Beberapa orang (dukun) mengaku atau dijadikan rujukan terhadap perkara yg ghaib (secara sadar atau tidak). Misalnya: mencari uang yg hilang, atau apapun yg hilang mesti tanya ke orang "pintar" tersebut atau bahkan untuk meramal segala hal mengenai masa depan (untuk keperluan apapun). Apakah boleh?
Kalau membaca surah Al Jin:25-28, dijelaskan bahwa, SIAPA saja PASTI tidak mengetahui yg ghaib. Hanya milik Allah-lah semua yg ghaib. Sepatutnyalah seorang muslim (dan yg mengaku muslim) benar2 menyerahkan sepenuhnya (tawakkal) kepada Allah yg Maha Mengetahui yg Ghaib dan yg Nyata. Jangan kepada yg lainnya ...
Jangan bertanya kepada dukun atau siapa saja yg dianggap "pintar". Para "orang pintar" itu tahunya satu, tapi bohongnya seribu ...
Allah sangat melarang (karena merupakan salah satu pintu kesyirikan) bagi hambaNya yg beriman bertanya kepada para dukun (atau orang "pintar") lalu mempercayainya ...
Rasulullah SAW saja TIDAK mengetahui yg ghoib (apapun juga) kecuali apa2 (sebagian saja) yg diberitahukan Allah kepada NabiNya (melalui wahyu).
Itupun Rasulullah SAW dijaga Malaikat didepan dan dibelakang Beliau, supaya para Setan tdk dapat mengganggu dan mencuri berita2 yg ghaib yg diberitahukan Allah kepada RasulNya ...
Sedemikian kuat penjagaannya, maka dapat dipastikan, tidak ada berita2 ghaib yg bocor hingga didengar oleh para Setan ...
Dengan penjagaan yg kuat itu, maka Al-Qur'an yg diwahyukan Allah, melalui malaikat Jibril pasti disampaikan secara benar oleh Rasulullah SAW, tanpa campur tangan atau gangguan dari makhluk lain ...
Memang ada beberapa mimpi seorang Mukmin itu benar (dari hadits), namun harus di ingat, jika yg mendapatkan mimpi itu haruslah seorang yg taat kepada Allah, tidak menyekutukanNya, mendirikan sholat, zakat dll, dan tidak/jarang berbohong, maka dapat dipastikan bahwa mimpinya adalah benar (tidak diganggu oleh setan)...
72. Al Jin:25-28
قُلْ إِنْ أَدْرِي أَقَرِيبٌ مَا تُوعَدُونَ أَمْ يَجْعَلُ لَهُ رَبِّي أَمَداً * عَالِمُ الْغَيْبِ فَلَا يُظْهِرُ عَلَى غَيْبِهِ أَحَداً * إِلَّا مَنِ ارْتَضَى مِنْ رَسُولٍ فَإِنَّهُ يَسْلُكُ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ رَصَداً * لِيَعْلَمَ أَنْ قَدْ أَبْلَغُوا رِسَالَاتِ رَبِّهِمْ وَأَحَاطَ بِمَا لَدَيْهِمْ وَأَحْصَى كُلَّ شَيْءٍ عَدَداً
"Katakanlah (Muhammad SAW): "Aku tidak mengetahui, apakah azab yang diancamkan kepadamu itu dekat ataukah Tuhanku menjadikan bagi (kedatangan) azab itu masa yang panjang (jauh/masih lama) ?.""
"(Dia adalah Tuhan) Yang Mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu."
"Kecuali kepada Rasul yang diridhai-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya (pada diri Rasul itu)."
"Supaya Dia mengetahui, bahwa sesungguhnya Rasul-Rasul itu telah menyampaikan risalah-risalah Tuhannya, sedang (sebenarnya) ilmu-Nya meliputi apa yang ada pada mereka, dan Dia menghitung segala sesuatu satu persatu." (Al Jin:25-28)
Dalam suatu Hadits:
Mendatangi atau membaca ramalan saja, itu sudah dilarang, apalagi mempercayainya:
Mendatangi atau membaca ramalan saja, itu sudah dilarang, apalagi mempercayainya:
Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَىْءٍ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلاَةٌ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً
“Barangsiapa yang mendatangi tukang ramal, maka shalatnya selama 40 hari tidak diterima.” (HR. Muslim no. 2230).
Maksud tidak diterima shalatnya selama 40 hari dijelaskan oleh An Nawawi: “Adapun maksud tidak diterima shalatnya adalah orang tersebut tidak mendapatkan pahala. Namun shalat yang ia lakukan tetap dianggap dapat menggugurkan kewajiban shalatnya dan ia tidak butuh untuk mengulangi shalatnya.” (Syarh Muslim, 14: 227)
Hadis Lainnya:
“Barangsiapa
yang mendatangi seorang peramal lalu mempercayai apa yang diramalkan,
maka ia telah kufur terhadap wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
Shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. Tirmidzi No. 135, Abu Dawud No. 3904, Ibnu Majah No. 639 dan Ahmad No. 9252)
“Barangsiapa
yang mendatangi seorang peramal lalu menanyakan kepada tentang satu
ramalan, maka tidak akan diterima shalatnya selama empat puluh malam.”
(HR. Muslim 2230)
Jangankan mencari barang atau uang yang hilang ataupun untuk mengetahui masa depan, mengetahui hal-hal yang telah terjadi pun banyak
peramal yang tidak mampu. Sebagai contoh ada seorang peramal yang ikut
kuis TV. Di kuis tersebut ditanyakan berbagai soal pengetahuan umum yang
sebenarnya merupakan fakta yang sudah terjadi/sejarah. Toh
peramal tersebut tidak mampu menjawabnya. Dia kalah. Bagaimana dia
mampu mengetahui hal yang belum terjadi jika hal yang sudah terjadi saja
tak tahu?
Hanya Allah yang tahu akan hal yang ghaib atau belum pernah terjadi:
وَعِندَهُ مَفَاتِحُ ٱلْغَيْبِ لاَ يَعْلَمُهَآ إِلاَّ هُوَ وَيَعْلَمُ مَا
فِى ٱلْبَرِّ وَٱلْبَحْرِ وَمَا تَسْقُطُ مِن وَرَقَةٍ إِلاَّ يَعْلَمُهَا
وَلاَ حَبَّةٍ فِى ظُلُمَـٰتِ ٱلأَْرْضِ وَلاَ رَطْبٍ وَلاَ يَابِسٍ
إِلاَّ فِى كِتَـٰبٍ مُّبِينٍ
”Dan
pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang
mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di
daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan
Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam
kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan
tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz)” (Al An’aam:59)
Para
peramal biasanya tidak mau menyebut nama, tempat, atau tanggal secara
pasti. Sebab jika disebut dan meleset maka pamornya akan turun. Paling
menyebut hal yang umum yang memang sudah biasa terjadi misalnya tahun
2008 akan ada gempa, banjir, dsb. Berdasarkan pengalaman di tahun-tahun
lalu, di Indonesia memang hal tersebut terjadi setiap tahun. Jadi jika
memang benar terjadi gempa/banjir itu memang sudah tidak aneh lagi atau
sudah merupakan sunnatullah.
Yang
jelas sebagaimana disebutkan oleh hadits di atas, mempercayai ramalan
menyebabkan seseorang jadi kufur dan tidak diterima shalatnya oleh Allah
SWT.
Rasulullah juga menyebut bahwa orang yang percaya pada ramalan berarti dia telah syirik:
"Barangsiapa
membatalkan maksud keperluannya karena ramalan mujur-sial maka dia
telah syirik kepada Allah. Para sahabat bertanya, “Apakah penebusannya,
ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Ucapkanlah: “Ya Allah, tiada kebaikan
kecuali kebaikanMu, dan tiada kesialan kecuali yang Engkau timpakan dan
tidak ada Tuhan kecuali Engkau.” (HR. Ahmad)
"Ramalan
mujur-sial adalah syirik. (Beliau mengulanginya tiga kali) dan tiap
orang pasti terlintas dalam hatinya perasaan demikian, tetapi Allah
menghilangkan perasaan itu dengan bertawakal." (HR. Bukhari dan Muslim)
Setiap orang pasti pernah terlintas dalam hatinya perasaan takut sial dan ingin mujur pada suatu peristiwa, perdagangan, bepergian, mimpi mengenai sesuatu dsb, tetapi usirlah perasaan itu dengan bertawakal kepada Allah.
Sandarkanlah segala sesuatunya hanya kepada Allah. Siapakah yang dapat memberikan kebaikan, dan yg dapat menimpakan kesialan selain atas ijin Allah?.
Dan jika kita kehilangan sesuatu, berusahalah unt mencarinya sekuat tenaga dng cara yg "standar", kemudian serahkan hasilnya hanya kepada Allah (bertawakallah).
Hendaknya kita berusaha ridlo terhadap segala keputusan Allah, baik itu menyenangkan atau tidak ...
Apakah ada yg lebih baik daripada kita ridlo terhadap segala keputusan Sang Maha Pencipta?
وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى ٱللَّهِ فَإِنَّ ٱللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
Dan Barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah, maka sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS.8.Al-Anfaal:49)
Bab. Haramnya Makan Makanan Hasil Ramalan
No. Hadist: 3554 dari KITAB SHAHIH BUKHARI
حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ حَدَّثَنِي أَخِي عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ بِلَالٍ عَنْ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ الْقَاسِمِ عَنْ الْقَاسِمِ بْنِ مُحَمَّدٍ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ كَانَ لِأَبِي بَكْرٍ غُلَامٌ يُخْرِجُ لَهُ الْخَرَاجَ وَكَانَ أَبُو بَكْرٍ يَأْكُلُ مِنْ خَرَاجِهِ فَجَاءَ يَوْمًا بِشَيْءٍ فَأَكَلَ مِنْهُ أَبُو بَكْرٍ فَقَالَ لَهُ الْغُلَامُ أَتَدْرِي مَا هَذَا فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ وَمَا هُوَ قَالَ كُنْتُ تَكَهَّنْتُ لِإِنْسَانٍ فِي الْجَاهِلِيَّةِ وَمَا أُحْسِنُ الْكِهَانَةَ إِلَّا أَنِّي خَدَعْتُهُ فَلَقِيَنِي فَأَعْطَانِي بِذَلِكَ فَهَذَا الَّذِي أَكَلْتَ مِنْهُ فَأَدْخَلَ أَبُو بَكْرٍ يَدَهُ فَقَاءَ كُلَّ شَيْءٍ فِي بَطْنِهِ
Telah menceritakan kepada kami Isma'il telah menceritakan kepadaku saudaraku dari Sulaiman bin Bilal dari Yahya bin Sa'id dari 'Abdurrahman bin Al Qasim dari Al Qasim bin Muhammad dari 'Aisyah radliallahu 'anha berkata; "Dahulu, Abu Bakar mempunyai seorang pembantu yang bertugas mengambil pajak untuknya. Abu Bakar pernah memakan dari bagian pajak itu. Pada suatu hari pembantunya itu datang dengan membawa makanan, lalu Abu Bakar memakannya. Maka pembantunya itu berkata kepada Abu Bakr; "Tahukah kamu barang yang kamu makan itu?". Abu Bakar bertanya; "Apakah itu?". Pembantunya berkata; "Dahulu pada zaman jahiliyyah aku adalah orang yang pernah meramal untuk seseorang (sebagai dukun) dan aku tidak pandai dalam perdukunan kecuali aku menipunya, lalu orang itu mendatangiku dan memberikan sesuatu kepadaku. Itulah hasilnya yang tadi kamu makan". Maka Abu Bakar memasukkan jarinya ke dalam mulutnya hingga memuntahkan segala sesuatu yang ada di dalam perutnya.
---> Sesungguhnya Haram memakan makanan hasil Ramalan, baik peramal itu ahli ramal atau hanya tipuan. Meskipun dia dukun asli ataupun dukun gadungan (penipu) tetap haram, terhadap harta yang diperolehnya.
Awas, Hanya karena Lalat, Bisa Masuk Surga atau Neraka!
عن طارق بن شهاب، أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: (دخل الجنة رجل في ذباب، ودخل النار رجل في ذباب) قالوا: وكيف ذلك يا رسول الله؟! قال: (مر رجلان على قوم لهم صنم لا يجوزه أحد حتى يقرب له شيئاً، فقالوا لأحدهما قرب قال: ليس عندي شيء أقرب قالوا له: قرب ولو ذباباً، فقرب ذباباً، فخلوا سبيله، فدخل النار، وقالوا للآخر: قرب، فقال: ما كنت لأقرب لأحد شيئاً دون الله عز وجل، فضربوا عنقه فدخل الجنة)
Dari Thariq bin Syihab, (beliau menceritakan) bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda, “Ada seorang lelaki yang masuk surga gara-gara seekor lalat dan ada pula lelaki lain yang masuk neraka gara-gara lalat.” Mereka (para sahabat) bertanya, “Bagaimana hal itu bisa terjadi wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Ada dua orang lelaki yang melewati suatu kaum yang memiliki berhala. Tidak ada seorangpun yang diperbolehkan melewati daerah itu melainkan dia harus berkorban (memberikan sesaji) sesuatu untuk berhala tersebut. Mereka pun mengatakan kepada salah satu di antara dua lelaki itu, “Berkorbanlah.” Ia pun menjawab, “Aku tidak punya apa-apa untuk dikorbankan.” Mereka mengatakan, “Berkorbanlah, walaupun hanya dengan seekor lalat.” Ia pun berkorban dengan seekor lalat, sehingga mereka pun memperbolehkan dia untuk lewat dan meneruskan perjalanan. Karena sebab itulah, ia masuk neraka. Mereka juga memerintahkan kepada orang yang satunya, “Berkorbanlah.” Ia menjawab, “Tidak pantas bagiku berkorban untuk sesuatu selain Allah ‘azza wa jalla.” Akhirnya, mereka pun memenggal lehernya. Karena itulah, ia masuk surga.”
(Hadits Mauquf Shahih HR. Ahmad)
Silahkan baca: https://tausyiahaditya.blogspot.com/2012/04/hati2-allah-mengampuni-semua-dosa.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar