Jumat, 02 Februari 2018

Mencari ataukah Menjemput Rejeki dan apakah Kaya itu Bukti Kecintaan Allah? Bagaimana dengan Keberkahan?

Seringkali kita mendengar, bekerja untuk mencari rejeki. Tapi apakah benar kita bekerja untuk mencari rejeki?
Mencari ataukah menjemput rejeki?

Seorang bayi dalam dikandungan ibunya, apakah ia mencari sendiri makanan untuk menghidupi dirinya sendiri?
Cicak yang hanya bisa merayap, makanannya nyamuk yang selalu terbang, apakah cicak itu mencari sendiri rejekinya?
Seseorang istri yang ditinggal mati suaminya, apakah istri itu juga ikut mati karena tidak bisa makan? padahal istri tersebut tidak bekerja, dan suaminyalah yang bekerja ...
Sapi yang tidak pernah sekolah dan tidak punya ijazah, apakah sapi itu mati kelaparan karena tidak bisa bekerja kantoran untuk mencari rejeki?


QS.29. Al 'Ankabuut:

وَكَأَيِّن مِّن دَآبَّةٍ لاَّ تَحْمِلُ رِزْقَهَا ٱللَّهُ يَرْزُقُهَا وَإِيَّاكُمْ وَهُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلْعَلِيمُ

60. Dan berapa banyak binatang yang tidak (dapat) membawa (mengurus) rezkinya sendiri. Allah-lah yang memberi rezki kepadanya dan kepadamu dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

Sesungguhnya rejeki telah ditentukan kadarnya, tidak akan habis rejeki seseorang hingga ajal menjemputnya ...
Jangan takut tidak kebagian rejeki, karena selama masih hidup, Allah telah berjanji menjamin rejeki setiap makhlukNya ...
Karena itu, ketika adzan berkumandang, segera datangi Masjid untuk mendirikan Sholat, tinggalkan jual-beli dan pekerjaan Anda (sesuai petunjuk Sunnah Nabi SAW.). Kalau memang rejeki Anda, tentu mereka akan mendatangi Anda, namun kalau tidak, mereka tidak akan mendatangi Anda kembali ...

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كَتَبَ اللَّهُ مَقَادِيرَ الْخَلاَئِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ بِخَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ

“Allah telah mencatat takdir setiap makhluk sebelum 50.000 tahun sebelum penciptaan langit dan bumi.” (HR. Muslim no. 2653, dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash)

Dalam hadits lainnya disebutkan,

إِنَّ أَوَّلَ مَا خَلَقَ اللَّهُ الْقَلَمَ فَقَالَ اكْتُبْ. فَقَالَ مَا أَكْتُبُ قَالَ اكْتُبِ الْقَدَرَ مَا كَانَ وَمَا هُوَ كَائِنٌ إِلَى الأَبَدِ

“Sesungguhnya awal yang Allah ciptakan (setelah ‘arsy, air dan angin) adalah qalam (pena), kemudian Allah berfirman, “Tulislah”. Pena berkata, “Apa yang harus aku tulis”. Allah berfirman, “Tulislah takdir berbagai kejadian dan yang terjadi selamanya.” (HR. Tirmidzi no. 2155. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Ibnul Qayyim berkata,
“Fokuskanlah pikiranmu untuk memikirkan apapun yang diperintahkan Allah kepadamu. Jangan menyibukkannya dengan rezeki yang sudah dijamin untukmu. Karena rezeki dan ajal adalah dua hal yang sudah dijamin, selama masih ada sisa ajal (umur), rezeki pasti datang. Jika Allah -dengan hikmahNya- berkehendak menutup salah satu jalan rezekimu, Dia pasti –dengan rahmatNya- membukakan jalan lain yang lebih bermanfaat bagimu."

Sesungguhnya kita ini tidak mencari rejeki, karena kalau mencari, memiliki makna rejeki belum ditentukan kadarnya.
Padahal yang sebenarnya terjadi, rejeki itu sudah ditentukan kadarnya untuk masing2 makhlukNya ...
Jemputlah rejeki, kalau itu rejeki kita, maka kita akan dapatkan, namun kalau tidak, tentu kita tidak akan mendapatkannya ...

Jangan mengemis kepada manusia atau makhluk, namun berharaplah hanya kepada Allah ...
Mengemis dan berkeluh-kesah kepada makhluq, hanya akan menambah kehinaanmu dihadapan mereka ...
Rejeki itu hak Allah sebagai karuniaNya kepada semua makhluq ...
Kadangkala Allah melambatkan dan menahan rejeki kita, karena itu beristighfar-lah, karena dengan RahmatNya, rejeki itu menjadi lancar, jika Dia menghendaki ...

Berharap hanya kepada Allah itulah yang terbaik ...
Bukankah ada manusia yang banting tulang bekerja siang-malam, namun ia tidak kaya-kaya ...?
Dan ada juga yang bekerja santai namun ia kaya raya ...?
Ada sapi yang gemuk dan ada pula yang kurus, padahal semua sapi tersebut tidak punya ijazah ...?
Lihatlah Cicak, ia tidak bisa terbang, namun ternyata ia dapat makan nyamuk dengan lahapnya ...?
Bayi dalam kandungan yang tidak bekerja saja bisa hidup, tanpa harus bersusah-payah ...?
Bayi dalam kandungan itu juga tidak kepedasan ketika ibunya makan rujak pedas ...?
Itulah Kuasa Allah untuk mengatur rejeki makhluqNya ...

Bertawakkallah, perbanyak sedekah dan Istighfar, karena dengan demikian Allah kasihan kepada kita dan menurunkan RahmatNya kepada kita, kemudian melancarkan rejeki kita  ...

QS.65. Ath Thalaaq:

وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لاَ يَحْتَسِبُ وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى ٱللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ ٱللَّهَ بَـٰلِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ ٱللَّهُ لِكُلِّ شَىْءٍ قَدْراً

3. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.

QS.34. Saba':

قُلْ إِنَّ رَبِّى يَبْسُطُ ٱلرِّزْقَ لِمَن يَشَآءُ مِنْ عِبَادِهِ وَيَقْدِرُ لَهُ وَمَآ أَنفَقْتُمْ مِّن شَىْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهُ وَهُوَ خَيْرُ ٱلرَّازِقِينَ

39. Katakanlah: "Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezki bagi siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan menyempitkan bagi (siapa yang dikehendaki-Nya)." Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia-lah Pemberi rezki yang sebaik-baiknya.

Andaikan kebanyakan manusia dijadikan kaya, tentunya mereka akan berbuat aniaya ...
Menindas yang miskin,  memperbudak mereka, berbuat kerusakan di muka bumi dan masih banyak perbuatan buruk yang akan mereka lakukan ...
Karena itu Allah membatasi rejeki mereka dengan kadar yang pas, hingga seseorang yang beriman bisa pergi berjamaah 5 waktu di Masjid, tanpa harus bingung ngurusi hartanya yang melimpah ruah ...
Hingga ia dapat berzakat dengan mudah, tanpa perhitungan yang rumit, karena tidak banyaknya harta yang dimiliki ...
Itulah kebijaksanaan Allah, mengapa kita tidak bersyukur dengan rizki yang kita miliki sekarang?
Allah Maha Mengetahui kadar rizki buat kita, hingga kita tidak melupakanNya ...
Tidak perlu iri terhadap manusia lain yang lebih kaya daripada kita, karena belum tentu kita sanggup untuk tetap dijalanNya dengan rejeki yang sangat banyak ...

QS.42. Asy Syuura:

وَلَوْ بَسَطَ ٱللَّهُ ٱلرِّزْقَ لِعِبَادِهِ لَبَغَوْاْ فِى ٱلأَْرْضِ وَلَـٰكِن يُنَزِّلُ بِقَدَرٍ مَّا يَشَآءُ إِنَّهُ بِعِبَادِهِ خَبِيرٌ بَصِيرٌ

27. Dan jikalau Allah melapangkan rezki kepada hamba-hamba-Nya tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat.

Ingatlah rejeki yang barokah itu bukanlah rejeki yang bertambah banyak ...!!!
Namun rejeki yang barokah itu adalah rejeki yang dapat semakin mendekatkan diri hambaNya kepada Allah SWT ...
Percuma kaya-raya, apabila durhaka kepada Allah, sebab Nerakalah tempatnya ...
Itulah rejeki yang Tidak Barokah ...
Seperti Qorun dengan hartanya yang melimpah ruah, yang malah menjerumuskannya ke Api Neraka yang abadi ...
Seperti Firaun yang diberi anugerah kekuasaan dan harta yang selalu bertambah, namun malah menjadikan murkaNya, hingga diabadikan dalam Alquran sebagai contoh yg sangat buruk ...
Juga seperti Haman, ahli kimia, orang kepercayaan Firaun, sebagai contoh buruk ilmuwan yang semakin jauh dan durhaka kepada penciptaNya ...
Masihkah Anda berpendapat, keberkahan itu berarti dengan semakin bertambahnya rejeki dan jabatan kekuasaan ...?

Lihatlah Nabi Muhammad SAW, berapa banyak rejeki dari karunia Allah yang dilimpahkan kepada Beliau? Harta rampasan perang, dan hadiah yang kalau ditotal jumlahnya sangatlah banyak ...
Namun harta itu Beliau serahkan kepada umatnya, semuanya ...!
Hingga Beliau sangat miskin ...
Namun Beliau sangat dekat kepada Allah SWT ...
Demikian juga sahabat yang mengikuti beliau, Abdurrahman bin Auf ra, Utsman bin affan ra, Abu bakar ra, apakah mereka berfoya-foya dengan kekayaan mereka? Yang terjadi adalah mereka terlihat miskin dan hidup sederhana, dengan menginfakkan hartanya di jalan Allah ...
Itulah rejeki yang BAROKAH ...
Barokah hingga negeri Akhirat ...

Ingatlah ...
Tidak barokah rejeki yang semakin bertambah banyak, namun malah menjadikannya semakin jauh dari Allah ...
Tidak barokah ilmu yang semakin bertambah, namun menjadikannya semakin durhaka dan malah menantang Allah ...
Tidak barokah jabatan dan kekuasaan yang semakin luas/tinggi, namun malah menjadikannya semakin jauh dari Allah ...

Seperti dijelaskan dalam Surat Al-Mulk Ayat 1

تَبَارَكَ الَّذِي بِيَدِهِ الْمُلْكُ وَهُوَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

Terberkatilah Dia (Allah) Yang di tangan-Nya-lah segala kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu,

(Sumber:https://www.almaany.com/ar/dict/ar-ar/%D8%AA%D8%A8%D8%A7%D8%B1%D9%83/)
>>> Sesungguhnya Keberkatan, Barokah itu milik Allah. Dan Dia-lah pemilik tunggal segala kerajaan, ilmu dan kekuasaan. Dia memberkati segala sesuatu, termasuk ilmu, harta, kekuasaan, kerajaan dan bahkan waktu. Dan Dia juga yang menghilangkan keberkahan itu.
Sehingga hambaNya dapat semakin dekat kepadaNya, setelah diberkatinya ilmu, harta ataupun kekuasaan yang dilimpahkan kepadanya.
Dan begitu juga sebaliknya, jika Dia telah mencabut keberkahan dari ilmu, harta ataupun kekuasaan, maka:
Seseorang yang berilmu, semakin tinggi ilmunya, semakin sombong, semakin tidak sopan terhadap guru, orang tua dan kepada yang lainnya. Teknologi tinggi dikuasainya, namun sifat takabbur dan sombong juga menghinggapinya. Merasa lebih pintar dari orang lain atau bahkan guru atau kyai-nya.
Seseorang yang dianugerahi kekayaan, maka orang itu juga akan semakin sombong, suka pamer kekayaan, boros, berfoya-foya, menindas yang lemah, mempergunakan hartanya untuk kejahatan. Merasa kurang terus hingga Korupsi merajalela. Setiap hari memang ia akan bertambah kaya, hartanya terus bertambah, namun seketika itu pula imannya berkurang, hingga ia akan semakin jauh dari Allah.
Demikian juga yang terjadi jika kekuasaan telah dilenyapkan keberkahannya.!

Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu, termasuk mencabut keberkahan dari makhluqNya ...


Ingatlah, Seorang Mukmin, tidak harus kaya, namun ia wajib bersyukur ...
Bersyukur bukan berarti berpangku tangan dalam pengharapan rejeki ...
Juga bukan berarti mengemis dan meminta2 kepada sesama makhluq ...
Namun ia selalu berusaha dan bertaqwa, sesuai dengan apa-apa yang Allah perintahkan kepadanya ...
Sehingga hidupnya tidak selalu disibukkan dengan harta dunia, namun ia selalu disibukkan untuk mengerjakan apapun yang Allah perintahkan kepadanya ...

Surat Al-Baqarah Ayat 268

الشَّيْطَانُ يَعِدُكُمُ الْفَقْرَ وَيَأْمُرُكُمْ بِالْفَحْشَاءِ ۖ وَاللَّهُ يَعِدُكُمْ مَغْفِرَةً مِنْهُ وَفَضْلًا ۗ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

Syaitan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (korupsi, suap, mencuri, merampok, kikir, dan terlalu cinta dunia/harta); sedang Allah menjadikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.


>>> Hadis riwayat Abdullah bin Masud Radhiyallahu’anhu, ia berkata:
Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. sebagai orang yang jujur dan dipercaya bercerita kepada kami:
Sesungguhnya setiap individu kamu mengalami proses penciptaan dalam perut ibunya selama empat puluh hari (sebagai nutfah). Kemudian menjadi segumpal darah selama itu juga kemudian menjadi segumpal daging selama itu pula. Selanjutnya Allah mengutus malaikat untuk meniupkan roh ke dalamnya dan diperintahkan untuk menulis empat perkara yaitu:
Menentukan rezekinya,
Ajalnya,
Amalnya, serta
Apakah ia sebagai orang yang sengsara ataukah orang yang bahagia.
Demi Zat yang tiada Tuhan selain Dia, sesungguhnya salah seorang dari kamu telah melakukan amalan penghuni surga sampai ketika jarak antara dia dan surga tinggal hanya sehasta saja namun karena sudah didahului takdir sehingga ia melakukan perbuatan ahli neraka maka masuklah ia ke dalam neraka. Dan sesungguhnya salah seorang di antara kamu telah melakukan perbuatan ahli neraka sampai ketika jarak antara dia dan neraka tinggal hanya sehasta saja namun karena sudah didahului takdir sehingga dia melakukan perbuatan ahli surga maka masuklah dia ke dalam surga. (Shahih Muslim No.4781)

Bab: Benarkah Banyaknya Kekayaan yang Dimiliki itu Berarti Allah Mencintainya?
Qarun hidup pada zaman nabi Musa, yang saat itu dipimpin oleh Firaun. Ia adalah salah seorang kaum Musa yang bersikap sombong kepada mereka dengan diri dan hartanya. Allah telah memberikan kekayaan yang melimpah kepadanya. Jumlah kunci gudang hartanya sangat banyak, sehingga terasa sangat berat untuk dibawa oleh sejumlah laki-laki yang kuat sekalipun. Dan ketika ia tertipu oleh nikmat Allah yang dikaruniakan kepadanya dengan mengingkarinya, kaumnya (mukminin yang berilmu) menasihatinya dengan berkata, "Janganlah kamu tertipu dengan harta bendamu, dan jangan sampai kegembiraan dengan harta benda itu melupakanmu dari bersyukur kepada Allah. Sesungguhnya Allah tidak berkenan terhadap orang-orang yang sombong dan terpedaya oleh harta benda."

Qarun menolak nasihat orang-orang mukmin itu, matanya telah buta terhadap hakikat kebenaran. Ia membantah nasihat itu seraya berkata, “Sesungguhnya Allah memberiku harta karena kecintaanNya dan ilmuku. Karena itu, aku layak menerimanya.” Juga dikatakan, “Sesungguhnya aku diberi harta karena pengetahuan Allah, karena aku berhak mendapatkannya, dan karena cinta-Nya padaku.”
“Sesungguhnya Aku diberi harta karena ilmu yang aku miliki dan aku diberi harta karena pantas menerimanya. Allah Maha Mengetahui. Jika aku tidak pantas mendapatkannya niscaya aku tidak akan diberi.” (dalam Kisah-kisah Al Quran, Shalah Al Khalidy, GIP, jilid 1, hlm. 179-185).

Kemudian Allah menegur perbuatan tercela Qarun, hingga diabadikan dalam Al Quran:
Surat Al-Qasas Ayat 76

۞ إِنَّ قَارُونَ كَانَ مِنْ قَوْمِ مُوسَىٰ فَبَغَىٰ عَلَيْهِمْ ۖ وَآتَيْنَاهُ مِنَ الْكُنُوزِ مَا إِنَّ مَفَاتِحَهُ لَتَنُوءُ بِالْعُصْبَةِ أُولِي الْقُوَّةِ إِذْ قَالَ لَهُ قَوْمُهُ لَا تَفْرَحْ ۖ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْفَرِحِينَ

Sesungguhnya Karun (Qorun) adalah termasuk kaum Musa, maka ia berlaku aniaya terhadap mereka, dan Kami telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat. (Ingatlah) ketika kaumnya berkata kepadanya: "Janganlah kamu terlalu bangga; sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri".

Allah membantah pernyataan Qarun, bahwa Allah mencintainya dengan meng-anugerahkan kekayaan yang melimpah kepadanya. Sesungguhnya kekayaan dan rejeki yang luas/sempit itu termasuk ujian. Bukan tanda kecintaan Allah kepada makhluqNya.

Surat Az-Zumar Ayat 49

فَإِذَا مَسَّ الْإِنْسَانَ ضُرٌّ دَعَانَا ثُمَّ إِذَا خَوَّلْنَاهُ نِعْمَةً مِنَّا قَالَ إِنَّمَا أُوتِيتُهُ عَلَىٰ عِلْمٍ ۚ بَلْ هِيَ فِتْنَةٌ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُونَ

49. Maka apabila manusia ditimpa bahaya ia menyeru Kami, kemudian apabila Kami berikan kepadanya nikmat dari Kami ia berkata: "Sesungguhnya aku diberi nikmat itu hanyalah karena kepintaranku". Sebenarnya itu adalah ujian, tetapi kebanyakan mereka itu tidak mengetahui.

Sesungguhnya telah berlaku Sunnatullah, apabila seseorang itu diberikan kesenangan, keluasan rejeki, hingga kekayaan yang melimpah ruah, maka ia beranggapan Allah memuliakannya.
Dan sebaliknya, apabila seseorang itu disempitkan rejekinya, sulit usahanya, atau bahkan bangkrut usahanya, maka ia berprasangkan buruk kepada Allah, dengan berkata, "Tuhanku menghinakanku".

Surat Al-Fajr Ayat 15-16

فَأَمَّا الْإِنْسَانُ إِذَا مَا ابْتَلَاهُ رَبُّهُ فَأَكْرَمَهُ وَنَعَّمَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَكْرَمَنِ

وَأَمَّا إِذَا مَا ابْتَلَاهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَهَانَنِ

Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu dia dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia akan berkata: "Tuhanku telah memuliakanku".
Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rezekinya maka dia berkata: "Tuhanku menghinakanku".

Ingatlah, Sesungguhnya makhluq yang paling dicintaiNya adalah yang paling bertaqwa kepada Allah. Hingga Allah memuliakan makhluqNya itu disisiNya, bagaimanapun keadaannya, apakah ia kaya, ataukah miskin.

Surat Al-Hujurat Ayat 13

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ


Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.

Bab: Jemputlah Rejeki dengan Cara yang Baik dan Jangan Diam Saja
QS.62. Al Jumu'ah:

فَإِذَا قُضِيَتِ ٱلصَّلَوٰةُ فَٱنتَشِرُواْ فِى ٱلأَْرْضِ وَٱبْتَغُواْ مِن فَضْلِ ٱللَّهِ وَٱذْكُرُواْ ٱللَّهَ كَثِيراً لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

10. Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung. (setelah selesai sholat dan berdoa, jangan hanya duduk2 berdoa terus, menunggu rejeki dari langit, namun bekerjalah untuk menjemput karunia Allah, dan tetaplah mengingat Allah dalam bekerja supaya beruntung)

-----------------------------------------------------------
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوا اللهَ وَأَجْمِلُوْا فِي الطَّلَبِ فَإِنَّ نَفْسًا لَنْ تَمُوْتَ حَتَّى تَسْتَوْفِي رِزْقَهَا وَإِنْ أَبْطَأَ عَنْهَا فَاتَّقُوا اللهَ وَأَجْمِلُوْا فِي الطَّلَبِ خُذُوْا مَا حَلَّ وَدَعُوْا مَا حَرُمَ.

“Wahai manusia, bertakwalah kepada Allah dan sederhanalah dalam mencari nafkah. Karena sesungguhnya seseorang tidak akan mati hingga sempurna rizkinya. Meskipun (rizki itu) bergerak lamban. Maka, bertakwalah kepada Allah dan sederhanalah dalam mencari nafkah, ambillah yang halal dan tinggalkan yang haram”.

[HR Ibnu Majah no. 2144, Ibnu Hibban no. 1084, 1085-Mawarid, al Hakim (II/4), dan Baihaqi (V/264), dari Sahabat Jabir Radhiyallahu ‘anhuma. Dishahihkan oleh al Hakim dan disetujui oleh adz-Dzahabi. Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh al Albani dalam Silsilah al Ahadits ash-Shahihah no. 2607.]
-----------------------------------------------------------

Bab. Siapakah yang Beruntung dan Terbaik disisi Allah?

Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ الْمُكْثِرِينَ هُمُ الْمُقِلُّونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ، إِلاَّ مَنْ أَعْطَاهُ اللَّهُ خَيْرًا ، فَنَفَحَ فِيهِ يَمِينَهُ وَشِمَالَهُ وَبَيْنَ يَدَيْهِ وَوَرَاءَهُ ، وَعَمِلَ فِيهِ خَيْرًا

Sesungguhnya orang-orang yang memperbanyak (harta) adalah orang-orang yang menyedikitkan (kebaikannya) pada hari Kiamat, kecuali orang yang Allâh Subhanahu wa Ta’ala berikan kepadanya kebaikan, lalu dia memberi kepada orang yang di sebelah kanannya, kirinya, depannya, dan belakangnya; dan dia berbuat kebaikan pada hartanya (HR. al-Bukhâri, no. 6443; Muslim, no. 94)

al-Hâfizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Yang dimaksudkan dengan ‘memperbanyak’ adalah dengan harta, dan ‘menyedikitkan’ adalah dengan pahala akhirat. Ini (terjadi) pada diri orang yang memperbanyak harta, akan tetapi dia tidak memenuhi sifat dengan yang ditunjukkan oleh pengecualian setelahnya, yaitu berinfaq”. [Fathul Bari 18/261]

"Sesungguhnya orang-orang yang memiliki banyak harta, adalah orang-orang yang sedikit kebaikannya pada hari Kiamat, kecuali yang menggunakan hartanya itu di jalan Allah"
Kebanyakan orang yang memiliki banyak harta, menggunakan hartanya itu untuk hal2 yang mubah (kalau tidak mau dikatakan haram). Beli mobil mewah, motor mewah, atau motor yang bagus. Dan mereka menginfakkan hartanya, kecuali hanya sekedarnya saja.
Bandingkan dengan mukmin yang memiliki harta cuman jutaan atau bahkan jauh lebih kecil dari itu, namun berinfak jauh lebih banyak dari itu, padahal mereka termasuk miskin.
Orang2 mukmin tersebut tidak terlena oleh kehidupan dunia, mereka lebih mementingkan perintah Allah, daripada kebutuhan dirinya sendiri. Tidak jarang mereka mengalami kesulitan2 dalam dunianya, karena perbuatannya itu namun karena cintanya kepada Allah, mereka tidak menggubrisnya.
Memang tidak berdosa mukmin yang menggunakan hartanya untuk kemegahan dirinya, selama tidak menyalahi syariat Islam. Namun mukmin yang seperti itu, pahalanya kelak diakhirat jauh lebih sedikit daripada Mukmin yang miskin, atau Mukmin yang kaya namun menggunakan kekayaannya dijalan Allah.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar