Kadangkala ketika kita sedang bekerja atau sibuk dng suatu urusan, merasa enggan atau malas unt sholat, walaupun terdengar adzan. "Ah masih ada waktu, masih lama, ntar lagi, Allah kan Mahapenyayang", begitu kira2 batinnya ...
Benarkah demikian? Ternyata tidaklah demikian. Tanpa udzur yg dapat dibenarkan, sesuai fiqih, tidak dibenarkan seseorang itu menunda-nunda sholat fardlu ...
Bahkan para sahabat Nabi selalu sholat berjamaah dimasjid ketika mendengar adzan. Ada seorang sahabat sampai menyedekahkan kebun yg dicintainya karena telah tertinggal sholat Asar. Gara2 kesibukan di kebun, sahabat itu ketinggalan Sholat Asar, hingga akhirnya kebunnya itu disedekahkan ...
÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷÷
Dibuat tgl 30 mei 2020. Edisi korona.
Kerajaan Arab Saudi telah mengumumkan akan kembali membuka pintu-pintu masjid mulai Ahad (31/5) besok. Termasuk Masjid Nabawi di Madinah, akan dibuka untuk masyarakat umum secara bertahap.
Selain Masjid Nabawi, pemerintah Arab Saudi telah mengizinkan masjid umum di luar Kota Mekah untuk dibuka dan menggelar salat Jumat.
Namun pelaksanaan ibadah salat Jumat tersebut akan dibatasi waktunya, yakni dibuka 20 menit sebelum salat Jumat dan ditutup 20 menit usai salat Jumat.
Dilansir dari Arab News, seluruh masjid di Makkah akan dibuka secara bertahap kecuali Masjidil Haram. Bahkan untuk menyambut para jamaah, otoritas Saudi telah membersihkan seluruh masjid dengan cairan disinfektan serta melakukan kunjungan lapangan untuk memeriksa persiapan yang diperlukan.
"Sepanjang perjalanan inspeksi kami, kami menemukan masjid-masjid kami telah menyelesaikan persiapan dan berada dalam kondisi terbaik," kata Abdullatif bin Abdulaziz Al-Sheikh.
Sebanyak 90 ribu masjid telah dibersihkan dan siap menerima jamaah kembali. Disaat bersamaan, pihak Kerajaan Arab Saudi juga terus mengkampanyekan untuk tetap mematuhi prosedur selama masa pandemi.
Seperti, mengambil wudlu dari rumah, membawa sajadah sendiri, membaca Alquran dari handphone, menjaga jarak dua meter, dan setelah sholat diminta untuk tidak berkerumun atau segera kembali ke rumah.
Bab. Sangat² Dianjurkan untuk Sholat berjamaah
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam didatangi seorang lelaki buta. Ia berkata, ‘Wahai Rasulullah, aku tidak memiliki seorang penuntun yang menuntunku ke masjid.’ Maka ia meminta kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mendapatkan keringanan sehingga dapat shalat di rumahnya.
Pada awalnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberinya keringanan tersebut. Ketika orang itu mau berbalik, beliau memanggilnya, lalu berkata kepadanya,هَلْ تَسْمَعُ النِّدَاءَ بِالصَّلاَةِ ؟‘Apakah engkau mendengar panggilan shalat (adzan)?’ Ia menjawab,نَعَمْ‘Ya.’ Beliau bersabda,فَأجِبْ‘Penuhilah (datangilah) panggilan azan tersebut.’” (HR. Muslim, no. 503)
Suka Menunda-nunda Sholat Wajib, adalah Ciri-Ciri Orang Munafiq
Ali bin Hujr menceritakan kepada kami, Isma'il bin Ja'far menceritakan kepada kami dari Al Ala bin Abdurrahman:
Ia masuk ke dalam rumah Anas bin Malik di Bashrah ketika ia kembali dari shalat Zhuhur, sedangkan rumahnya di samping masjid, lalu ia berkata, "Berdirilah, dan kerjakanlah shalat Ashar." Ia berkata, "Maka kami berdiri dan mengerjakan shalat" Ketika kami telah selesai, ia berkata, "Aku mendengar Rasulullah bersabda, "Itu adalah shalat orang munafik, duduk menunggu matahari sehingga apabila matahari berada di antara dua tanduk setan [hampir datang waktu maghrib], maka ia berdiri lalu mematuk (shalat) empat kali [sholat dengan cepat], dan tidaklah ia berdzikir kepada Allah kecuali sedikit."
Shahih: Shahih Abu Daud (420), shahih sunan tirmidzi(160) dan Shahih Muslim
Beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman),dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia sholat. Tetapi kamu memilih kehidupan duniawi, sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih abadi...
Memang sholat berjamaah di Masjid tepat waktu bukan suatu kewajiban, namun merupakan sunnah yg sangat dianjurkan, bagi laki2. Banyak sekali keutamaan sholat berjamaah di Masjid. Diantaranya:
1. Lebih utama 27 derajat daripada sholat sendiri
2. Ketika melangkah ke Masjid dan punya wudlu, setiap langkah kaki kanan, Allah meninggikan 1 derajat (kebaikan) dan setiap langkah kaki kiri menghapuskan 1 dosa.
3. Jaminan ampunan dan SurgaNya
4. Terhindar dari kemunafikan
5. Dijauhkan dari siksa kubur
6. Terhindar dari kefakiran dan kemiskinan
7. Dilindungi Allah dalam naungan-Nya yg tidak ada naungan selain naunganNya.
QS 87.Al A´laa: 14-17
قَدْ أَفْلَحَ مَن تَزَكَّىٰ
وَذَكَرَ ٱسْمَ رَبِّهِ فَصَلَّىٰ
بَلْ تُؤْثِرُونَ ٱلْحَيَوٰةَ ٱلدُّنْيَا
وَٱلأَْخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْقَىٰ
"Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman),"
"dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia sholat."
"Tetapi kamu memilih kehidupan duniawi."
"Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih abadi." (QS. Al A´laa: 14-17)
Rasulullah saw bersabda (yang maksudnya):
”Tujuh orang yang akan dilindungi Allah dalam naungan-Nya yaitu:
1. Imam (pemimpin) yang adil
2. Pemuda yang tumbuh dewasa dalam beribadah pada Allah
3. Orang yang hatinya selalu terikat pada masjid
4. Dua orang yang saling mencintai karena Allah, berkumpul karena Allah dan berpisah karena Allah pula
5. Seorang lelaki yang dirayu oleh seorang wanita yang mempunyai kedudukan dan kecantikan tetapi ia menolaknya seraya berkata ‘Aku takut kepada Allah’
6. Orang yang bersedekah sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diperbuat oleh tangan kanannya
7. Seorang yang berdzikir kepada Allah sendirian lalu menitikkan airmatanya.” (HR. Bukhari Muslim)
Bab. Luruskan Shaf
وَعَنِ النُّعْمَانَ بْنِ بَشِيْرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا ، قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – ، يَقُوْلُ : (( لَتُسَوُّنَّ صُفُوفَكُمْ ، أَوْ لَيُخَالِفَنَّ اللَّهُ بَيْنَ وُجُوهِكُمْ )) مُتَّفَقٌ عَلَيهِ .
وَفِي رِوَايَةٍ لِمُسْلِمٍ : أَنَّ رَسُولَ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – كَانَ يُسَوِّي صُفُوفَنَا ، حَتَّى كَأنَّمَا يُسَوِّي بِهَا القِدَاحَ حَتَّى رَأَى أَنَّا قَدْ عَقَلْنَا عَنْهُ ، ثُمَّ خَرَجَ يَوماً فَقَامَ حَتَّى كَادَ يُكَبِّرُ ، فَرَأَى رَجُلاً بَادِياً صَدْرُهُ مِنَ الصَّفِّ ، فَقَالَ : (( عِبَادَ اللهِ ، لَتُسَوُّنَّ صُفُوفَكُمْ ، أو لَيُخَالِفَنَّ اللهُ بَيْنَ وُجُوهِكُمْ ))
An-Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhuma berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda, ‘Hendaklah kalian meluruskan shaf-shaf kalian atau Allah akan menyelisihkan di antara wajah-wajah kalian.’” (Muttafaqun ‘alaih) [HR. Bukhari, 717 dan Muslim, no. 436].
Dalam riwayat Muslim disebutkan, “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa meluruskan shaf-shaf kami sampai seolah-olah beliau sedang meluruskan gelas sehingga beliau melihat bahwa kami telah mengerti. Kemudian pada suatu hari, beliau keluar. Lantas beliau berdiri. Lalu saat hampir bertakbir, beliau melihat seseorang pada dadanya maju dari shaf, maka beliau berkata, ‘Wahai hamba-hamba Allah, luruskanlah shaf kalian atau Allah akan menyelisihkan di antara wajah-wajah kalian.’”
وَعَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنهُمَا : أَنَّ رَسُولَ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – ، قَالَ : (( أَقِيْمُوا الصُّفُوفَ ، وَحَاذُوا بَيْنَ المَنَاكِبِ ، وَسُدُّوا الخَلَلَ ، وَلِيَنُوا بِأيْدِي إِخْوَانِكُمْ ، وَلاَ تَذَرُوا فُرُجَاتٍ لِلشَّيْطَانِ ، وَمَنْ وَصَلَ صَفّاً وَصَلَهُ اللهُ ، وَمَنْ قَطَعَ صَفّاً قَطَعَهُ اللهُ )) رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ بِإِسْنَادٍ صَحِيْحٍ
Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Luruskanlah shaf-shaf kalian, ratakanlah pundak-pundak kalian, isilah shaf yang kosong, bersikap lemah lembutlah terhadap tangan-tangan saudara kalian, dan janganlah kalian biarkan shaf kosong untuk diisi setan. Barangsiapa yang menyambungkan shaf, Allah pasti akan menyambungkannya dan barangsiapa yang memutuskan shaf, Allah pasti akan memutuskannya.” (HR. Abu Daud, sanadnya hasan) [HR. Abu Daud, no. 666; An-Nasa’i, no. 820. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan].
Selanjutnya al-Bukhari mengutip hadis dari Busyair bin Yasar al-Anshari dari Anas bin Malik. Diceritakan bahwa Anas bin Malik berkesempatan mengunjungi Madinah kemudian ia ditanya orang. “Adakah yang Anda ingkari dari kami semenjak Anda berislam bersama Rasul Allah?”
Anas menjawab, “Tidak ada yang aku ingkari dari kalian. Hanya saja kalian tidak menegakkan shaf.” (Shahih al-Bukhari, hadis nomor 724).
Ibnu Hajar al-Asqalani menjelaskan, ada yang menarik dari pernyataan al-Bukhari tersebut. Yaitu ia ingin menjelaskan kepada publik bahwa dalam keadaan normal menegakkan (meluruskan dan merapatkan) shaf hukumnya wajib.
Selanjutnya al-Bukhari terlihat condong kepada yang menyatakan tidak wajib berdasarkan qarinah atau indikator yang terdapat dalam hadis Anas bin Malik.
Yakni kesaksian Anas bin Malik pada masyarakat yang tidak menegakkan shaf, dan ia menyatakan hal tersebut sebagai sesuatu yang ia ingkari kebenarannya.
Namun tidak ada keterangan bahwa Anas menyuruh mereka mengulangi shalatnya. Menunjukkan bahwa meluruskan dan merapatkan shaf sebagai sunnah penyempurna shalat. Bukan sesuatu yang jika ditinggalkan berdampak pada batalnya shalat.
Namun demikian jika merenggangkan shaf tersebut disengaja maka pelakunya tanpa alasan yang dibenarkan maka pelakunya berdosa, sebagaimana keterangan Ibnu Utsaimin yang mengutip pendapat Ibnu Taimiyah (Syarah al-Mumti’, VI/3).
Bagaimana Cara Meluruskan Shaf?
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan, “Yang tepat dan terpercaya, shaf yang lurus adalah shaf yang antara mata kaki itu lurus, bukan antara ujung jari yang lurus. Tubuh kita memiliki mata kaki. Jari-jari yang ada berbeda sesuai dengan bentuk telapak kaki. Telapak kaki ada yang panjang dan telapak kaki yang pendek, sehingga keduanya dibuat sama lurus tidaklah mungkin. Yang bisa dibuat sama adalah lurusnya mata kaki. Adapun menempelkan kedua mata kaki antara jamaah, hadits tentang hal ini ada dari para sahabat radhiyallahu ‘anhum. Dahulu mereka meluruskan shaf dengan menempelkan mata kaki antara satu dan lainnya. Namun tujuan menempelkan di sini adalah untuk membuat shaf menjadi lurus. Yang dimaksud menempelkan di sini bukanlah harus benar-benar menempel dan menjaganya sampai akhir shalat seperti itu. Sebagian orang melakukan tindakan ekstrim dengan menempelkan mata kakinya dengan mata kaki temannya, akhirnya kedua telapak kakinya sendiri terbuka lebar dan antara pundak mereka terdapat celah besar. Padahal yang dimaksud adalah antara pundak dan mata kaki itu dibuat lurus.” (Fatawa Syaikh Ibnu ‘Utsaimin, dikumpulkan oleh Asyraf ‘Abdur Rahim, 1:436-437)
Syaikh Ibnu Jibrin rahimahullah juga menjelaskan hal yang sama dengan Syaikh Ibnu ‘Utsaimin. Syaikh Ibnu Jibrin menjelaskan kalimat dari Ibnu Hajar yang dinukilkan di atas, lalu beliau berkata, “Yang dimaksudkan menempelkan pundak dan telapak kaki adalah untuk meluruskan shaf, lalu dekatnya satu jamaah dan lainnya. Yang dimaksud menempelkan bukanlah benar-benar menempel. Pundak satu dan lainnya bisa saja saling menyentuh. Adapun kaki dan lutut tidak mungkin menempel. Karena karena terlalu menempel dan terlalu rapat antara jamaah malah saling menyakiti. Yang dimaksudkan hadits adalah merapatkan shaf dan menutup celah shaf sehingga tidak dimasuki oleh setan.”
Dua fatwa di atas dinukil dari Website Multaqa Ahlil Hadits.
Bab. Bolehkah Shafnya Renggang Karena Suatu Sebab?
Syaikh Khalid Al-Musyaiqih hafizhahullah menyatakan, “Baris shaf itu disunnahkan saling berdekatan jarak antara shaf depan dan belakang, sekadar jarak di mana seseorang bisa sujud dalam shalat. Namun jika dibutuhkan, dikhawatirkan akan penyakit menular, atau sebab lainnya, shaf depan dan belakangnya dibuat lebih lebar. Jika ada yang shalat sendirian di belakang shaf, itu juga dibolehkan ketika mendesak. Ibnu Taimiyyah rahimahullah sendiri menganggap bahwa membentuk satu baris shaf (al-mushaffah) itu wajib. Namun, beliau rahimahullah membolehkan tidak dibuat barisan shaf ketika mendesak. Contoh keadaan mendesak di sini adalah adanya penyakit menular. Akhirnya ada yang melaksanakan shalat sendirian di belakang shaf, shalat seperti itu sah. Jika tidak kondisi mendesak, barisan shaf mesti dibentuk. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dari hadits ‘Ali bin Syaiban, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak ada shalat bagi orang yang shalat sendirian di belakang shaf.” Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad dan lainnya.” (Al-Ahkaam Al-Fiqhiyyah Al-Muta’alliqah bi Waba’ Kuruna, hlm. 17).
jika mendapati uzur, shalat berjamaah bisa gugur termasuk saat wabah corona ini melanda. Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sakit, beliau tidak melakukan shalat berjamaah. Lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan,
مُرُوا أَبَا بَكْرٍ فَلْيُصَلِّ بِالنَّاسِ
“Perintahkanlah kepada Abu Bakar untuk memimpin shalat.” (HR. Bukhari, no. 664 dan Muslim, no. 418)
Ada kaedah fikih yang berbunyi,
المشَقَّةُ تَجْلِبُ التَّيْسِيْرُ
“Kesulitan mendatangkan kemudahan.”
Atau seperti ibarat yang diungkapkan oleh Imam Asy Syafi’i dalam Al-Umm,
إِذَا ضَاقَ الأَمْرُ اِتَّسَعَ
“Jika perkara itu sempit, datanglah kelapangan.”
Dalil dari kaedah di atas adalah firman Allah,
فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ
“Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu.” (QS. At-Taghabun: 16)
لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا ۚ
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (QS. Al-Baqarah: 286)
Dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إنَّ الدِّينَ يُسْرٌ، ولَنْ يُشَادَّ الدِّينَ أحَدٌ إلَّا غَلَبَهُ
“Sesungguhnya agama itu mudah. Orang yang memperberat diri dalam beragama, dialah yang akan kalah.” (HR. Bukhari, no. 39)
Nabi telah melarang orang yang sakit untuk berbaur dengan yang sehat,
لا يُورِدَنَّ مُمْرِضٌ عَلَى مُصِحٍّ
“Orang yang sakit janganlah membaur dengan yang sehat.” (HR. Bukhori dan Muslim)
Jika ada orang yang telah berusia lanjut, orang yang sakit kronis, orang yang terhalang penyakit, atau keadaan yang masih kurang aman di daerahnya, hendaklah mereka-mereka shalat di rumah mereka saja karena adanya penghalang. Sedangkan laki-laki yang lainnya, maka tidaklah masalah mendirikan shalat berjamaah dengan memperhatikan protokoler yang ada. (Syaikh Prof. Dr. Sulaiman Ar-Ruhaily pada akun twitternya).
Shalat berjamaah punya keutamaan yang besar. Oleh karena itu, ada perubahan tata cara pelaksanaannya dalam shalat khauf untuk menjaga keberlangsungan shalat berjamaah. Ketika itu masbuk melaksanakan shalat bersama imam dengan perubahan tata cara shalat demi terjaganya shalat berjamaah. Dari alasan itu, lebih layak untuk dibolehkan mengubah bentuk shaf dalam shalat berjamaah demi terjaganya shalat tersebut, walaupun akhirnya shaf terlihat renggang (tidak rapat), hal itu tidak termasuk bidah. (Syaikh Prof. Dr. Sulaiman Ar-Ruhaily pada akun twitternya).
Baca juga: Sholat ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar