Banyak hikmah/ibroh yang dapat kita petik dari
disyari'atkannya ibadah qurban, di antara hikmah yang telah disebutkan oleh para
ulama adalah:
- Untuk mendekatkan diri hanya kepada Alloh, dan inilah hikmah qurban yang paling utama, sebagaimana firman-Nya;
قُلْ إِنَّ صَلاَتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ
وَمَمَاتِي لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
Katakanlah, sesungguhnya sholatku,
penyembelihanku, hidupku
dan matiku hanya untuk Alloh semata Robbul 'alamin tiada sekutu bagi-Nya. (QS.
al-An'am [6]: 162)
- Menghidupkan kembali sunnah Nabi Ibrahim عليه السلام yang telah diperbaharui kembali oleh Nabi kita Muhammad صلي الله عليه وسلم.
- Memberi kelonggaran dalam perkara mubah untuk anggota keluarga dan menebarkan rahmat Alloh di muka bumi ini, karena hari-hari ini adalah hari-hari bahagia, menikmati berbagai makanan dan minuman dengan tetap ingat kepada Alloh.
- Sebagai ungkapan rasa syukur seorang hamba yang telah diberi kuasa memiliki dan mengalahkan binatang-binatang yang ada, sebagaimana firman-Nya:
كَذَلِكَ سَخَّرْنَاهَا لَكُمْ لَعَلَّكُمْ
تَشْكُرُونَ
Demikianlah kami jadikan buat kamu
(binatang-binatang itu) tunduk supaya kamu mau bersyukur. (QS.al-Haj[22]:36)
Berqurban adalah kewajiban orang yang masih
hidup dan mampu membeli atau memiliki binatang qurban, tidak disyari'atkan
berqurban bagi orang yang sudah mati. Oleh karena itu tidak pernah Rosululloh
صلي الله عليه وسلم berqurban
dan diniatkan bagi orang yang telah mati secara tersendiri seperti istri-istrinya,
anak-anaknya, paman-pamannya, dan para kerabatnya, hanya saja ketika berqurban,
Rosululloh صلي الله عليه وسلم menyertakan keluarganya dalam niat qurbannya, dan bukan diniatkan
untuk orang yang telah mati secara tersendiri.
Sebagaimana beliau pernah menyembelih binatang
qurbannya dan mengucapkan;
بِسْمِ اللَّهِ وَاللَّهُ أَكْبَرُ هَذَا عَنِّي
وَعَمَّنْ لَمْ يُضَحِّ مِنْ أُمَّتِي
"Dengan menyebut nama Alloh, dan Alloh maha
Agung, ya Alloh (qurban) ini dariku dan orang-orang yang tidak berqurban dari umatku" (HR. Ahmad, Abu Dawud,
Tirmidzi(Minhajul Muslim hlm.342), dan al-Albani mengatakan dalam Takhrij
at-Thohawiyah: "Hadits ini shohih karena ada beberapa
penguatnya.")
Sudah menjadi kebiasaan para sahabat dan para
Salafus Sholih, setiap datang hari raya Idul Adhha, mereka menyembelih seekor
kambing untuk dirinya beserta keluarganya, karena meneladani apa yang
dicontohkan Rosululloh صلي الله عليه وسلم, hal ini ditunjukkan oleh sebuah hadits;
عَنْ أَبَا أَيُّوبَ كَانَ الرَّجُلُ فِي عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُضَحِّي بِالشَّاةِ عَنْهُ وَعَنْ أَهْلِ بَيْتِهِ
Dan Abu Ayub berkata: "Adalah seorang
laki-laki pada zaman Rosululloh menyembelih seekor kambing untuk dirinya beserta
keluarganya" (HR. Tirmidzi
1505, Ibnu Majah
3147, dan dishohihkan
al-Albani dalam Irwa' al-Gholil 1142)
Dari hadits di atas dipahami bahwa termasuk
Sunnah apabila seorang berqurban seekor kambing hendaknya mengikut sertakan
keluarganya untuk mendapatkan pahala qurbannya, sedangkan bersekutu atau
patungan dua orang atau lebih untuk berqurban seekor kambing, maka tidak pernah
ada pada zaman Rosululloh صلي الله عليه
وسلم dan sahabatnya, oleh karena itu perlu dibedakan
antara menyertakan anggota
keluarga untuk mendapat pahala (yang pernah diajarkan oleh Rosululloh
صلي الله عليه وسلم dengan
bersekutu dalam berqurban seekor kambing (yang tidak pernah ada
contohnya)
Ada beberapa perkara yang menjadi syarat
sahnya binatang yang akan dijadikan binatang qurban, di antaranya;
- Hendaknya binatang yang diqurbankan adalah onta, sapi atau kambing, sebagaimana yang kami jelaskan di atas, hal ini didasari oleh firman Alloh:
وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنسَكاً
لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَى مَا رَزَقَهُم مِّن بَهِيمَةِ
الْأَنْعَامِ
Dan tiap- tiap umat kami syari'atkan
penyembelihan (qurban) supaya mereka mengingat nama Alloh terhadap binatang ternak yang telah
direzekikan kepada mereka. (QS. al-Haj [22]: 34)
Adapun selain onta, sapi dan kambing (seperti
kuda, kijang dan lainnya) maka tidak termasuk binatang piaraan dalam istilah
bahasa Arab, oleh karena itu tidak sah berqurban dengan selain tiga binatang di
atas walaupun binatang itu lebih mahal harganya1.
- Binatang yang diqurbankan sudah mencapai umur yang ditentukan secara syar'i.
Hal ini berdasarkan sabda Rosululloh
صلي الله عليه وسلم,
yang berkata:
لَا تَذْبَحُوا إِلَّا مُسِنَّةً إِلَّا أَنْ
يَعْسُرَ عَلَيْكُمْ فَتَذْبَحُوا جَذَعَةً مِنْ الضَّأْنِ
"Janganlah kamu menyembelih qurban kecuali
musinnah, kecuali kamu kesulitan, maka boleh kamu menyembelih domba jadha'ah" (HR. Muslim
2797)
Musinnah atau biasa
disebut dengan istilah tsaniyyah adalah setiap binatang piaraan (onta, sapi atau kambing) yang telah
gugur salah satu gigi depannya yang berjumlah empat (dua di bagian atas dan dua
di bagian bawah).
Adapun dikatakan onta yang musinnah biasanya
onta tersebut telah berumur 5 tahun sempurna, disebut sapi yang musinnah biasanya sapi tersebut telah berumur
2 tahun sempurna, dan
disebut kambing yang musinnah biasanya kambing tersebut berumur satu tahun
sempurna. Sedangkan Domba jadha'ah yaitu domba yang belum genap berumur satu
tahun.
Dari perincian di atas menjadi jelas
bahwasanya tidak sah
berqurban dengan onta, sapi atau kambing yang belum mencapai umur masing-masing
yang telah ditentukan, kecuali apabila tidak memiliki yang musinnah, maka boleh
berqurban dengan yang di bawah musinnah
- Binatang yang diqurbankan tidak boleh cacat atau berpenyakit yang parah.
Hal ini sebagaimana disabdakan oleh Nabi dalam
hadits
عَنِ الْبَرَاءِ
بْنِ عَازِبٍ أَنَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ
مَاذَا يُتَّقَيْ مِنْ الْضَحَايَا؟ فَأَشَارَ بِيَدِهِ فَقَالَ
أَرْبَعًا الْعَرْجَاءُ الْبَيِّنُ ظَلْعُهَا وَالْعَوْرَاءُ الْبَيِّنُ عَوَرُهَا وَالْمَرِيضَةُ الْبَيِّنُ مَرَضُهَا وَالْعَجْفَاءُ الَّتِي لَا تُنْقِي
Dari Baro' bin Azib, bahwasanya Rosululloh
pernah ditanya tentang binatang qurban yang harus dihindari. Maka beliau
mengisyaratkan dengan tan gannya sambil mengatakan: "Ada empat (yang harus
dihindari), yaitu pincang yang benar-benar jelas pincangnya, buta sebelah yang
jelas-jelas butanya, sakit yang jelas-jelas sakitnya, dan lemah atau kurus yang
jelas-jelas lemah atau kurusnya. ( HR. Abu Dawud 2802, Tirmidzi 1541, Nasa'i 7/214, Ibnu Majah 3144,
dan dishohihkan al-Albani dalam Misykat al Mashobih
1465)
Hadits di atas menjelaskan kepada kita
beberapa kriteria yang harus dihindari dari binatang qurban, di
antaranya
- Apabila pincang yang terlihat jelas pincangnya yaitu apabila berjalan tidak seimbang
- Apabila sebelah matanya benar-benar buta, bukan sekedar juling
- Apabila sakit dengan sakit yang benar-benar mem pengaruhi keseimbangan badan binatang tersebut, sehingga dia tampak lemah disebabkan oleh penyakit tersebut, seperti luka yang parah, kudis yang parah, atau penyakit yang lain yang mengakibatkan binatang tersebut tidak mau makan dan badannya menjadi lemah
- Lemah atau kurus, atau biasa disebut kering yang tidak lagi bersumsum, dan binatang yang lemah seperti ini faktor penyebab yang dominan adalah karena umurnya tua. Binatang seperti ini selain lemah dan dagingnya juga sudah tidak enak rasanya seperti binatang lainnya yang sehat, juga binatang seperti ini tidak sedap dipandang , oleh karena itu Nabi صلي الله عليه وسلم melarang berqurban dengan binatang seperti ini
- Demikian juga cacat atau penyakit semisal disebutkan dalam hadits Baro' bin Azib atau yang lebih parah dari semua yang disebutkan, maka hukumnya sama. Suatu contoh binatang yang buta ke dua matanya, maka tidak boleh diqurbankan, wa laupun dalam hadits hanya disebutkan yang buta sebelah matanya, binatang yang putus salah satu kakinya atau lebih dari satu kakinya yang terputus maka tidak boleh diqurbankan walaupun dalam hadits hanya disebutkan pincang, ini semua karena berlaku hukum qiyas bahkan termasuk qiya aulawi (penyamaan hukum yang lebih utama).
Hendaknya disembelih binatang qurban itu pada
waktu yang ditentukan, yaitu dimulai setelah pelaksanaan sholat Idul Adhha
sampai akhir hari Tasyrik baik malam hari atau siang hari, sehingga jumlah hari
menyembelih adalah empat hari penuh, hari pertama adalah tanggal 10 Dzul Hijjah,
diteruskan tanggal 12, dan diakhiri ketika tenggelamnya matahari tanggal13 Dzul
Hijjah! Maka barangsiapa yang menyembelih binatang qurbannya sebelum pelaksanaan
sholat Idul Adhha atau setelah tenggelam matahari tanggal 13 Dzul Hijjah maka
sembelihannya bukan qurban tetapi dianggap daging biasa, sebagaimana
hadits-hadits di atas
Bagi seseorang yang ingin berqurban hendaknya
memilih hewan qurban yang paling afdhol dengan kriteria binatang qurban yang
gemuk, bertanduk, sempurna badannya, dan menyenangkan apabila dipandang,
hal ini lantaran
Nabi صلي الله عليه
وسلم memilih hewan qurban yang paling afdhol sebagaimana dalam beberapa hadits
seperti:
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالك أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ضَحَّي بِكَبْشَيْنِ أَقْرَنَيْنِ أَمْلَحَيْنِ
Dari Anas bin Malik, bahwasanya Rasulullah
صلي الله عليه وسلم
menyembelih Qurban dua ekor kibas yang bertanduk lagi berwarna bagus (HR.
Bukhori 1626, dan Muslim dalam kitab al-Adhoni 17-18)
Para ulama beristimbath dari hadits ini bahwa
binatang qurban yang paling
afdhol adalah kibas yang
bertanduk dan berwarna bagus.
Adapun binatang qurban yang tidak bertanduk,
maka tetap dibolehkan karena para ulama hanya bersepakat disunnahkan hewan qurban yang bertanduk
dan tidak diwajibkan.
Sedangkan أَمْلَحَيْنِ (keduanya berwarna bagus),
ini menunjukkan warna binatang qurban yang bagus/indah.
Siddiq Hasan Khon mengatakan أَمْلَحُ (berwarna bagus) maksudnya adalah berwarna putih
sempurna, ada yang mengatakan berwarna putih bercampur sedikit warna hitam, ada
yang mengatakan putih bercampur sedikit warna merah, ada juga yang mengatakan
warna putihnya lebih dominan dibanding hitamnya.
Dalam hadits yang lain disebutkan:
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ يُضَحِّي صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُضَحِّي بِكَبْشٍ أَقْرَنَ فَحِيلٍ يَنْظُرُ فِي
سَوَادٍ وَيَأْكُلُ فِي سَوَادٍ وَيَمْشِي فِي سَوَادٍ
Dari Abu Said beliau berkata: "Adalah
Rosululloh berqurban dengan kibas yang bertanduk, yang nampak jelas
kejantanannya, (kibas itu) melihat dengan (mata yang) hitam, makan dengan (
mulut yang hitam, dan berjalan dengan (kaki yang) hitam" (HR. Abu Dawud 3/95, Ibnu Majah 2/1046, Nasa'i 7/220, dan dishohihkan al-Albani dalam
Sunan Abi Dawud 2796)
Imam Nawawi mengatakan: "Maksud dari
perkataan melihat dengan mata yang hitam...., maksudnya adalah (kibas itu warnanya putih) tetapi mulut, mata, dan
ujung-ujung kakinya berwarna hitam".
Disyari'atkan bagi seorang yang hendak
berqurban apabila datang bulan Dzul Hijjah untuk tidak memotong atau mengambil
sedikitpun dari rambut, kuku dan kulitnya, sehingga
dia telah menyembelih qurbannya, sebagaimana sabda Rosululloh صلي الله عليه وسلم;
إِذَا دَخَلَتْ الْعَشْرُ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ
أَنْ يُضَحِّيَ فَلَا يَأْخُذُنَّ مِنْ شَعَرِهِ وَبَشَرِهِ وَلاَ مِنْ أَظْفَرِهِ
شَيْئًا حَتَّي يُضَحِّيَ
Apabila masuk sepuluh hari (awal bulan Dzul
Hijjah), lalu di antara kamu hendak berqurban, maka sungguh janganlah mengambil/
memotong rambut, dan kukunya sedikitpun sampai benar-benar dia menyembelih
(qurbannya) (HR. Muslim 1566)
Para ulama berbeda pendapat tentang hukum
memotong atau mengambil rambut dan kukunya bagi orang yang hendak berqurban
sebelum menyembelih qurbannya, Sebagian ulama berpendapat makruh, akan tetapi
pendapat yang lebih dekat kepada dalil adalah yang mengharamkannya. Ini didasari
oleh asal hukum larangan adalah haram selama tidak terdapat dalil lain yang
memalingkannya dan dalam masalah ini tidak terdapat dalil lain yang memalingkan
asal hukum ini, ditambah lagi Rosululloh melarang dengan tambahan huruf نّ (nun ditasydid yang berfungsi sebagai
penguat) pada kata فَلَا يَأْخُذُنَّ (maka sungguh janganlah
mengambil/memotong)
Khusus binatang sapi atau onta, maka
dibolehkan bersekutu maksimal tujuh orang beserta keluarga
masing-masing, hal ini didasari oleh sebuah hadits;
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ
كُنَّا فِي عَهْدِ رَسُولِ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَذْبَحُ الْبَقَرَةَ عَنْ سَبْعَةٍ
وَالْجَزُورَ عَنْ سَبْعَةٍ نَشْتَرِكُ فِيهِ
Dari Jabir berkata: "Pada zaman Rosululloh
صلي الله عليه وسلم kami
menyembelih sapi untuk tujuh orang, dan onta untuk tujuh orang, kami bersekutu
di dalamnya." (HR. Muslim 1318)
Dari keterangan di atas kita mengetahui bahwa
bersekutu lebih dari
seorang untuk berqurban kambing dan bersekutu lebih dari tujuh orang untuk berqurban sapi atau onta
tidaklah diperkenankan, hal ini karena beberapa alasan, di antaranya;
- Perbuatan itu tidak terdapat keterangan/dalil dalam al-Qur'an dan as-Sunnah.
- Barang siapa mengadakan suatu ibadah yang tidak dicontohkan oleh Alloh سبحانه و تعالي. dan Rosul-Nya, maka ibadah tersebut ditolak, sebagaimana dalam HR. Muslim 1718.
- Sebagian bentuk ibadah tata-caranya tidak ditentukan oleh pembuat syariat (seperti anjuran shilaturohmi, birrul walidain, dan sebagainya), maka siapa saja boleh melaksanakan ibadah jenis ini sesuai dengan kebiasaan yang berjalan asalkan tidak menyelisihi syariat, sedangkan ibadah yang tata-caranya sudah ditentukan oleh pembuat syariat, dan berqurban adalah termasuk ibadah yang telah ditentukan tata-caranya sehingga tidak boleh siapa pun menyelisihi tata-caranya.
- Belum pernah terjadi pada zaman Rosululloh dan para salafus sholih berqurban dengan cara di atas, dan seandainya hal itu baik atau seandainya perbuatan ini mendidik, maka mereka pasti lebih dahulu mengamalkannya, karena mereka adalah generasi terbaik di muka bumi ini, dan mereka tidak akan menyia-nyiakan satu kesempatan pun apabila hal itu baik dan dibolehkan
Disunnahkan
bagi orang yang hendak
berqurban untuk menyembelih qurbannya sendiri (tidak diwakilkan), hal ini karena Rosululloh
صلي الله عليه وسلم
menyembelih dengan
tangannya sendiri ketika berqurban, sebagaimana dalam sebuah
hadits;
عَنْ أَنَسِ قَالَ: ضَحَّى النَّبِيُّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ أَقْرَنَيْنِ ذَبَحَهُمَا
بِيَدِهِ وَسَمَّى وَكَبَّرَ
Dari Anas bin Malik (berkata): "Rosululloh
صلي الله عليه وسلم
menyembelih dua ekot kambing kibas yang bagus warnanya, dan keduanya
bertanduk, beliau menyembelih sendiri dengati tangannya, beliau membaca basmalah dan
bertakbir. (HR. Bukhori
5565, dan Muslim 1966)
Namun apabila ada suatu kebutuhan, sehingga
dia harus mewakilkan penyembelihan kepada orang lain, maka hal itu dibolehkan,
oleh karena itu ketika Rosululloh صلي الله عليه وسلم mempersembahkan 100 ekor onta ke Makkah untuk diqurbankan, beliau menyembelih dengan
tangannya sendiri sebanyak
63 ekor ontanya, kemudian
beliau memerintahkan Ali bin Abi Tholib melanjutkan penyembelihan sisa ontanya,
sebagaimana dalam HR. Bukhori 1557, dan Muslim 1210.
ADAB-ADAB MENYEMBELIH BINATANG
- Hendaknya binatang qurban dihadapkan ke kiblat, dikarenakan kiblat adalah arah yang paling mulia.
- Apabila yang disembelih adalah onta, maka disunnahkan onta tersebut disembelih dalam keadaan berdiri, sebagaimana dalam sebuah hadits;
عَنِ ابْنَ عُمَرَ أَنَّهُ أَتَى عَلَى رَجُلٍ
قَدْ أَنَاخَ بَدَنَتَهُ يَنْحَرُهَا فَقَالَ ابْعَثْهَا قِيَامًا مُقَيَّدَةً
سُنَّةَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Dari Ibnu Umar bahwasanya dia datang kepada
orang yang sedang membaringkan ontanya untuk disembelih, maka dia berkata:
"Biarkan onta itu (disembelih) berdiri dalam keadaan diikat, ini adalah Sunnah
Nabi Muhammad صلي الله عليه
وسلم." (HR. Bukhori
1/430, dan Muslim
4/89)
- Sedangkan sapi atau kambing, maka disunnahkan untuk dibaringkan ketika menyembelihnya, sebagaimana yang dilakukan Rosululloh صلي الله عليه وسلم setelah siap dengan pisau yang tajam, sebagaimana Aisyah رضي الله عنها berkata menerangkan apa yang dilakukan Rosululloh صلي الله عليه وسلم:
فَأَضْجَعَهُ وَذَبَـحَهُ
Kemudian Nabi membaringkan (kambingnya), dan
menyembelihnya. (HR. Muslim
kitab al-Adhohi 19)
- Diharuskan ketika hendak menyembelih membaca basmalah, dan disunnahkan setelahnya untuk bertakbir. Adapun kewajiban membaca basmalah maka sebagaimana perintah Alloh dalam al-Quran yang artinya: "Janganlah kamu makan sembelihan yang tidak disebut nama Alloh atasnya." (QS. al-An'am: 121) Sedangkan disunnahkan mengucapkan Al-lohu Akbar, maka berdasarkan hadits dari Anas bin Malik beliau mengatakan: "Bahwa Rosululloh صلي الله عليه وسلم apabila menyembelih qurban, beliau mengucapkan;
بِسْمِ اللهِ والله أَكْبَر
"Bismillah wallohu Akbar." (HR. Muslim kitab al-Adhohi 17-18)
- Disunnahkan ketika menyembelih untuk berdoa supaya qurbannya diterima oleh Alloh سبحانه و تعالي, sebagaimana Rosululloh صلي الله عليه وسلم mengucapkannya ketika menyembelih;
بِاسْمِ اللَّهِ اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْ
مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ وَمِنْ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ ثُمَّ ضَحَّى بِهِ
"Bismillah, Ya Alloh terimalah (qurban ini)
dari Muhammad, dari
keluarga Muhammad, dan dari umatnya Muhammad" lalu beliau menyembelih. (HR. Muslim kitab
al-Adhohi 19 dari jalan
Aisyah)
- Memotong dengan cepat urat leher binatang qurban dengan alat yang sudah diasah dengan baik dan tajam, karena demikianlah cara menyembelih yang terbaik, dan Rosululloh صلي الله عليه وسلم memerintahkan untuk melakukan penyembelihan sebaik mungkin, sebagaimana sabdanya;
إِذَا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوا الذَّبْحَ
وَلْيُحِدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ فَلْيُرِحْ ذَبِيحَتَهُ
Apabila kamu menyembelih, maka baguskanlah
penyembelihannya, hendaklah diasah alat untuk menyembelihnya, dan hendaknya
binatang yang disembelih disegerakan. (HR. Muslim 1955)
- Alat yang digunakan harus tajam dan dapat mengalirkan darah dengan ketajamannya, sehingga binatang tersebut mati karena dialirkan darahnya, baik alat itu dari besi, batu, kayu (bambu) atau yang lainnya selama bukan gigi dan bukan kuku, sebagaimana sabda Rosululloh صلي الله عليه وسلم:
عَنْ رَافِعِ بْنِ خُدَيْجِ مَرْفُعًا مَ
أُنْهِرَ الدَّمُ فَكُلْ لَيْسَ السِّنَّ وَالظُّفْرَ
Dari Rofi' bin Khodij (hadits ini sampai
kepada Rosululloh
صلي الله عليه وسلم) beliau
berkata: "Binatang yang dialirkan darahnya (dengan alat yang tajam), maka
makanlah, asalkan bukan dengan gigi dan kuku" (HR. Bukhori 2/110-111, dan Muslim 6/78)
- Tidak mengasah alat untuk menyembelih di hadapan binatang yang hendak disembelih, sebagaimana dalam sebuah hadits;
عَنِ ابْنَ عُمَرَ
قَالَ أَمَرَ رضي الله عنهما النَّبِيُّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ بِحَدِّ الشِّفَارِ وَأَنْ تُوَارَى عَنْ الْبَهَائِمِ
Dari Ibnu Umar رضي
الله عنهما berkata: "Rosululloh صلي الله عليه وسلم memerintahkan untuk
diasah alat menyembelih, dan tidak diperlihatkan kepada
binatang-binatang" (HR.
Ahmad 2/108, Ibnu Majah
3172, dan dishohihkan
al-Albani dalam Shohih at-Targhib wat-Tarhib
1091)
Demikianlah tata-cara berqurban menurut
al-Qur'an dan Sunnah, tidak selayaknya sebagai umat Islam untuk mencari tuntunan yang lain
atau membuat-buat cara yang tidak pernah diajarkan oleh teladan kita Rosululloh
صلي الله عليه وسلم,
semoga kita menjadi hamba Alloh سبحانه و تعالي yang jujur ikhlas dan
selalu berkomitmen dalam segala bentuk ibadah yang telah di syari'atkan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar