Sebuah perjalanan
yang sarat ibrah dan pelajaran, penuh teladan dan anutan. Yaitu perjalanan
melalui kitab-kitab dan riwayat-riwayat dari lisan para sahabat Radhiallahu'anhu
;. Sebab, kita tidak dibolehkan melakukan perjalanan ke makam atau rumah beliau
atau ke tempat-tempat lainnya selain ke tiga masjid, sebagaimana yang disebutkan
Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam dalam hadits:
“Janganlah
mengadakan perjalanan (secara khusus) kecuali ke tiga masjid, Masjidil Haram,
Masjidku ini (Masjid Nabawi), dan Masjidil Aqsha.” (Muttafaq ‘alaih)
Kita wajib mentaati perintah Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam dengan tidak mengadakan perjalanan secara khusus kecuali ke tiga masjid tersebut. Bukankah Allah Subhannahu wa Ta'ala telah mengatakan,
Kita wajib mentaati perintah Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam dengan tidak mengadakan perjalanan secara khusus kecuali ke tiga masjid tersebut. Bukankah Allah Subhannahu wa Ta'ala telah mengatakan,
مَّآ أَفَآءَ ٱللَّهُ عَلَىٰ رَسُولِهِ مِنْ أَهْلِ ٱلْقُرَىٰ فَلِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِى ٱلْقُرْبَىٰ وَٱلْيَتَامَىٰ وَٱلْمَسَـٰكِينِ وَٱبْنِ ٱلسَّبِيلِ كَى لاَ يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ ٱلأَْغْنِيَآءِ مِنكُمْ وَمَآ ءَاتَـٰكُمُ ٱلرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَـٰكُمْ عَنْهُ فَٱنتَهُواْ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ إِنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلْعِقَابِ
“... Apa yang
diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu
maka tinggalkanlah ...” (Al-Hasyr: 7)
Kita tidak boleh melakukan kunjungan ke tempat-tempat bersejarah peninggalan Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam, Ibnu Wadhdhah berkata, “Umar telah memerintahkan untuk menebang pohon tempat Rasulullah dibai’at, sebab orang-orang banyak mengunjungi pohon tersebut untuk shalat di sana. Umar khawatir mereka terfitnah (tersesat jatuh ke dalam dosa syirik).” (Kisah tersebut dapat dilihat dalam Shahih Bukhari dan Muslim).
Ibnu Taimiyah memberikan komentar mengenai kunjungan ke gua Hira’: “Sebelum diangkat menjadi rasul, beliau sering menyendiri untuk beribadah di sana. Dan di sanalah pertama sekali wahyu diturunkan kepada beliau. Akan tetapi setelah itu beliau tidak pernah sama sekali mengunjunginya bahkan tidak pernah mendekatinya. Demikian pula sahabat-sahabat beliau Shalallaahu alaihi wasalam. Beliau menetap di kota Makkah selama lebih kurang sepuluh tahun, namun tidak pernah sekalipun beliau mengunjunginya lagi atau mendaki ke atasnya. Demikian pula kaum mu’minin yang menetap bersama beliau di kota Makkah. Setelah beliau berhijrah ke Madinah, beliau berkali-kali memasuki kota Makkah, seperti pada saat menunaikan Umrah Hudaibiyah, saat penaklukan kota Makkah, di mana beliau berdiam selama dua puluh hari di sana, pada saat menunaikan Umrah Ji’ranah, namun beliau tidak pernah mendatangi gua Hira’ atau mengun-junginya…..” (Lihat Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyah XXVII / hal. 251).
Sekarang kita akan mengunjungi Kota Al-Madinah An-Nabawiyyah, bangunannya mulai terlihat di hadapan kita. Itulah gunung Uhud, yang dikatakan Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam :
Kita tidak boleh melakukan kunjungan ke tempat-tempat bersejarah peninggalan Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam, Ibnu Wadhdhah berkata, “Umar telah memerintahkan untuk menebang pohon tempat Rasulullah dibai’at, sebab orang-orang banyak mengunjungi pohon tersebut untuk shalat di sana. Umar khawatir mereka terfitnah (tersesat jatuh ke dalam dosa syirik).” (Kisah tersebut dapat dilihat dalam Shahih Bukhari dan Muslim).
Ibnu Taimiyah memberikan komentar mengenai kunjungan ke gua Hira’: “Sebelum diangkat menjadi rasul, beliau sering menyendiri untuk beribadah di sana. Dan di sanalah pertama sekali wahyu diturunkan kepada beliau. Akan tetapi setelah itu beliau tidak pernah sama sekali mengunjunginya bahkan tidak pernah mendekatinya. Demikian pula sahabat-sahabat beliau Shalallaahu alaihi wasalam. Beliau menetap di kota Makkah selama lebih kurang sepuluh tahun, namun tidak pernah sekalipun beliau mengunjunginya lagi atau mendaki ke atasnya. Demikian pula kaum mu’minin yang menetap bersama beliau di kota Makkah. Setelah beliau berhijrah ke Madinah, beliau berkali-kali memasuki kota Makkah, seperti pada saat menunaikan Umrah Hudaibiyah, saat penaklukan kota Makkah, di mana beliau berdiam selama dua puluh hari di sana, pada saat menunaikan Umrah Ji’ranah, namun beliau tidak pernah mendatangi gua Hira’ atau mengun-junginya…..” (Lihat Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyah XXVII / hal. 251).
Sekarang kita akan mengunjungi Kota Al-Madinah An-Nabawiyyah, bangunannya mulai terlihat di hadapan kita. Itulah gunung Uhud, yang dikatakan Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam :
“Gunung ini
mencintai kami dan kami pun mencintainya” (Muttafaq ‘alaih)
Sebelum memasuki kediaman Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam , marilah kita lihat sejenak bentuk bangunannya. Janganlah terperanjat bila kita hanya menyaksikan sebuah bangunan kecil dengan tempat tidur yang sangat sederhana. Sebab Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam adalah seorang yang sangat zuhud terhadap dunia. Beliau Shalallaahu alaihi wasalam tidaklah menolehkan pandangan kepada kemewahan dan gemerlap harta benda dunia. Namun yang menjadi penyejuk mata hati beliau hanyalah ibadah shalat. (Sebagaimana yang disebutkan dalam hadits riwayat An-Nasaa’i)
Beliau berkomentar tentang dunia sebagai berikut:
“Apa
artinya dunia bagiku! Kehadiranku di dunia hanyalah bagaikan seorang pengelana
yang tengah berjalan di panas terik matahari, lalu berteduh di bawah naungan
pohon beberapa saat, kemudian segera meninggalkannya untuk kembali melanjutkan
perjalanan.” (HR. At-Tirmidzi) Sebelum memasuki kediaman Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam , marilah kita lihat sejenak bentuk bangunannya. Janganlah terperanjat bila kita hanya menyaksikan sebuah bangunan kecil dengan tempat tidur yang sangat sederhana. Sebab Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam adalah seorang yang sangat zuhud terhadap dunia. Beliau Shalallaahu alaihi wasalam tidaklah menolehkan pandangan kepada kemewahan dan gemerlap harta benda dunia. Namun yang menjadi penyejuk mata hati beliau hanyalah ibadah shalat. (Sebagaimana yang disebutkan dalam hadits riwayat An-Nasaa’i)
Beliau berkomentar tentang dunia sebagai berikut:
Sekarang kita sedang berjalan menuju kediaman beliau Shalallaahu alaihi wasalam seraya mengayunkan langkah di jalan-jalan kota Madinah. Itulah kamar-kamar istri beliau mulai tampak. Kamar sederhana yang dibangun dari pelepah kurma dan polesan tanah, sebagian lagi dengan batu yang ditata sedemikian rupa, sementara bagian atasnya dipayungi dengan atap dari pelepah kurma.
Al-Hasan mengisahkan kepada kita: “Aku pernah masuk ke dalam rumah-rumah istri Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam; pada masa khilafah Utsman bin ‘Affan Radhiallaahu anhu. Langit-langit rumah tersebut dapat aku jangkau dengan tanganku.” (Lihat Ath-Thabaqat Al-Kubra karangan Ibnu Sa’ad I/hal 499 & 501, lihat juga kitab As-Sirah An-Nabawiyyah II/hal 274 karangan Ibnu Katsir)
Sungguh kediaman beliau adalah rumah yang sangat sederhana dengan beberapa kamar yang kecil. Akan tetapi penuh dengan cahaya keimanan dan ketaatan, sarat dengan wahyu dan risalah Ilahi!
-------------
Sumber dicuplik dan diedit dari buku Sehari Di Kediaman Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam, oleh : Syaikh Abdul Malik bin Muhammad bin Abdurrahman Al-Qasim
Tidak ada komentar:
Posting Komentar