QS 98.Al Bayyinah:5
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
"Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan (ikhlas) kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus (jauh dari syirik), dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus"
Dalam hikayat bangsa Israil,
tersebutlah sebuah kisah tentang seorang pertapa yang telah bertahun-tahun
lamanya mengabadikan dirinya kepada Allah. Pada suatu hari ia mendengar tentang
kemurtadan suatu suku bangsa, yang telah meninggalkan penyembahan terhadap
“Yahweh” (Tuhan) untuk berpaling menyembah pohon. Sang zahid yang dipenuhi rasa
“cemburu” keTuhanan itu kemudian mengambil sebuah kapak dan menumbangkan pohon
tersebut hingga rata dengan tanah. Namun iblis yang menyamar dengan wujud seorang
kakek tua-renta memergokinya di tengah jalan untuk menarik perhatiannya. Sang
zahid lalu mengungkapkan tekadnya itu kepada iblis, yang dibalas oleh iblis
dengan pertanyaan, “ Apakah yang menyebabkan Tuan mengesampingkan doa-doa yang
biasa Tuan lakukan hanya untuk melakukan pekerjaan itu ?”.
“ Tetapi pekerjaan ini pun sama sucinya “, jawab sang Zahid.
“
Tidak, hamba kira Tuan tidak perlu melakukannya “, seru iblis.
Mendengar
ucapan terakhir sang iblis ini, sang Zahid langsung naik pitam dan mencekal bahu
iblis lalu melemparkannya hingga terjerembab ke tanah.
“
Beri hamba waktu, Tuan “, pinta iblis, “ Ada sesuatu yang harus saya katakan
kepada Tuan “. Sang Zahid menyuruhnya pergi. Lalu sebelum pergi, iblis berkata
: “Hamba kira Tuhan tidak memerintahkan Tuan untuk melakukakan pekerjaan itu.
Karena Tuan tidak menyembah pohon, Tuan tidak bertanggung jawab atas dosa-dosa
mereka yang menyembahnya. Kalau Tuhan mau, pasti Dia akan mengirimkan seorang
Nabi, dan memang sudah banyak Nabi yang diturunkanNya, yang akan dapat
melaksanakan perintahNya. Jadi, hamba kira itu bukanlah kewajiban Tuan. Lalu,
mengapa Tuan menyusahkan diri melakukannya ?”.
“
Tetapi aku termasuk orang yang terpilih sebagai kekasih Allah, sehingga aku
berkewajiban untuk melakukannya “, jawab sang Zahid. Kemudian mereka mulai
bergulat lagi, sampai akhirnya iblis dijerembabkannya ke tanah.
“
Oh, ya “, seru iblis, “ Tiba-tiba saja hamba punya gagasan yang bagus, lepaskan
hamba, agar bisa mengatakannya kepada Tuan “.
Kemudian
setelah dibebaskan, iblis berkata kepadanya : “ Apakah karena Tuan miskin maka
Tuan mau hidup dari belas-kasihan mereka yang datang ke tempat peribadatan Tuan
?, Namun jauh dilubuk hati Tuan yang paling dalam Tuan berkeinginan untuk
membagi-bagikan rizki kepada para kerabat dan tetangga Tuan, sesuai dengan
tabiat Tuan yang murah hati dan penyantun. Betapa kasihannya orang berhati
mulia seperti Tuan hidup dari belas kasihan orang lain “.
“
Kau telah mampu membaca pikiranku dengan tepat “, jawab sang Zahid dengan suara
lemah.
“ Bolehkah hamba memohon “, pinta
iblis dengan nada berharap-harap cemas, “ Sudilah kiranya Tuan menerima dua
dinar emas yang akan Tuan temukan di sisi ranjang Tuan esok pagi ?, Dengan
demikian Tuan akan terbebas dari ketergantungan kepada orang lain dan dapat
berderma kepada keluarga dan tetangga Tuan yang miskin. Adapun mengenai pohon
sialan itu, apa perlunya Tuan menebangnya ?, Tentunya keluarga Tuan yang miskin
dan perlu bantuan itu tidak akan mendapatkan sesuatu darinya dan Tuan sendiri
pun akan kehilangan kesempatan untuk menolong mereka, sementara pohon yang
telah tumbang itu akan tumbuh kembali “.
Sang Zahid merenungkan kata-kata
iblis tersebut dan berkata kepada dirinya sendiri : “ Orang tua-renta ini
bicaranya cukup masuk akal, tetapi sebaiknya aku memikirkan baik buruknya
masalah ini. Apakah aku seorang Nabi ? Bukan, aku bukan seorang Nabi. Jadi aku
tidak wajib menebang pohon itu. Apakah aku diperintahkan melakukannya ? Tidak.
Jadi, kalau aku tidak melakukannya, maka aku tidak akan berdosa telah berbuat
salah. Apakah aku harus menerima permohonannya ? Tidak perlu ragu, karena dari
segi agama permohonan itu lebih bermanfaat.
Tidak perlu ragu lagi, aku
pikir aku harus menerimanya, ya .... harus “.
Lalu
mereka berdua berikrar dan sang Zahid kembali ke pertapaannya. Keesokan harinya
ia mendapatkan dua dinar emas di sisi ranjangnya dan ia pu merasa sangat
gembira. Keesokan harinya lagi kemilau emas dua dinar pun telah berada di sana,
tetapi pada hari ketiga sang Zahid tidak menemukan keping uang emas tersebut,
walaupun telah dicarinya kemana-mana. Kemarahannya meledak, lalu ia bergegas
mengambil kapaknya, kemudian ia berlari menuju tempat penyembahan pohon itu.
Seperti sebelumnya, ia berpapasan dengan iblis di tengah jalan “ Kau bajingan,
iblis “, teriak sang Zahid dengan penuh kemarahan,” Apakah kau akan
menghalangiku dari kewajibanku melaksanakan tugas suci ?”.
“
Kau tidak dapat melakukannya, dan tidak akan berani melakukannya “, sahut
iblis.
“
Apakah kau lupa kuatnya tenagaku ?”, jawab sang Zahid dengan kemarahan yang
meledak-ledak, lalu ia menerjangnya. Namun dalam keadaan sangat tidak
menyenangkan dan terhina, sang Zahid terjerembab berkalang tanah bagaikan
selembar daun kering jatuh dari pohon. Lalu iblis menginjakkan kakinya kedada
sang Zahid, sambil mengancam : “Berjanjilah untuk tidak menyentuh pohon itu
atau bersiap-siaplah untuk mati ”.
Dalam
keadaan putus asa, sang Zahid berkata : “ Aku berjanji, tetapi katakanlah......
mengapa aku dapat kau sakiti, padahal sebelumnya engkau tidak dapat melakukannya
?”.
“
Coba dengarkan “, jawab iblis, “ Pada mulanya kemurkaanmu adalah karena Allah,
juga kau sangat mematuhi perintah-Nya, sehingga aku dapat kau kalahkan. Namun
sekarang kau marah karena kepentingan dirimu, karena kekayaan duniawi “.
Þ Selanjutnya kisah tersebut menceritakan
perkataan iblis, “ Aku pasti akan menyesatkan jalan mereka (manusia) kecuali
hamba-hambaMu yang ikhlas “.
Seorang
pengabdi (hamba) tidak akan kebal terhadap godaan iblis kecuali karena
keikhlasannya, sehingga waliullah Ma’ruf dari Karkh pernah mencaci-maki dirinya
sendiri dengan mengatakan : “ Kalau kau mengharapkan keselamatan, maka kau
harus ikhlas “.
Yaqub
sang sufi berkata : “ Barangsiapa yang menyembunyikan kebaikan seperti ia
menyembunyikan keburukannya, maka itulah orang yang ikhlas “.
Dalam
sebuah mimpi seseorang berjumpa dengan seorang sufi yang telah meninggal dunia
dan bertanya kepadanya tentang amal-perbuatannya semasa hidup di dunia.
“Semua
amal yang kuperbuat karena Allah, walaupun yang terkecil, aku mendapatkan
pahala atasnya. Misalnya, aku pernah menyingkirkan kulit delima dari jalan. Aku
pernah kehilangan uang seratus dinar dan aku ikhlas. Pernah pula aku
mengeluarkan derma, tetapi aku merasa senang melihat orang lain memandangku dengan
penuh kekaguman, maka ketahuilah bahwa amalku ini tidak mendatangkan pahala
ataupun siksa bagiku “, kata sang sufi.
“
Lalu bagaimanakah sampai Tuan bisa kehilangan keledai tanpa mendapatkan pahala
dari Allah ?”, tanya orang tersebut kepada sang sufi.
“
Itu karena ketika aku mendengar berita kematian keledaiku, aku langsung
mengucapkan : Sialan ... “, jawab
sang sufi, “ Padahal seharusnya ketika itu aku mengatakan : Inna lillah .... “.
Ketika mendengar mimpi orang tersebut, waliullah Sufyan Sauri menakwilkannya : “ Beruntunglah sang
sufi, karena ia tidak mendapatkan siksa atas derma yang membuatnya senang
ketika orang lain memandangnya dengan penuh kekaguman (riya’) “.
* Diringkas dari “Some Moral
and Relegius Teachings of Al-Ghazali“.
-------------------
Sungguh salah apabila ia berharap Surga dng ibadahnya ...
Sungguh salah apabila ia berharap kaya dng ibadahnya ...
Karena tidak ada hubungannya antara kaya, Surga dengan ibadah yg baik ...
Kadangkala Allah mencoba seseorang yg ibadahnya baik itu dng kemiskinan atau dibatasi rejekinya ...
Kadangkala Allah malah memberikan kekayaan berlebih, padahal ibadahnya biasa saja ...
Sesungguhnya ibadah kepadaNya hanyalah karena keikhlasan semata dan Surga itu hanya karena RahmatNya saja yg diberikan kepada siapa saja yg dikehendakiNya ...
Barangsiapa merintih karena takdir yg buruk ttg dunianya, maka ia perlu memperbaiki ibadahnya lagi sebelum maut menjemput ...-------------------
Silahkan membaca juga: Jangan lengah dan jangan berputus asa
Sungguh salah apabila ia berharap Surga dng ibadahnya ...
Sungguh salah apabila ia berharap kaya dng ibadahnya ...
Karena tidak ada hubungannya antara kaya, Surga dengan ibadah yg baik ...
Kadangkala Allah mencoba seseorang yg ibadahnya baik itu dng kemiskinan atau dibatasi rejekinya ...
Kadangkala Allah malah memberikan kekayaan berlebih, padahal ibadahnya biasa saja ...
Sesungguhnya ibadah kepadaNya hanyalah karena keikhlasan semata dan Surga itu hanya karena RahmatNya saja yg diberikan kepada siapa saja yg dikehendakiNya ...
Barangsiapa merintih karena takdir yg buruk ttg dunianya, maka ia perlu memperbaiki ibadahnya lagi sebelum maut menjemput ...-------------------
Silahkan membaca juga: Jangan lengah dan jangan berputus asa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar