1. Tafsir
Al Tabary[1]
Nama Kitab : جامع
البيان في تفسير أي القران atau
yang lebih dikenal dengan
tafsir al-Tabary.
Pengarangnya : Abu Ja’far Muhammad bin Jarir
At-Thobary (224 – 310 H)
Jumlah jilid : 12 jilid besar.
Keistimewaannya
: Tafsir ini merupakan referensi bagi para mufassirin terutama
penafsiran binnaqli/biiriwayah. Tafsir bil aqli karena istinbath hukum,
penjabaran berbagai pendapat dengan dan mengupasnya secara detail disertai
analisa yang tajam. Ia merupakan tafsir tertua dan terbagus.
Metodologi Penulisannya:
Penulis menafsirkan ayat al-Qur’an dengan
jelas dan ringkas dengan menukil pendapat para sahabat dan tabi’in disertai
sanadnya. Jikalau dalam ayat tersebut ada dua pendapat atau lebih, di sebutkan
satu persatu dengan dalil dan riwayat dari sahabat maupun tabi’in yang
mendukung dari tiap-tiap pendapat kemudian mentarjih (memilih)
diantara pendapat tersebut yang lebih kuat dari segi dalilnya. Beliau juga mengii’rob
(menyebut harakat akhir), mengistimbat hukum jikalau ayat tersebut
berkaitan dengan masalah hukum. Ad-Dawudy dalam bukunya “Thobaqah
al-Mufassirin“ mengomentari metode ini dengan ungkapannya:“ Ibnu jarir
telah menyempurnakan tafsirnya dengan menjabarkan tentang hukum-hukum, nasih
wal mansuh, menerangkan mufrodat (kata-kata) sekaligus maknanya, menyebutkan
perbedaaan ulama’ tafsir dalam masalah hukum dan tafsir kemudian memilih
diantara pendapat yang terkuat, mengi’rob kata-kata, mengkonter pendapat
orang-orang sesat, menulis kisah ,berita dan kejadian hari kiamat dan
lain-lainnya yang terkandung didalamnya penuh dengan hikmah dan keajaiban tak
terkira kata demi kata, ayat demi ayat dari isti’adzah sampai abi jad (akhir
ayat). Bahkan jikalau seorang ulama’ mengaku mengarang sepuluh kitab yang
diambil dari tafsir ini, dan setiap kitab mengandung satu disiplin keilmuan
dengan keajaiban yang mengagungkan akan diakuinya (karangan tersebut).
2. Tafsir Ibnu Katsir [2]
Nama kitab : تفسير
القران العظيم lebih dikenal
dengan Tafsir Ibnu Katsir.
Jumlah jilid : 4 Jilid
Nama penulis : Imaduddin Abul Fida’ Ismail
bin Amr bin Katsir (w 774 H)
Keutamaanya
: Merupakan tafsir terpopuler setelah tafsir At-Thobary dengan metode
bil ma’tsur.
Metodologi penulisannya:
Penulis sangat teliti dalam
mentafsirkan ayat-ayat al-Qur’an dengan menukil perkataan para salafus sholeh.
Ia menafsirkan ayat dengan ibarat yang jelas dan mudah dipahami. Menerangkan
ayat dengan ayat yang lainnya dan membandingkannya agar lebih jelas maknanya.
Beliau juga menyebutkan hadits-hadits yang berhubungan dengan ayat tersebut
dilanjutkan dengan penafsiran para sahabat dan para tabi’in. Beliau juga sering
mentarjih diantara beberapa pendapat yang berbeda, juga mengomentari
riwayat yang shoheh atau yang dhoif(lemah). mengomentari periwayatan isroiliyyat.
Dalam menafsirkan ayat-ayat hukum, ia menyebutkan pendapat para Fuqaha
(ulama’ fiqih) dengan mendiskusikan dalil-dalilnya, walaupun tidak secara
panjang lebar. Imam Suyuthy dan Zarqoni menyanjung tafsir ini dengan
berkomentar ;” Sesungguhnya belum ada ulama’ yang mengarang dalam metode
seperti ini “.
3. Tafsir Al-Qurtuby [3]
Nama kitab : الجامع
لأحكام القران
Jumlah jilid : 11 jilid dengan daftar isinya.
Nama penulisnya : Abu Abdillah Muhammad bin
Ahmad Al-Qurtuby (w 671 H).
Keutamaanya
: Ibnu Farhun berkata,” tafsir yang paling bagus dan paling banyak
manfaatnya, membuang kisah dan sejarah, diganti dengan hukum dan istimbat
dalil, serta menerangkan I’rob, qiroat, nasikh dan mansukh”.
Metode penulisannya :
Penulis
terkenal dengan gaya penulisan ulama’ fiqih., dengan menukil tafsir dan hukum
dari para ulama’ salaf dengan menyebutkan pendapatnya masing-masing. Dan
membahas suatu permasalahan fiqhiyah dengan mendetil. Membuang kisah dan
sejarah, diganti dengan hukum dan istimbat dalil, juga I’rob, qiroat, nasikh
dan mansukh. Beliau tidak ta’assub (panatik) dengan mazhabnya yaitu
mazhab Maliki.
4. Tafsir Syinqithy [4]
Nama kitab : أضواء
البيان في إيضاح القران بالقران
Jumlah jilid : 9 jilid.
Nama penulisnya : Muhammad Amin al-Mukhtar
As-Syinqithy
Metodologi penulisannya:
Menekankan
penafsiran bil-ma’tsur dengan dilengkafi qira’ah as-sab’ah dan qiro’ah
syadz (lemah) untuk istisyhad (pelengkap). Menerangkan masalah
fiqih dengan terperinci, dengan menyebut pendapat disertai dalil-dalilnya dan
mentarjih berdasarkan dalil yang kuat. Pembahasan masalah bahasa dan usul
fiqih. Beliau wafat dan belum sempat menyelesaikan tafsirnya yang kemudian
dilengkapi oleh murid sekaligus menantunya yaitu Syekh ‘Athiyah Muhammad Salim.
Baca Kelanjutannya
[1]
Hasan, Ali, al-‘Arid, Sejarah dan Metodologi Tafsir (Jakarta: Grafindo,
1994), hal. 41
[2]
Hasan, Ali, al-‘Arid, Sejarah dan Metodologi Tafsir (Jakarta: Grafindo,
1994), hal. 42
[3]
Hasan, Ali, al-‘Arid, Sejarah dan Metodologi Tafsir (Jakarta: Grafindo,
1994), hal. 43
[4]
Hasan, Ali, al-‘Arid, Sejarah dan Metodologi Tafsir (Jakarta: Grafindo,
1994), hal. 44.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar