secara
Kasar ▲
ORANG-ORANG Quraisy tidak dapat memahami arti isra', juga
mereka yang sudah Islam banyak yang tidak memahami artinya seperti sudah
disebutkan tadi. Itu sebabnya, ada kelompok yang lalu meninggalkan Muhammad yang
tadinya sudah sekian lama menjadi pengikutnya. Permusuhan Quraisy terhadap
Muhammad dan terhadap kaum Muslimin makin keras juga, sehingga mereka sudah
merasa sungguh kesal karenanya. Rasanya tak ada lagi harapan bagi Muhammad akan
mendapat dukungan kabilah-kabilah sesudah ternyata Thaqif dari Ta'if menolaknya
dengan cara yang tidak baik. Demikian juga kemudian kabilah-kabilah Kinda, Kalb,
Banu 'Amir dan Banu Hanifa semua menolaknya, ketika ia datang mengenalkan diri
kepada mereka pada musim ziarah.
Sesudah itu Muhammad merasa, bahwa tiada seorangpun dari
Quraisy itu nampaknya yang dapat diharapkan diajak kepada kebenaran.
Kabilah-kabilah lain di luar Quraisy yang berada di sekitar Mekah dan yang
datang berziarah ke tempat itu dari segenap penjuru daerah Arab, melihat
keadaannya yang dikucilkan itu dan melihat sikap permusuhan Quraisy kepadanya
demikian rupa, membuat setiap orang yang mendukungnya jadi memusuhi mereka.
Sekarang sikap Quraisy tambah keras pula menentangnya.
Meskipun Muhammad sudah merasa berbesar hati karena adanya
Hamzah dan 'Umar, dan meskipun ia sudah yakin, bahwa Quraisy tidak akan terlalu
membahayakan melebihi yang sudah-sudah mengingat adanya pertahanan pihak
keluarganya dari Banu Hasyim dan Banu Abd'l-Muttalib, tapi ia melihat -sampai
pada waktu itu- bahwa risalah Tuhan itu akan terhenti hanya pada suatu lingkaran
pengikutnya saja. Mereka yang terdiri dari orang-orang yang masih lemah dan
sedikit sekali jumlahnya, hampir-hampir saja punah atau tergoda meninggalkan
agamanya kalau tidak segera datang kemenangan dan pertolongan Tuhan. Hal ini
berjalan cukup lama. Muhammad makin dikucilkan di tengah-tengah keluarganya,
kedengkian Quraisy juga bertambah besar.
Adakah pengasingan yang demikian ini telah melemahkan jiwanya
dan dapat mematahkan semangatnya? Sekali-kali tidak! Bahkan kepercayaannya akan
kebenaran yang datang dari Tuhan itu lebih luhur daripada sekedar
pertimbangan-pertimbangan yang akan dapat melemahkan jiwa biasa. Bagi orang yang
berjiwa luar biasa hal ini justru akan lebih memperkuat kepercayaannya.
Dalam keadaan terasing itu - dengan sahabat-sahabat di
sekelilingnya - Muhammad yakin sekali Tuhan akan memberikan pertolongan
kepadanya dan agamanyapun akan mengatasi semua agama. Badai kedengkian tidak
sampai menggoyangkan hatinya. Bahkan tetap ia tinggal di Mekah selama beberapa
tahun. Tidak peduli ia harta Khadijah dan hartanya sendiri akan habis.
Keadaannya yang sangat miskin tidak sampai melemahkan hatinya. Jiwanya tak
pernah gandrung kepada apapun selain dari pertolongan Tuhan yang sudah pasti
akan diberikan kepadanya.
Apabila musim ziarah sudah tiba, orang-orang dari segenap
jazirah Arab sudah berkumpul lagi di Mekah, iapun mulai menemui kabilah-kabilah
itu. Diajaknya mereka memahami kebenaran agama yang dibawanya itu. Tidak peduli
ia apakah kabilah-kabilah tidak mau menerima ajakannya, atau akan mengusirnya
secara kasar. Beberapa orang pandir dari Quraisy berusaha menghasut ketika
diketahui ia terus menyampaikan amanat Tuhan itu kepada orang ramai. Mereka
memperlakukannya dengan segala kejahatan. Tetapi semua itu tidak mengubah
ketenangan jiwanya dan ia yakin sekali akan hari esok. Allah Maha Agung telah
mengutusnya demi kebenaran. Sudah tentu Dialah Pembela dan Pendukung kebenaran
itu. Tuhan juga Yang telah mewahyukan kepadanya, supaya dalam berdebat hendaknya
dilakukan dengan cara yang sebaik-baiknya.
"Sehingga permusuhan antara engkau dengan dia itu sudah
seperti persahabatan yang erat sekali. (Qur'an, 41: 34) Dan supaya bicara dengan
mereka dengan lemah-lembut, kalau-kalau mereka mau sadar dan merasa gentar.
Jadi, tabahkanlah hati menghadapi siksaan mereka. Tuhan bersama mereka yang
tabah hati.
Tidak selang berapa tahun kemudian Muhammad menunggu
tiba-tiba tampak tanda permulaan kemenangan itu datang dari arah Yathrib. Bagi
Muhammad Yathrib mempunyai arti hubungan bukan hubungan dagang, tetapi suatu
hubungan yang dekat sekali. Di tempat itu ada sebuah kuburan, dan sebelum wafat,
sekali setahun ibunya berziarah ke tempat itu. Sedang famili-familinya, dari
pihak Banu Najjar, ialah keluarga kakeknya Abd'l-Muttalib dari pihak ibu.
Kuburan itu ialah makam ayahnya, Abdullah b. Abd'l-Muttalib. Ke makam inilah
Aminah sebagai isteri yang setia berziarah. Dulu Abd'l-Muttalib juga sebagai
ayah yang kehilangan anak yang sedang muda belia dan tegap, pernah berziarah.
Ketika berusia enam tahun, Muhammad juga pernah ke Yathrib menemani ibunya. Jadi
bersama ibunya ia juga ziarah ke makam ayahnya itu. Kemudian mereka berdua
kembali pulang. Aminah jatuh sakit di tengah perjalanan, sampai wafat. Lalu
dikuburkan di Abwa' - pertengahan jalan antara Yathrib dengan Mekah.
Jadi tidak heranlah apabila tanda-tanda kemenangan bagi
Muhammad itu dimulai dari jurusan sebuah kota yang mempunyai hubungan sedemikian
rupa. Ke arah ini jugalah dulu ia menghadap, tatkala dalam sembahyang itu
al-Masjid'l-Aqsha di Bait'l-Maqdis dijadikan kiblatnya, tempat sesepuhnya Musa
dan Isa. Tidak heran apabila nasib baik itu akan jatuh di Yathrib. Di tempat ini
Muhammad akan beroleh kemenangan, di tempat ini Islam akan beroleh kemenangan,
di tempat ini pula Islam akan memperoleh sukses dan berkembang.
Nasib baik telah jatuh di Yathrib, suatu hal yang tidak
terjadi pada kota yang lain. Waktu itu dua kabilah Aus dan Khazraj adalah
penyembah berhala di Yathrib. Mereka saling bertetangga dengan orang-orang
Yahudi. Sering pula timbul kebencian antara mereka itu dan dari kebencian ini
sampai timbul pula peperangan.
Sejarah memperlihatkan bahwa orang-orang Masehi di Syam, yang
berada di bawah pengaruh Rumawi Timur (Bizantium) sangat membenci orang-orang
Yahudi, sebab mereka percaya bahwa mereka inilah yang telah menyiksa dan
menyalib Isa al-Masih. Mereka menyerbu Yathrib guna memerangi orang-orang
Yahudi. Akan tetapi karena tidak berhasil mereka lalu membujuk dan meminta
bantuan Aus dan Khazraj. Tidak sedikit jumlah orang-orang Yahudi itu kemudian
yang mereka bunuh. Dengan demikian kedudukan orang-orang Yahudi sebagai yang
dipertuan dijatuhkan, dan orang-orang Arab kabilah Aus dan Khazraj yang tadinya
terbatas hanya sebagai kuli telah dinaikkan. Sesudah itu orang-orang Arab itu
berusaha lagi akan menghantam orang-orang Yahudi supaya kekuasaan mereka atas
kota yang makmur dan subur dengan pertanian dan air itu lebih besar lagi. Siasat
mereka ini berhasil baik sekali.
Tetapi pihak Yahudi sendiri kemudian menyadari akan bencana
yang menimpa diri mereka itu. Permusuhan dan kebencian pihak Yahudi Yathrib
terhadap Aus dan Khazraj makin mendalam, Aus dan Khazrajpun demikian juga
terhadap Yahudi.
Sekarang pengikut-pengikut Musa ini melihat, bahwa
pertempuran yang dilawan dengan pertempuran berarti akan menghabiskan mereka
sama sekali, apalagi kalau Aus dan Khazraj sampai bersahabat baik1 dengan
orang-orang Arab, yang seagama dengan Ahli Kitab. Maka dalam siasat mereka,
mereka menempuh suatu cara bukan mencari kemenangan dalam pertempuran, melainkan
dengan menggunakan siasat memecah-belah. Mereka melakukan intrik di kalangan Aus
dengan Khazraj, menyebarkan provokasi permusuhan dan kebencian di kalangan
mereka, supaya masing-masing pihak selalu bersiap-siap akan saling bertempur.
Dengan demikian selamatlah propaganda mereka itu. Mereka
sekarang dapat memperbesar perdagangan dan kekayaan mereka. Kekuasaan mereka
yang sudah hilang dapat mereka rebut kembali, termasuk rumah-rumah dan harta
tidak bergerak lainnya.
Di samping konflik karena berebut kedaulatan dan kekuasaan
dalam hidup bertetangga Yahudi-Arab Yathrib itu, masih ada pengaruh lain yang
lebih dalam pada pihak Aus dan Khazraj melebihi penduduk jazirah Arab yang
manapun juga - yaitu dalam arti pengaruh rohani.
Orang-orang Yahudi sebagai Ahli Kitab dan penganjur
monotheisma sangat mencela tetangga-tetangga mereka yang terdiri dari kaum pagan
dengan penyembah berhala sebagai pendekatan kepada Tuhan.
Mereka diperingatkan bahwa kelak akan ada seorang nabi yang
akan menghabiskan mereka dan mendukung Yahudi. Tetapi propaganda ini tidak
sampai membuat orang-orang Arab itu mau menganut agama Yahudi. Soalnya karena
dua sebab: pertama karena selalu ada perang antara kaum Nasrani dan kaum Yahudi,
yang lalu membuat Yahudi Yathrib hanya hidup cari selamat, yang berarti akan
menjamin lancarnya perdagangan mereka. Kedua, orang-orang Yahudi beranggapan,
bahwa mereka adalah bangsa pilihan Tuhan, dan mereka tidak mau ada bangsa lain
memegang kedudukan ini. Di samping itu mereka memang tidak pernah mengajak orang
lain menganut agamanya dan merekapun tidak pula keluar dari lingkungan Keluarga
Israil. Atas dasar ke dua sebab tersebut, hubungan tetangga dan hubungan dagang
antara Yahudi dengan Arab -Aus dan Khazraj - membuat lebih banyak mengetahui
cerita-cerita kerohanian dan masalah-masalah agama lainnya di banding dengan
golongan Arab yang lain. Ini menunjukkan bahwa tak ada suatu golongan dari
kalangan Arab yang dapat menerima ajakan Muhammad dalam arti spiritual seperti
yang dilakukan oleh penduduk Yathrib itu.
Suwaid bin'sh-Shamit adalah seorang bangsawan terkemuka di
Yathrib. Karena ketabahannya, pengetahuannya, kebangsawanan dan keturunannya,
masyarakatnya sendiri menamakannya al-Ramil (yang sempurna). Pada waktu
membicarakan ini Suwaid sedang berada di Mekah berziarah. Muhammad lalu
menemuinya dan diajaknya ia mengenal Tuhan dan menganut Islam.
"Barangkali yang ada padamu itu sama dengan yang ada padaku,"
kata Suwaid.
"Apa yang ada padamu?" tanya Muhammad.
"Kata-kata mutiara oleh Luqman."
Lalu Muhammad minta supaya hal itu dikemukakan.
"Memang itu kata-kata yang baik," kata Muhammad setelah oleh
Suwaid dikemukakan. "Tapi yang ada padaku lebih utama tentunya, yaitu Qur'an
sebagai bimbingan dan cahaya."
Lalu dibacakannya ayat-ayat Qur'an itu kepadanya disertai
ajakan agar ia sudi menerima Islam. Gembira sekali Suwaid mendengar ini.
"Memang baik sekali ini," katanya. Lalu ia pergi hendak
memikirkan hal tersebut. Ada sementara orang yang berkata ketika ia dibunuh oleh
Khazraj, bahwa ia mati sebagai Muslim.
Peristiwa Suwaid b. Shamit ini bukan contoh satu-satunya yang
menunjukkan adanya pengaruh Yahudi dan Arab di Yathrib yang bertetangga itu,
dari segi rohani.
Keadaan Aus dan Khazraj yang begitu bermusuhan sebagai akibat
provokasi pihak Yahudi seperti yang sudah kita ketahui, satu sama lain mencari
sekutu di kalangan kabilah-kabilah Arab untuk memerangi lawannya. Dalam hal ini
kedatangan Abu'l Haisar Ans b. Rafi' ke Mekah disertai pemuda-pemuda dari Banu
Abd'l-Asyhal - termasuk Iyas b. Mu'adh - adalah dalam rangka mencari persekutuan
dengan pihak Quraisy dan golongannya sendiri dari pihak Khazraj. Muhammad
mengetahui hal ini. Ditemuinya mereka itu, dan diperkenalkannya Islam kepada
mereka. Lalu dibacanya ayat-ayat Qur'an kepada mereka.
Pada waktu itu, Iyas b.Mu'adh sebagai pemuda remaja
mengatakan: "Kawan-kawan, ini adalah lebih baik daripada apa yang ada pada kita
semua."
Mereka kemudian kembali pulang ke Yathrib. Tak ada yang masuk
Islam di antara mereka itu, selain Iyas. Mereka semua sedang sibuk mencari
sekutu sebagai suatu persiapan karena adanya insiden Bu'ath yang telah
melibatkan Aus dan Khazraj ke dalam api perang saudara itu, tidak lama sesudah
Abu'l Haisar dan rombongannya kembali dari Mekah. Akan tetapi kata-kata Muhammad
'alaihissalam telah meninggalkan bekas yang dalam ke dalam jiwa mereka setelah
terjadinya insiden itu, yang lalu membuat Aus dan Khazraj menantikan Muhammad
sebagai Nabi, sebagai Rasul, sebagai wakil dan pemuka mereka.
Memang, terjadinya insiden Bu'ath itu tidak lama sesudah
Abu'l-Haisar kembali ke Yathrib. Pada waktu itulah pertempuran sengit antara Aus
dan Khazraj terjadi, yang membawa akibat timbulnya permusuhan yang berakar dalam
sekali. Setiap golongan lalu bertanya-tanya kalau-kalau mereka itu yang menang:
akan tetapkah mereka dengan kawan-kawan mereka itu, ataukah akan dikikis habis.
Abu Usaid Hudzair sebagai pemuka Aus, sangat dendam sekali kepada Khazraj.
Tatkala pertempuran sudah dimulai, pihak Aus mengalami suatu
kekacauan. Mereka lari tunggang-langgang ke arah Najd, yang oleh pihak Khazraj
lalu diejek. Hudzair yang mendengarkan ejekan itu menetakkan ujung lembingnya ke
pahanya; lalu turun dengan mengatakan:
"Sungguh luar biasa! Tidak akan tinggal diam sebelum aku mati
terbunuh. Wahai masyarakat Aus, kalau kamu mau menyerahkan aku, lakukanlah!"
Pihak Aus sekarang mau bertempur lagi. Pengalaman pahit yang
telah menimpa mereka menyebabkan mereka kini berjuang mati-matian. Khazraj dapat
mereka hancurkan. Rumah-rumah dan kebun kurma Khazraj oleh Aus dibakar. Kemudian
Sa'd b. Mu'adh al-Asyhadi bertindak melindungi Khazraj. Sementara itu Hudzair
bermaksud akan mendatangi rumah demi rumah, membunuhi satu-satu mereka sampai
tak ada yang hidup lagi, kalau tidak segera Abu Qais ibn'l-Aslat kemudian datang
mencegahnya guna menjaga solidaritas kepercayaan mereka. "Bertetangga dengan
mereka lebih baik daripada bertetangga dengan rubah."
Sejak itu orang-orang Yahudi dapat mengembalikan kedudukannya
di Yathrib. Baik yang menang maupun yang kalah dari kalangan Aus dan Khazraj
sama-sama berpendapat tentang akibat buruk yang telah mereka lakukan itu. Hal
ini yang sekarang terpikir oleh mereka, dan mereka sudah mempertimbangkan pula
akan mengangkat seorang raja atas mereka itu. Untuk itu mereka lalu memilih
Abdullah b. Muhammad dari pihak Khazraj yang sudah kalah, mengingat kedudukan
dan pandangannya yang baik. Akan tetapi karena perkembangan situasi yang begitu
pesat, keinginan mereka itu tidak sampai terlaksana. Soalnya ialah karena ada
beberapa orang dari Khazraj pergi ke Mekah pada musim ziarah.
Di tempat ini Muhammad menemui mereka dan menanyakan keadaan
mereka, yang kemudian diketahuinya, bahwa mereka adalah kawan-kawan orang-orang
Yahudi. Ketika itu orang-orang Yahudi di Yathrib mengatakan apabila mereka
saling berselisih.
"Sekarang akan ada seorang nabi utusan Tuhan yang sudah dekat
waktunya. Kami akan jadi pengikutnya dan kami dengan dia akan memerangi kamu
seperti dalam perang 'Ad dan Iram."
Setelah Nabi bicara dengan mereka dan diajaknya mereka
bertauhid kepada Allah, satu sama lain mereka saling berpandang-pandangan.
"Sungguh inilah Nabi yang pernah dijanjikan orang-orang
Yahudi kepada kita," kata mereka. "Jangan sampai mereka mendahului kita."
Seruan Muhammad mereka sambut dengan baik dan menyatakan diri
mereka masuk Islam. Lalu kata mereka:
"Kami telah meninggalkan golongan kami - yakni Aus dan
Khazraj - dan tidak ada lagi golongan yang saling bermusuhan dan saling
mengancam. Mudah-mudahan Tuhan mempersatukan mereka dengan tuan. Bila mereka itu
sudah dapat dipertemukan dengan tuan, maka tak adalah orang yang lebih mulia
dari tuan."
Orang-orang itu lalu kembali ke Medinah. Dua orang diantara
mereka itu dari Banu'n-Najjar, keluarga Abd'l-Muttalib dari pihak ibu - kakek
Muhammad yang telah mengasuhnya sejak kecil. Kepada masyarakatnya itu mereka
menyatakan sudah menganut Islam. Ternyata merekapun menyambut pula dengan senang
hati agama ini, yang berarti akan membuat mereka menjadi golongan monotheis
seperti orang-orang Yahudi. Bahkan membuat lebih baik dari mereka. Dengan
demikian tiada suatu keluargapun, baik Aus atau Khazraj, yang tidak menyebut
nama Muhammad 'alaihissalam.
Tiba giliran tahun berikutnya, bulan-bulan sucipun datang
lagi bersama datangnya musim ziarah ke Mekah, dan ke tempat itu datang pula
duabelas orang penduduk Yathrib. Mereka ini bertemu dengan Nabi di 'Aqaba. Di
tempat inilah mereka menyatakan ikrar atau berjanji kepada Nabi (yang kemudian
dikenal dengan nama) Ikrar 'Aqaba pertama. Mereka berikrar kepadanya untuk tidak
menyekutukan Tuhan, tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anak-anak,
tidak mengumpat dan memfitnah, baik di depannya atau di belakang. Jangan menolak
berbuat kebaikan. Barangsiapa mematuhi semua itu ia mendapat pahala surga, dan
kalau ada yang mengecoh, maka soalnya kembali kepada Tuhan. Tuhan berkuasa
menyiksa, juga berkuasa mengampuni segala dosa.
Dalam hal ini Muhammad menugaskan kepada Mush'ab bin 'Umair
supaya membacakan Qur'an kepada mereka, mengajarkan Islam serta seluk-beluk
hukum agama.
Setelah adanya ikrar ini Islam makin tersebar di Yathrib.
Mush'ab bertugas memberikan pelajaran agama di kalangan Muslimin Aus dan
Khazraj. Gembira sekali ia melihat kaum Anshar itu makin teguh kepercayaannya
kepada Allah dan kepada kebenaran. Menjelang bulan-bulan suci akan tiba, ia
datang lagi ke Mekah dan kepada Muhammad diceritakannya keadaan Muslimin di
Yathrib itu; tentang ketahanan dan kekuatan mereka, dan bahwa pada musim haji
tahun ini mereka akan datang lagi ke Mekah dalam jumlah yang lebih besar dengan
iman kepada Tuhan yang sudah lebih kuat.
Berita-berita yang disampaikan oleh Mush'ab ini membuat
Muhammad berpikir lebih lama lagi. Pengikut-pengikutnya di Yathrib kini makin
sehari makin berkuasa dan bertambah kuat juga. Dari orang-orang Yahudi dan
orang-orang musyrik mereka tidak mendapat gangguan seperti yang dialami oleh
kawan-kawannya di Mekah karena gangguan Quraisy. Di samping itu Yathrib lebih
makmur daripada Mekah - ada pertanian, ada kebun kurma, ada anggur. Bukankah
lebih baik sekali apabila Muslimin Mekah itu hijrah saja ke tempat
saudara-saudara mereka di sana, yang akan terasa lebih aman? Mereka akan bebas
dari Quraisy yang selalu memfitnah agama mereka.
Selama Muhammad berpikir-pikir itu teringat olehnya akan
orang-orang dari Yathrib, mereka yang mula-mula masuk Islam itu, dan yang
menceritakan adanya permusuhan antara golongan Aus dan Khazraj. Apabila dengan
perantaraannya mereka itu sudah dapat dipersatukan Tuhan, maka tak ada orang
yang lebih mulia dari Muhammad. Sekarang mereka sudah dipertemukan Allah bersama
dia, bukankah lebih baik apabila dia juga hijrah? Ia tidak ingin membalas
kejahatan Quraisy itu. Iapun sadar bahwa ia lebih lemah dari mereka. Kalaupun
Keluarga Hasyim dan Keluarga Muttalib melindunginya dari penganiayaan, mereka
tidak akan membelanya dalam melakukan penganiayaan. Dan mereka yang sudah
menjadi pengikutnya juga takkan dapat melindungi diri dari penganiayaan Quraisy
dan segala macam -kejahatannya.
Tahun ini - 622 M - jemaah haji dari Yathrib praktis
jumlahnya banyak sekali, terdiri dari tujuhpuluh lima orang, tujuhpuluh tiga
pria dan dua wanita. Mengetahui kedatangan mereka ini, terpikir oleh Muhammad
akan mengadakan suatu ikrar lagi, tidak terbatas hanya pada seruan kepada Islam
seperti selama ini, yang selama tigabelas tahun ini terus-menerus dilakukannya,
dengan lemah-lembut, dengan segala kesabaran menang gung pelbagai macam
pengorbanan dan kesakitan - melainkan kini lebih jauh lagi dari itu. Ikrar itu
hendaknya menjadi suatu pakta persekutuan, yang dengan demikian kaum Muslimin
dapat mempertahankan diri: pukulan dibalas dengan pukulan, serangan dengan
serangan. Muhammad lalu mengadakan pertemuan rahasia dengan pemimpin-pemimpin
mereka.
Setelah ada kesediaan mereka, dijanjikannya pertemuan itu
akan diadakan di 'Aqaba pada tengah malam pada hari-hari Tasyriq3. Peristiwa ini
oleh Muslimin Yathrib tetap dirahasiakan dari kaum musyrik yang datang
bersama-sama mereka. Menunggu sampai lewat sepertiga malam dari janji mereka
dengan Nabi, mereka keluar meninggalkan kemah, pergi mengendap-endap seperti
burung ayam-ayam, sembunyi-sembunyi jangan sampai rahasia itu terbongkar.
Sesampai mereka di gunung 'Aqaba, mereka semua memanjati
lereng-lereng gunung tersebut, demikian juga kedua wanita itu. Mereka tinggal di
tempat ini menunggu kedatangan Rasul.
Kemudian Muhammad pun datang, bersama pamannya 'Abbas b.
Abd'l-Muttalib - yang pada waktu itu masih menganut kepercayaan golongannya
sendiri. Akan tetapi sejak sebelum itu ia sudah mengetahui dari kemenakannya ini
akan adanya suatu pakta persekutuan; dan adakalanya hal ini dapat mengakibatkan
perang. Disebutkan juga, bahwa dia sudah mengadakan perjanjian dengan Keluarga
Muttalib dan Keluarga Hasyim untuk melindungi Muhammad. Maka dimintanya
ketegasan kemanakannya itu dan ketegasan golongannya sendiri, supaya jangan
kelak timbul bencana yang akan menimpa Keluarga Hasyim dan Keluarga Muttalib,
dan dengan demikian berarti orang-orang Yathrib itu akan kehilangan pembela.
Atas dasar itulah, maka 'Abbas yang pertama kali bicara.
"Saudara-saudara dari Khazraj!" kata 'Abbas. "Posisi Muhammad
di tengah-tengah kami sudah sama-sama tuan-tuan ketahui. Kami dan mereka yang
sepaham dengan kami telah melindunginya dari gangguan masyarakat kami sendiri.
Dia adalah orang yang terhormat di kalangan masyarakatnya dan mempunyai kekuatan
di negerinya sendiri. Tetapi dia ingin bergabung dengan tuan-tuan juga. Jadi
kalau memang tuan-tuan merasa dapat menepati janji seperti yang tuan-tuan
berikan kepadanya itu dan dapat melindunginya dari mereka yang menentangnya,
maka silakanlah tuan-tuan laksanakan. Akan tetapi, kalau tuan-tuan akan
menyerahkan dia dan membiarkannya terlantar sesudah berada di tempat tuan-tuan,
maka dari sekarang lebih baik tinggalkan sajalah."
Setelah mendengar keterangan 'Abbas pihak Yathrib menjawab:
"Sudah kami dengar apa yang tuan katakan. Sekarang silakan Rasulullah bicara.
Kemukakanlah apa yang tuan senangi dan disenangi Tuhan."
Setelah membacakan ayat-ayat Qur'an dan memberi semangat
Islam, Muhammad menjawab:
"Saya minta ikrar tuan-tuan akan membela saya seperti membela
isteri-isteri dan anak-anak tuan-tuan sendiri."
Ketika itu Al-Bara' b. Ma'rur hadir. Dia seorang pemimpin
masyarakat dan yang tertua di antara mereka. Sejak ikrar 'Aqaba pertama ia sudah
Islam, dan menjalankan semua kewajiban agama, kecuali dalam sembahyang ia
berkiblat ke Ka'bah, sedang Muhammad dan seluruh kaum Muslimin waktu itu masih
berkiblat ke al-Masjid'l-Aqsha. Oleh karena ia berselisih pendapat dengan
masyarakatnya sendiri, begitu mereka sampai di Mekah segera mereka minta
pertimbangan Nabi. Muhammad melarang Al-Bara' berkiblat ke Ka'bah.
Setelah tadi Muhammad minta kepada Muslimin Yathrib supaya
membelanya seperti mereka membela isteri dan anak-anak mereka sendiri, Al-Bara'
segera mengulurkan tangan menyatakan ikrarnya seraya berkata: "Rasulullah, kami
sudah berikrar. Kami adalah orang peperangan dan ahli bertempur yang sudah kami
warisi dari leluhur kami."
Tetapi sebelum Al-Bara' selesai bicara, Abu'l-Haitham
ibn't-Tayyihan datang menyela:
"Rasulullah, kami dengan orang-orang itu - yakni orang-orang
Yahudi - terikat oleh perjanjian, yang sudah akan kami putuskan. Tetapi apa
jadinya kalau kami lakukan ini lalu kelak Tuhan memberikan kemenangan kepada
tuan, tuan akan kembali kepada masyarakat tuan dan meninggalkan kami?"
Muhammad tersenyum, dan katanya: "Tidak, saya sehidup semati
dengan tuan-tuan. Tuan-tuan adalah saya dan saya adalah tuan-tuan. Saya akan
memerangi siapa saja yang tuan-tuan perangi, dan saya akan berdamai dengan siapa
saja yang tuan-tuan ajak berdamai."
Tatkala mereka siap akan mengadakan ikrar itu, 'Abbas b.
'Ubada datang menyela dengan mengatakan: "Saudara-saudara dari Khazraj. Untuk
apakah kalian memberikan ikrar kepada orang ini? Kamu menyatakan ikrar dengan
dia tidak melakukan perang terhadap yang hitam dan yang merah4 melawan
orang-orang itu5. Kalau tuan-tuan merasa, bahwa jika harta benda tuan-tuan habis
binasa dan pemuka-pemuka tuan-tuan mati terbunuh, tuan-tuan akan menyerahkan dia
(kepada musuh), maka (lebih baik) dari sekarang tinggalkan saja dia. Kalaupun
itu juga yang tuan-tuan lakukan, ini adalah suatu perbuatan hina dunia akhirat.
Sebaliknya, bila tuan-tuan memang dapat menepati janji seperti yang tuan-tuan
berikan kepadanya itu, sekalipun harta-benda tuan-tuan akan habis dan
bangsawan-bangsawan akan mati terbunuh, maka silakan saja tuan-tuan terima dia.
Itulah suatu perbuatan yang baik, dunia akhirat."
Orang ramai itu menjawab:
"Akan kami terima, sekalipun harta-benda kami habis,
bangsawan-bangsawan kami terbunuh. Tetapi, Rasulullah, kalau dapat kami tepati
semua ini, apa yang akan kami peroleh?"
"Surga," jawab Muhammad dengan tenang dan pasti.
Mereka lalu mengulurkan tangan dan dia juga membentangkan
tangannya. Ketika itu mereka menyatakan ikrar kepadanya.
Selesai ikrar itu, Nabi berkata kepada mereka:
"Pilihkan dua belas orang pemimpin dari kalangan tuan-tuan
yang akan menjadi penanggung-jawab masyarakatnya."
Mereka lalu memilih sembilan orang dari Khazraj dan tiga
orang dari Aus. Kemudian kepada pemimpin-pemimpin itu Nabi berkata:
"Tuan-tuan adalah penanggung-jawab masyarakat tuan-tuan
seperti pertanggung-jawaban pengikut-pengikut Isa bin Mariam. Terhadap
masyarakat saya, sayalah yang bertanggungjawab."
Dalam ikrar kedua ini mereka berkata:
"Kami berikrar mendengar dan setia di waktu suka dan duka, di
waktu bahagia dan sengsara, kami hanya akan berkata yang benar di mana saja kami
berada, dan kami tidak takut kritik siapapun atas jalan Allah ini."
Peristiwa ini selesai pada tengah malam di celah gunung
'Aqaba, jauh dari masyarakat ramai, atas dasar kepercayaan, bahwa hanya Allah
Yang mengetahui keadaan mereka. Akan tetapi, begitu peristiwa itu selesai,
tiba-tiba mereka mendengar ada suara berteriak yang ditujukan kepada Quraisy:
"Muhammad dan orang-orang yang pindah kepercayaan itu sudah berkumpul akan
memerangi kamu!"
Suara itu datangnya dari seseorang yang keluar untuk
urusannya sendiri. Mengetahui keadaan mereka itu sedikit dengan melalui
pendengarannya yang selintas, ia lalu bermaksud hendak mengacaukan rencana itu
dan mau menanamkan kegelisahan dalam hati mereka, bahwa rencana mereka malam itu
diketahui. Akan tetapi pihak Khazraj dan Aus tetap pada janji mereka. Bahkan
'Abbas b. 'Ubada - setelah mendengar suara si mata-mata itu - berkata kepada
Muhammad:
"Demi Allah Yang telah mengutus tuan atas dasar kebenaran,
kalau sekiranya tuan sudi, penduduk Mina itu besok akan kami habiskan dengan
pedang kami."
Ketika itu Muhammad menjawab:
"Kami tidak diperintahkan untuk itu. Kembalilah ke kemah
tuan-tuan."
Merekapun kembali ke tempat mereka bermalam, lalu tidur.
Keesokan harinya pagi-pagi baru mereka bangun.
Akan tetapi pagi itu juga Quraisy sudah mengetahui berita
adanya ikrar itu. Mereka terkejut sekali. Pagi itu pemuka-pemuka Quraisy
mendatangi Khazraj di tempatnya masing-masing. Mereka menyesalkan Khazraj dan
mengatakan, bahwa mereka tidak ingin berperang dengan Khazraj. Tetapi kenapa mau
bersekutu dengan Muhammad memerangi mereka. Ketika itu juga orang-orang musyrik
dari kalangan Khazraj bersumpah-sumpah bahwa hal semacam itu tidak ada sama
sekali. Sedang Muslimin malah diam saja setelah dilihatnya Quraisy lagaknya akan
mempercayai keterangan orang-orang yang seagama dengan mereka itu.
Sekarang Quraisy kembali tanpa dapat mengiakan atau
meniadakan berita tersebut. Tetapi mereka terus menyelidiki, kalau-kalau dapat
mengungkapkan keadaan yang sebenarnya. Sementara itu orang-orang Yathrib sudah
mengangkat perbekalan mereka dan kembali menuju negeri mereka sebelum pihak
Quraisy mengetahui benar apa yang mereka lakukan itu.
Setelah kemudian Quraisy mengetahui, bahwa berita itu memang
benar, mereka berangkat mencari orang-orang Yathrib itu. Tetapi sudah tak ada
lagi yang akan dapat mereka jumpai selain Sa'd b. 'Ubada, yang lalu diambil dan
dibawanya ke Mekah. Ia disiksa. Tetapi kemudian Jubair b. Mut'im b. 'Adi dan
al-Harith b. Umayya datang menolongnya. Dulu orang ini pernah menolong mereka
ketika mereka dalam perjalanan perdagangan ke Syam lewat Yathrib.
Kalau begitu kekuatiran Quraisy kiranya tidak
berlebih-lebihan, begitu juga dalam mengejar jejak mereka yang telah ikrar
kepada Muhammad akan memerangi mereka itu. Mereka telah mengenalnya selama
tigabelas tahun terus-menerus, sejak permulaan kenabiannya. Mereka sudah
berusaha mati-matian melancarkan perang pasif itu kepadanya, dan masing-masing
sudah pula menghadapinya. Mereka mengetahui itu adalah karena keyakinannya
kepada Tuhan, karena teguhnya ia berpegang pada ajaran yang benar. Ia sudah tak
dapat dilunakkan dan tak dapat pula dibujuk. Ia tak pernah gentar menghadapi
gangguan, menghadapi siksaan, menghadapi pembunuhan. Sesudah ia dan
pengikut-pengikutnya disakiti dengan pelbagai macam gangguan, sesudah ia
dikepung di celah-celah bukit, seluruh penduduk Mekah diteror dengan
bermacam-macam ketakutan supaya jangan jadi pengikutnya, terbayang oleh Quraisy
bahwa mereka sudah hampir mengalahkannya, kegiatannya hanya akan terbatas dalam
lingkaran sempit pengikut-pengikutnya yang masih berpegang pada agama itu saja.
Dia dan sahabat-sahabatnya tidak lama lagi sudah akan jemu dalam pengasingan,
dan akan kembali tunduk menyerah di bawah kekuasaan mereka.
Tetapi sekarang, dengan adanya perjanjian persekutuan baru
ini, pintu harapan akan menang jadi terbuka didepan Muhammad dan
pengikut-pengikutnya. Setidak-tidaknya harapan kebebasan menyebarkan agama,
serta menyerang berhala-berhala dan penyembah-penyembahnya. Siapa tahu apa yang
akan terjadi kelak terhadap masyarakat seluruh jazirah Arab itu, bila sudah
mendapat bantuan Yathrib berikut Aus dan Khazrajnya, dan sesudah mendapat
perlindungan dari serangan musuh, disertai adanya kebebasan melakukan upacara
agama serta mengajak pihak lain turut bergabung. Kalau Quraisy tidak dapat
mengikis gerakan ini di tanah tumpah darahnya sendiri maka kekuatiran mereka
pada hari kemudiannya tetap selalu membayang, dan kemenangan Muhammad terhadap
mereka masih tetap menggelisahkan mereka.
Oleh karena itu sungguh-sungguh mereka memikirkan apa yang
harus mereka lakukan guna menggagalkan usaha Muhammad itu, serta menghancurkan
gerakan barunya. Demikian juga dia sendiri tidak kurang dari Quraisy dalam
memikirkan hal ini. Pintu yang telah dibukakan Tuhan di hadapannya itu ialah
pintu kehormatan bagi agama Allah, pintu yang akan memberi tempat pada arti
kebenaran. Perjuangan yang sekarang berkecamuk antara dia dengan pihak Quraisy,
adalah suatu peristiwa yang paling hebat terjadi sejak masa kerasulannya, yakni
suatu perjuangan hidup atau mati bagi kedua belah pihak. Sudah tentu, kemenangan
itu ada pada pihak yang benar. Keputusannya sudah bulat. Bolehlah ia minta
pertolongan Tuhan. Biarlah, segala tipu-daya yang sudah dilakukan Quraisy itu
akan bersifat lebih menghina mereka sendiri melebihi yang sudah-sudah. Ia akan
terus maju, tapi dengan sikap bijaksana, tenang dan hati-hati. Masalahnya adalah
masalah kecekatan politik dan kecerdikan seorang pemimpin yang saksama.
Muhammad Mengijinkan Muslimin Mekah Hijrah ke Yathrib
Dimintanya sahabat-sahabatnya supaya menyusul kaum Anshar ke
Yathrib. Hanya saja dalam meninggalkan Mekah hendaknya mereka terpencar-pencar,
supaya jangan sampai menimbulkan kepanikan pihak Quraisy terhadap mereka.
Mulailah kaum Muslimin melakukan hijrah secara
sendiri-sendiri atau kelompok-kelompok kecil. Akan tetapi hal itu rupanya sudah
diketahui oleh pihak Quraisy. Mereka segera bertindak, berusaha mengembalikan
yang masih dapat dikembalikan itu ke Mekah untuk kemudian dibujuk supaya kembali
kepada kepercayaan mereka, kalau tidak akan disiksa dan dianiaya. Sampai-sampai
tindakan itu ialah dengan cara memisahkan suami dari isteri; kalau si isteri
dari pihak Quraisy ia tidak dibolehkan pergi ikut suami. Yang tidak menurut,
isterinya yang masih dapat mereka kurung, dikurung.
Akan tetapi mereka takkan dapat berbuat lebih dari itu.
Mereka kuatir akan pecah perang saudara antar-kabilah jika mereka mencoba
membunuh salah seorang dari kabilah itu.
Berturut-turut kaum Muslimin hijrah ke Yathrib, sedang
Muhammad tetap berada di posnya. Tak ada orang yang mengetahui, dia akan tetap
tinggal di tempatnya itu atau sudah mengambil keputusan akan hijrah juga. Dahulu
juga mereka tidak mengetahui, ketika sahabat-sahabatnya diijinkan hijrah ke
Abisinia, sedang dia sendiri tetap di Mekah menyerukan anggota-anggota
keluarganya yang lain ke dalam Islam. Bahkan Abu Bakrpun, ketika minta ijin akan
turut hijrah ke Yathrib, ia hanya berkata: "Jangan tergesa-gesa; kalau-kalau
Tuhan menyertakan seorang kawan." Dan tidak lebih dari itu.
Sungguhpun begitu pihak Quraisy sendiri sudah seribu kali
memperhitungkan hijrah Nabi ke Yahtrib itu. Jumlah kaum Muslimin di sana sudah
begitu banyak sehingga hampir-hampir mereka itu menjadi pihak yang menentukan.
Sekarang datang pula mereka yang hijrah dari Mekah menggabungkan diri, sehingga
mereka jadi bertambah kuat juga adanya. Dalam pada itu, apabila Muhammad - orang
yang sudah mereka kenal berpendirian teguh dengan pendapatnya yang tepat dan
berpandangan jauh - sampai menyusul ke Yathrib, mereka kuatir penduduk Yathrib
itu kelak akan menyerbu Mekah, atau akan menutup jalur perjalanan perdagangan
mereka ke Syam atau akan membuat mereka mati kelaparan seperti yang pernah
mereka lakukan dulu terhadap Muhammad dan sahabat-sahabatnya tatkala mereka
membuat piagam pemboikotan dan memaksa mereka tinggal di celah-celah gunung
selama tigapuluh bulan.
Apabila Muhammad masih tinggal di Mekah dan berusaha akan
meninggalkan tempat itu, maka mereka masih merasa terancam oleh adanya tindakan
pihak Yathrib dalam membela Nabi dan Rasul. Jadi tak ada jalan keluar bagi
mereka selain dengan membunuhya. Dengan begitu mereka lepas dari malapetaka yang
terus-menerus itu. Tetapi kalau juga mereka membunuhnya, tentu Keluarga Hasyim
dan Keluarga Muttalib akan menuntut balas. Maka pecahlah perang saudara di
Mekah, dan suatu bencana yang sangat mereka takuti juga akan datang dari pihak
Yathrib.
Sekarang mereka mengadakan pertemuan di Dar'n-Nadwa membahas
semua persoalan itu serta cara-cara pencegahannya. Salah seorang dari mereka
mengusulkan:
"Masukkan dia dalam kurungan besi dan tutup pintunya
rapat-rapat kemudian awasi biar dia mengalami nasib seperti penyair-penyair
semacamnya sebelum dia; seperti Zuhair dan Nabigha."
Tetapi pendapat ini tidak mendapat suara.
"Kita keluarkan dia dari lingkungan kita, kita buang dari
negeri kita. Sesudah itu tidak perlu kita pedulikan lagi urusannya," demikian
terdengar suara yang lain. Tetapi mereka kuatir ia akan terus menyusul ke
Medinah dan apa yang mereka takuti justru akan menimpa mereka.
Akhirnya mereka memutuskan, dari setiap kabilah akan diambil
seorang pemuda yang tegap, dan setiap pemuda itu akan dipersenjatai dengan
sebilah pedang yang tajam, yang secara bersama-sama sekaligus mereka akan
menghantamnya, dan darahnya dapat dipencarkan antar-kabilah. Dengan demikian
Banu 'Abd Manaf takkan dapat memerangi mereka semua. Mereka akan menebus darah
itu kemudian dengan harta. Maka terlepaslah Quraisy dan orang yang membuat
porak-poranda dan mencerai-beraikan kabilah-kabilah mereka itu.
Mereka menyetujui pendapat ini dan merasa cukup puas. Mereka
mengadakan seleksi di kalangan pemuda-pemuda mereka. Mereka menganggap bahwa
soal Muhammad akan sudah selesai. Beberapa hari lagi ia akan terkubur habis ke
dalam tanah, bersama ajarannya, dan mereka yang sudah hijrah ke Yathrib akan
kembali ke tengah-tengah masyarakat, akan kembali kepada kepercayaan dan kepada
dewa-dewa mereka. Quraisy dan negeri Arab yang sudah dipecah-belah, kedudukannya
yang sudah mulai lemah, dengan demikian akan kembali bersatu.
[1] Hilf (amak ahlaf) pernyataan sumpah setia-kawan atau
bersahabat baik antar kabilah bersangkutan yang biasa berlaku dalam tradisi
masyarakat Arab pada masa itu. Halif (jamak hulafa'), yakni pihak yang
mengadakan persahabatan, kawan-kawan sepersekutuan (A).
[2] Bai'at'l-'Aqaba, secara harfiah berarti pernyataan dan
sumpah setia yang diadakan di bukit 'Aqaba (A).
[3] Hari-hari Tasyriq ialah tiga hari berturut-turut setelah
hari Raya Kurban (lebaran Haji) (A).
[4] Yakni berperang habis-habisan melawan semua orang
(A).
[5] Yakni Quraisy (A).
Sumber: Sejarah Hidup Muhammad oleh Dr. Mohammad Hussein Haekal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar