Dilihat dari kesesuaian Israilliyyat
dengan syariat Islam, para ulama mengklasifikasikannya ke dalam tiga bagian.
Yaitu;
1. Israiliyyat yang sesuai dengan syariat
Contohnya adalah sebagaimana yang telah
diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, dengan reedaksi Imam Bukhari, ia
berkata: "telah meceritakan kapada kami Yahya ibn Bukhair, dari Lais dari
Khalid dari Said bin Abu Hilal dari Zaid ibn Aslam dari Ata ibn Yasir dari Abu
Sa'id al-Khudri ia berkata; bahwa Rasulullah telah bersabda ; "adalah
bumi itu pada hari kiamat nanti seperti segenggam roti. Allah memegangnya
dengan kekuasaa-Nya, sebagaimana seseorang menggenggam sebuah roti di
perjalanan. Ia merupakan tempat bagi ahli surga. Kemudian datanglah seorang
laki-laki dari Yahudi berkata; semoga Allah mengagungkan engkau wahai Abu al-Qasim,
tidaklah aku ingin menceritakan kepadamu tempat ahli surga pada hari kiamat
nanti? Rasul menjawab, ya tentu. Kemudian laki-laki tadi
menyatakan bahwasannya bumi ini seperti segenggam roti sebagaimana dinyatakan
Nabi, kemudian Rasul melihat kepada kami semua sampai terlihat geraham giginya".
Terkait dengan kriteria yang pertama
ini, Nabi bersabda;
قالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :
بَلِّغُوْا عَنِّى وَلَوْ اَيَةً, وَحَدِّثُوْاعَنْ بَنِي اِسْرَائِيْلَ وَلَاحَرَجْ,
وَمَنْ كَذَّبَ عَلَىَّ مُتَعَمِّدًافَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ
Artinya;
sampaikannlah dariku walau satu ayat. Ceritakanlah dari Bani Israil karena yang
demikian ini kalian tidak berdosa. Barang siapa yang berdusta kepadaku dengan
sengaja, maka sungguh tempatnya berada di neraka".
Dari pernyataan Nabi di atas, dapat diambil
benang merah bahwa, dari kisah-kisah yang sahih, dan benar yang tentunya
sejalan dengan kandungan isi al-Quran serta akal sehat, maka hukumnya diperbolehkan
untuk meriwayatkannya. Diperbolehkan juga untuk mejadikan hal itu sebagai
hujjah.[1]
Hadits di atas juga deiperkuat oleh firman
Allah yang termaktub dalam sura Yunus ayat 94 yang berbunyi:
فَاءِ نْ كُنْتَ فِى شَكٍّ ممِاَّ أَنْزَلْنَا إِلَيْكَ
فَسْئَلِ الَّذِى يَقْرَؤُنَ الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكَ
Artinya:
jika kamu dalam keraguan atas apa yang aku turunkan kepadamu, maka tanyalah
orang-orang pembaca kitab sebelum kamu.
2. Israiliyyat yang bertentangan dengan syariat
Contohnya adalah tentanng kisah Harun adalah Nabi yang membuat anak sapi, lalu ia
mengajak mereka menyembahnya. Demikian juga keterangan ayat yang menjelaskan
bahwa Allah menyelesaikan seluruh pekerjaan-Nya pada hari ketujuh, lalu
istirahat pada hari tersebut. Seperti kisah Yusuf, Daud, Sulaiman, ataupun
kisah-kisah yang termuat dalam tauratnya, yang menyebutkan bahwa yang telah
disembelih adalah Ishaq bukannya Ismail. Terhadap cerita-cerita ini tidak
diperbolehkan untuk meriwayatkannya, ataupun menyebutkannya kecuali dengan
menyertakan sebuah penjelasan tentang kebohongannya. [2]Nabi
sendiri telah melarang para sahabatnya untuk meriwayatkan serta mengambil
kisah-kisah ini. Hal ini sebagaimana yang telah dijelaskan dalam sebuah hadith
yang diriwayatkan dari Bukhari dalam kitab sahihnya.
اَخْرَجَهُ البُخَارِى
قَالَ:حَدَّثَنَا يَحْيَى ابْنُ بَكِيْرٍ, حَدَّثَنَا اللَّيْثُ عَنْ يُوْنُسُ عَنْ
ابْنُ شِهَابٍ, عَنْ عُبَيْدِاللهِ بْن عُتَيْبَةَ, عَنْ عَبْدِاللهِ ابْنُ عَبَّاسٍ
قَالَ: يَا مَعْشَرَالمُسْلِمِيْنَ كَيْفَ تَسْأَلُوْنَ أَهْلَ الْكِتَابِ وَكِتَابُكُمْ
الَّذِي أَنْزَلَ اللهُ عَلَى نَبِيِّهِ أَحْدَثَ الآخْبَارَ بِاللهِ, تَقْرَؤُنَهُ
لَمْ يُشِبْ, وَقَدْحَدَّثَكُمُ اللهُ أَنَّ أَهْلَ الكِتَابِ بَدَّلُوْامَا كَتَبَ
اللهُ وَغَيَّرُوْابِأَيْدِيْهِمُ الْكِتَابَ,
3. Israiliyyat yang didiamkan
Maksud dari didiamkannya Israiliyyat
ini adalah bahwa tidak ada pembenaran terhadap kisah-kisah ini, juga tidak ada jadgment
tentang kesalahan atau kdhaifannya. Terhadap Israiliyyat yang didiamkan ini
maka yang lebih utama adalah meninggalkan atau tidak meriwayatkannya. Serta
menghindari untuk mebahas kisah-kisah ini.[3] Sikap
ini berlandaskan pada hadith Nabi:
رَوَاهُ أَبُوْ
هُرَيْرَةَ, قَالَ: كَانَ أَهْلُ الْكِتَابِ يَقْرَؤُنَ التَّوْرَاةَ بِاالعِبْرَانِيَّةِ,
وُيفَسِّرُوْنَهَا بِالعَرَبِيَّةِ لِاَهْلِ الْاِسْلَامِ, فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ:
لَاتُصَدِّقُوْاأَهْلَ الكِتَابِ, وَلَاتُكَذِّبُوْهُمْ, وَقُوْلُوْا مِنَّا بِاللهِ,
وَمِا أَنْزَلَ اِلَيْنَا, وَ أَنْزَلَ الِيَكُْمْ
Contoh Israiliyyat yang didiamkan adalah
seperti yang diriwaytkan oleh Ibn Katsir dari Su'udi ketika menjelaskan tentang
ayat-ayat dinyatakan dalam surat al-Baqarah ayat 67-74.
Dari uraian berbagai macam Israiliyyat
serta hukum-hukum periwayatan di atas, dapat disimpulkan bahwa segala caerita
Israiliyyat yang berkesesuaian dengan syariat Islam maka kita harus
membenarkannya dan diperbolehkan untuk meriwayatkannya. Sebaliknya apa yang
menyalahi syariat Islam serta akal sehat manusia (karena kebanyakan terdapat
cerita-cerita yang aneh dan tidak masuk akal) maka kita harus menjastifikasi
atas kebohongannya, Dan meriwayatkannya dihukumi haram kecuali desertai
keterangan atas kebohongannya. Yang selanjutnya, cerita-cerita yang didiamkan
oleh syariat, maka kita harus bersikap tawaquf. Yaitu tidak membenarkannya, juga tidak
menetapkan kebohongannya. Deiperbolehkan untuk meriwatkannya, karena kebayakan
Israiliyyat yang didiamkan oleh syariat berhubungan dengan kisah-kisah dan
kabar-kabar, dan tidak berhubungan dengan akidah maupun hukum syariat Islam.
akan tetapi langkah yang lebih tepat adalah menhindarinya/menundanya sampai
datang penjelasan yang pasti atasnya.
Selain itu juga ada ulama yang membagi
Israiliyyat dengan melihat dari sudut pandang sahih dan tidaknya, Israiliyyat
terbagi menjadi dua:[4]
1. Cerita yang sahih
Conoth dari cerita Israiliyyat yang
sahih adalah apa yang dikemukakan Ibn Katsir dalam da;am tafsirnya. Dari Ibn
berkata: bercerita kepada kami al-Mutsani, Utsman Ibn Umar berkata kepada kami,
berkata Fulaih dari Hilal Ibn 'Ali, dari 'Atha Ibn Yasar berkata: aku telah
bertemu dengan Abdullah ibn Amr, dan saya bertanya; ceritakanlah
kepadaku tentang sifat Rasulullah SAW dalam Taurat! Ia menjawab; "demi
Allah sesungguhnya sifat Rasulullah di dalam Taurat sama seperti yang
diterangkan di dalam al-Quran"…..
2. Cerita yang dhai'f
Contoh dari cerita yang dhaif adalah
atsar yang diriwayatkan oleh Abu Muhammad ibn Abdurrahaman dai Abu Hatim
al-Razi, kemudian dinukil oleh Ibn Katsir di dalam tafsirnya. Dalm rangka
menguraikan salah satu ayat dari surat Qaf ia berkata: "sesungguhnya
atsar ini merupakan atsar yang gharib, ia menganggapnya sebagai cerita khurafat
Bani Israil". Lengkapnya seperti berikut ini.
Ibn Abu Hatim berkata, telah berkata
Ayahku, ia bercerita: aku mendapat berita dari Muhammad ibn Ismail al-Mazumi,
telah menceritakan kepadaku Lais ibn Abu Sulaiman dan Mujahid dari Ibn Abbas,
ia berkata; Allah telah menciptakan di bawah ini laut yang melingkupinya di
dasar laut. Ia menciptakan sebuah gunung yang disebut gunung Qaf. Lanigit dunia
ditegakkan di atasnya. Di bawah gunung tersebut Allah menciptakan bumi seperti
bumi ini yang jumlahnya tuju lapis. Dibawahnya lagi ia menciptakan sebuah
gunung lagi yang juga bernama gunung Qaf, langit jenis kedua diciptakan di
atasnya. Sehingga jumlahnya tujuh lapis bumi, tujuh lautan tujuh gunung, dan
tujuh lapis langit, kemudian itu merupakan maksud firman Allah
وَالْبَحْرُ
يَمُدُّهُ مِنْ بَعْدِهِ سَبْعَةَ اَبْحُرٍ
Artinya; "…dan laut (mejadi tinta) ditambahkan
kepadanya tujuh lsut (lagi) sesudah (kering)nya…
Baca Kelanjutannya
[1]
Abu Suhbah, al-Israiliyyat wa al-Maudhu'a, hal 150
[2]
Ibid, hal 151
[3]
Ibid
[4]
Al-Dzahabi, al-Israiliyyat fi al-Tafsir wa al-Hadith hal 60
Tidak ada komentar:
Posting Komentar