Perintah
Hijrah, Ali di Tempat Tidur Nabi, Di Gua Thaur, Berangkat Ke Yathrib,
Cerita Suraqa B. Ju'syum, Muslimin
Medinah Menantikan Kedatangan Rasul, Islam di
Yathrib, Muhammad Memasuki Medinah
Perintah Hijrah ▲
RENCANA Quraisy akan membunuh Muhammad pada malam hari,
karena dikuatirkan ia akan hijrah ke Medinah dan memperkuat diri di sana serta
segala bencana yang mungkin menimpa Mekah dan menimpa perdagangan mereka dengan
Syam sebagai akibatnya, beritanya sudah sampai kepada Muhammad. Memang tak ada
orang yang menyangsikan, bahwa Muhammad akan menggunakan kesempatan itu untuk
hijrah. Akan tetapi, karena begitu kuat ia dapat menyimpan rahasia itu, sehingga
tiada seorangpun yang mengetahui, juga Abu Bakr, orang yang pernah menyiapkan
dua ekor unta kendaraan tatkala ia meminta ijin kepada Nabi akan hijrah, yang
lalu ditangguhkan, hanya sedikit mengetahui soalnya. Muhammad sendiri memang
masih tinggal di Mekah ketika ia sudah mengetahui keadaan Quraisy itu dan ketika
kaum Muslimin sudah tak ada lagi yang tinggal kecuali sebagian kecil. Dalam ia
menantikan perintah Tuhan yang akan mewahyukan kepadanya supaya hijrah, ketika
itulah ia pergi ke rumah Abu Bakr dan memberitahukan, bahwa Allah telah
mengijinkan ia hijrah. Dimintanya Abu Bakr supaya menemaninya dalam hijrahnya
itu, yang lalu diterima baik oleh Abu Bakr.
Di sinilah dimulainya kisah yang paling cemerlang dan indah
yang pernah dikenal manusia dalam sejarah pengejaran yang penuh bahaya, demi
kebenaran, keyakinan dan iman. Sebelum itu Abu Bakr memang sudah menyiapkan dua
ekor untanya yang diserahkan pemeliharaannya kepada Abdullah b. Uraiqiz sampai
nanti tiba waktunya diperlukan. Tatkala kedua orang itu sudah siap-siap akan
meninggalkan Mekah mereka sudah yakin sekali, bahwa Quraisy pasti akan
membuntuti mereka. Oleh karena itu Muhammad memutuskan akan menempuh jalan lain
dari yang biasa, Juga akan berangkat bukan pada waktu yang biasa.
Pemuda-pemuda yang sudah disiapkan Quraisy untuk membunuhnya
malam itu sudah mengepung rumahnya, karena dikuatirkan ia akan lari. Pada malam
akan hijrah itu pula Muhammad membisikkan kepada Ali b. Abi Talib supaya memakai
mantelnya yang hijau dari Hadzramaut dan supaya berbaring di tempat tidurnya.
Dimintanya supaya sepeninggalnya nanti ia tinggal dulu di Mekah menyelesaikan
barang-barang amanat orang yang dititipkan kepadanya. Dalam pada itu
pemuda-pemuda yang sudah disiapkan Quraisy, dari sebuah celah mengintip ke
tempat tidur Nabi. Mereka melihat ada sesosok tubuh di tempat tidur itu dan
merekapun puas bahwa dia belum lari.
Tetapi, menjelang larut malam waktu itu, dengan tidak setahu
mereka Muhammad sudah keluar menuju ke rumah Abu Bakr. Kedua orang itu kemudian
keluar dari jendela pintu belakang, dan terus bertolak ke arah selatan menuju
gua Thaur. Bahwa tujuan kedua orang itu melalui jalan sebelah kanan adalah di
luar dugaan.
Tiada seorang yang mengetahui tempat persembunyian mereka
dalam gua itu selain Abdullah b. Abu Bakr, dan kedua orang puterinya Aisyah dan
Asma, serta pembantu mereka 'Amir b. Fuhaira. Tugas Abdullah hari-hari berada di
tengah-tengah Quraisy sambil mendengar-dengarkan permufakatan mereka terhadap
Muhammad, yang pada malam harinya kemudian disampaikannya kepada Nabi dan kepada
ayahnya. Sedang 'Amir tugasnya menggembalakan kambing Abu Bakr' sorenya
diistirahatkan, kemudian mereka memerah susu dan menyiapkan daging. Apabila
Abdullah b. Abi Bakr keluar kembali dari tempat mereka, datang 'Amir
mengikutinya dengan kambingnya guna menghapus jejaknya.
Kedua orang itu tinggal dalam gua selama tiga hari. Sementara
itu pihak Quraisy berusaha sungguh-sungguh mencari mereka tanpa mengenal lelah.
Betapa tidak. Mereka melihat bahaya sangat mengancam mereka kalau mereka tidak
berhasil menyusul Muhammad dan mencegahnya berhubungan dengan pihak Yathrib.
Selama kedua orang itu berada dalam gua, tiada hentinya Muhammad menyebut nama
Allah. KepadaNya ia menyerahkan nasibnya itu dan memang kepadaNya pula segala
persoalan akan kembali. Dalam pada itu Abu Bakr memasang telinga. Ia ingin
mengetahui adakah orang-orang yang sedang mengikuti jejak mereka itu sudah
berhasil juga.
Kemudian pemuda-pemuda Quraisy - yang dari setiap kelompok di
ambil seorang itu - datang. Mereka membawa pedang dan tongkat sambil
mundar-mandir mencari ke segenap penjuru. Tidak jauh dari gua Thaur itu mereka
bertemu dengan seorang gembala, yang lalu ditanya.
"Mungkin saja mereka dalam gua itu, tapi saya tidak melihat
ada orang yang menuju ke sana."
Ketika mendengar jawaban gembala itu Abu Bakr keringatan.
Kuatir ia, mereka akan menyerbu ke dalam gua. Dia menahan napas tidak bergerak,
dan hanya menyerahkan nasibnya kepada Tuhan. Lalu orang-orang Quraisy datang
menaiki gua itu, tapi kemudian ada yang turun lagi.
"Kenapa kau tidak menjenguk ke dalam gua?" tanya
kawan-kawannya.
"Ada sarang laba-laba di tempat itu, yang memang sudah ada
sejak sebelum Muhammad lahir," jawabnya. "Saya melihat ada dua ekor burung dara
hutan di lubang gua itu. Jadi saya mengetahui tak ada orang di sana."
Muhammad makin sungguh-sungguh berdoa dan Abu Bakr juga makin
ketakutan. Ia merapatkan diri kepada kawannya itu dan Muhammad berbisik di
telinganya:
"Jangan bersedih hati. Tuhan bersama kita."
Dalam buku-buku hadis ada juga sumber yang menyebutkan, bahwa
setelah terasa oleh Abu Bakr bahwa mereka yang mencari itu sudah mendekat ia
berkata dengan berbisik:
"Kalau mereka ada yang menengok ke bawah pasti akan melihat
kita."
"Abu Bakr, kalau kau menduga bahwa kita hanya berdua,
ketiganya adalah Tuhan," kata Muhammad.
Orang-orang Quraisy makin yakin bahwa dalam gua itu tak ada
manusia tatkala dilihatnya ada cabang pohon yang terkulai di mulut gua. Tak ada
jalan orang akan dapat masuk ke dalamnya tanpa menghalau dahan-dahan itu. Ketika
itulah mereka lalu surut kembali. Kedua orang bersembunyi itu mendengar seruan
mereka supaya kembali ke tempat semula. Kepercayaan dan iman Abu Bakr bertambah
besar kepada Allah dan kepada Rasul.
"Alhamdulillah, Allahuakbar!" kata Muhammad kemudian.
Sarang laba-laba, dua ekor burung dara dan pohon. Inilah
mujizat yang diceritakan oleh buku-buku sejarah hidup Nabi mengenai masalah
persembunyian dalam gua Thaur itu. Dan pokok mujizatnya ialah karena segalanya
itu tadinya tidak ada. Tetapi sesudah Nabi dan sahabatnya bersembunyi dalam gua,
maka cepat-cepatlah laba-laba menganyam sarangnya guna menutup orang yang dalam
gua itu dari penglihatan. Dua ekor burung dara datang pula lalu bertelur di
jalan masuk. Sebatang pohonpun tumbuh di tempat yang tadinya belum ditumbuhi.
Sehubungan dengan mujizat ini Dermenghem mengatakan:
"Tiga peristiwa itu sajalah mujizat yang diceritakan oleh
sejarah Islam yang benar-benar: sarang laba-laba, hinggapnya burung dara dan
tumbuhnya pohon-pohonan. Dan ketiga keajaiban ini setiap hari persamaannya
selalu ada di muka bumi."
Akan tetapi mujizat begini ini tidak disebutkan dalam Sirat
Ibn Hisyam ketika menyinggung cerita gua itu. Paling banyak oleh ahli sejarah
ini disebutkan sebagai berikut:
"Mereka berdua menuju ke sebuah gua di Gunung Thaur sebuah
gunung di bawah Mekah - lalu masuk ke dalamnya. Abu Bakr meminta anaknya
Abdullah supaya mendengar-dengarkan apa yang dikatakan orang tentang mereka itu
siang hari, lalu sorenya supaya kembali membawakan berita yang terjadi hari itu.
Sedang 'Amir b. Fuhaira supaya menggembalakan kambingnya siang hari dan
diistirahatkan kembali bila sorenya ia kembali ke dalam gua. Ketika itu, bila
hari sudah sore Asma, datang membawakan makanan yang cocok buat mereka ...
Rasulullah s.a.w. tinggal dalam gua selama tiga hari tiga malam. Ketika ia
menghilang Quraisy menyediakan seratus ekor unta bagi barangsiapa yang dapat
mengembalikannya kepada mereka. Sedang Abdullah b. Abi Bakr siangnya berada di
tengah-tengah Quraisy mendengarkan permufakatan mereka dan apa yang mereka
percakapkan tentang Rasulullah s.aw. dan Abu Bakr, sorenya ia kembali dan
menyampaikan berita itu kepada mereka.
'Amir b. Fuhaira - pembantu Abu Bakr - waktu itu
menggembalakan ternaknya di tengah-tengah para gembala Mekah, sorenya kambing
Abu Bakr itu diistirahatkan, lalu mereka memerah susu dan menyiapkan daging.
Kalau paginya Abdullah b. Abi Bakr bertolak dari tempat itu ke Mekah, 'Amir b.
Fuhaira mengikuti jejaknya dengan membawa kambing supaya jejak itu terhapus.
Sesudah berlalu tiga hari dan orangpun mulai tenang, aman mereka, orang yang
disewa datang membawa unta kedua orang itu serta untanya sendiri... dan
seterusnya."
Demikian Ibn Hisyam menerangkan mengenai cerita gua itu yang
kami nukilkan sampai pada waktu Muhammad dan sahabatnya keluar dari sana.
Tentang pengejaran Quraisy terhadap Muhammad untuk dibunuh
itu serta tentang cerita gua ini datang firman Tuhan demikian:
"Ingatlah tatkala orang-orang kafir (Quraisy) itu berkomplot
membuat rencana terhadap kau, hendak menangkap kau, atau membunuh kau, atau
mengusir kau. Mereka membuat rencana dan Allah membuat rencana pula. Allah
adalah Perencana terbaik." (Qur'an, 8: 30)
"Kalau kamu tak dapat menolongnya, maka Allah juga Yang telah
menolongnya tatkala dia diusir oleh orang-orang kafir (Quraisy). Dia salah
seorang dari dua orang itu, ketika keduanya berada dalam gua. Waktu itu ia
berkata kepada temannya itu: 'Jangan bersedih hati, Tuhan bersama kita!' Maka
Tuhan lalu memberikan ketenangan kepadanya dan dikuatkanNya dengan pasukan yang
tidak kamu lihat. Dan Allah menjadikan seruan orang-orang kafir itu juga yang
rendah dan kalam Allah itulah yang tinggi. Dan Allah Maha Kuasa dan Bijaksana."
(Qur'an, 9: 40)
Pada hari ketiga, bila mereka berdua sudah mengetahui, bahwa
orang sudah tenang kembali mengenai diri mereka, orang yang disewa tadi datang
membawakan unta kedua orang itu serta untanya sendiri. Juga Asma, puteri Abu
Bakr datang membawakan makanan. Oleh karena ketika mereka akan berangkat tak ada
sesuatu yang dapat dipakai menggantungkan makanan dan minuman pada pelana
barang, Asma, merobek ikat pinggangnya lalu sebelahnya dipakai menggantungkan
makanan dan yang sebelah lagi diikatkan. Karena itu ia lalu diberi nama
"dhat'n-nitaqain" (yang bersabuk dua).
Mereka berangkat. Setiap orang mengendarai untanya
sendiri-sendiri dengan membawa bekal makanan. Abu Bakr membawa limaribu dirham
dan itu adalah seluruh hartanya yang ada. Mereka bersembunyi dalam gua itu
begitu ketat. Karena mereka mengetahui pihak Quraisy sangat gigih dan hati-hati
sekali membuntuti, maka dalam perjalanan ke Yathrib itu mereka mengambil jalan
yang tidak biasa ditempuh orang. Abdullah b. 'Uraiqit - dari Banu Du'il -
sebagai penunjuk jalan, membawa mereka hati-hati sekali ke arah selatan di
bawahan Mekah, kemudian menuju Tihama di dekat pantai Laut Merah. Oleh karena
mereka melalui jalan yang tidak biasa ditempuh orang, di bawanya mereka ke
sebelah utara di seberang pantai itu, dengan agak menjauhinya, mengambil jalan
yang paling sedikit dilalui orang.
Kedua orang itu beserta penunjuk jalannya sepanjang malam dan
di waktu siang berada di atas kendaraan. Tidak lagi mereka pedulikan kesulitan,
tidak lagi mereka mengenal lelah. Ya, kesulitan mana yang lebih mereka takuti
daripada tindakan Quraisy yang akan merintangi mereka mencapai tujuan yang
hendak mereka capai demi jalan Allah dan kebenaran itu! Memang, Muhammad sendiri
tidak pernah mengalami kesangsian, bahwa Tuhan akan menolongnya, tetapi "jangan
kamu mencampakkan diri ke dalam bencana." Allah menolong hambaNya selama hamba
menolong dirinya dan menolong sesamanya. Mereka telah melangkah dengan selamat
selama dalam gua.
Akan tetapi apa yang dilakukan Quraisy bagi barangsiapa yang
dapat mengembalikan mereka berdua atau dapat menunjukkan tempat mereka, wajar
sekali akan menarik hati orang yang hanya tertarik pada hasil materi meskipun
akan diperoleh dengan jalan kejahatan. Apalagi jika kita ingat orang-orang Arab
Quraisy itu memang sudah menganggap Muhammad musuh mereka. Dalam jiwa mereka
terdapat suatu watak tipu-muslihat, bahwa membunuh orang yang tidak bersenjata
dan menyerang pihak yang tak dapat mempertahankan diri, bukan suatu hal yang
hina. Jadi, dua orang itu harus benar-benar waspada, harus membuka mata,
memasang telinga dan penuh kesadaran selalu.
Dugaan kedua orang itu tidak meleset. Sudah ada orang yang
datang kepada Quraisy membawa kabar, bahwa ia melihat serombongan kendaraan unta
terdiri dari tiga orang lewat.
Mereka yakin itu adalah Muhammad dan beberapa orang
sahabatnya. Waktu itu Suraqa b. Malik b. Ju'syum hadir.
"Ah, mereka itu Keluarga sianu," katanya dengan maksud
mengelabui orang itu, sebab dia sendiri ingin memperoleh hadiah seratus ekor
unta. Sebentar ia masih tinggal bersama orang-orang itu. Tetapi kemudian ia
segera pulang ke rumahnya. Disiapkannya senjatanya dan disuruhnya orang
membawakan kudanya ke tengah-tengah wadi supaya waktu ia keluar nanti tidak
dilihat orang. Selanjutnya dikendarainya kudanya dan dipacunya ke arah yang
disebutkan orang itu tadi.
Sementara itu Muhammad dan kedua temannya sudah mengaso di
bawah naungan sebuah batu besar, sekadar beristirahat dan menghilangkan rasa
lelah sambil makan-makan dan minum, dan sekadar mengembalikan tenaga dan
kekuatan baru.
Matahari sudah mulai bergelincir, Muhammad dan Abu Bakr pun
sudah pula mulai memikirkan akan menaiki untanya mengingat bahwa jaraknya dengan
Suraqa sudah makin dekat. Dan sebelum itu kuda Suraqa sudah dua kali tersungkur
karena terlampau dikerahkan. Tetapi setelah penunggang kuda itu melihat bahwa ia
sudah hampir berhasil dan menyusul kedua orang itu - lalu akan membawa mereka
kembali ke Mekah atau membunuh mereka bila mencoba membela diri - ia lupa
kudanya yang sudah dua kali tersungkur itu, karena saat kemenangan rasanya sudah
di tangan. Akan tetapi kuda itu tersungkur sekali lagi dengan keras sekali,
sehingga penunggangnya terpelanting dari punggung binatang itu dan jatuh
terhuyung-huyung dengan senjatanya. Lalu diramalkan oleh Suraqa bahwa itu suatu
alamat buruk dan dia percaya bahwa sang dewa telah melarangnya mengejar
sasarannya itu dan bahwa dia akan berada dalam bahaya besar apabila sampai
keempat kalinya ia terus berusaha juga. Sampai di situ ia berhenti dan hanya
memanggil-manggil:
"Saya Suraqa bin Ju'syum! Tunggulah, saya mau bicara. Demi
Allah, tuan-tuan jangan menyangsikan saya. Saya tidak akan melakukan sesuatu
yang akan merugikan tuan-tuan."
Setelah kedua orang itu berhenti melihat kepadanya,
dimintanya kepada Muhammad supaya menulis sepucuk surat kepadanya sebagai bukti
bagi kedua belah pihak. Dengan permintaan Nabi, Abu Bakr lalu menulis surat itu
di atas tulang atau tembikar yang lalu dilemparkannya kepada Suraqa.
Setelah diambilnya oleh Suraqa surat itu ia kembali pulang.
Sekarang, bila ada orang mau mengejar Muhajir Besar itu olehnya dikaburkan,
sesudah tadinya ia sendiri yang mengejarnya.
Muhammad dan kawannya itu kini berangkat lagi melalui
pedalaman Tihama dalam panas terik yang dibakar oleh pasir sahara. Mereka
melintasi batu-batu karang dan lembah-lembah curam. Dan sering pula mereka tidak
mendapatkan sesuatu yang akan menaungi diri mereka dari letupan panas tengah
hari tak ada tempat berlindung dari kekerasan alam yang ada di sekitarnya, tak
ada keamanan dari apa yang mereka takuti atau dari yang akan menyerbu mereka
tiba-tiba, selain dari ketabahan hati dan iman yang begitu mendalam kepada
Tuhan. Keyakinan mereka besar sekali akan kebenaran yang telah diberikan Tuhan
kepada RasulNya itu.
Selama tujuh hari terus-menerus mereka dalam keadaan serupa
itu. Mengaso di bawah panas membara musim kemarau dan berjalan lagi sepanjang
malam mengarungi lautan padang pasir. Hanya karena adanya ketenangan hati kepada
Tuhan dan adanya kedip bintang-bintang yang berkilauan dalam gelap malam itu,
membuat hati dan perasaan mereka terasa lebih aman.
Bilamana kedua orang itu sudah memasuki daerah kabilah Banu
Sahm dan datang pula Buraida kepala kabilah itu menyambut mereka, barulah
perasaan kuatir dalam hatinya mulai hilang. Yakin sekali mereka pertolongan
Tuhan itu ada.
Jarak mereka dengan Yathrib kini sudah dekat sekali.
Selama mereka dalam perjalanan yang sungguh meletihkan itu,
berita-berita tentang hijrah Nabi dan sahabatnya yang akan menyusul kawan-kawan
yang lain, sudah tersiar di Yathrib. Penduduk kota ini sudah mengetahui, betapa
kedua orang ini mengalami kekerasan dari Quraisy yang terus-menerus membuntuti.
Oleh karena itu semua kaum Muslimin tetap tinggal di tempat itu menantikan
kedatangan Rasulullah dengan hati penuh rindu ingin melihatnya, ingin
mendengarkan tutur katanya. Banyak di antara mereka itu yang belum pernah
melihatnya, meskipun sudah mendengar tentang keadaannya dan mengetahui pesona
bahasanya serta keteguhan pendiriannya. Semua itu membuat mereka rindu sekali
ingin bertemu, ingin melihatnya. Orangpun sudah akan dapat mengira-ngirakan,
betapa dalamnya hati mereka itu terangsang tatkala mengetahui, bahwa orang-orang
terkemuka Yathrib yang sebelum itu belum pernah melihat Muhammad sudah menjadi
pengikutnya hanya karena mendengar dari sahabat-sahabatnya saja, kaum Muslimin
yang gigih melakukan dakwah Islam dan sangat mencintai Rasulullah itu.
Sa'id b. Zurara dan Mush'ab b. 'Umair sedang duduk-duduk
dalam salah sebuah kebun Banu Zafar. Beberapa orang yang sudah menganut Islam
juga berkumpul di sana. Berita ini kemudian sampai kepada Sa'd b. Mu'adh dan
'Usaid b. Hudzair, yang pada waktu itu merupakan pemimpin-pemimpin golongannya
masing-masing.
"Temui dua orang itu," kata Said kepada 'Usaid, "yang datang
ke daerah kita ini dengan maksud supaya orang-orang yang hina-dina di kalangan
kita dapat merendahkan keluarga kita. Tegur mereka itu dan cegah. Sebenarnya
Said b. Zurara itu masih sepupuku dari pihak ibu, jadi saya tidak dapat
mendatanginya."
'Usaidpun pergi menegur kedua orang itu. Tapi Mush'ab
menjawab:
"Maukah kau duduk dulu dan mendengarkan?" katanya. "Kalau hal
ini kau setujui dapatlah kauterima, tapi kalau tidak kausukai maukah kau lepas
tangan?"
"Adil kau," kata 'Usaid, seraya menancapkan tombaknya di
tanah. Ia duduk dengan mereka sambil mendengarkan keterangan Mush'ab, yang
ternyata sekarang ia sudah menjadi seorang Muslim. Bila ia kembali kepada Sa'd
wajahnya sudah tidak lagi seperti ketika berangkat. Hal ini membuat Sa'd jadi
marah. Dia sendiri lalu pergi menemui dua orang itu. Tetapi kenyataannya ia
seperti temannya juga.
Karena pengaruh kejadian itu Sa'd lalu pergi menemui
golongannya dan berkata kepada mereka:
"Hai Banu 'Abd'l-Asyhal. Apa yang kamu ketahui tentang diriku
di tengah-tengah kamu sekalian?"
"Pemimpin kami, yang paling dekat kepada kami, dengan
pandangan dan pengalaman yang terpuji," jawab mereka.
"Maka kata-katamu, baik wanita maupun pria bagiku adalah suci
selama kamu beriman kepada Allah dan RasulNya."
Sejak itu seluruh suku 'Abd'l-Asyhal, pria dan wanita masuk
Islam.
Tersebarnya Islam di Yathrib dan keberanian kaum Muslimin di
kota itu sebelum hijrah Nabi ke tempat tersebut sama sekali di luar dugaan kaum
Muslimin Mekah. Beberapa pemuda Muslimin dengan tidak ragu-ragu mempermainkan
berhala-berhala kaum musyrik di sana. Seseorang yang bernama 'Amr bin'l-Jamuh
mempunyai sebuah patung berhala terbuat daripada kayu yang dinamainya Manat,
diletakkan di daerah lingkungannya seperti biasa dilakukan oleh kaum bangsawan.
'Amr ini adalah seorang pemimpin Banu Salima dan dari kalangan bangsawan mereka
pula. Sesudah pemuda-pemuda golongannya itu masuk Islam malam-malam mereka
mendatangi berhala itu lalu di bawanya dan ditangkupkan kepalanya ke dalam
sebuah lubang yang oleh penduduk Yathrib biasa dipakai tempat buang air.
Bila pagi-pagi berhala itu tidak ada 'Amr mencarinya sampai
diketemukan lagi, kemudian dicucinya dan dibersihkan lalu diletakkannya kembali
di tempat semula, sambil ia menuduh-nuduh dan mengancam. Tetapi pemuda-pemuda
itu mengulangi lagi perbuatannya mempermainkan Manat 'Amr itu, dan diapun setiap
hari mencuci dan membersihkannya. Setelah ia merasa kesal karenanya, diambilnya
pedangnya dan digantungkannya pada berhala itu seraya ia berkata: "Kalau kau
memang berguna, bertahanlah, dan ini pedang bersama kau."
Tetapi keesokan harinya ia sudah kehilangan lagi, dan baru
diketemukannya kembali dalam sebuah sumur tercampur dengan bangkai anjing.
Pedangnya sudah tak ada lagi.
Sesudah kemudian ia diajak bicara oleh beberapa orang
pemuka-pemuka masyarakatnya dan sesudah melihat dengan mata kepala sendiri
betapa sesatnya hidup dalam syirik dan paganisma itu, yang hakekatnya akan
mencampakkan jiwa manusia ke dalam jurang yang tak patut lagi bagi seorang
manusia, iapun masuk Islam.
Melihat Islam yang sudah mencapai martabat begitu tinggi di
Yathrib, akan mudah sekali orang menilai, betapa memuncaknya kerinduan penduduk
kota itu ingin menyambut kedatangan Muhammad, setelah mereka mengetahui ia sudah
hijrah dari Mekah. Setiap hari selesai sembahyang Subuh mereka pergi ke luar
kota menanti-nantikan kedatangannya sampai pada waktu matahari terbenam dalam
hari-hari musim panas bulan Juli.
Dalam pada itu ia sudah di Quba' - dua farsakh jauhnya dari
Medinah. Empat hari ia tinggal di tempat itu, ditemani oleh Abu Bakr. Selama
masa empat hari itu mesjid Quba' dibangunnya. Sementara itu datang pula Ali b.
Abi-Talib ke tempat itu setelah mengembalikan barang-barang amanat - yang
dititipkan kepada Muhammad - kepada pemilik-pemiliknya di Mekah. Setelah itu ia
sendiri meninggalkan Mekah, menempuh perjalanannya ke Yathrib dengan berjalan
kaki. Malam hari ia berjalan, siangnya bersembunyi. Perjuangan yang sangat
meletihkan itu ditanggungnya selama dua minggu penuh, yaitu untuk menyusul
saudara-saudaranya seagama.
Sementara kaum Muslimin Yathrib pada suatu hari sedang
menanti-nantikan seperti biasa tiba-tiba datang seorang Yahudi yang sudah
mengetahui apa yang sedang mereka lakukan itu berteriak kepada mereka.
"Hai, Banu Qaila1 ini dia kawan kamu datang!"
Hari itu adalah hari Jum'at dan Muhammad berjum'at di
Medinah. Di tempat itulah, ke dalam mesjid yang terletak di perut Wadi Ranuna
itulah kaum Muslimin datang, masing-masing berusaha ingin melihat serta
mendekatinya. Mereka ingin memuaskan hati terhadap orang yang selama ini belum
pernah mereka lihat, hati yang sudah penuh cinta dan rangkuman iman akan
risalahnya, dan yang selalu namanya disebut pada setiap kali sembahyang.
Orang-orang terkemuka di Medinah menawarkan diri supaya ia
tinggal pada mereka dengan segala persediaan dan persiapan yang ada. Tetapi ia
meminta maaf kepada mereka. Kembali ia ke atas unta betinanya, dipasangnya tali
keluannya, lalu ia berangkat melalui jalan-jalan di Yathrib, di tengah-tengah
kaum Muslimin yang ramai menyambutnya dan memberikan jalan sepanjang jalan yang
diliwatinya itu. Seluruh penduduk Yathrib, baik Yahudi maupun orang-orang pagan
menyaksikan adanya hidup baru yang bersemarak dalam kota mereka itu, menyaksikan
kehadiran seorang pendatang baru, orang besar yang telah mempersatukan Aus dan
Khazraj, yang selama itu saling bermusuhan, saling berperang. Tidak terlintas
dalam pikiran mereka - pada saat ini, saat transisi sejarah yang akan menentukan
tujuannya yang baru itu - akan memberikan kemegahan dan kebesaran bagi kota
mereka, dan yang akan tetap hidup selama sejarah ini berkembang.
Dibiarkannya unta itu berjalan. Sesampainya ke sebuah tempat
penjemuran kurma kepunyaan dua orang anak yatim dari Banu'n-Najjar, unta itu
berlutut (berhenti). Ketika itulah Rasul turun dari untanya dan bertanya:
"Kepunyaan siapa tempat ini?" tanyanya.
"Kepunyaan Sahl dan Suhail b. 'Amr," jawab Ma'adh b. 'Afra'.
Dia adalah wali kedua anak yatim itu. Ia akan membicarakan soal tersebut dengan
kedua anak itu supaya mereka puas. Dimintanya kepada Muhammad supaya di tempat
itu didirikan mesjid.
Muhammad mengabulkan permintaan tersebut dan dimintanya pula
supaya di tempat itu didirikan mesjid dan tempat-tinggalnya.
Catatan kaki:
[1] Aus dan Khazraj (A).
Sumber: Sejarah Hidup Muhammad oleh Dr. Mohammad Hussein Haekal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar