QS.51. Adz Dzaariyaat:
وَفِىۤ أَمْوَٰلِهِمْ حَقٌّ لَلسَّآئِلِ وَٱلْمَحْرُومِ
19. Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian[orang miskin yang tidak meminta-minta].
Beberapa Hadits tentang Sedekah
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda:
خَيْرُ الصَّدَقَةِ مَا كَانَ عَنْ ظَهْرِ غِنًى وَابْدَأْ بِمَنْ تَعُولُ
“Sedekah yang paling baik adalah dari orang yang sudah cukup (untuk kebutuhan dirinya). Dan mulailah memberikan sedekah kepada orang-orang yang menjadi tanggunganmu”. (HR. Al-Bukhari no. 1426)
Dan dalam riwayat Muslim no. 1716 dari Hakim bin Hizam bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
أَفْضَلُ الصَّدَقَةِ أَوْ خَيْرُ الصَّدَقَةِ عَنْ ظَهْرِ غِنًى وَالْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنْ الْيَدِ السُّفْلَى وَابْدَأْ بِمَنْ تَعُولُ
“Sedekah yang paling utama atau paling baik adalah sedekah yang diberikan ketika ia mampu. Dan tangan yang di atas adalah lebih baik daripada tangan yang di bawah. Dan dahulukanlah pemberian itu kepada orang yang menjadi tanggunganmu.”
Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dia berkata: Seorang laki-laki mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan bertanya, “Wahai Rasulullah, sedekah apakah yang paling besar pahalanya?” Maka beliau menjawab:
أَنْ تَصَدَّقَ وَأَنْتَ صَحِيحٌ شَحِيحٌ تَخْشَى الْفَقْرَ وَتَأْمُلُ الْغِنَى وَلَا تُمْهِلَ حَتَّى إِذَا بَلَغَتْ الْحُلْقُومَ قُلْتَ لِفُلَانٍ كَذَا وَلِفُلَانٍ كَذَا أَلَا وَقَدْ كَانَ لِفُلَانٍ
“Yaitu kamu bersedekah saat sehat, kikir, takut miskin, dan kamu berangan-angan untuk menjadi hartawan yang kaya raya. Dan janganlah kamu menunda sedekah, hingga nyawamu sampai di tenggorokan, barulah kamu berkata, “Ini untuk si fulan dan ini untuk fulan. Dan ingatlah, bahwa harta itu memang untuk si fulan.”
(HR. Al-Bukhari no. 1419 dan Muslim no. 1713)
Salman bin ‘Amir radhiallahu anhu berkata: Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:
الصَّدَقَةُ عَلَى الْمِسْكِينِ صَدَقَةٌ وَهِيَ عَلَى ذِي الرَّحِمِ ثِنْتَانِ صَدَقَةٌ وَصِلَةٌ
“Sedekah kepada orang miskin adalah satu sedekah, sedangkan sedekah kepada kaum kerabat adalah dua sedekah: Satu sedekah dan satu lagi menyambung silaturahmi.” (HR. Ahmad no. 17840, At-Tirmizi no. 658, dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Al-Misykah: 1/604)
Qutaibah menceritakan kepada kami, Hamad bin Zaid menceritakan kepada kami, dari Ayyub, dari Abu Qitabah, dari Abu Asma", dari Tsauban bahwa Nabi SAW bersabda, "Dinar yang terbaik adalah dinar yang dinafkahkan oleh seorang lelaki untuk keluarganya, dinar yang dinafkahkan oleh seorang lelaki untuk kendaraannya dijalan Allah, dan dinar yang dinafkahkan oleh seorang lelaki untuk sahabat-sahabatnya dijalan Allah ".
Abu Qilabah berkata, "Rasulullah mengawali dengan keluarga, kemudian beliau bersabda, 'Lelaki manakah yang lebih besar pahalanya daripada seorang lelaki yang menafkahi keluarganya yang masih kecil-kecil, dimana karenanya Allah akan memelihara dan memperkaya mereka'."
Shahih: Ibnu Majah (2760), shahih sunan tirmidzi(1966) dan Muslim
Penjelasan:
Semua sedekah itu merupakan kebaikan dan keutamaan, hanya saja ada sebagian bentuk sedekah yang lebih baik dan lebih utama dibandingkan jenis sedekah lainnya. Sisi kelebihan ini bisa dilihat dari sisi orang yang mengeluarkannya dan bisa juga dari sisi siapa yang menjadi sasaran sedekah.
Adapun dari sisi orang yang mengeluarkan sedekah, maka sedekah yang paling utama adalah:
1. Saat sehat
2. Saat merasa kikir
3. Saat takut miskin
4. Saat berangan-angan untuk menjadi hartawan yang kaya raya.
5. Saat berkecukupan
Adapun dari sisi sasaran sedekahnya adalah, jika sedekahnya diberikan kepada (utamanya berurutan):
1. Orang-orang yang menjadi tanggungan (misal: istri, dan anak yang masih kecil)
2. Orang miskin yang merupakan kerabatnya
3. Untuk kendaraannya dijalan Allah
4. Sahabat Mukmin lain
5. Semua orang yang memang layak mendapatkannya
Bagaimana dengan Ayat Berikut ini?
QS.3. Ali 'Imran:
وَسَارِعُوۤاْ إِلَىٰ مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا ٱلسَّمَـٰوَٰتُ وَٱلأَْرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ
133. Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,
ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ فِى السَّرَّآءِ وَٱلضَّرَّآءِ وَٱلْكَـٰظِمِينَ ٱلْغَيْظَ وَٱلْعَـٰفِينَ عَنِ ٱلنَّاسِ وَٱللَّهُ يُحِبُّ ٱلْمُحْسِنِينَ
134. (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.
---> Apakah berlawanan dengan point (5. Saat berkecukupan) diatas? Padahal dalam ayat diatas ada perintah untuk menafkahkan harta diwaktu yang sempit/sulit sedangkan dalam hadits riwayat Muslim no.1716 dan HR. Al-Bukhari no.1426, dikatakan "sedekah yang paling baik diberikan ketika ia mampu"?
Ternyata tidak, memang bagaimanapun juga dan dalam keadaan apapun juga kita seharusnya menafkahkan harta kita. Namun apabila harta kita sangat sedikit sedangkan istri dan anak kita yang masih kecil (belum baligh) lebih membutuhkan, maka harta itu harus diberikan/disedekahkan kepada istri dan anak kita yang masih kecil, bukan kepada orang lain.
Jangan biarkan istri dan anak kita yang masih kecil meminta-minta/mengemis kepada orang lain. Allah melarang kita meminta-minta selama kita masih mampu untuk berusaha, walaupun dengan kesulitan yang sangat tinggi.
Apabila masih ada harta selain untuk istri dan anak yg masih kecil (walaupun sedikit), maka sebaiknya disedekahkan kepada orang lain menurut urutan sasaran sedekah diatas.
Selanjutnya perhatikanlah orang-orang fakir yang berada di jalan Allah dimana mereka tidak dapat berusaha mencari rejeki di bumi, yang tidak meminta upah dalam berdakwah dan mereka juga tidak mau mengemis/minta-minta. Kasihanilah mereka, keluarga mereka yang serba kekurangan harta. Mereka tidak bisa menafkahkan hartanya, melainkan hanya kepada keluarganya saja, karena sangat miskinnya mereka ...
Sesungguhnya Allah sangat mencintai hambaNya yang mau berinfaq kepada mereka dan keluarga mereka.
Biasanya manusia lebih memperhatikan mereka yang meminta upah dalam berdakwah dan lebih suka menginfakkan harta untuk manusia yang juga memberikan keuntungan duniawi baginya ...
Sungguh Allah lebih mencintai hambaNya yang mau berinfaq kepada orang-orang fakir yang berada di jalan Allah dimana mereka tidak dapat mencari rejeki di bumi, tidak meminta upah dalam berdakwah dan juga tidak mau mengemis/minta-minta. Namun kebanyakan manusia enggan ...
Perhatikan ayat berikut ini:
QS.2. Al Baqarah:
لِلْفُقَرَآءِ ٱلَّذِينَ أُحصِرُواْ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ لاَ يَسْتَطِيعُونَ ضَرْبًا فِى ٱلأَْرْضِ يَحْسَبُهُمُ ٱلْجَاهِلُ أَغْنِيَآءَ مِنَ ٱلتَّعَفُّفِ تَعْرِفُهُم بِسِيمَـٰهُمْ لاَ يَسْـَلُونَ ٱلنَّاسَ إِلْحَافًا وَمَا تُنفِقُواْ مِنْ خَيْرٍ فَإِنَّ ٱللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ
273. (Berinfaqlah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah; mereka tidak dapat (berusaha) di bumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri dari minta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui.
Abu Hurairah ra meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW, bersabda, "Tidaklah ada satu hari pun yang dilalui oleh setiap hamba pada pagi harinya, melainkan ada dua malaikat yang turun dari langit. Salah satu dari keduanya berkata, "Ya Allah, berilah orang yang suka menginfakkan hartanya berupa ganti (dari harta yang diinfakkan tsb), dan (malaikat) yang lain berkata, "Ya Allah, berilah orang yang kikir kebinasaan (terhadap hartanya)." (HR. Al Bukhary dan Muslim)
Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Harta tidaklah berkurang karena sedekah dan tidaklah Allah menambahkah kepada orang yang bersedekah kecuali kemuliaan. Dan barangsiapa yang merendahkan dirinya kepada Allah, niscaya Allah menaikkan (derajat)nya. (HR. Muslim, IV/2001).
Sesungguhnya sudah jelas harta kita pasti berkurang apabila bersedekah, lalu makna apa yang dimaksud dengan "Harta yang diinfakkan yang tidak berkurang"? Yakni harta yang berhemat dalam menginfakkan harta, dan tidak boros.
Seperti disebutkan sbb:
Abdullah bin Mas'ud meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW. bersabda, "Tidaklah akan melarat orang yang berhemat". (HR. Ahmad, II/159).
Dalam tafsir Ibnu Katsir:
"Sungguh, diantara hamba-Ku ada orang yang tidak pantas baginya kecuali kefakiran, sekiranya Aku membuatnya kaya, tentu Aku membuat agamanya rusak. Dan sungguh, diantara hamba-Ku ada yang tidak pantas baginya kecuali kekayaan. Sekiranya Aku membuatnya miskin, tentu Aku membuat agamanya rusak. (HR Ibnu Asakir)
Zakat itu Untuk Orang Lain, yang Bukan menjadi Tanggunganmu!
Ayat berikut ini disebutkan Shodaqoh, atau sedekah, yang memiliki makna Zakat.
QS.9. At Taubah:
إِنَّمَا ٱلصَّدَقَـٰتُ لِلْفُقَرَآءِ وَٱلْمَسَـٰكِينِ وَٱلْعَـٰمِلِينَ عَلَيْهَا وَٱلْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِى ٱلرِّقَابِ وَٱلْغَـٰرِمِينَ وَفِى سَبِيلِ ٱللَّهِ وَٱبْنِ ٱلسَّبِيلِ فَرِيضَةً مِّنَ ٱللَّهِ وَٱللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
60. Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Sehingga, yang berhak menerima zakat ialah:
1. Orang fakir: orang yang amat sengsara hidupnya, tidak mempunyai harta dan tenaga untuk memenuhi penghidupannya.
2. Orang miskin: orang yang tidak cukup penghidupannya dan dalam keadaan kekurangan.
3. Pengurus zakat: orang yang diberi tugas untuk mengumpulkan dan membagikan zakat(suatu pekerjaan -profesional- yg diangkat/disahkan oleh penguasa/pemerintah).
4. Muallaf: orang yang baru masuk Islam yang imannya masih lemah.
5. Memerdekakan budak: mencakup juga untuk melepaskan muslim yang ditawan oleh orang-orang kafir Dan ada pendapat, juga untuk PSK yang ingin merdeka dari germonya
6. Orang berhutang: orang yang berhutang karena untuk kepentingan yang bukan maksiat dan tidak sanggup membayarnya. Dan hal ini, khusus untuk hutang yang untuk memenuhi kebutuhan primer sehari2, dan BUKAN yang berhutang untuk investasi atau bisnis. Adapun orang yang berhutang untuk memelihara persatuan umat Islam dibayar hutangnya itu dengan zakat, walaupun ia mampu membayarnya.
7. Pada jalan Allah (sabilillah): yaitu untuk keperluan pertahanan Islam dan kaum muslimin. Di antara mufasirin ada yang berpendapat bahwa fisabilillah itu mencakup juga kepentingan-kepentingan umum seperti mendirikan sekolah, rumah sakit, beasiswa untuk belajar agama Islam dan lain-lain.
8. Orang yang sedang dalam perjalanan yang bukan maksiat mengalami kesengsaraan dalam perjalanannya.
Ayat diatas dan Hadits dibawah ini dijadikan dalil:
1. Zakat wajib diberikan kepada orang lain (8 asnaf), sebab dirinya dan keluarga yang ditanggungnya sudah kaya.
2. Dimana zakat dipungut, disana didistribusikan:
َعَنِ اِبْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا: ( أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم بَعَثَ مُعَاذًا رضي الله عنه إِلَى اَلْيَمَنِ ) فَذَكَرَ اَلْحَدِيثَ, وَفِيهِ: ( أَنَّ اَللَّهَ قَدِ اِفْتَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً فِي أَمْوَالِهِمْ, تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ, فَتُرَدُّ فِي فُقَرَائِهِمْ ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ, وَاللَّفْظُ لِلْبُخَارِيّ ِ
Dari Ibnu Abbas r. bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam mengutus Mu'adz ke negeri Yaman --ia meneruskan hadits itu-- dan didalamnya (beliau bersabda): "Sesungguhnya Allah telah mewajibkan mereka zakat dari harta mereka yang diambil dari orang-orang kaya di antara mereka dan dibagikan kepada orang-orang fakir di antara mereka." (Muttafaqun Alaihi dan lafadznya menurut Bukhari.)
Bayar dulu Hutangmu, jika masih tersisa Banyak Hartamu dan Cukup (Nishob dan Haul), maka Bayarkan Zakatmu
Berdasarkan riwayat Saib bin Yazid:
“Saya dengar Usman bin Affan berkhotbah di mimbar Rasulullah saw, katanya: ‘Ini adalah bulan pembayaran zakat! Maka siapa-siapa yang masih mempunyai utang di antara kamu, hendaklah dilunasinya utangnya hingga hartanya jadi bersih, maka (setelah itu) dapat dibayarnya zakat’!”
(Diriwayatkan oleh Baihaqi, dengan isnad yang sah)
---------------
Bab. Pahala Sedekah Tetap Mengalir Meskipun Pemiliknya Meninggal
Umar Bin Khatab memperoleh bagian tanah di Khaibar. Lalu dia datang menemui Nabi saw dan berkata, “Aku telah mendapatkan bagian tanah, yang mana saya tidak memperoleh harta yang paling berharga bagiku selain sebidang tanah ini. Maka apa yang akan engkau perintahkan kepadaku dengan sebidang tanah ini?”
Lalu Nabi saw. bersabda, “Jika engkau menghendaki wakafkanlah tanah tersebut (engkau tahan tanahnya) dan sedekahkan hasilnya.”
Lalu Umar menyedekahkan hasilnya.
“Sungguh tanah ini tidak boleh dijual, tidak boleh dihibahkan dan tidak boleh diwariskan, tetapi diinfakkan hasilnya untuk fakir, kerabat, untuk membebaskan budak, untuk kepentingan di jalan Allah swt. untuk menjamu tamu dan untuk ibnu sabil (orang yang dalam perjalanan). Tidak ada dosa bagi yang mengurusinya, apabila dia memakan sebagian hasilnya secara ma’ruf, atau memberi makan temannya tanpa menimbun hasilnya” (HR. al-Bukhari no. 2565 dan Muslim no. 3085).
Bab. Nikmatnya Mukmin yang Ikhlas, Harta yang Dicuri, yang Dimakan Sendiri, Dimakan Burung dsb, Semuanya Bernilai Sedekah
Rasulullah saw. bersabda, “Tidaklah seorang muslim menanam tanaman kecuali yang dimakan darinya merupakan sedekah, apa yang dicuri darinya pun merupakan sedekah, apa yang dimakan oleh binatang buas merupakan sedekah, apa yang dimakan oleh burung merupakan sedekah, dan apa yang diambil oleh orang lain juga merupakan sedekah” (HR. Muslim). Dalam lafal lain, “...Merupakan sedekah sampai akhir kiamat.”
Seseorang pernah bertemu Abu Darda’ yang sedang menanam pohon. Kemudian, laki-laki itu bertanya kepadanya, “Wahai Abu Darda’, mengapa engkau tanam pohon ini, padahal engkau sudah tua sedangkan pohon ini tidak akan berbuah kecuali sekian tahun lamanya?” Abu Darda’ menjawab, “Bukankah aku yang akan memetik pahalanya di samping untuk di makan orang lain?”
------------------------------------------
Sesungguhnya Harta yg anda miliki itu ada hak orang lain ...
Namun dahulukan yg menjadi tanggunganmu terlebih dahulu, kemudian kerabat dekat, dan orang lain ...
Jangan berharap kembalian yg lebih banyak di dunia ini, dari sedekah yg engkau keluarkan ...
Jangan pula kapok bersedekah apabila ternyata rejekimu tidak bertambah berlipat-lipat di dunia ini ...
Namun tetaplah berharap akan keridloan-Nya ...
Karena sesungguhnya sedekahmu itu merupakan bukti dari dirimu akan pernyataan keimananmu ...
Lalu mengapa kamu mengharap kembalian di dunia ini, jika kamu beriman akan negeri Akhirat?
Dan janganlah kamu suka menunda-nunda sedekah, hingga nyawa anda sampai di tenggorokan. Karena saat-saat seperti itu, harta anda sudah bukan milik anda lagi, tapi sudah menjadi milik ahli warismu!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar