QS.2. Al Baqarah:
يَمْحَقُ ٱللَّهُ ٱلْرِّبَوٰاْ وَيُرْبِى ٱلصَّدَقَـٰتِ وَٱللَّهُ لاَ يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ
276. Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah[Yang dimaksud dengan memusnahkan riba ialah memusnahkan harta itu atau meniadakan berkahnya. Dan yang dimaksud dengan menyuburkan sedekah ialah memperkembangkan harta yang telah dikeluarkan sedekahnya atau melipat gandakan berkahnya]. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa[orang-orang yang menghalalkan riba dan tetap melakukannya].
QS.2. Al Baqarah:
يٰأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَذَرُواْ مَا بَقِىَ مِنَ ٱلرِّبَوٰاْ إِن كُنتُمْ مُّؤْمِنِينَ
278. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (jangan diambil yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.
QS.2. Al Baqarah:
فَإِن لَّمْ تَفْعَلُواْ فَأْذَنُواْ بِحَرْبٍ مِّنَ ٱللَّهِ وَرَسُولِهِ وَإِن تُبتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَٰلِكُمْ لاَ تَظْلِمُونَ وَلاَ تُظْلَمُونَ
279. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.
QS.30. Ar Ruum:
وَمَآ ءَاتَيْتُمْ مِّن رِّباً لِّيَرْبُوَاْ فِى أَمْوَالِ ٱلنَّاسِ فَلاَ يَرْبُواْ عِندَ ٱللَّهِ وَمَآ ءاتَيْتُمْ مِّن زَكَوٰةٍ تُرِيدُونَ وَجْهَ ٱللَّهِ فَأُوْلَـٰئِكَ هُمُ ٱلْمُضْعِفُونَ
39. Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).
QS.3. Ali 'Imran:
وَٱلَّذِينَ إِذَا فَعَلُواْ فَـٰحِشَةً أَوْ ظَلَمُوۤاْ أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُواْ ٱللَّهَ فَٱسْتَغْفَرُواْ لِذُنُوبِهِمْ وَمَن يَغْفِرُ ٱلذُّنُوبَ إِلاَّ ٱللَّهُ وَلَمْ يُصِرُّواْ عَلَىٰ مَا فَعَلُواْ وَهُمْ يَعْلَمُونَ
135. Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri[Yang dimaksud perbuatan keji (faahisyah) ialah dosa besar yang mana mudharatnya tidak hanya menimpa diri sendiri tetapi juga orang lain, seperti zina, dan riba. Menganiaya diri sendiri ialah melakukan dosa yang mana mudharatnya hanya menimpa diri sendiri baik yang besar atau kecil], mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.
QS.4. An Nisaa':
وَأَخْذِهِمُ ٱلرِّبَا وَقَدْ نُهُواْ عَنْهُ وَأَكْلِهِمْ أَمْوَٰلَ ٱلنَّاسِ بِٱلْبَـٰطِلِ وَأَعْتَدْنَا لِلْكَـٰفِرِينَ مِنْهُمْ عَذَاباً أَلِيماً
161. dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.
Telah menceritakan kepada kami Adam Telah menceritakan kepada kami Su'bah Telah menceritakan kepada kami 'Aun bin Juhaifah dari bapaknya ia berkata; "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam telah melaknat Al Wasyimah (wanita yang mentato) dan Al Mustausyimah (wanita yang meminta untuk ditato), orang yang memakan riba, dan orang yang memberi dari hasil riba. Dan beliau juga melarang untuk memakan hasil keuntungan dari anjing, dan pelacur. Kemudian beliau juga melaknat para tukang gambar." (No. Hadist: 4928 dari KITAB SHAHIH BUKHARI)
Telah menceritakan kepada kami 'Abdul 'Aziz bin Abdullah telah menceritakan kepada kami Sulaiman dari Tsaur bin Zaid dari Abul Ghaits dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda; "Jauhilah tujuh dosa besar yang membinasakan." Para sahabat bertanya; 'Ya Rasulullah, apa saja tujuh dosa besar yang membinasakan itu? ' Nabi menjawab;
"Menyekutukan Allah,
Sihir,
Membunuh jiwa yang Allah haramkan tanpa alasan yang benar,
Makan riba,
Makan harta anak yatim,
Lari dari medan perang,
dan Menuduh wanita mukmin baik-baik melakukan perzinahan." (No. Hadist: 6351 dari KITAB SHAHIH BUKHARI)
Allah melaknat para pelaku riba dan orang yang terlibat didalamnya
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda : “ Allah melaknat orang yang memakan (hasil) riba, yang memberi makan dengannya, penulisnya, dan dua saksinya jika mereka mengetahuinya” (HR. Imam Muslim dari Abdullah Bin Mas’ud Radiyallahu‘Anhu)
QS.2. Al Baqarah:
ٱلَّذِينَ يَأْكُلُونَ ٱلرِّبَوٰاْ لاَ يَقُومُونَ إِلاَّ كَمَا يَقُومُ ٱلَّذِى يَتَخَبَّطُهُ ٱلشَّيْطَـٰنُ مِنَ ٱلْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوۤاْ إِنَّمَا ٱلْبَيْعُ مِثْلُ ٱلرِّبَوٰاْ وَأَحَلَّ ٱللَّهُ ٱلْبَيْعَ وَحَرَّمَ ٱلرِّبَوٰاْ فَمَن جَآءَهُ مَوْعِظَةٌ مِّنْ رَّبِّهِ فَٱنتَهَىٰ فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى ٱللَّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُوْلَـٰئِكَ أَصْحَـٰبُ ٱلنَّارِ هُمْ فِيهَا خَـٰلِدُونَ
275. Orang-orang yang makan (mengambil) riba[Riba itu ada dua macam: nasiah dan fadhl. Riba nasiah ialah pembayaran lebih yang disyaratkan oleh orang yang meminjamkan. Riba fadhl ialah penukaran suatu barang dengan barang yang sejenis, tetapi lebih banyak jumlahnya karena orang yang menukarkan mensyaratkan demikian, seperti penukaran emas dengan emas, padi dengan padi, dan sebagainya. Riba yang dimaksud dalam ayat ini riba nasiah yang berlipat ganda yang umum terjadi dalam masyarakat Arab zaman jahiliyah] tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila[orang yang mengambil riba tidak tenteram jiwanya seperti orang kemasukan syaitan]. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu[Riba yang sudah diambil (dipungut) sebelum turun ayat ini, boleh tidak dikembalikan] (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.
QS.3. Ali 'Imran:
يَـٰأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لاَ تَأْكُلُواْ ٱلرِّبَا أَضْعَـٰفاً مُّضَـٰعَفَةً وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
130. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda[Yang dimaksud riba di sini ialah riba nasi'ah. Menurut sebagian besar ulama bahwa riba nasi'ah itu selamanya haram, walaupun tidak berlipat ganda] dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.
Riba secara bahasa adalah tambahan, dari firman Allah:
فَإِذَآ أَنزَلْنَا عَلَيْهَا ٱلْمَآءَ ٱهْتَزَّتْ وَرَبَتْ
“ ...Kemudian apabila Kami turunkan air (hujan) diatasnya hiduplah bumi itu dan subur ... “ (Qs. Alhajj : 5) yaitu tambahan.
Adapun secara syar’i : Tambahan didalam akad antara sesuatu yang mewajibkan didalamnya kesamaan (timbangan/takaran –penj) dan adanya tempo didalam akad antara sesuatu yang wajib didalamnya serah terima ditempat “ ( Al Qaulul Mufiid ala Kitabit Tauhid: 320)
Sesungguhnya Riba ada beberapa macam:
1. Riba Dain (riba dalam hutang) Riba ini disebut juga riba jahiliyah, sebab riba jenis inilah yang dilakukan pada masa jahiliyah. Dan riba jenis ini ada dua bentuk.
Pertama : Penambahan harta sebagai denda dari penambahan tempo.
Misalnya : Si A punya hutang kepada si B 10 juta dengan tempo tiga bulan, saat jatuh tempo si A tidak bisa bayar, sehingga temponya ditambah dengan menambah hutangnya menjadi 11 juta.
Kedua : Pinjaman dengan bunga yang dipersyaratkan di awal akad.
Misalnya : Si A hendak berhutang kepada si B. maka si B mensyaratkan diawal akadnya (ketika mau hutang) : kamu saya hutangi 10 juta dengan tempo 3 bulan dengan syarat diganti 11 juta. Hal ini seperti yang banyak terjadi di bank-bank konvensional.
2. Riba Nasi’ah (tempo)
Para ulama menyebutkan bahwa nasi'ah artinya mengakhirkan dan menangguhkan yaitu memberi tambahan pada suatu barang dari dua barang yang ditukar (dijualbelikan) sebagai imbalan dari diakhirkannya pembayaran. Atau lebih jelasnya, apabila batas waktu pembayaran telah tiba dan orang yang berhutang tidak mampu melunasi hutangnya, maka si pemberi hutang menambahkan hutangnya dan mengakhirkan lagi waktu pembayarannya.
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda :
“ Emas dengan emas, perak dengan perak, bur (suatu jenis gandum -penj) dengan bur, sya’ir (suatu jenis gandum -penj) dengan sya’ir, kurma dengan kurma, garam dengan garam harus sama (timbangannya), serah terima ditempat (tangan dengan tangan). Barangsiapa menambah atau meminta tambah maka dia telah terjatuh kedalam riba, yang mengambil dan yang memberi dalam hal ini sama “
(HR. Muslim dari Abu Said Al Khudri Radiyallahu ‘anhu)
Contoh untuk riba nasi’ah :
Tidak boleh menjual atau menukar (barter) 2 kg garam dengan 1 kg kurma, secara nasi’ah (tempo).
Dan untuk lebih jelasnya, ada contoh lainnya:
Seseorang menjual 50 sha’ gandum kepada orang lain dengan 100 sha’ sya’ir (gandum yang masih ada kulitnya) dalam jangka waktu tertentu dengan memperhitungkan tambahan sebagai imbalan dari panjangnya waktu pembayaran. Itulah riba nasi’ah.
Sehingga, jika komoditi yang dipertukarkan berbeda, disyaratkan untuk dilakukan secara kontan. Tidak boleh tertunda. Jika penyerahan salah satu barang tertunda, maka transaksi tersebut terjatuh ke dalam riba nasi’ah.
3. Riba fadhl (tambahan)
Yaitu adanya tafadhul (selisih timbangan) pada dua perkara yang diwajibkan tamatsul (sama) secara syar’i.
Contoh untuk riba fadhl :
Tidak boleh seseorang menukar 1 kg garam dengan dengan 1,5 kg garam, ini namanya riba fadhl. Karena garam termasuk perkara yang diwajibkan secara syar’i tamatsul (kesamaan timbangan) maka tidak boleh adanya tafadhul (selisih timbangan)
Agar bisa menjauh dari riba fadhl dan tidak terjatuh ke dalamnya serta terhindar darinya, maka ada dua syarat yang harus dipenuhi ketika melakukan jual beli barang, yaitu:
1. Kadarnya harus sama.
2. Harus serah terima barang di tempat transaksi sebelum berpisah.
Hal seperti ini yang pernah dicontohkan Rasulullah, SAW dalam hadits berikut:
"Abu Sa’id al-Khudri menuturkan, Bilal mendatangi Nabi dengan membawa kurma yang sangat baik. Nabi saw bertanya, “Dari manakah kurma-kurma ini?” Bilal menjawab, “Kami punya kurma yang kurang baik kualitasnya sehingga aku menukarkan dua takar kurma yg jelek itu dengan satu takar kurma yg baik, agar kami bisa memberikannya kepada Nabi”.
Mendengar ucapan Bilal, Nabi saw bersabda, “Itu riba, seperti itulah hakikat riba..! Jangan lakukan itu...!
Jika kau ingin membeli (menginginkan kurma yang baik), juallah kurmamu terlebih dahulu dan kemudian belilah kurma yang kau inginkan dengan uang hasil penjualan itu”. (HR. Bukhari-Muslim).
--------------------------------------------------
Bab: Larangan Jual-Beli Secara Kredit
Telah menceritakan kepada saya Abu Al Walid telah menceritakan kepada kami Al Laits dari Ibnu Syihab dari Malik bin Aus bahwa dia mendengar 'Umar radliallahu 'anhu dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Jual beli beras dengan beras adalah riba' kecuali begini-begini (kontan, cash), gandum dengan gandum adalah riba' kecuali begini-begini (kontan, cash), kurma dengan kurma adalah riba' kecuali begini-begini (kontan, cash) ". (No. Hadist: 2025 dari KITAB SHAHIH BUKHARI)
Bab: Larangan Jual-Beli On-Line yang Barangnya Belum Ditangan Penjual dan Larangan Oper/Memindahkan Kredit
Telah menceritakan kepada saya Abu Al Walid telah menceritakan kepada kami Syu'bah telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Dinar berkata; Aku mendengar Ibnu 'Umar radliallahu 'anhuma berkata; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Siapa yang membeli makanan janganlah dia menjualnya sebelum dia memegangnya (berada ditangannya secara sah) ". (No. Hadist: 1989 dari KITAB SHAHIH BUKHARI)
Telah menceritakan kepada kami Musa bin Isma'il telah menceritakan kepada kami Wuhaib dari Ibnu Thawus dari bapaknya dari Ibnu 'Abbas radliallahu 'anhuma bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melarang seseorang menjual makanan (yang dibelinya) hingga telah menjadi miliknya secara sah (yang boleh dijual hanyalah barang yang sudah jelas menjadi miliknya secara sah). Aku bertanya kepada Ibnu 'Abbas: "Bagaimana maksudnya?" Dia menjawab: "Hal itu bila dirham dengan dirham dan pembayaran makanannya ditangguhkan". Abu 'Abdullah Al Bukhariy berkata: Murjauna maknanya sama dengan mu'akhkhoruuna, artinya ditangguhkan". (No. Hadist: 1988 dari KITAB SHAHIH BUKHARI)
Hadis riwayat Ibnu Abbas Radhiyallahu’anhu: Bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam bersabda: Barang siapa membeli makanan, janganlah menjualnya sampai ia menerimanya dengan sempurna. (Shahih Muslim No.2807)
Hadis riwayat Barra` bin Azib Radhiyallahu’anhu: Dari Abul Minhal ia berkata: Seorang kawan berserikatku menjual perak dengan cara kredit sampai musim haji lalu ia datang menemuiku dan memberitahukan hal itu. Aku berkata: Itu adalah perkara yang tidak baik. Ia berkata: Tetapi aku telah menjualnya di pasar dan tidak ada seorang pun yang mengingkarinya. Maka aku (Abul Minhal) mendatangi Barra` bin `Azib dan menanyakan hal itu. Ia berkata: Nabi Shallallahu alaihi wassalam tiba di Madinah sementara kami biasa melakukan jual beli seperti itu, lalu beliau bersabda: Selama dengan serah-terima secara langsung, maka tidak apa-apa. Adapun yang dengan cara kredit maka termasuk riba. Temuilah Zaid bin Arqam, karena ia memiliki barang dagangan yang lebih banyak dariku. Aku lalu menemuinya dan menanyakan hal itu. Ia menjawab seperti jawaban Barra`. (Shahih Muslim No.2975)
Bab: Pendapat yang mengatakan "Orang yang membeli sesuatu dengan serampangan (tanpa ditakar) maka ia tidak boleh menjualnya kembali hingga membawanya ke rumahnya.."
Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Bukair telah menceritakan kepada kami Al Laits dari Yunus dari Ibnu Syihab berkata, telah mengabarkan kepada saya Salim bin 'Abdullah bahwa Ibnu 'Umar radliallahu 'anhuma berkata; "Sungguh aku melihat orang-orang yang membeli makanan yang tanpa ditimbang di zaman Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam akan dipukul bila menjualnya kembali di tempat membelinya hingga mereka mengangkutnya kepada kendaraan angkut mereka". (No. Hadist: 1993 dari KITAB SHAHIH BUKHARI)
Bab: Larangan Seseorang Membeli atas Pembelian Orang Lain dan Menawar atas Penawarannya serta Larangan Sistem Najasy
Hadis riwayat Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu: Bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam bersabda: Janganlah seorang muslim menawar atas penawaran saudaranya. (Shahih Muslim No.2788)
Hadis riwayat Ibnu Umar Radhiyallahu’anhu: Bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam melarang sistem penjualan Najasy (meninggikan harga untuk menipu atau mengacaukan harga pasar). (Shahih Muslim No.2792)
Bab: Buruknya Orang yang Berhutang, Belum Lunas hingga Mati
Telah menceritakan kepada kami Abu 'Ashim dari Yazid bin Abi 'Ubaid dari Salamah bin Al Akwa' radliallahu 'anhu bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dihadirkan kepada Beliau satu jenazah agar dishalatkan. Maka Beliau bertanya: "Apakah orang ini punya hutang?" Mereka berkata: "Tidak". Maka Beliau menyolatkan jenazah tersebut. Kemudian didatangkan lagi jenazah lain kepada Beliau, maka Beliau bertanya kembali: "Apakah orang ini punya hutang?" Mereka menjawab: "Ya". Maka Beliau bersabda: "Shalatilah saudaramu ini (Nabi SAW sendiri tidak mau menyolatinya)". Berkata, Abu Qatadah: "Biar nanti aku yang menanggung hutangnya". Maka Beliau shallallahu 'alaihi wasallam menyolatkan jenazah itu (karena hutangnya telah dilunasi). (No. Hadist: 2131 dari KITAB SHAHIH BUKHARI)
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Ruh orang mati itu tergantung dengan hutangnya sampai hutang itu dilunasi untuknya."
(Riwayat Ahmad dan Tirmidzi). Hadits hasan menurut Tirmidzi.
Bab: Menunda Pembayaran bagi orang yang Mampu adalah keZhaliman
Telah menceritakan kepada kami Musaddad telah menceritakan kepada kami 'Abdul A'laa dari Ma'mar dari Hammam bin Munabbih, saudaranya Wahb bin Munabbih bahwa dia mendengar Abu Hurairah radliallahu 'anhu berkata; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Menunda pembayaran hutang bagi orang kaya adalah kezhaliman". (No. Hadist: 2225 dari KITAB SHAHIH BUKHARI)
Keterangan:
Hadits diatas juga menunjukkan larangan untuk kredit barang atau berhutang, padahal ia mampu untuk membayar lunas/cash/kontan.
RIBA YANG BUKAN RIBA
Oleh : Ahmad Sarwat, Lc.,MA
Maksudnya apa nih? Memangnya ada riba yang bukan riba? Bukannya kalau riba ya riba dan haram?
Ada dua kata riba di judul ini. Riba pertama adalah riba yang lagi banyak dibicarakan orang, viral, ngetrend dan eforia. Bahkan jadi semacam gerakan anti riba. Riba kedua adalah riba dalam pengertian para fuqaha, ahli syariah dan hukum ekonomi syariah.
Dan seringkali keduanya tidak singkron. Di level awam yang lagi demam anti riba, sekarang ini apa-apa dibilang riba. E-money riba, cicilan riba, kredit riba, jual-beli riba, titip uang riba, menabung riba, investasi riba, hadiah riba, undian riba.
Kesrempet Bajaj di gang sempit pun sopir Bajajnya diteriakin, "Woy, supir Bajaj, riba luh". Sopir Bajajnya garuk-garuk kepala sambil bengong.
Salah seorang jamaah ibu-ibu kemarin ada yang tanya ke saya, curhat urusan suaminya yang mau kawin lagi diam-diam,"Ustadz, berarti suami saya itu melakukan riba, ya?". Saya bingung, kenapa riba?. Ibu itu menjawab sambil mengepalkan tangan, "Kan istrinya bertambah. Riba itukan bertambah". Walah, riba kok sampai kesitu-situ ya.
* * *
1. Pembayaran Secara Cicilan Kredit Tidak Selalu Riba
Jual-beli itu ada yang pembayarannya tunai dan ada yang ditangguhkan. Apakah gara-gara harga yang ditawarkan berbeda antara tunai dan ditangguhkan terus langsung jadi riba?
Jawabannya tidak juga. Kenali dulu riba itu apa, baru berfatwa. Yang jadi riba itu kalau kita beli sesuatu dengan pembayaran yang ditangguhkan, alias dicicil atau dikredit. Lalu giliran kudu bayar, kita minta ditangguhkan lagi dengan konsekuensi harganya jadi naik. Itu baru riba.
Sedangkan menawarkan suatu barang dengan dua harga, itu mah bukan riba. Kan di pembeli ditawarkan salah satu dari dua opsi. Lalu keduanya sepakat dengan salah satu opsi, misalnya bayarnya ditangguhkan alias dicicil, dengan menyepakati suatu harga, yang beda dengan harga tunai. Jelas halal dan sah-sah saja.
2. Investasi Tidak Selalu Riba
Berinvestasi itu bisa riba tapi bisa juga tidak. Kenali dulu dimana titik ribanya, baru berfawa.
Kalau saya investasi di bisnis milik A senilai 100 juta, lalu disepakati tiap bulan A kudu kasih saya uang 1 juta atau 1% dari uang investasi saya, maka ini jelas riba.
Tapi kalau akadnya diubah menjadi tiap bulan, saya dan A sepakat membagi keuntungan usaha. Berapa pun dari keuntungan itu dan bukan dari nilai investasi saya, saya dapat 10% misalnya, jelas ini bukan riba. Ini namanya bagi hasil.
3. Pembiayaan Tidak Selalu Riba
Kalau saya pinjam uang kepada A 15 juta untuk beli motor, lalu tiap bulan saya kudu membayar cicilan atas hutang uang saya plus bunganya, jelas ini riba.
Tapi kalau saya minta A beli motor seharga 15 juta, lalu minta dia jual motor itu ke saya seharga 20 juta, jelas ini bukan riba. Ini namanya jual-beli dimana dia untung 5 juta. Dan itu halal sebagaimana firman Allah :
وأحل الله البيع وحرم الربا
Dan Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba. (QS. Al-Baqarah : 275)
So, pelajari lebih dalam ilmu fiqih muamalah, biar bisa bedakan mana riba mana bukan riba, biar tidak keliru dalam memvonis riba. Juga agar kita tidak mengharamkan apa-apa yang Allah halalkan.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُحَرِّمُوا طَيِّبَاتِ مَا أَحَلَّ اللَّهُ لَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوا ۚ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. (QS. Al-Maidah : 87)
------------------------------------------
Istilah Perbankan Syariah
MENURUT catatan yang diperoleh dari Bank Indonesia, ada 20 istilah yang biasanya dipakai dalam perbankan syariah.
Akad
Ikatan atau kesepakatan antara nasabah dengan bank yakni pertalian ijab (pernyataan melakukan ikatan) dan kabul (pernyataan menerima ikatan) sesuai dengan kehendak syariat yang berpengaruh pada objek perikatan. Misalnya, akad pembukaan rekening simpanan atau akad pembiayaan.
Mudharabah
Akad yang dilakukan antara pemilik modal (shahibulmal) dengan pengelola (mudharib). Pada saat awal, bagi hasil atau nisbah disepakati. Sedangkan, kerugian ditanggung pemilik modal.
Musyarakah
Akad antara dua pemilik modal atau lebih untuk menyatukan modalnya pada usaha tertentu. Sedangkan, pelaksanaannya bisa ditunjuk salah satu dari mereka. Akad ini diterapkan pada usaha/proyek yang sebagiannya dibiayai oleh lembaga keuangan. Sedangkan, selebihnya dibiayai oleh nasabah.
Distribusi Bagi Hasil
Pembagian keuntungan bank syariah kepada nasabah simpanan berdasarkan nisbah yang disepakati setiap bulannya. Bagi hasil yang diperoleh tergantung jumlah dan jangka waktu simpanan serta pendapatan bank pada periode tersebut. Besarnya bagi hasil dihitung berdasarkan pendapatan bank (revenue) sehingga nasabah pasti memperoleh bagi hasil dan tidak kehilangan pokok simpanannya.
Nisbah
Porsi bagi hasil antara nasabah dan bank atas transaksi pendanaan dan pembiayaan dengan akad bagi hasil (mudharabah dan musyarakah).
Bai'almuthlaq
Jual beli biasa yaitu penukaran barang dengan uang. Uang berperan sebagai alat ukur. Bai'almuthlaq dilakukan untuk pelaksanaan jual beli barang keperluan kantor (fixed assets). Jual beli seperti ini menjiwai semua produk yang didasarkan pada transaksi jual beli.
Sharf
Jual beli mata uang asing yang saling berbeda seperti rupiah dengan dollar, dollar dengan yen. Sharf dilakukan dalam bentuk bank notes dan transfer, menggunakan nilai kurs yang berlaku pada saat transaksi.
Muqayyad
Jual beli dengan pertukaran yang terjadi antara barang dengan barang atau barter. Jual beli semacam ini dilakukan sebagai jalan keluar bagi ekspor yang tidak bisa menghasilkan mata uang asing (valas).
Murabahah
Akad jual beli tempat harga dan keuntungan disepakati antara penjual dan pembeli. Jenis dan jumlah barang juga dijelaskan rinci. Barang diserahkan setelah akad jual beli dan pembayaran bisa dilakukan secara mengangsur atau mencicil atau sekaligus.
Salam
Jual beli dengan cara pemesanan. Pembeli memberikan uang terlebih dahulu terhadap barang yang telah disebutkan spesifikasinya. Lalu, barang dikirim kemudian.
Salam biasanya dipergunakan untuk produk pertanian jangka pendek. Dalam hal ini lembaga keuangan bertindak sebagai pembeli produk dan memberikan uangnya lebih dulu. Sedangkan, nasabah menggunakan uang itu sebagai modal untuk mengelola pertaniannya.
Istishna'
Jual beli barang dalam bentuk pemesanan pembuatan barang berdasarkan persyaratan serta kriteria tertentu. Sedangkan, pola pembayaran dapat dilakukan sesuai kesepakatan (dapat dilakukan di depan atau pada saat pengiriman barang).
Mudharabah Muqayyadah
Akad yang dilakukan antara pemilik modal untuk usaha yang ditentukan oleh pemilik modal (shahibumal) dengan pengelola (mudharib). Nisbah atau bagi hasil disepakati di awal untuk dibagi bersama. Sedangkan, kerugian ditanggung oleh pemilik modal. Dalam terminologi bank syariah, hal ini disebut special investment.
Musyarakah Mutanaqisah
Akad antara dua pihak atau lebih yang berserikat atau berkongsi terhadap suatu barang. Lalu, salah satu pihak membeli bagian pihak lain secara bertahap.
Akad ini diterapkan pada pembiayaan proyek oleh lembaga keuangan dengan nasabah atau lembaga keuangan lainnya. Dalam hal ini, bagian lembaga keuangan secara bertahap dibeli pihak lainnya dengan cara mencicil. Akad ini juga terjadi pada mudharabah yang modal pokoknya dicicil. Sedangkan, usaha itu berjalan terus dengan modal yang tetap.
Wadi'ah
Akad yang terjadi antara dua pihak. Pihak pertama menitipkan suatu barang kepada pihak kedua. Lembaga keuangan menerapkan akad ini pada rekening giro.
Wakalah
Akad perwakilan antara satu pihak kepada pihak lainnya. Wakalah biasanya diterapkan untuk pembuatan letter of credit (L/C) atas pembelian barang di luar negeri atau penerusan permintaan.
Ijarah
Aka sewa menyewa barang antara kedua belah pihak untuk memperoleh manfaat atas barang yang disewa. Akad sewa yang terjadi antara lembaga keuangan (pemilik barang) dengan nasabah (penyewa) dengan cicilan sewa yang sudah termasuk cicilan pokok harga barang. Sehingga, pada akhir masa perjanjian, penyewa dapat membeli barang tersebut dengan sisa harga yang kecil atau diberikan saja oleh bank. Karena itu, biasanya ijarah dinamai "al ijarah waliqina" atau "al ijarah alMuntahia Bittamilik".
Kafalah
Akad jaminan satu pihak kepada kepada pihak lain. Dalam lembaga keuangan, biasanya, digunakan untuk membuat garansi atas suatu proyek (performance bond), partisipasi dalam tender (tender bond), atau pembayaran lebih dulu (advance payment bond).
Hawalah
Akad pemindahan utang/piutang suatu pihak kepada pihak lain. Dalam lembaga keuangan, hawalah, diterapkan pada fasilitas tambahan kepada nasabah pembiayaan yang ingin menjual produknya kepada pembeli dengan jaminan pembayaran dari pembeli tersebut dalam bentuk giro mundur. Ini lazim disebut post date check namun disesuaikan dengan prinsip-prinsip syariah.
Rahn
Akad menggadaikan barang dari satu pihak kepada pihak lain dengan uang sebagai penggantinya. Akad ini digunakan sebagai sebagai akad tambahan pada pembiayaan yang berisiko dan memerlukan jaminan tambahan. Lembaga keuangan tidak menarik manfaat apapun kecuali biaya pemeliharaan atau keamanan barang tersebut.
Qard
Pembiayaan kepada nasabah untuk dana talangan segera dalam jangka waktu yang relatif pendek dan dana tersebut akan dikembalikan secepatnya sejumlah uang yang digunakan. Dalam transaksi ini, nasabah hanya mengembalikan pokok.
يَمْحَقُ ٱللَّهُ ٱلْرِّبَوٰاْ وَيُرْبِى ٱلصَّدَقَـٰتِ وَٱللَّهُ لاَ يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ
276. Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah[Yang dimaksud dengan memusnahkan riba ialah memusnahkan harta itu atau meniadakan berkahnya. Dan yang dimaksud dengan menyuburkan sedekah ialah memperkembangkan harta yang telah dikeluarkan sedekahnya atau melipat gandakan berkahnya]. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa[orang-orang yang menghalalkan riba dan tetap melakukannya].
QS.2. Al Baqarah:
يٰأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَذَرُواْ مَا بَقِىَ مِنَ ٱلرِّبَوٰاْ إِن كُنتُمْ مُّؤْمِنِينَ
278. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (jangan diambil yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.
QS.2. Al Baqarah:
فَإِن لَّمْ تَفْعَلُواْ فَأْذَنُواْ بِحَرْبٍ مِّنَ ٱللَّهِ وَرَسُولِهِ وَإِن تُبتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَٰلِكُمْ لاَ تَظْلِمُونَ وَلاَ تُظْلَمُونَ
279. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.
QS.30. Ar Ruum:
وَمَآ ءَاتَيْتُمْ مِّن رِّباً لِّيَرْبُوَاْ فِى أَمْوَالِ ٱلنَّاسِ فَلاَ يَرْبُواْ عِندَ ٱللَّهِ وَمَآ ءاتَيْتُمْ مِّن زَكَوٰةٍ تُرِيدُونَ وَجْهَ ٱللَّهِ فَأُوْلَـٰئِكَ هُمُ ٱلْمُضْعِفُونَ
39. Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).
QS.3. Ali 'Imran:
وَٱلَّذِينَ إِذَا فَعَلُواْ فَـٰحِشَةً أَوْ ظَلَمُوۤاْ أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُواْ ٱللَّهَ فَٱسْتَغْفَرُواْ لِذُنُوبِهِمْ وَمَن يَغْفِرُ ٱلذُّنُوبَ إِلاَّ ٱللَّهُ وَلَمْ يُصِرُّواْ عَلَىٰ مَا فَعَلُواْ وَهُمْ يَعْلَمُونَ
135. Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri[Yang dimaksud perbuatan keji (faahisyah) ialah dosa besar yang mana mudharatnya tidak hanya menimpa diri sendiri tetapi juga orang lain, seperti zina, dan riba. Menganiaya diri sendiri ialah melakukan dosa yang mana mudharatnya hanya menimpa diri sendiri baik yang besar atau kecil], mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.
QS.4. An Nisaa':
وَأَخْذِهِمُ ٱلرِّبَا وَقَدْ نُهُواْ عَنْهُ وَأَكْلِهِمْ أَمْوَٰلَ ٱلنَّاسِ بِٱلْبَـٰطِلِ وَأَعْتَدْنَا لِلْكَـٰفِرِينَ مِنْهُمْ عَذَاباً أَلِيماً
161. dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.
Telah menceritakan kepada kami Adam Telah menceritakan kepada kami Su'bah Telah menceritakan kepada kami 'Aun bin Juhaifah dari bapaknya ia berkata; "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam telah melaknat Al Wasyimah (wanita yang mentato) dan Al Mustausyimah (wanita yang meminta untuk ditato), orang yang memakan riba, dan orang yang memberi dari hasil riba. Dan beliau juga melarang untuk memakan hasil keuntungan dari anjing, dan pelacur. Kemudian beliau juga melaknat para tukang gambar." (No. Hadist: 4928 dari KITAB SHAHIH BUKHARI)
Telah menceritakan kepada kami 'Abdul 'Aziz bin Abdullah telah menceritakan kepada kami Sulaiman dari Tsaur bin Zaid dari Abul Ghaits dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda; "Jauhilah tujuh dosa besar yang membinasakan." Para sahabat bertanya; 'Ya Rasulullah, apa saja tujuh dosa besar yang membinasakan itu? ' Nabi menjawab;
"Menyekutukan Allah,
Sihir,
Membunuh jiwa yang Allah haramkan tanpa alasan yang benar,
Makan riba,
Makan harta anak yatim,
Lari dari medan perang,
dan Menuduh wanita mukmin baik-baik melakukan perzinahan." (No. Hadist: 6351 dari KITAB SHAHIH BUKHARI)
Allah melaknat para pelaku riba dan orang yang terlibat didalamnya
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda : “ Allah melaknat orang yang memakan (hasil) riba, yang memberi makan dengannya, penulisnya, dan dua saksinya jika mereka mengetahuinya” (HR. Imam Muslim dari Abdullah Bin Mas’ud Radiyallahu‘Anhu)
QS.2. Al Baqarah:
ٱلَّذِينَ يَأْكُلُونَ ٱلرِّبَوٰاْ لاَ يَقُومُونَ إِلاَّ كَمَا يَقُومُ ٱلَّذِى يَتَخَبَّطُهُ ٱلشَّيْطَـٰنُ مِنَ ٱلْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوۤاْ إِنَّمَا ٱلْبَيْعُ مِثْلُ ٱلرِّبَوٰاْ وَأَحَلَّ ٱللَّهُ ٱلْبَيْعَ وَحَرَّمَ ٱلرِّبَوٰاْ فَمَن جَآءَهُ مَوْعِظَةٌ مِّنْ رَّبِّهِ فَٱنتَهَىٰ فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى ٱللَّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُوْلَـٰئِكَ أَصْحَـٰبُ ٱلنَّارِ هُمْ فِيهَا خَـٰلِدُونَ
275. Orang-orang yang makan (mengambil) riba[Riba itu ada dua macam: nasiah dan fadhl. Riba nasiah ialah pembayaran lebih yang disyaratkan oleh orang yang meminjamkan. Riba fadhl ialah penukaran suatu barang dengan barang yang sejenis, tetapi lebih banyak jumlahnya karena orang yang menukarkan mensyaratkan demikian, seperti penukaran emas dengan emas, padi dengan padi, dan sebagainya. Riba yang dimaksud dalam ayat ini riba nasiah yang berlipat ganda yang umum terjadi dalam masyarakat Arab zaman jahiliyah] tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila[orang yang mengambil riba tidak tenteram jiwanya seperti orang kemasukan syaitan]. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu[Riba yang sudah diambil (dipungut) sebelum turun ayat ini, boleh tidak dikembalikan] (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.
QS.3. Ali 'Imran:
يَـٰأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لاَ تَأْكُلُواْ ٱلرِّبَا أَضْعَـٰفاً مُّضَـٰعَفَةً وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
130. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda[Yang dimaksud riba di sini ialah riba nasi'ah. Menurut sebagian besar ulama bahwa riba nasi'ah itu selamanya haram, walaupun tidak berlipat ganda] dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.
Riba secara bahasa adalah tambahan, dari firman Allah:
فَإِذَآ أَنزَلْنَا عَلَيْهَا ٱلْمَآءَ ٱهْتَزَّتْ وَرَبَتْ
“ ...Kemudian apabila Kami turunkan air (hujan) diatasnya hiduplah bumi itu dan subur ... “ (Qs. Alhajj : 5) yaitu tambahan.
Adapun secara syar’i : Tambahan didalam akad antara sesuatu yang mewajibkan didalamnya kesamaan (timbangan/takaran –penj) dan adanya tempo didalam akad antara sesuatu yang wajib didalamnya serah terima ditempat “ ( Al Qaulul Mufiid ala Kitabit Tauhid: 320)
Sesungguhnya Riba ada beberapa macam:
1. Riba Dain (riba dalam hutang) Riba ini disebut juga riba jahiliyah, sebab riba jenis inilah yang dilakukan pada masa jahiliyah. Dan riba jenis ini ada dua bentuk.
Pertama : Penambahan harta sebagai denda dari penambahan tempo.
Misalnya : Si A punya hutang kepada si B 10 juta dengan tempo tiga bulan, saat jatuh tempo si A tidak bisa bayar, sehingga temponya ditambah dengan menambah hutangnya menjadi 11 juta.
Kedua : Pinjaman dengan bunga yang dipersyaratkan di awal akad.
Misalnya : Si A hendak berhutang kepada si B. maka si B mensyaratkan diawal akadnya (ketika mau hutang) : kamu saya hutangi 10 juta dengan tempo 3 bulan dengan syarat diganti 11 juta. Hal ini seperti yang banyak terjadi di bank-bank konvensional.
2. Riba Nasi’ah (tempo)
Para ulama menyebutkan bahwa nasi'ah artinya mengakhirkan dan menangguhkan yaitu memberi tambahan pada suatu barang dari dua barang yang ditukar (dijualbelikan) sebagai imbalan dari diakhirkannya pembayaran. Atau lebih jelasnya, apabila batas waktu pembayaran telah tiba dan orang yang berhutang tidak mampu melunasi hutangnya, maka si pemberi hutang menambahkan hutangnya dan mengakhirkan lagi waktu pembayarannya.
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda :
“ Emas dengan emas, perak dengan perak, bur (suatu jenis gandum -penj) dengan bur, sya’ir (suatu jenis gandum -penj) dengan sya’ir, kurma dengan kurma, garam dengan garam harus sama (timbangannya), serah terima ditempat (tangan dengan tangan). Barangsiapa menambah atau meminta tambah maka dia telah terjatuh kedalam riba, yang mengambil dan yang memberi dalam hal ini sama “
(HR. Muslim dari Abu Said Al Khudri Radiyallahu ‘anhu)
Contoh untuk riba nasi’ah :
Tidak boleh menjual atau menukar (barter) 2 kg garam dengan 1 kg kurma, secara nasi’ah (tempo).
Dan untuk lebih jelasnya, ada contoh lainnya:
Seseorang menjual 50 sha’ gandum kepada orang lain dengan 100 sha’ sya’ir (gandum yang masih ada kulitnya) dalam jangka waktu tertentu dengan memperhitungkan tambahan sebagai imbalan dari panjangnya waktu pembayaran. Itulah riba nasi’ah.
Sehingga, jika komoditi yang dipertukarkan berbeda, disyaratkan untuk dilakukan secara kontan. Tidak boleh tertunda. Jika penyerahan salah satu barang tertunda, maka transaksi tersebut terjatuh ke dalam riba nasi’ah.
3. Riba fadhl (tambahan)
Yaitu adanya tafadhul (selisih timbangan) pada dua perkara yang diwajibkan tamatsul (sama) secara syar’i.
Contoh untuk riba fadhl :
Tidak boleh seseorang menukar 1 kg garam dengan dengan 1,5 kg garam, ini namanya riba fadhl. Karena garam termasuk perkara yang diwajibkan secara syar’i tamatsul (kesamaan timbangan) maka tidak boleh adanya tafadhul (selisih timbangan)
Agar bisa menjauh dari riba fadhl dan tidak terjatuh ke dalamnya serta terhindar darinya, maka ada dua syarat yang harus dipenuhi ketika melakukan jual beli barang, yaitu:
1. Kadarnya harus sama.
2. Harus serah terima barang di tempat transaksi sebelum berpisah.
Hal seperti ini yang pernah dicontohkan Rasulullah, SAW dalam hadits berikut:
"Abu Sa’id al-Khudri menuturkan, Bilal mendatangi Nabi dengan membawa kurma yang sangat baik. Nabi saw bertanya, “Dari manakah kurma-kurma ini?” Bilal menjawab, “Kami punya kurma yang kurang baik kualitasnya sehingga aku menukarkan dua takar kurma yg jelek itu dengan satu takar kurma yg baik, agar kami bisa memberikannya kepada Nabi”.
Mendengar ucapan Bilal, Nabi saw bersabda, “Itu riba, seperti itulah hakikat riba..! Jangan lakukan itu...!
Jika kau ingin membeli (menginginkan kurma yang baik), juallah kurmamu terlebih dahulu dan kemudian belilah kurma yang kau inginkan dengan uang hasil penjualan itu”. (HR. Bukhari-Muslim).
--------------------------------------------------
Bab: Larangan Jual-Beli Secara Kredit
Telah menceritakan kepada saya Abu Al Walid telah menceritakan kepada kami Al Laits dari Ibnu Syihab dari Malik bin Aus bahwa dia mendengar 'Umar radliallahu 'anhu dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Jual beli beras dengan beras adalah riba' kecuali begini-begini (kontan, cash), gandum dengan gandum adalah riba' kecuali begini-begini (kontan, cash), kurma dengan kurma adalah riba' kecuali begini-begini (kontan, cash) ". (No. Hadist: 2025 dari KITAB SHAHIH BUKHARI)
Bab: Larangan Jual-Beli On-Line yang Barangnya Belum Ditangan Penjual dan Larangan Oper/Memindahkan Kredit
Telah menceritakan kepada saya Abu Al Walid telah menceritakan kepada kami Syu'bah telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Dinar berkata; Aku mendengar Ibnu 'Umar radliallahu 'anhuma berkata; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Siapa yang membeli makanan janganlah dia menjualnya sebelum dia memegangnya (berada ditangannya secara sah) ". (No. Hadist: 1989 dari KITAB SHAHIH BUKHARI)
Telah menceritakan kepada kami Musa bin Isma'il telah menceritakan kepada kami Wuhaib dari Ibnu Thawus dari bapaknya dari Ibnu 'Abbas radliallahu 'anhuma bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melarang seseorang menjual makanan (yang dibelinya) hingga telah menjadi miliknya secara sah (yang boleh dijual hanyalah barang yang sudah jelas menjadi miliknya secara sah). Aku bertanya kepada Ibnu 'Abbas: "Bagaimana maksudnya?" Dia menjawab: "Hal itu bila dirham dengan dirham dan pembayaran makanannya ditangguhkan". Abu 'Abdullah Al Bukhariy berkata: Murjauna maknanya sama dengan mu'akhkhoruuna, artinya ditangguhkan". (No. Hadist: 1988 dari KITAB SHAHIH BUKHARI)
Hadis riwayat Ibnu Abbas Radhiyallahu’anhu: Bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam bersabda: Barang siapa membeli makanan, janganlah menjualnya sampai ia menerimanya dengan sempurna. (Shahih Muslim No.2807)
Hadis riwayat Barra` bin Azib Radhiyallahu’anhu: Dari Abul Minhal ia berkata: Seorang kawan berserikatku menjual perak dengan cara kredit sampai musim haji lalu ia datang menemuiku dan memberitahukan hal itu. Aku berkata: Itu adalah perkara yang tidak baik. Ia berkata: Tetapi aku telah menjualnya di pasar dan tidak ada seorang pun yang mengingkarinya. Maka aku (Abul Minhal) mendatangi Barra` bin `Azib dan menanyakan hal itu. Ia berkata: Nabi Shallallahu alaihi wassalam tiba di Madinah sementara kami biasa melakukan jual beli seperti itu, lalu beliau bersabda: Selama dengan serah-terima secara langsung, maka tidak apa-apa. Adapun yang dengan cara kredit maka termasuk riba. Temuilah Zaid bin Arqam, karena ia memiliki barang dagangan yang lebih banyak dariku. Aku lalu menemuinya dan menanyakan hal itu. Ia menjawab seperti jawaban Barra`. (Shahih Muslim No.2975)
Bab: Pendapat yang mengatakan "Orang yang membeli sesuatu dengan serampangan (tanpa ditakar) maka ia tidak boleh menjualnya kembali hingga membawanya ke rumahnya.."
Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Bukair telah menceritakan kepada kami Al Laits dari Yunus dari Ibnu Syihab berkata, telah mengabarkan kepada saya Salim bin 'Abdullah bahwa Ibnu 'Umar radliallahu 'anhuma berkata; "Sungguh aku melihat orang-orang yang membeli makanan yang tanpa ditimbang di zaman Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam akan dipukul bila menjualnya kembali di tempat membelinya hingga mereka mengangkutnya kepada kendaraan angkut mereka". (No. Hadist: 1993 dari KITAB SHAHIH BUKHARI)
Bab: Larangan Seseorang Membeli atas Pembelian Orang Lain dan Menawar atas Penawarannya serta Larangan Sistem Najasy
Hadis riwayat Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu: Bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam bersabda: Janganlah seorang muslim menawar atas penawaran saudaranya. (Shahih Muslim No.2788)
Hadis riwayat Ibnu Umar Radhiyallahu’anhu: Bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam melarang sistem penjualan Najasy (meninggikan harga untuk menipu atau mengacaukan harga pasar). (Shahih Muslim No.2792)
Bab: Buruknya Orang yang Berhutang, Belum Lunas hingga Mati
Telah menceritakan kepada kami Abu 'Ashim dari Yazid bin Abi 'Ubaid dari Salamah bin Al Akwa' radliallahu 'anhu bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dihadirkan kepada Beliau satu jenazah agar dishalatkan. Maka Beliau bertanya: "Apakah orang ini punya hutang?" Mereka berkata: "Tidak". Maka Beliau menyolatkan jenazah tersebut. Kemudian didatangkan lagi jenazah lain kepada Beliau, maka Beliau bertanya kembali: "Apakah orang ini punya hutang?" Mereka menjawab: "Ya". Maka Beliau bersabda: "Shalatilah saudaramu ini (Nabi SAW sendiri tidak mau menyolatinya)". Berkata, Abu Qatadah: "Biar nanti aku yang menanggung hutangnya". Maka Beliau shallallahu 'alaihi wasallam menyolatkan jenazah itu (karena hutangnya telah dilunasi). (No. Hadist: 2131 dari KITAB SHAHIH BUKHARI)
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Ruh orang mati itu tergantung dengan hutangnya sampai hutang itu dilunasi untuknya."
(Riwayat Ahmad dan Tirmidzi). Hadits hasan menurut Tirmidzi.
Bab: Menunda Pembayaran bagi orang yang Mampu adalah keZhaliman
Telah menceritakan kepada kami Musaddad telah menceritakan kepada kami 'Abdul A'laa dari Ma'mar dari Hammam bin Munabbih, saudaranya Wahb bin Munabbih bahwa dia mendengar Abu Hurairah radliallahu 'anhu berkata; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Menunda pembayaran hutang bagi orang kaya adalah kezhaliman". (No. Hadist: 2225 dari KITAB SHAHIH BUKHARI)
Keterangan:
Hadits diatas juga menunjukkan larangan untuk kredit barang atau berhutang, padahal ia mampu untuk membayar lunas/cash/kontan.
RIBA YANG BUKAN RIBA
Oleh : Ahmad Sarwat, Lc.,MA
Maksudnya apa nih? Memangnya ada riba yang bukan riba? Bukannya kalau riba ya riba dan haram?
Ada dua kata riba di judul ini. Riba pertama adalah riba yang lagi banyak dibicarakan orang, viral, ngetrend dan eforia. Bahkan jadi semacam gerakan anti riba. Riba kedua adalah riba dalam pengertian para fuqaha, ahli syariah dan hukum ekonomi syariah.
Dan seringkali keduanya tidak singkron. Di level awam yang lagi demam anti riba, sekarang ini apa-apa dibilang riba. E-money riba, cicilan riba, kredit riba, jual-beli riba, titip uang riba, menabung riba, investasi riba, hadiah riba, undian riba.
Kesrempet Bajaj di gang sempit pun sopir Bajajnya diteriakin, "Woy, supir Bajaj, riba luh". Sopir Bajajnya garuk-garuk kepala sambil bengong.
Salah seorang jamaah ibu-ibu kemarin ada yang tanya ke saya, curhat urusan suaminya yang mau kawin lagi diam-diam,"Ustadz, berarti suami saya itu melakukan riba, ya?". Saya bingung, kenapa riba?. Ibu itu menjawab sambil mengepalkan tangan, "Kan istrinya bertambah. Riba itukan bertambah". Walah, riba kok sampai kesitu-situ ya.
* * *
1. Pembayaran Secara Cicilan Kredit Tidak Selalu Riba
Jual-beli itu ada yang pembayarannya tunai dan ada yang ditangguhkan. Apakah gara-gara harga yang ditawarkan berbeda antara tunai dan ditangguhkan terus langsung jadi riba?
Jawabannya tidak juga. Kenali dulu riba itu apa, baru berfatwa. Yang jadi riba itu kalau kita beli sesuatu dengan pembayaran yang ditangguhkan, alias dicicil atau dikredit. Lalu giliran kudu bayar, kita minta ditangguhkan lagi dengan konsekuensi harganya jadi naik. Itu baru riba.
Sedangkan menawarkan suatu barang dengan dua harga, itu mah bukan riba. Kan di pembeli ditawarkan salah satu dari dua opsi. Lalu keduanya sepakat dengan salah satu opsi, misalnya bayarnya ditangguhkan alias dicicil, dengan menyepakati suatu harga, yang beda dengan harga tunai. Jelas halal dan sah-sah saja.
2. Investasi Tidak Selalu Riba
Berinvestasi itu bisa riba tapi bisa juga tidak. Kenali dulu dimana titik ribanya, baru berfawa.
Kalau saya investasi di bisnis milik A senilai 100 juta, lalu disepakati tiap bulan A kudu kasih saya uang 1 juta atau 1% dari uang investasi saya, maka ini jelas riba.
Tapi kalau akadnya diubah menjadi tiap bulan, saya dan A sepakat membagi keuntungan usaha. Berapa pun dari keuntungan itu dan bukan dari nilai investasi saya, saya dapat 10% misalnya, jelas ini bukan riba. Ini namanya bagi hasil.
3. Pembiayaan Tidak Selalu Riba
Kalau saya pinjam uang kepada A 15 juta untuk beli motor, lalu tiap bulan saya kudu membayar cicilan atas hutang uang saya plus bunganya, jelas ini riba.
Tapi kalau saya minta A beli motor seharga 15 juta, lalu minta dia jual motor itu ke saya seharga 20 juta, jelas ini bukan riba. Ini namanya jual-beli dimana dia untung 5 juta. Dan itu halal sebagaimana firman Allah :
وأحل الله البيع وحرم الربا
Dan Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba. (QS. Al-Baqarah : 275)
So, pelajari lebih dalam ilmu fiqih muamalah, biar bisa bedakan mana riba mana bukan riba, biar tidak keliru dalam memvonis riba. Juga agar kita tidak mengharamkan apa-apa yang Allah halalkan.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُحَرِّمُوا طَيِّبَاتِ مَا أَحَلَّ اللَّهُ لَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوا ۚ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. (QS. Al-Maidah : 87)
------------------------------------------
Istilah Perbankan Syariah
MENURUT catatan yang diperoleh dari Bank Indonesia, ada 20 istilah yang biasanya dipakai dalam perbankan syariah.
Akad
Ikatan atau kesepakatan antara nasabah dengan bank yakni pertalian ijab (pernyataan melakukan ikatan) dan kabul (pernyataan menerima ikatan) sesuai dengan kehendak syariat yang berpengaruh pada objek perikatan. Misalnya, akad pembukaan rekening simpanan atau akad pembiayaan.
Mudharabah
Akad yang dilakukan antara pemilik modal (shahibulmal) dengan pengelola (mudharib). Pada saat awal, bagi hasil atau nisbah disepakati. Sedangkan, kerugian ditanggung pemilik modal.
Musyarakah
Akad antara dua pemilik modal atau lebih untuk menyatukan modalnya pada usaha tertentu. Sedangkan, pelaksanaannya bisa ditunjuk salah satu dari mereka. Akad ini diterapkan pada usaha/proyek yang sebagiannya dibiayai oleh lembaga keuangan. Sedangkan, selebihnya dibiayai oleh nasabah.
Distribusi Bagi Hasil
Pembagian keuntungan bank syariah kepada nasabah simpanan berdasarkan nisbah yang disepakati setiap bulannya. Bagi hasil yang diperoleh tergantung jumlah dan jangka waktu simpanan serta pendapatan bank pada periode tersebut. Besarnya bagi hasil dihitung berdasarkan pendapatan bank (revenue) sehingga nasabah pasti memperoleh bagi hasil dan tidak kehilangan pokok simpanannya.
Nisbah
Porsi bagi hasil antara nasabah dan bank atas transaksi pendanaan dan pembiayaan dengan akad bagi hasil (mudharabah dan musyarakah).
Bai'almuthlaq
Jual beli biasa yaitu penukaran barang dengan uang. Uang berperan sebagai alat ukur. Bai'almuthlaq dilakukan untuk pelaksanaan jual beli barang keperluan kantor (fixed assets). Jual beli seperti ini menjiwai semua produk yang didasarkan pada transaksi jual beli.
Sharf
Jual beli mata uang asing yang saling berbeda seperti rupiah dengan dollar, dollar dengan yen. Sharf dilakukan dalam bentuk bank notes dan transfer, menggunakan nilai kurs yang berlaku pada saat transaksi.
Muqayyad
Jual beli dengan pertukaran yang terjadi antara barang dengan barang atau barter. Jual beli semacam ini dilakukan sebagai jalan keluar bagi ekspor yang tidak bisa menghasilkan mata uang asing (valas).
Murabahah
Akad jual beli tempat harga dan keuntungan disepakati antara penjual dan pembeli. Jenis dan jumlah barang juga dijelaskan rinci. Barang diserahkan setelah akad jual beli dan pembayaran bisa dilakukan secara mengangsur atau mencicil atau sekaligus.
Salam
Jual beli dengan cara pemesanan. Pembeli memberikan uang terlebih dahulu terhadap barang yang telah disebutkan spesifikasinya. Lalu, barang dikirim kemudian.
Salam biasanya dipergunakan untuk produk pertanian jangka pendek. Dalam hal ini lembaga keuangan bertindak sebagai pembeli produk dan memberikan uangnya lebih dulu. Sedangkan, nasabah menggunakan uang itu sebagai modal untuk mengelola pertaniannya.
Istishna'
Jual beli barang dalam bentuk pemesanan pembuatan barang berdasarkan persyaratan serta kriteria tertentu. Sedangkan, pola pembayaran dapat dilakukan sesuai kesepakatan (dapat dilakukan di depan atau pada saat pengiriman barang).
Mudharabah Muqayyadah
Akad yang dilakukan antara pemilik modal untuk usaha yang ditentukan oleh pemilik modal (shahibumal) dengan pengelola (mudharib). Nisbah atau bagi hasil disepakati di awal untuk dibagi bersama. Sedangkan, kerugian ditanggung oleh pemilik modal. Dalam terminologi bank syariah, hal ini disebut special investment.
Musyarakah Mutanaqisah
Akad antara dua pihak atau lebih yang berserikat atau berkongsi terhadap suatu barang. Lalu, salah satu pihak membeli bagian pihak lain secara bertahap.
Akad ini diterapkan pada pembiayaan proyek oleh lembaga keuangan dengan nasabah atau lembaga keuangan lainnya. Dalam hal ini, bagian lembaga keuangan secara bertahap dibeli pihak lainnya dengan cara mencicil. Akad ini juga terjadi pada mudharabah yang modal pokoknya dicicil. Sedangkan, usaha itu berjalan terus dengan modal yang tetap.
Wadi'ah
Akad yang terjadi antara dua pihak. Pihak pertama menitipkan suatu barang kepada pihak kedua. Lembaga keuangan menerapkan akad ini pada rekening giro.
Wakalah
Akad perwakilan antara satu pihak kepada pihak lainnya. Wakalah biasanya diterapkan untuk pembuatan letter of credit (L/C) atas pembelian barang di luar negeri atau penerusan permintaan.
Ijarah
Aka sewa menyewa barang antara kedua belah pihak untuk memperoleh manfaat atas barang yang disewa. Akad sewa yang terjadi antara lembaga keuangan (pemilik barang) dengan nasabah (penyewa) dengan cicilan sewa yang sudah termasuk cicilan pokok harga barang. Sehingga, pada akhir masa perjanjian, penyewa dapat membeli barang tersebut dengan sisa harga yang kecil atau diberikan saja oleh bank. Karena itu, biasanya ijarah dinamai "al ijarah waliqina" atau "al ijarah alMuntahia Bittamilik".
Kafalah
Akad jaminan satu pihak kepada kepada pihak lain. Dalam lembaga keuangan, biasanya, digunakan untuk membuat garansi atas suatu proyek (performance bond), partisipasi dalam tender (tender bond), atau pembayaran lebih dulu (advance payment bond).
Hawalah
Akad pemindahan utang/piutang suatu pihak kepada pihak lain. Dalam lembaga keuangan, hawalah, diterapkan pada fasilitas tambahan kepada nasabah pembiayaan yang ingin menjual produknya kepada pembeli dengan jaminan pembayaran dari pembeli tersebut dalam bentuk giro mundur. Ini lazim disebut post date check namun disesuaikan dengan prinsip-prinsip syariah.
Rahn
Akad menggadaikan barang dari satu pihak kepada pihak lain dengan uang sebagai penggantinya. Akad ini digunakan sebagai sebagai akad tambahan pada pembiayaan yang berisiko dan memerlukan jaminan tambahan. Lembaga keuangan tidak menarik manfaat apapun kecuali biaya pemeliharaan atau keamanan barang tersebut.
Qard
Pembiayaan kepada nasabah untuk dana talangan segera dalam jangka waktu yang relatif pendek dan dana tersebut akan dikembalikan secepatnya sejumlah uang yang digunakan. Dalam transaksi ini, nasabah hanya mengembalikan pokok.
Assalamu'alaikum,,,, ijin copy paste ya Pa Ustadz. biar bisa ikutan dakwah & disebarkan melalui Blog Ane juga.
BalasHapusWa 'alaikumussalam ... Silahkan Gan, silahkan copy paste, bebas ...
Hapus