Teriakan
Orientalis tentang Zainab bt. Jahsy, Zainab menurut
gambaran kaum Orientalis, Orang-orang besar tidak tunduk
kepada undang-undang, Penggambaran Orientalis yang
keliru, Sampai usia 50 tahun hanya beristerikan
Khadijah, Hanya Khadijah yang membawa keturunan, Perkawinan Sauda bt. Zam'a, Penelitian
sejarah dan kesimpulannya Cerita Zainab bt. Jahsy, Terpaksa menerima, Zaid mengadukan
Zainab dan perceraian, Hukum pengaduan dalam Islam,
Bagaimana Muhammad kawin dengan Zainab, Bagaimana pendapat kaum Orientalis tentang cerita Zainab bt.
Jahsy, Muhammad menjunjung tinggi kedudukan
wanita., Catatan kaki
(Silahkan lihat juga: http://tausyiahaditya.blogspot.com/2012/04/urutan-12-istri-nabi-muhammad-saw.html)
Haekal mengulas isteri-isteri Nabi Muhammad saw., terutama
kepada Zainab, sebagai jawaban dari tuduhan kaum orientalis mengenai perkawinan
nabi dengan Zainab.
SEMENTARA peristiwa-peristiwa dalam dua bagian di atas itu
terjadi, Muhammad kawin dengan Zainab bt. Khuzaima, kemudian kawin dengan Umm
Salama bt. Abi Umayya bin'l-Mughira, selanjutnya kawin lagi dengan Zainab bt.
Jahsy setelah dicerai oleh Zaid b. Haritha. Zaid inilah yang telah diangkat
sebagai anak oleh Muhammad setelah dibebaskan sebagai budak sejak ia dibelikan
oleh Yasar untuk Khadijah. Di sinilah kaum Orientalis dan misi-misi penginjil
itu kemudian berteriak keras-keras: Lihat! Muhammad sudah berubah. Tadinya,
ketika ia masih di Mekah sebagai pengajar yang hidup sederhana, yang dapat
menahan diri dan mengajarkan tauhid, sangat menjauhi nafsu hidup duniawi,
sekarang ia sudah menjadi orang yang diburu syahwat, air liurnya mengalir bila
melihat wanita. Tidak cukup tiga orang isteri saja dalam rumah, bahkan ia kawin
lagi dengan tiga orang wanita seperti yang disebutkan di atas. Sesudah itu
mengawini tiga orang wanita lagi, selain Raihana. Tidak cukup kawin dengan
wanita-wanita yang tidak bersuami, bahkan ia jatuh cinta kepada Zainab bt. Jahsy
yang masih terikat sebagai isteri Zaid b. Haritha bekas budaknya. Soalnya tidak
lain karena ia pernah singgah di rumah Zaid ketika ia sedang tidak ada di tempat
itu, lalu ia disambut oleh Zainab. Tatkala itu ia sedang mengenakan pakaian yang
memperlihatkan kecantikannya, dan kecantikan ini sangat mempengaruhi hatinya.
Waktu itu ia berkata "Maha suci Ia yang telah dapat membalikkan hati manusia!"
Kata-kata ini diulanginya lagi ketika ia meninggalkan tempat itu. Zainab
mendengar kata-kata itu dan ia melihat api cinta itu bersinar dari matanya.
Zainab merasa bangga terhadap dirinya dan apa yang didengarnya itu
diberitahukannya kepada Zaid. Langsung waktu itu juga Zaid menemui Nabi dan
mengatakan bahwa ia bersedia menceraikannya. Lalu kata Nabi kepadanya:
"Jaga baik-baik isterimu, jangan diceraikan. Hendaklah engkau
takut kepada Allah."
Tetapi pergaulan Zainab dengan Zaid sudah tidak baik iagi.
Kemudian ia dicerai. Muhammad menahan diri tidak segera mengawininya sekalipun
hatinya gelisah. Ketika itu firman Tuhan datang:
"Ingat, tatkala engkau berkata kepada orang yang telah diberi
karunia oleh Allah dan engkau pun telah pula berbudi kepadanya: Jagalah
baik-baik isterimu. Hendaklah engkau takut kepada Allah. Dan engkau
menyembunyikan sesuatu di dalam hatimu apa yang oleh Tuhan sudah diterangkan.
Engkau takut kepada manusia, padahal seharusnya Allah yang lebih patut
kautakuti. Maka setelah Zaid meluluskan kehendak wanita itu, Kami kawinkan dia
dengan engkau, supaya kelak tidak menjadi alangan bagi orang-orang beriman kawin
dengan (bekas) isteri-isteri anak-anak angkat mereka, bilamana kehendak mereka
(wanita-wanita) itu sudah diluluskan. Perintah Allah itu mesti dilaksanakan."
(Qur'an, 33:37)
Ketika itulah wanita itu dikawininya. Dengan perkawinan ini
semarak cinta berahi dan api asmaranya yang menyala-nyala dapat dipadamkan. Nabi
apa itu!? Bagaimana ia membenarkan hal itu buat dirinya sedang buat orang lain
tidak?! Bagaimana ia tidak tunduk kepada undang-undang yang katanya diturunkan
Tuhan kepadanya?! Bagaimana pula "harem" ini diciptakan, yang mengingatkan orang
pada raja-raja yang hidup mewah-mewah, bukan pada para nabi yang saleh dan
memperbaiki kehidupan umat?! Selanjutnya bagaimana pula ia menyerah kepada
kekuasaan cinta dalam hubungannya dengan Zainab sehingga ia menghubungi Zaid
bekas budaknya supaya menceraikannya, kemudian ia tampil mengawininya! Hal
semacam ini pada zaman jahiliah dilarang, tapi nabinya orang Islam ini
membolehkan, karena mau menuruti kehendak nafsunya, mau memenuhi dorongan
cintanya.
Bilamana kaum Orientalis dan para misi penginjil bicara
mengenai masalah ini dalam sejarah Muhammad, maka mereka membiarkan khayal
mereka itu bebas tak terkendalikan lagi; sehingga ada diantara mereka itu yang
menggambarkan Zainab - ketika terlihat oleh Nabi - dalam keadaan setengah
telanjang atau hampir telanjang, dengan rambutnya yang hitam panjang lepas
terurai sampai menjamah tubuhnya yang lembut gemulai, yang akan dapat
menterjemahkan segala arti cinta berahi. Yang lain lagi menyebutkan, bahwa
ketika ia membuka pintu rumah Zaid, angin menghembus menguakkan tabir kamar
Zainab. Ketika itu ia sedang telentang di tempat tidur dengan mengenakan baju
tidur. Pemandangan ini sangat menggetarkan jantung laki-laki yang gila perempuan
dengan kecantikannya itu. Ia menyembunyikan perasaan hatinya meskipun sebenarnya
ia tidak dapat tahan lama demikian!
Gambaran yang diciptakan oleh khayal demikian itu banyak
sekali. Akan kita jumpai ini dalam karya-karya Muir, Dermenghem, Washington
Irving, Lammens dan yang lain, baik mereka ini para Orientalis atau misi-misi
penginjil. Dan yang sungguh disayangkan lagi karena dalam membuat cerita-cerita
itu, semua mereka memang mengambil sumbernya dari kitab-kitab sejarah Nabi dan
tidak sedikit pula dari hadis. Kemudian dengan apa yang mereka gambarkan itu,
mereka membangun istana-istana gading dari khayal mereka sendiri tentang
Muhammad serta hubungannya dengan wanita. Alasan mereka ialah karena isterinya
banyak, yang sampai sembilan orang menurut pendapat yang lebih tepat, atau lebih
dari itu menurut sumber-sumber lain.
Sebenarnya dapat saja kita membantah semua kata-kata mereka
itu dengan ucapan: Anggaplah semua itu benar, tetapi dengan itu apa pula kiranya
yang akan dapat mendiskreditkan kebesaran Muhammad atau kenabian dan
kerasulannya. Undang-undang yang biasanya berlaku pada umum, tidak mempan
terhadap orang-orang besar, lebih-lebih terhadap para rasul dan nabi. Bukankah
ketika Musa a.s. melihat perselisihan dua orang, yang seorang dari golongannya
sendiri, dan yang seorang lagi dari pihak musuhnya, ditinjunya orang yang dari
pihak musuh itu hingga menemui ajalnya, padahal pembunuhan demikian itu
dilarang, baik dalam perang atau pun setengah perang? Ini berarti melanggar
undang-undang. Jadi Musa tidak tunduk kepada undang-undang, tapi juga tidak
berarti ini dapat mendiskreditkan kenabian atau kerasulannya, bahkan mengurangi
kebesarannyapun juga tidak. Dan dalam hal Isa, dalam menyalahi undang-undang
lebih besar lagi dari masalah Muhammad, dari para nabi dan para rasul semuanya.
Dan soalnya tidak hanya terbatas pada besarnya kekuatan dan keinginan saja,
bahkan kelahiran dan kehidupannya pun sudah melanggar undang-undang dan kodrat
alam. Di hadapan ibunya malaikat muncul sebagai manusia yang sempurna, yang akan
mengantarkan seorang anak yang suci bersih kepadanya. Wanita itu keheranan,
sambil berkata: "Bagaimana aku akan beroleh seorang putera, padahal aku belum
disentuh seorang manusia, juga aku bukan seorang pelacur." Malaikat berkata,
bahwa Tuhan menghendaki supaya ia menjadi pertanda bagi umat manusia.
Setelah terasa sakit hendak melahirkan, ia berkata: "Aduhai,
coba sebelum ini aku mati saja, maka aku akan hilang dilupakan orang." Lalu
datang suara memanggilnya dari bawah: "Jangan berdukacita, Tuhan telah
mengalirkan sebatang anak sungai di bawahmu." Dibawanya anak itu kepada
keluarganya. Mereka pun berkata: "Maryam, engkau datang membawa masalah besar.
Dalam buaiannya itu (usia semuda itu) Isa berkata kepada mereka: "Aku adalah
hamba Allah É" dan seterusnya.
Betapapun orang-orang Yahudi menolak semua ini, dan oleh
mereka Isa dinasabkan kepada Yusuf an-Najjar (Yusuf anak Heli), sebagian sarjana
semacam Renan sampai sekarang pun memang menganggapnya demikian. Kebesaran Isa,
kenabiannya dan kerasulannya serta penyimpangannya dari hukum dan kodrat alam
adalah suatu pertanda mujizat Tuhan kepadanya. Tapi anehnya, misi-misi penginjil
Kristen itu minta orang supaya percaya kepada hal-hal yang di luar hukum alam
mengenai diri Yesus, sementara mengenai diri Muhammad mereka sudah menjatuhkan
hukuman sendiri. Padahal apa yang dilakukannya tidak seberapa dan tidak lebih
karena Muhammad memang terlalu tinggi untuk dapat tunduk kepada undang-undang
masyarakat yang berlaku terhadap setiap orang besar, terhadap raja-raja,
kepala-kepala negara yang pada umumnya sudah didahului oleh undang-undang dasar
sehingga membuat mereka tak dapat diganggu-gugat.
Sebenarnya dapat saja kita membantah semua kata-kata mereka
itu dengan jawaban yang sudah tentu akan menjatuhkan semua argumen misi-misi
penginjil dan orang-orang Orientalis yang juga mau ikut cara-cara mereka itu.
Tetapi dalam hal ini kita lalu memperkosa sejarah dan memperkosa kebesaran
Muhammad dan kerasulannya. Dia bukanlah orang seperti yang mereka gambarkan:
orang yang pikirannya dipengaruhi oleh hawa nafsu. Tak ada isterinya itu yang
dikawininya hanya karena ia terdorong oleh syahwat atau nafsu berahi saja.
Kalaupun ada beberapa penulis Muslim pada zaman-zaman tertentu dengan sesuka
hati berkata demikian dan mengemukakan alasan itu kepada lawan-lawan Islam
dengan niat baik, soalnya ialah karena tradisi yang berlaku telah membawa mereka
kepada pengertian materi. Mereka ingin menggambarkan Muhammad itu besar dalam
segalanya, juga besar dalam kehidupan hawa nafsu. Sudah tentu ini suatu
penggambaran yang salah sama sekali. Sejarah hidup Muhammad sama sekali tak
dapat menerima ini, dan seluruh hidup pribadinya pun dengan sendirinya sudah
menolak.
Ia kawin dengan Khadijah dalam usia duapuluh tiga tahun, usia
muda-remaja, dengan perawakan yang indah dan paras muka yang begitu tampan,
gagah dan tegap. Namun sungguhpun begitu Khadijah adalah tetap isteri
satu-satunya, selama duapuluh delapan tahun, sampai melampaui usia limapuluhan.
Padahal masalah poligami ialah masalah yang umum sekali di kalangan masyarakat
Arab waktu itu. Di samping itu Muhammad pun bebas kawin dengan Khadijah atau
dengan yang lain, dalam hal ia dengan isterinya tidak beroleh anak laki-laki
yang hidup, sedang anak perempuan pada waktu itu dikubur hidup-hidup dan yang
dapat dianggap sebagai keturunan pengganti hanyalah anak laki-laki.
Muhammad hidup hanya dengan Khadijah selama tujuh belas tahun
sebelum kerasulannya dan sebelas tahun sesudah itu; dan dalam pada itu pun sama
sekali tak terlintas dalam pikirannya ia ingin kawin lagi dengan wanita lain.
Baik pada masa Khadijah masih hidup, atau pun pada waktu ia belum kawin dengan
Khadijah, belum pernah terdengar bahwa ia termasuk orang yang mudah tergoda oleh
kecantikan wanita-wanita yang pada waktu itu justeru wanita-wanita belum
tertutup. Bahkan mereka itu suka memamerkan diri dan memamerkan segala macam
perhiasan, yang kemudian dilarang oleh Islam. Sudah tentu tidak wajar sekali
apabila akan kita lihat, sesudah lampau limapuluh tahun, mendadak sontak ia
berubah demikian rupa sehingga begitu ia melihat Zainab bint Jahsy - padahal
waktu itu isterinya sudah lima orang diantaranya Aisyah yang selalu dicintainya
- tiba-tiba ia tertarik sampai ia hanyut siang-malam memikirkannya. Juga tidak
wajar sekali apabila kita lihat, sesudah lampau limapuluh tahun usianya, yang
selama lima tahun sudah beristerikan lebih dari tujuh orang, dan dalam tujuh
tahun sembilan orang isteri. Semuanya itu, motifnya hanya karena dia terdorong
oleh nafsu kepada wanita, sehingga ada beberapa penulis Muslim - dan juga
penulis-penulis Barat mengikuti jejaknya - melukiskannya sedemikian rupa,
demikian merendahkan yang bagi seorang materialis sekalipun sudah tidak layak,
apalagi buat orang besar, yang ajarannya dapat mengubah dunia dan mengubah
jalannya roda sejarah, dan masih selalu akan mengubah dunia sekali lagi, dan
akan mengubah jalannya roda sejarah sekali lagi.
Apabila ini suatu hal yang aneh dan tidak wajar, maka akan
jadi aneh juga kita melihat bahwa perkawinan Muhammad dengan Khadijah telah
memberikan keturunan, laki-laki dan perempuan, sampai sebelum ia mencapai usia
limapuluh tahun, dan bahwa Maria melahirkan Ibrahim sesudah Muhammad berusia
enampuluh tahun dan hanya dari yang dua orang ini sajalah yang membawa
keturunan. Padahal isteri-isteri itu ada yang dalam usia muda, yang akan dapat
juga hamil dan melahirkan, baik dari pihak suami atau pihak isteri, dan ada yang
sudah cukup usia, sudah lebih dari tigapuluh tahun umurnya, dan sebelum itu pun
pernah pula punya anak. Bagaimana pula gejala aneh dalam hidup Nabi ini
ditafsirkan, suatu gejala yang tidak tunduk kepada undang-undang yang biasa,
yang sekaligus terhadap kesembilan wanita itu?! Sebagai manusia, sudah tentu
jiwa Muhammad cenderung sekali ingin beroleh seorang putera, sekalipun - dalam
kedudukannya sebagai nabi dan rasul - dari segi rohani ia sudah menjadi bapa
seluruh umat Muslimin.
Kemudian peristiwa-peristiwa sejarah serta logikanya juga
menjadi saksi yang jujur mendustakan cerita misi-misi penginjil dan para
Orientalis itu sehubungan dengan poligami Nabi. Seperti kita sebutkan tadi,
selama 28 tahun ia hanya beristerikan Khadijah seorang, tiada yang lain. Setelah
Khadijah wafat, ia kawin dengan Sauda bint Zam'a, janda Sakran b. 'Amr b. 'Abd
Syams. Tidak ada suatu sumber yang menyebutkan, bahwa Sauda adalah seorang
wanita yang cantik, atau berharta atau mempunyai kedudukan yang akan memberi
pengaruh karena hasrat duniawi dalam perkawinannya itu. Melainkan soalnya ialah,
Sauda adalah isteri orang yang termasuk mula-mula dalam lslam, termasuk
orang-orang yang dalam membela agama, turut memikul pelbagai macam penderitaan,
turut berhijrah ke Abisinia setelah dianjurkan Nabi hijrah ke seberang lautan
itu. Sauda juga sudah Islam dan ikut hijrah bersama-sama, ia juga turut
sengsara, turut menderita. Kalau sesudah itu Muhammad kemudian mengawininya
untuk memberikan perlindungan hidup dan untuk memberikan tempat setarap dengan
Umm'l-Mu'minin, maka hal ini patut sekali dipuji dan patut mendapat penghargaan
yang tinggi.
Adapun Aisyah dan Hafsha adalah puteri-puteri dua orang
pembantu dekatnya, Abu Bakr dan Umar. Segi inilah yang membuat Muhammad
mengikatkan diri dengan kedua orang itu dengan ikatan semenda perkawinan dengan
puteri-puteri mereka. Sama juga halnya ia mengikatkan diri dengan Usman dan Ali
dengan jalan mengawinkan kedua puterinya kepada mereka. Kalaupun benar kata
orang mengenai Aisyah serta kecintaan Muhammad kepadanya itu, maka cinta itu
timbul sesudah perkawinan, bukan ketika kawin. Gadis itu dipinangnya kepada
orangtuanya tatkala ia berusia sembilan tahun dan dibiarkannya dua tahun sebelum
perkawinan dilangsungkan. Logika tidak akan menerima kiranya, bahwa dia sudah
mencintainya dalam usia yang masih begitu kecil. Hal ini diperkuat lagi oleh
perkawinannya dengan Hafsha bt. Umar yang juga bukan karena dorongan cinta
berahi, dengan ayahnya sendiri sebagai saksi.
"Sungguh," kata Umar, "tatkala kami dalam zaman jahiliah,
wanita-wanita tidak lagi kami hargai. Baru setelah Tuhan memberikan ketentuan
tentang mereka dan memberikan pula hak kepada mereka." Dan katanya lagi: "Ketika
saya sedang dalam suatu urusan tiba-tiba isteri saya berkata: 'Coba kau berbuat
begini atau begitu." Jawab saya: "Ada urusan apa engkau disini, dan perlu apa
engkau dengan urusanku!" Dia pun membalas: "Aneh sekali engkau Umar. Engkau
tidak mau ditentang, padahal puterimu menentang Rasulullah s.a.w. sehingga ia
gusar sepanjang hari." Kata Umar selanjutnya: "Kuambil mantelku, lalu aku
keluar, pergi menemui Hafsha. "Anakku," kataku kepadanya. "Engkau menentang
Rasulullah s.a.w. sampai ia merasa gusar sepanjang hari?!" Hafsha menjawab:
"Memang kami menentangnya." "Engkau harus tahu," kataku. "Kuperingatkan engkau
akan siksaan Tuhan serta kemurkaan RasulNya. Anakku, engkau jangan teperdaya
oleh kecintaan orang yang telah terpesona oleh kecantikannya sendiri dengan
kecintaan Rasulullah s.a.w." Katanya lagi: "Engkau sudah mengetahui, Rasulullah
tidak mencintaimu, dan kalau tidak karena aku engkau tentu sudah diceraikan."
Kita sudah melihat bukan, bahwa Muhammad mengawini Aisyah
atau mengawini Hafsha bukan karena cintanya atau karena suatu dorongan berahi,
tapi karena hendak memperkukuh tali masyarakat Islam yang baru tumbuh dalam diri
dua orang pembantu dekatnya itu. Sama halnya ketika ia kawin dengan Sauda,
maksudnya supaya pejuang-pejuang Muslimin itu mengetahui, bahwa kalau mereka
gugur untuk agama Allah, isteri-isteri dan anak-anak mereka tidak akan dibiarkan
hidup sengsara dalam kemiskinan.
Perkawinannya dengah Zainab bt. Khuzaima dan dengan Umm
Salama mempertegas lagi hal itu. Zainab adalah isteri 'Ubaida bin'l-Harith
bin'l-Muttalib yang telah mati syahid, gugur dalam perang Badr. Dia tidak
cantik, hanya terkenal karena kebaikan hatinya dan suka menolong orang, sampai
ia diberi gelar Umm'l-Masakin (Ibu orang-orang miskin). Umurnya pun sudah tidak
muda lagi. Hanya setahun dua saja sesudah itu ia pun meninggal. Sesudah Khadijah
dialah satu-satunya isteri Nabi yang telah wafat mendahuluinya.
Sedang Umm Salama sudah banyak anaknya sebagai isteri Abu
Salama, seperti sudah disebutkan di atas, bahwa dalam perang Uhud ia menderita
luka-luka, kemudian sembuh kembali. Oleh Nabi ia diserahi pimpinan untuk
menghadapi Banu Asad yang berhasil di kucar-kacirkan dan ia kembali ke Medinah
dengan membawa rampasan perang. Tetapi bekas lukanya di Uhud itu terbuka dan
kembali mengucurkan darah yang dideritanya terus sampai meninggalnya. Ketika
sudah di atas ranjang kematiannya, Nabi juga hadir dan terus mendampinginya
sambil mendoakan untuk kebaikannya, sampai ia wafat. Empat bulan setelah
kematiannya itu Muhammad meminta tangan Umm Salama. Tetapi wanita ini menolak
dengan lemah lembut karena ia sudah banyak anak dan sudah tidak muda lagi. Hanya
dalam pada itu akhirnya sampai juga ia mengawini dan dia sendiri yang bertindak
menguruskan dan memelihara anak-anaknya.
Adakah sesudah ini semua para misi penginjil dan Orientalis
itu masih akan mendakwakan, bahwa karena kecantikan Umm Salama itulah maka
Muhammad terdorong hendak mengawininya? Kalau hanya karena itu saja, masih
banyak gadis-gadis kaum Muhajirin dan Anshar yang lain, yang jauh lebih cantik,
lebih muda, lebih kaya dan bersemarak, dan tidak pula ia akan dibebani dengan
anak-anaknya. Akan tetapi sebaliknya, ia mengawininya itu karena pertimbangan
yang luhur itu juga, sama halnya dengan perkawinannya dengan Zainab bt.
Khuzaima, yang membuat kaum Muslimin bahkan makin cinta kepadanya dan membuat
mereka lebih-lebih lagi memandangnya sebagai Nabi dan Rasul Allah. Di samping
itu mereka semua memang sudah menganggapnya sebagai ayah mereka. Ayah bagi
segenap orang miskin, orang yang tertekan, orang lemah, orang yang sengsara dan
tak berdaya. Ayah bagi setiap orang yang kehilangan ayah, yang gugur membela
agama Allah.
Dari apa yang sudah diuraikan di atas, apakah yang dapat
disimpulkan oleh penelitian sejarah yang murni? Yang dapat disimpulkan ialah
bahwa Muhammad menganjurkan orang beristeri satu dalam kehidupan biasa. Ia
menganjurkan cara demikian seperti contoh yang sudah diberikannya selama masa
Khadijah. Untuk itu firman Tuhan dalam Qur'an menyebutkan:
"Dan kalau kamu kuatir takkan dapat berlaku lurus terhadap
anak-anak yatim itu, maka kawinilah wanita-wanita yang kamu sukai: dua, tiga dan
(sampai) empat. Tetapi kalau kamu kuatir takkan dapat berlaku adil, hendaklah
seorang saja atau yang sudah ada menjadi milik kamu." (Qur'an, 4:3)
"Dan (itu pun) tidak akan kamu dapat berlaku adil terhadap
wanita, betapa kamu sendiri menginginkan itu. Sebab itu, janganlah kamu terlalu
condong kepada yang seorang, lalu kamu biarkan dia terkatung-katung." (Qur'an,
4:129)
Ayat-ayat ini turun pada akhir-akhir tahun kedelapan Hijrah,
setelah Nabi kawin dengan semua isterinya, maksudnya untuk membatasi jumlah
isteri itu sampai empat orang, sementara sebelum turun ayat tersebut pembatasan
tidak ada. Ini juga yang telah menggugurkan kata-kata orang: Muhammad
membolehkan buat dirinya sendiri dan melarang buat orang lain. Kemudian turun
ayat yang memperkuat diutamakannya isteri satu dan menganjurkan demikian karena
dikuatirkan takkan berlaku adil dengan ditekankan bahwa berlaku adil itu tidak
akan disanggupi. Hanya saja dalam keadaan kehidupan masyarakat yang dikecualikan
ia melihat suatu kemungkinan yang mendesak perlunya kawin sampai empat dengan
syarat berlaku adil. Dia telah melakukan itu dengan contoh yang diberikannya
ketika kaum Muslimin terlibat dalam peperangan dan banyak di antara mereka itu
yang gugur dan mati syahid.
Tolonglah sebutkan! Pada waktu peperangan sedang berkecamuk,
panyakit menular berjangkit dan pemberontakan berkobar merenggut ribuan bahkan
jutaan umat manusia, dapatkah orang memastikan, bahwa membatasi pada isteri satu
itu lebih baik dan poligami yang dibolehkan dengan jalan kekecualian itu?
Dapatkah orang-orang Eropa - pada waktu ini, setelah selesai Perang Dunia -
mengatakan bahwa sistem monogami itu sistem yang paling tepat dalam praktek,
karena mereka memang sudah mengatakan bahwa sistem itu tepat sekali dalam
undang-undang? Bukankah tirnbulnya kekacauan ekonomi dan sosial setelah perang
disebabkan oleh tidak adanya kerjasama yang teratur antara pria dan wanita dalam
perkawinan, suatu kerjasama yang kiranya sedikit banyak akan dapat membawa
keseimbangan ekonomi? Saya tidak bermaksud dengan ini hendak membuat suatu
keputusan hukum. Saya serahkan soal ini kepada ahli-ahli pikir, kepada pihak
penguasa untuk memikirkan dan merencanakannya, dengan catatan selalu, bahwa
bilamana keadaan hidup sudah kembali biasa, maka yang paling baik dapat menjamin
kebahagiaan masyarakat ialah membatasi laki-laki hanya pada satu isteri.
Sehubungan dengan cerita tentang Zainab bt. Jahsy serta apa
yang ditambah-tambahkan oleh beberapa orang ahli hadis, oleh kaum Orientalis dan
misi-misi penginjil dengan bermacam-macam tabir khayal sehingga ia dijadikan
sebuah cerita roman percintaan, sejarah yang sebenarnya dapat mencatat, bahwa
teladan yang diberikan oleh Muhammad dan patut dibanggakan, dan sebagai contoh
iman yang sempurna, ialah bahwa dia telah menerapkan bunyi hadis yang maksudnya:
Iman seseorang belum sempurna sebelum ia mencintai saudaranya seperti mencintai
dirinya sendiri.1 Dirinya telah dijadikan contoh pertama manakala ia
melaksanakan suatu hukum yang pada dasarnya hendak menghapus tradisi dan segala
adat-istiadat jahiliah, dan yang sekaligus dengan itu ia menetapkan peraturan
baru, yang diturunkan Tuhan sebagai bimbingan dan rahmat buat semesta alam.
Kekeluargaan Muhammad dengan Zainab - Melamarnya untuk Zaid
dan penolakan Zainab
Untuk menghapuskan semua cerita mereka yang kita baca itu
dari dasarnya, cukup kalau kita sebutkan, bahwa Zainab bt. Jahsy ini adalah
puteri Umaima bt. Abd'l-Muttalib, bibi Rasulullah a.s. Ia dibesarkan di bawah
asuhannya sendiri dan dengan bantuannya pula. Maka dengan demikian ia sudah
seperti puterinya atau seperti adiknya sendiri. Ia sudah mengenal Zainab dan
mengetahui benar apakah dia cantik atau tidak, sebelum ia dikawinkan dengan
Zaid. Ia sudah melihatnya sejak dari mula pertumbuhannya, sebagai bayi yang
masih merangkak hingga menjelang gadis remaja dan dewasa, dan dia juga yang
melamarnya buat Zaid bekas budaknya itu.
Jadi, kalau orang sudah mengetahui semua ini, maka hancurlah
segala macam khayal dan cerita-cerita yang menyebutkan bahwa dia pernah kerumah
Zaid dan orang ini tidak di rumah, lalu dilihatnya Zainab, ia terpesona sekali
melihat begitu cantik, sampai ia berkata: "Maha suci Tuhan, Yang telah
membalikkan hati manusia!" Atau juga ketika ia membuka pintu rumah Zaid,
kebetulan angin bertiup menguakkan tirai kamar Zainab, lalu dilihatnya wanita
itu dengan gaunnya sedang berbaring - seolah-olah seperti Madame Recamier -
mendadak sontak hatinya berubah. Lupa ia kepada Sauda, Aisyah, Hafsha, Zainab
bt. Khuzaima dan Umm Salama. Juga Khadijah sudah dilupakannya, yang seperti kata
Aisyah, bahwa dirinya tidak pernah cemburu terhadap isteri-isteri Nabi seperti
terhadap Khadijah ketika disebut-sebut. Kalau perasaan cinta itu sedikit banyak
sudah terlintas dalam hati, tentu ia akan melamar kepada keluarganya untuk
dirinya, bukan untuk Zaid. Dengan melihat hubungan Zainab dengan Muhammad ini
serta gambaran yang kita kemukakan di atas, maka segala macam cerita khayal yang
dibawa orang itu, sudah tidak lagi dapat dipertahankan dan ternyata samasekali
memang tidak mempunyai dasar yang benar.
Dan apakah yang ialah dicatat oleh sejarah? Sejarah mencatat
bahwa Muhammad telah melamar Zainab anak bibinya itu buat Zaid bekas budaknya.
Abdullah b. Jahsy saudara Zainab menolak, kalau saudara perempuannya sebagai
orang dari suku Quraisy dan keluarga Hasyim pula, di samping itu semua ia masih
sepupu Rasul dari pihak ibu akan berada di bawah seorang budak belian yang
dibeli oleh Khadijah lalu dimerdekakan oleh Muhammad. Hal ini dianggap sebagai
suatu aib besar buat Zainab. Dan memang benar sekali hal ini di kalangan Arab
ketika itu merupakan suatu aib yang besar sekali. Memang tidak ada gadis-gadis
kaum bangsawan yang terhormat akan kawin dengan bekas-bekas budak sekalipun yang
sudah dimerdekakan. Tetapi Muhammad justeru ingin menghilangkan segala macam
pertimbangan yang masih berkuasa dalam jiwa mereka hanya atas dasar ashabia
(fanatisma) itu. Ia ingin supaya orang mengerti bahwa orang Arab tidak lebih
tinggi dari yang bukan Arab, kecuali dengan takwa.
"Bahwa orang yang paling mulia di antara kamu dalam pandangan
Tuhan ialah orang yang lebih bertakwa." (Qur'an, 49:13)
Sungguhpun begitu ia merasa tidak perlu memaksa wanita lain
untuk itu di luar keluarganya. Biarlah Zainab bt. Jahsy, sepupunya sendiri itu
juga yang menanggung, yang karena telah meninggalkan tradisi dan menghancurkan
adat-lembaga Arab, menjadi sasaran buah mulut orang tentang dirinya, suatu hal
yang memang tidak ingin didengarnya. Juga biarlah Zaid, bekas budaknya yang
dijadikannya anak angkat, dan yang menurut hukum adat dan tradisi Arab orang
yang berhak menerima waris sama seperti anak-anaknya sendiri itu, dia juga yang
mengawininya. Maka dia pun bersedia berkorban, karena sudah ditentukan oleh
Tuhan bagi anak-anak angkat yang sudah dijadikan anaknya itu. Biarlah Muhammad
memperlihatkan desakannya itu supaya Zainab dan saudaranya Abdullah b. Jahsy
juga mau menerima Zaid sebagai suami. Dan untuk itu biarlah firman Tuhan juga
yang datang:
"Bagi laki-laki dan wanita yang beriman, bilamana Allah dan
RasulNya telah menetapkan suatu ketentuan, mereka tidak boleh mengambil kemauan
sendiri dalam urusan mereka itu. Dan barangsiapa tidak mematuhi Allah dan
RasulNya, mereka telah melakukan kesesatan yang nyata sekali." (Qur'an, 33:36)
Setelah turun ayat ini tak ada jalan lain buat Abdullah dan
Zainab saudaranya, selain harus tunduk menerima. "Kami menerima, Rasulullah,"
kata mereka. Lalu Zaid dikawinkan kepada Zainab setelah mas-kawinnya oleh Nabi
disampaikan. Dan sesudah Zainab menjadi isteri, ternyata ia tidak mudah
dikendalikan dan tidak mau tunduk. Malah ia banyak mengganggu Zaid. Ia
membanggakan diri kepadanya dari segi keturunan dan bahwa dia katanya tidak mau
ditundukkan oleh seorang budak.
Sikap Zainab yang tidak baik kepadanya itu tidak jarang oleh
Zaid diadukan kepada Nabi, dan bukan sekali saja ia meminta ijin kepadanya
hendak menceraikannya. Tetapi Nabi menjawabnya: "Jaga baik-baik isterimu, jangan
diceraikan. Hendaklah engkau takut kepada Allah." Tetapi Zaid tidak tahan
lama-lama bergaul dengan Zainab serta sikapnya yang angkuh kepadanya itu. Lalu
diceraikannya.
Kehendak Tuhan juga kiranya yang mau menghapuskan melekatnya
hubungan anak angkat dengan keluarga bersangkutan dan asal-usul keluarga itu,
yang selama itu menjadi anutan masyarakat Arab, juga pemberian segala hak anak
kandung kepada anak angkat, segala pelaksanaan hukum termasuk hukum waris dan
nasab, dan supaya anak angkat dan pengikut itu hanya mempunyai hak sebagai
pengikut dan sebagai saudara seagama. Demikian firman Tuhan turun:
"Dan tiada pula Ia menjadikan anak-anak angkat kamu menjadi
anak-anak kamu. Itu hanya kata-kata kamu dengan mulut kamu saja. Tuhan
mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan yang benar." (Qur'an, 33:4)
Ini berarti bahwa anak angkat boleh kawin dengan bekas isteri
bapa angkatnya, dan bapa boleh kawin dengan bekas isteri anak angkatnya. Tetapi
bagaimana caranya melaksanakan ini? Siapa pula dari kalangan Arab yang dapat
membongkar adat-istiadat yang sudah turun-temurun itu. Muhammad sendiri
kendatipun dengan kemauannya yang sudah begitu keras dan memahami benar arti
perintah Tuhan itu, masih merasa kurang mampu melaksanakan ketentuan itu dengan
jalan mengawini Zainab setelah diceraikan oleh Zaid, masih terlintas dalam
pikirannya apa yang kira-kira akan dikatakan orang, karena dia telah mendobrak
adat lapuk yang sudah berurat berakar dalam jiwa masyarakat Arab itu. Itulah
yang dikehendaki Tuhan dalam firmanNya:
"Dan engkau menyembunyikan sesuatu dalam hatimu yang oleh
Tuhan sudah diterangkan. Engkau takut kepada manusia padahal hanya Allah yang
lebih patut kautakuti." (Qur'an, 33:37)
Akan tetapi Muhammad adalah suri-teladan dalam segala hal,
yang oleh Tuhan telah diperintahkan dan telah dibebankan kepadanya supaya
disampaikan kepada umat manusia. Tidak takut ia apa yang akan dikatakan orang
dalam hal perkawinannya dengan isteri bekas budaknya itu. Takut kepada manusia
tak ada artinya dibandingkan dengan takutnya kepada Tuhan dalam melaksanakan
segala perintahNya. Biarlah dia kawin saja dengan Zainab supaya menjadi teladan
akan apa yang telah dihapuskan Tuhan mengenai hak-hak yang sudah ditentukan
dalam hal bapa angkat dan anak angkat itu. Dalam hal inilah firman Tuhan itu
turun:
"Maka setelah Zaid meluluskan kehendak wanita itu, Kami
kawinkan dia dengan engkau, supaya kelak tidak menjadi alangan bagi orang-orang
beriman kawin dengan (bekas) isteri-isteri anak-anak angkat mereka, bilamana
kehendak mereka (wanita-wanita) itu sudah diluluskan. Perintah Allah itu mesti
dilaksanakan." (Qur'an, 33:37)
Inilah peristiwa sejarah yang sebenarnya sehubungan dengan
soal Zainab bt. Jahsy serta perkawinannya dengan Muhammad. Dia adalah puteri
bibinya, sudah dilihatnya dan sudah diketahuinya sampai berapa jauh
kecantikannya sebelum dikawinkan dengan Zaid, dan dia pula yang melamarnya buat
Zaid, juga dia melihatnya setelah perkawinannya dengan Zaid, karena pada waktu
itu bertutup muka belum lagi dikenal.
Sungguhpun begitu dari pihak Zainab sendiri, sesuai dengan
ketentuan hubungan kekeluargaan dari satu segi, dan sebagai isteri Zaid anak
angkatnya dari segi lain, Zainab menghubungi dia karena beberapa hal dalam
urusannya sendiri dan juga karena seringnya Zaid mengadukan halnya itu. Semua
ketentuan hukum itu sudah diturunkan. Lalu diperkuat lagi dengan peristiwa
perkawinan Zaid dengan Zainab serta kemudian perceraiannya, lalu perkawinan
Muhammad dengan dia sesudah itu. Semua ketentuan hukum ini, yang mengangkat
martabat orang yang dimerdekakan ke tingkat orang merdeka yang terhormat, dan
yang menghapuskan hak anak-anak angkat dengan jalan praktek yang tidak dapat
dikaburkan atau ditafsir-tafsirkan lagi.
Sesudah semua itu, masih adakah pengaruh cerita-cerita yang
selalu diulang-ulang oleh pihak Orientalis dan oleh misi-misi penginjil, oleh
Muir, Irving, Sprenger, Well, Dermenghem, Lammens dan yang lain, yang suka
menulis sejarah hidup Muhammad? Ya, kadang ini adalah napsu misi penginjilan
yang secara terang-terangan, kadang cara misi penginjilan atas nama ilmu
pengetahuan. Adanya permusuhan lama terhadap Islam adalah permusuhan yang sudah
berurat berakar dalam jiwa mereka, sejak terjadinya serentetan perang Salib
dahulu. Itulah yang mengilhami mereka semua dalam menulis, yang dalam menghadapi
soal perkawinan, khususnya perkawinan Muhammad dengan Zainab bt. Jahsy, membuat
mereka sampai nmemperkosa sejarah, mereka mencari cerita-cerita yang paling
lemah sekalipun asal dapat dimasukkan dan dihubung-hubungkan kepadanya.
Andaikata apa yang mereka katakan itu memang benar, tentu
saja kita pun masih akan dapat menolaknya dengan mengatakan, bahwa kebesaran itu
tidak tunduk kepada undang-undang. Bahwa sebelum itu, Musa, Isa dan Yunus,
mereka itu berada di atas hukum alam, diatas ketentuan-ketentuan masyarakat yang
berlaku. Ada yang karena kelahirannya, ada pula yang dalam masa kehidupannya,
tapi itu tidak sampai mendiskreditkan kebesaran mereka. Sebaliknya Muhammad, ia
telah meletakkan ketentuan-ketentuan masyarakat yang sebaik-baiknya dengan wahyu
Tuhan, dan dilaksanakan atas perintah Tuhan, yang dalam hal ini merupakan contoh
yang tinggi sekali, sebagai teladan yang sangat baik dalam melaksanakan apa yang
telah diperintahkan Tuhan itu. Ataukah barangkali yang dikehendaki oleh
misi-misi penginjil itu supaya ia menceraikan isteri-isterinya dan jangan lebih
dari empat orang saja seperti yang kemudian disyariatkan kepada kaum Muslimin,
setelah perkawinannya dengan mereka semua itu?
Adakah juga pada waktu itu ia akan selamat dari kritik
mereka? Sebenarnya hubungan Muhammad dengan isteri-isterinya itu adalah hubungan
yang sungguh terhormat dan agung, seperti sudah kita lihat seperlunya dalam
keterangan Umar bin'l-Khattab yang sudah kita sebutkan; dan contoh semacam itu
akan banyak kita jumpai dalam beberapa bagian buku ini. Semua itu akan menjadi
contoh yang berbicara sendiri, bahwa belum ada orang yang dapat menghormati
wanita seperti yang pernah diberikan oleh Muhammad, belum ada orang yang dapat
mengangkat martabat wanita ketempat yang layak seperti yang dilakukan oleh
Muhammad itu.
1 Harfiah: Seseorang dari kamu tidak beriman sebelum ia
menyukai buat saudaranya apa yang disukai buat dirinya sendiri. Terjemahan di
atas didasarkan kepada komentar Nuruddin as-Sindi sebagai anotasi pada Shahih
Al-Bukhari 1/12 (A).
Sumber: Sejarah Hidup Muhammad oleh Dr. Mohammad Hussein Haekal
--------------
Tambahan:
>> Seorang wanita pedagang yg kaya-raya, namun tunduk dan sangat menghormati suami. Itulah Ibu Khatijah ra. istri Nabi SAW yg pertama.
>> Seorang wanita yg lemah-lembut dan tetap istiqomah dijalan Allah, walaupun bersuamikan seorang kafir yg sombong. Itulah Asiyah, istri Firaun.
>> Seorang wanita yg mandiri, melayani suami dng kelembutan, segala pekerjaan rumah ditanganinya sendiri tanpa pembantu, dan bersuamikan orang miskin. Itulah Fatimah ra binti Muhammad SAW, istri Ali ra.
>> Seorang wanita yg tabah, sendirian, suci dan tegar menghadapi cobaan yg sangat berat. Itulah Maryam, ibunda Nabi Isa as.
Itulah contoh 4 wanita teladan, hingga akhir jaman yg tidak akan ada tandingannya sepanjang masa.
>> Seorang kaya-raya dan sombong, memiliki semua kekayaan dunia, juga kunci kekayaan dunia, namun dihinakan oleh Allah hingga menjadi contoh buruk sepanjang jaman. Itulah Qorun.
>> Seorang penguasa yg memiliki kekuasaan yg sangat luas, hingga menganggap dirinya tuhan, karena semua perintahnya pasti terkabulkan. Dan ia sangatlah sombong. Akhirnya ia dihinakan oleh Allah hingga menjadi contoh buruk sepanjang jaman. Itulah Fir'aun.
>> Seorang cerdik cendekia, memiliki pengetahuan yg luas, pemikir yg handal, namun ia membela penguasa yg lalim dan sombong. Akhirnya ia dihinakan oleh Allah hingga menjadi contoh buruk sepanjang jaman. Itulah Haman, tangan kanan Fir'aun.
--------------
Tambahan:
>> Seorang wanita pedagang yg kaya-raya, namun tunduk dan sangat menghormati suami. Itulah Ibu Khatijah ra. istri Nabi SAW yg pertama.
>> Seorang wanita yg lemah-lembut dan tetap istiqomah dijalan Allah, walaupun bersuamikan seorang kafir yg sombong. Itulah Asiyah, istri Firaun.
>> Seorang wanita yg mandiri, melayani suami dng kelembutan, segala pekerjaan rumah ditanganinya sendiri tanpa pembantu, dan bersuamikan orang miskin. Itulah Fatimah ra binti Muhammad SAW, istri Ali ra.
>> Seorang wanita yg tabah, sendirian, suci dan tegar menghadapi cobaan yg sangat berat. Itulah Maryam, ibunda Nabi Isa as.
Itulah contoh 4 wanita teladan, hingga akhir jaman yg tidak akan ada tandingannya sepanjang masa.
>> Seorang kaya-raya dan sombong, memiliki semua kekayaan dunia, juga kunci kekayaan dunia, namun dihinakan oleh Allah hingga menjadi contoh buruk sepanjang jaman. Itulah Qorun.
>> Seorang penguasa yg memiliki kekuasaan yg sangat luas, hingga menganggap dirinya tuhan, karena semua perintahnya pasti terkabulkan. Dan ia sangatlah sombong. Akhirnya ia dihinakan oleh Allah hingga menjadi contoh buruk sepanjang jaman. Itulah Fir'aun.
>> Seorang cerdik cendekia, memiliki pengetahuan yg luas, pemikir yg handal, namun ia membela penguasa yg lalim dan sombong. Akhirnya ia dihinakan oleh Allah hingga menjadi contoh buruk sepanjang jaman. Itulah Haman, tangan kanan Fir'aun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar