Jumat, 25 Agustus 2017

= Puasa pada hari 'Arafah (disunnahkan) =

Sekedar mengingatkan >>>
JANGAN sampai TIDAK PUASA ARAFAH dan puasa pada hari ‘Asyura lo yaa, cuman satu hari saja kok, pahalanya luar biasa ...

Sabda Rasulullah:

مَا الْعَمَلُ فِي أَيَّامِ الْعَشْرِ أَفْضَلَ مِنَ الْعَمَلِ فِي هَذِهِ ‏”‏‏.‏ قَالُوا وَلاَ الْجِهَادُ قَالَ ‏”‏ وَلاَ الْجِهَادُ، إِلاَّ رَجُلٌ خَرَجَ يُخَاطِرُ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ بِشَىْءٍ ‏”‏‏.‏

 
Tidak ada hari-hari dimana amalan yang shaleh padanya lebih dicintai Allah daripada hari-hari ini. Yaitu, Sepuluh hari (Pertama Bulan Dzulhijjah). Para sahabat berkata, Wahai Rasulullah, tidak juga jihad dijalan Allah?, Beliau menjawab, Tidak juga jihad dijalan Allah, Kecuali seseorang yang keluar dengan jiwa dan hartanya, lalu ia tidak kembali dari Jihad itu dengan sesuatu apapun (Syahid). (HR.Al Bukhori)


Sesungguhnya telah disunnahkan bagi semua hamba Allah yg beriman (mukmin) yg tidak melakukan ibadah haji, untuk berpuasa pada saat saudara²nya melaksanakan wukuf di Arofah.
Terdapat beberapa keutamaan ketika melakukan puasa, pada saat saudara²nya melaksanakan wukuf di Arofah, yakni:

1. Puasa Arafah adalah amalan yang disunnahkan bagi orang yang tidak berhaji. Dari Abu Qotadah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِى بَعْدَهُ وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ

“Puasa hari Arofah (Arofah adalah tempat untuk wukuf) dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun akan datang. Puasa Asyuro (10 Muharram atau hari kesepuluh) akan menghapuskan dosa setahun yang lalu.” (HR. Muslim no. 1162)

2.Diterima dari Abu Qatadah r.a bahwa Rasulullah SAW bersabda :
"Puasa pada hari 'Arafah, dapat menghapuskan dosa selama dua tahun, yaitu tahun yang lalu dan tahun yang akan datang. Dan puasa hari 'Asyura menghapuskan dosa tahun yang lalu ".(Diriwayatkan oleh jama'ah kecuali Bukhary dan Turmudzi)

3.Diterima dari Hafsah r.a, katanya :
"Ada empat perkara yang tidak pernah ditinggalkan oleh Rasulullah SAW. : Puasa 'Asyura, puasa sepertiga bulan (yaitu bulan Dzulhijjah), puasa tiga hari tiap bulan, dan sholat dua rakaat sebelum subuh ".(Riwayat Ahmad dan Nasa'i).


و حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى التَّمِيمِيُّ وَقُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ جَمِيعًا عَنْ حَمَّادٍ قَالَ يَحْيَى أَخْبَرَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ عَنْ غَيْلَانَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَعْبَدٍ الزِّمَّانِيِّ عَنْ أَبِي قَتَادَةَ
رَجُلٌ أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ كَيْفَ تَصُومُ فَغَضِبَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمَّا رَأَى عُمَرُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ غَضَبَهُ قَالَ رَضِينَا بِاللَّهِ رَبًّا وَبِالْإِسْلَامِ دِينًا وَبِمُحَمَّدٍ نَبِيًّا نَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ غَضَبِ اللَّهِ وَغَضَبِ رَسُولِهِ فَجَعَلَ عُمَرُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يُرَدِّدُ هَذَا الْكَلَامَ حَتَّى سَكَنَ غَضَبُهُ فَقَالَ عُمَرُ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَيْفَ بِمَنْ يَصُومُ الدَّهْرَ كُلَّهُ قَالَ لَا صَامَ وَلَا أَفْطَرَ أَوْ قَالَ لَمْ يَصُمْ وَلَمْ يُفْطِرْ قَالَ كَيْفَ مَنْ يَصُومُ يَوْمَيْنِ وَيُفْطِرُ يَوْمًا قَالَ وَيُطِيقُ ذَلِكَ أَحَدٌ قَالَ كَيْفَ مَنْ يَصُومُ يَوْمًا وَيُفْطِرُ يَوْمًا قَالَ ذَاكَ صَوْمُ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلَام قَالَ كَيْفَ مَنْ يَصُومُ يَوْمًا وَيُفْطِرُ يَوْمَيْنِ قَالَ وَدِدْتُ أَنِّي طُوِّقْتُ ذَلِكَ ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَلَاثٌ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ فَهَذَا صِيَامُ الدَّهْرِ كُلِّهِ صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِي بَعْدَهُ وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ

Terjemahan :
Dan Telah menceritakan kepada kami [Yahya bin Yahya At Tamimi] dan [Qutaibah bin Sa’id] semuanya dari [Hammad] – [Yahya] berkata- telah mengabarkan kepada kami [Hammad bin Zaid] dari [Ghailan] dari [Abdullah bin Ma’bad Az Zimani] dari [Abu Qatadah] bahwa seorang laki-laki datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan bertanya, “Bagaimanakah Anda berpuasa?” Mendengar pertanyaan itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam marah. Dan ketika Umar menyaksikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam marah, ia berkata, “Kami rela Allah sebagai Tuhan, Islam sebagai agama dan Muhammad sebagai Rasul. Kami berlindung kepada Allah, dari murka Allah dan Rasul-Nya.” Umar mengulang ucapan tersebut hingga kemarahan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam reda. Kemudian ia bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana dengan orang yang berpuasa sepanjang tahun?” Beliau menjawab: “Dia tidak berpuasa dan tidak juga berbuka.” -atau beliau katakan dengan redaksi ‘Selamanya ia tak dianggap berpuasa dan tidak pula dianggap berbuka– Umar bertanya lagi, “Bagaimana dengan orang yang berpuasa sehari dan berbuka sehari?” beliau menjawab: “Itu adalah puasa Dawud ‘Alaihis Salam.” Umar bertanya lagi, “Bagaimana dengan orang yang berpuasa sehari dan berbuka dua hari?” beliau menjawab: “Aku senang, jika diberi kekuatan untuk itu.” kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Puasa tiga hari setiap bulan, puasa dari Ramadlan ke Ramadlan sama dengan puasa setahun penuh. Sedangkan puasa pada hari Arafah, aku memohon pula kepada Allah, agar puasa itu bisa menghapus dosa setahun setahun penuh sebelumnya dan setahun sesudahnya. Adapun puasa pada hari ‘Asyura`, aku memohon kepada Allah agar puasa tersebut bisa menghapus dosa setahun sebelumnya.”
(Hadits Shahih Muslim No. 1976)


JANGAN SALAH MENGARTIKAN!
Menghapus dosa harus tetap bertaubat, dan jadikan puasa arafah awal dari pertaubatanmu...

Tentang Puasa Arafah, Begini Penjelasannya:

Mari kita simak penjelasan Imam Nawawi berikut, ketika menjelaskan hadis di atas,

معناه يكفر ذنوب صائمه في السنتين، قالوا: والمراد بها الصغائر…. فإن لم تكن صغائر يرجى التخفيف من الكبائر، فإن لم يكن رفعت درجاته

Makna hadis ini, puasa arafah akan menghapus dosa selama dua tahun (yakni 1 tahun sebelum dan sesudahnya, pent) bagi orang yang melakukan puasa ini, para ulama mengatakan, ”Maksudnya dosa-dosa yang terhapus itu adalah dosa kecil.”

Bila dia tidak memiliki dosa kecil, diharapkan puasa ini menjadi penyebab meringankan dosa besar yang dia lakukan. Apabila tidak memiliki dosa besar, puasa ini akan menjadi penyebab naiknya derajat dia. (Al-Minhaj Syarah Shahih Muslim, 8/51)

Jadi, dosa yang terampuni dengan sebab puasa arafah dan amal sholih lainnya, hanya dosa kecil saja. Tidak berlaku untuk dosa besar.

Maka tidak benar beralasan dengan puasa arofah, untuk menghibur diri supaya merasa aman/legal melakukan dosa besar. Karena dosa yang disinggung dalam hadis, yang terhapus dengan sebab puasa arafah, maksudnya adalah dosa kecil saja. Dosa besar, hanya terampuni dengan bertaubat yang jujur kepada Allah, yakni memohon ampunan, penyesalan, serta tekad untuk tidak mengulangi.

Justru terus-menerus melakukan dosa, tanpa ada upaya bertaubat, adalah penyebab dosa itu semakin besar di sisi Allah. Tidak ada situasi aman untuk orang-orang yang seperti ini anggapannya. Bahkan dosa kecil saja, yang dilakukan terus-menerus, bisa menjadi dosa besar, apalagi dosa besar yang dilakukan secara kontinyu dan tidak ada rasa menyesal yang mendorongnya untuk bertaubat.

------------------------

1 Dhul-Hijjah, pada hari Jumat 7 Juni 2024.

Saat wukuf di Arofah adalah tgl 9 Dzulhijjah, Sehingga puasa hari Arofah adalah hari Sabtu 15 Juni 2024 (9 Dhul-Hijjah 1445).



عَنْ هُنَيْدَةَ بْنِ خَالِدٍ عَنِ امْرَأَتِهِ عَنْ بَعْضِ أَزْوَاجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ تِسْعَ ذِي الْحِجَّةِ وَيَوْمَ عَاشُورَاءَ وَثَلَاثَةَ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ أَوَّلَ اثْنَيْنِ مِنْ الشَّهْرِ وَخَمِيسَيْن »(85) أخرجه أبو داود في «سننه»، كتاب الصوم، باب في صوم العشر (2/815)، رقم (2437)، وصححه الألباني، انظر: «صحيح أبي داود» (7/196)، رقم (2106).

Dari Hunaidah bin Khalid RA, dari isterinya, dari sebagian isteri-isteri Nabi SAW, dia berkata, “Rasulullah SAW (terbiasa) melaksanakan puasa pada tanggal sembilan Dzulhijjah, hari ‘Asyura, dan puasa tiga hari pada tiap bulan dan hari Senin dan hari Kamis setiap awal bulan.” (HR. Abu Dawud, dalam Sunan Abū Dāwud, Bab Al-Shaum, Juz II, hlm. 815, nomor hadits 2437. Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Nashiruddin Al-Albani, dalam Shahīh Abū Dāwud, (7/196), nomor 2106).

Hadits ini keluar kira² tahun ke-2 Hijriyah, dan saat itu wukuf di Padang Arafah belum disyariatkan, karena Wukuf di Arafah baru disyariatkan dan dilaksanakan oleh Nabi SAW pada tahun ke-10 Hijriyah saat Nabi SAW melakukan haji Wada’. 

Sehingga lafazh hadits (perhatikan hadits diatas):
يَصُومُ تِسْعَ ذِي الْحِجَّةِ

"Puasa pada tanggal sembilan Dzulhijjah".

Sangat berbeda setelah tahun ke-10 Hijriyah saat Nabi SAW melakukan haji Wada’. 
Bunyi haditsnya sebagai berikut:

صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِى بَعْدَهُ وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ

“Puasa hari Arofah (Arofah adalah tempat untuk wukuf) dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun akan datang. Puasa Asyuro (10 Muharram atau hari kesepuluh) akan menghapuskan dosa setahun yang lalu.” (HR. Muslim no. 1162)


Sehingga dapat disimpulkan bagi umat Islam hingga Hari Kiamat tentunya adalah hukum terakhir, yaitu sejak peristiwa Haji Wada’ tahun ke-10 H, yang mengkaitkan hari Arafah dengan wukuf di Arafah. 
Hadits lain untuk definisi “Hari Arafah” (yauma ‘Arafah) adalah :

Sabda Rasulullah ﷺ :

وَعَرَفَةُ يَوْمَ تُعَرِّفُوْنَ

“Dan Arafah adalah hari kalian berarafah (berwukuf di Arafah).” (HR. Baihaqi, Sunan Al-Baihaqi, Juz V, hlm.176).

Yang dimaksud dengan kalimat (يَوْمَ تُعَرِّفُوْنَ) dalam hadits tersebut adalah :

أَيْ : يَوْمَ تَقِفُوْنَ بِعَرَفَةَ

“Maksudnya : hari yang kalian berwukuf di Arafah.” (Abu Muhammad Ahmad bin Muhammad bin Khalil, Al-Nūr Al-Sāthi’ min Ufuq Al-Thawāli’ fī Tahdīd Yaum ‘Arafah Idzā (i)khtalafat Al-Mathāli’, hlm.18).

يَوْمَ عَرَفَةَ هُوَ اْليَوْمُ الَّذِيْ يَقِفُ فِيْهِ الْحَجِيْجُ بِعَرَفَةَ


“Hari ‘Arafah adalah hari yang para jamaah haji berwukuf di Arafah.” (yauma ‘arafah huwa al-yaumu alladzī yaqifu fīhi al hajīj bi-‘arafah).

Penjelasan lagi:
Dalam hadits disebutkan kalau puasa yg dilakukan adalah pada hari arofah, dimana pada hari itu berkumpulnya semua muslimin yg berhaji di padang arofah, tidak melihat tanggal. Sehingga bisa jadi hari arofah, yakni hari wukufnya jamaah Haji di Arofah (misalnya: senin), beda negara, berbeda tanggalnya (secara lahiriah, Rasulullah SAW menyebut "shiyamu yaumi 'arofah" di shahih Muslim dan Tirmidzi) --> tidak tergantung tanggal qomariah dan tdk tergantung matlak/tempat suatu negara.

Perhatikan Surat Al-Fatihah Ayat 4 berikut ini:

مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ

Yang menguasai di Hari Pembalasan.

"Hari" disini tidak tergantung tanggal berapa, dan dimana. Namun lebih menekankan hari atau saat dimana suatu peristiwa besar yang pasti akan terjadi. Mirip dengan peristiwa, "hari" dimana berkumpulnya manusia di Arofah untuk melakukan wukuf.

Sangat berbeda dng puasa di bulan Ramadlon/Idul Fitri yg dipatok pada "melihat hilal/shumu liru-yatihi" di shahih Tirmidzi, yg berarti tergantung tanggal qomariah atau harus melihat hilal (secara otomatis tergantung matlak/tempat suatu negara).

Perhatikan hadits berikut ini,

صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ وَانْسُكُوا لَهَا فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا ثَلَاثِينَ فَإِنْ شَهِدَ شَاهِدَانِ فَصُومُوا وَأَفْطِرُوا

Berpuasalah kalian karena melihatnya, berbukalah kalian karena melihatnya dan sembelihlah kurban karena melihatnya pula. Jika -hilal- itu tertutup dari pandangan kalian, sempurnakanlah menjadi tiga puluh hari, jika ada dua orang saksi, berpuasa dan berbukalah kalian.”[HR. An Nasai no. 2116. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih]

Dalam hadits ini dipersyaratkan dua orang saksi ketika melihat hilal Ramadhan dan Syawal. Namun untuk hilal Ramadhan cukup dengan satu saksi karena hadits ini dikhususkan dengan hadits Ibnu ‘Umar yang telah lewat.[Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 2/ 92]

Lihat:http://tausyiahaditya.blogspot.co.id/2017/05/kitab-puasa.html


Perhatikan pula hadis ini:


وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَاشُورَاءَ فَقَالَ يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang puasa di hari Asyura (asyura sendiri berarti kesepuluh), maka beliau menjawab : “Puasa itu bisa menghapuskan (dosa-dosa kecil) pada tahun kemarin” [Hadits Shahih Riwayat Muslim 2/818-819, Abu Daud 2425, Ahmad 5/297, 308, 311, Baihaqi 4.286, 300 Abdurrazaq 4/284, 285]

Hadis tersebut menyebutkan puasa hari kesepuluh, sehingga  tergantung tanggal qomariah juga. Sehingga dapat disimpulkan, hadits mengenai permulaan puasa Romadlon, Idul Fitri, dan puasa hari Asyura itu pelaksanaannya tergantung matlak atau tempat/negara dimana ia tinggal. Sedangkan hadis Puasa hari Arofah, hadis ini menyatakan suatu tempat yang digunakan untuk wukuf (Arofah adalah tempat untuk wukuf), sehingga tidak tergantung matlak/negara dimana ia tinggal, namun tergantung pada prosesi haji ---> puasanya mengikuti hari kegiatan wukuf di Arafah. 

Wa Allahu 'Alam.


Bab. Fatwa Syaikh Prof. Dr. Sulaiman Ar Ruhaili
(Guru besar di Fakultas Syar'iah Universitas Islam Madinah, pengajar ttp di masjid Nabawi)

Soal:
Apabila hari Arafah, yakni hari wukufnya para jama’ah haji di Arafah, berbeda dengan penanggalan di negeri kami, apakah kami puasa Arafah ataukah tidak?

Jawab:
Yang nampak bagi saya -beriring harap semoga Allah merahmatiku dan mengampuniku- bahwa apabila hari Arafah di Arab Saudi, bertepatan dengan tanggal 8 Dzulhijah berdasarkan penghitungan tanggal di negeri kalian, jadi hari Arafah 9 Dzulhijah di sini (KSA), bertepatan dengan tanggal 8 Dzulhijah di negeri kalian, maka puasalah di hari ke 8 dan ke 9 Dzulhijah (berdasarkan penghitungan tanggal di negeri kalian. pent).

Melakukan hal seperti ini tidak masalah. Karena hari raya Idul Adha di negeri kalian, sesuai perhitungan tanggal di negeri kalian, bukan ikut negeri kami.
Berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

صَوْمُكُمْ يَوْمَ تَصُومُونَ وَفِطْرُكُمْ يَوْمَ تُفْطِرُونَ وَأَضْحَاكُمْ يَوْمَ تُضَحُّونَ

“Hari puasa kalian adalah hari ketika orang-orang berpuasa, Idul Fitri kalian adalah hari ketika orang-orang berbuka, dan Idul Adha kalian adalah hari ketika orang-orang menyembelih” (HR. Tirmidzi. Beliau mengatakan bahwa hadits ini hasan ghorib).

Jadi berpuasalah di hari ke 8 dalam rangka menepati hari wukufnya para jama’ah haji di padang Arafah. Kemudian puasa pada tanggal 9, karena pada hari tersebut adalah hari Arofah berdasarkan penghitungan tanggal di negeri kalian.

Adapun apabila tangal 9 Dzulhijah; yakni hari wukuf jama’ah haji di padang Arafah, bertepatan dengan tanggal 10 Dzulhijah di negeri kalian, maka tidak perlu puasa. Karena hari tersebut adalah hari raya Idul Adha di negeri kalian. Dan Nabi shallallahu’alaihi wa sallam telah melarang kita untuk berpuasa di hari raya.

Dari Abu Hurairah –radhiyallahu ‘anhu-,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- نَهَى عَنْ صِيَامِ يَوْمَيْنِ يَوْمِ الأَضْحَى وَيَوْمِ الْفِطْرِ

“Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari puasa pada dua hari: Idul Fithri dan Idul ‘Adha” (HR. Muslim no. 1138)


Demikian yang nampak bagi kami dalam masalah ini. Wallahu a’lam.

Fatwa ini beliau sampaikan pada saat sesi tanya jawab kajian fikih haji dari kitab “Dalil at tholib li Nailil mathoolib“, ba’da ashar, di masjid Nabawi. Pada tanggal 12 September 2015. Berikut rekamannya: Rekaman: Fatwa Syaikh Prof. Dr. Sulaiman Ar Ruhaili

Tp admin sendiri puasa 1 hari aja alasannya, 
Dalam hadits disebutkan puasa "Hari Arafah" yang berarti menunjukkan hari dimana berkumpulnya jamaah Haji di Arafah. Sedangkan Arafah hanya ada di Arab Saudi, tidak di Indonesia. Karena itu puasanya ikut Arab Saudi, yakni saat hari wukuf di sana. Wa Allahu 'Alam ...

 Pertanyaan: 
Mengapa terjadi perbedaan, sebenarnya waktu lebih cepat mana Indonesia dengan Saudi Arabia? Bukankah kita di Timurnya Saudi Arabia?

Jawaban
Ada beberapa alasan perbedaan:
1. Bumi itu bentuknya bulat agak lonjong, bukan datar. Sehingga memungkinkan terjadinya perbedaan waktu antar negara.
2. Kita tidak tahu tepatnya, kapan bumi di ciptakan. Yg sekarang terjadi adalah KESEPAKATAN. Klo kita di timur,  Arab di barat.
Mirip pertanyaan "Duluan mana ayam dengan telur?".
 Kita juga tidak tahu, arah timur ataukah arah barat yang duluan di ciptakan, sehingga otomatis kita tidak tahu, pertama kali "waktu" terjadi? Di timur ataukah di barat?
Karena itu katakanlah, hanya Allah yg Tahu, Wa Allahu 'Alam.
Manusia punya ilmu sangat terbatas, hanya bisa mengamati apa² yang terlihat dan tidak mengetahui masa lampau ataupun masa depan. 

Pertanyaan
Bukankah perintah puasa Arofah lebih dulu beberapa tahun daripada syariat Haji? Sehingga puasa Arofah tidak ada hubungannya dengan syariat Wukuf di Arofah? 

Jawaban
Syariat Haji bagi umat Nabi Muhammad saw memang termasuk baru, dalam tata caranya menghilangkan cara² jahiliyah.
Namun, syariat Haji sendiri sudah ada sejak jaman Nabi Ibrahim as. 
Dan sudah ada syariat wukuf. Wukuf itu sudah ada sejak jaman dulu, lama sebelum masa Nabi Muhammad saw.
Bedanya, wukuf kaum elit dan orang-orang terpandang adalah di Masy'aril Harom, atau kita biasa menyebutnya dengan Muzdalifah, sedangkan kaum rakyat jelata di Arofah. Sudah sejak jaman dulu Arofah sudah dijadikan tempat wukuf bagi jamaah Haji jadi wukuf di Arofah bukan syariat baru lagi.
Wa Allahu 'Alam

Pertanyaan
Berarti tidak konsisten dong, jika puasa Arofah ikut Arab, namun hari raya ikut penduduk setempat?

Jawaban
Sesungguhnya tidak ada hubungannya antara puasa Arofah dengan hari raya qurban penduduk setempat. Sebab puasa Arofah itu sunnah. Tidak puasa Arofah pun tetap bisa berhari raya idul Adha dan berkurban. 
Beda dengan hari raya Idul fitri, dimana puasa Romadlon itu wajib, hingga selesai puasa ditandai dengan hari raya idul fitri, sehingga bersambung antara selesainya puasa Romadlon dengan Hari Raya Idul Fitri. 

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

الصَّوْمُ يَوْمَ تَصُومُونَ وَالْفِطْرُ يَوْمَ تُفْطِرُونَ وَالأَضْحَى يَوْمَ تُضَحُّونَ

“Puasa kalian ditetapkan tatkala mayoritas kalian berpuasa, hari raya Idul Fithri ditetapkan tatkala mayoritas kalian berhari raya, dan Idul Adha ditetapkan tatkala mayoritas kalian beridul Adha.” (HR. Tirmidzi no. 697. Hadits ini shahih kata Syaikh Al Albani).

Imam Tirmidzi ketika menyebutkan hadits ini berkata,

وَفَسَّرَ بَعْضُ أَهْلِ الْعِلْمِ هَذَا الْحَدِيثَ فَقَالَ إِنَّمَا مَعْنَى هَذَا أَنَّ الصَّوْمَ وَالْفِطْرَ مَعَ الْجَمَاعَةِ وَعُظْمِ النَّاسِ

“Para ulama menafsirkan bahwa hadits ini yang dimaksud adalah berpuasa dan berhari raya bersama al jama’ah dan mayoritas manusia”. Yang dimaksud Abu ‘Isa At Tirmidzi adalah berpuasa dengan pemerintah (ulil amri), bukan dengan ormas atau golongan tertentu.

Puasa yang dimaksud adalah puasa Romadlon, karena wajib hukumnya. Sehingga pelaksanaannya bersama-sama penduduk setempat. Seperti halnya dengan sholat fardlu, pelaksanaannya juga bersama-sama penduduk setempat, sehingga waktunya juga waktu setempat bukan waktu Arab Saudi. Dan jika membaca hadist nya, lebih kuat yang pelaksanaan rukyat dari penduduk setempat atau kesepakatan dari mayoritas penduduk setempat, apakah mengikuti Arab ataukah melakukan rukyat sendiri. Sehingga pelaksanaan puasa Romadlon bisa bersama-sama penduduk setempat. 
Sedangkan puasa Arofah itu hukumnya sunnah. Tidak puasa pun tidak berdosa. Dan jika membaca hadistnya, puasa Arofah menunjukkan puasa dihari dimana wukuf di Arofah dilaksanakan. Jika wukuf nya hari Jum'at maka puasa Arofah juga hari Jum'at. 
Wa Allahu 'Alam...

Beda pendapat itu biasa, yang pasti, jangan berkelahi... !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar