Jumat, 27 Januari 2017

Isim Nakiroh dan Isim Ma’rifat dan Beberapa Faidahnya Dalam AlQur’an

Dalam bahasa arab, ada istilah isim nakiroh dan isim ma’rifat istilah baru yang tidak ada padanannya dalam Bahasa Indonesia. Jadi, istilah ini sesuatu yang ‘baru’ bagi kita yang baru belajar bahasa arab.

Seberapa penting memahami nakiroh dan ma’rifat ? Penting sekali karena dari keduanyalah selanjutnya akan dibentuk hal – shohibul hal, na’at – man’ut / sifah – mausuf, mubtada – khobar. Bahkan, isim nakiroh di dalam Al-Quran memiliki makna dan tafsir yang ‘berbeda’ nantinya.
Silahkan membaca: http://tausyiahaditya.blogspot.co.id/2012/12/hati-hati-dalam-membaca-al-quran.html.

Isim ada dua jenis, isim nakiroh dan isim ma’rifat:

Bab: Isim nakiroh (اسم نكرة)

–> اسمٌ يَدُلُّ عَلَى شَيْءٍ لَيْسَ مُعَيَّنًا. مِثْل : كُتُبٌ, مُعْجَمٌ,

–> Isim yang menunjukkan sesuatu yang tidak tertentu atau belum tertentu. Misal: كُتُبٌ, مُعْجَمٌ

–> Isim nakiroh juga dikenal sebagai isim yang dapat dimasuki alif-lam (ال) di awalnya dan menyebabkan dia menjadi ma’rifat. Jika dia tidak menjadi ma’rifat ketika dimasuki alif-alm maka ia bukan isim nakiroh [1]

Jumat, 20 Januari 2017

Ijab Kabul Akad Nikah

SEJARAH
Telah berkata Yahya bin Sulaiman Telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb dari Yunus -dalam riwayat lain- Dan Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Shalih Telah menceritakan kepada kami Anbasah Telah menceritakan kepada kami Yunus dari Ibnu Syihab ia berkata; Telah mengabarkan kepadaku Urwah bin Zubair bahwa Aisyah isteri Nabi shallallahu 'alaihi wasallam telah mengabarkan kepadanya bahwa; Sesungguhnya pada masa Jahiliyah ada empat macam bentuk pernikahan.
Pertama, adalah pernikahan sebagaimana dilakukan orang-orang pada saat sekarang ini, yaitu seorang laki-laki meminang kepada wali sang wanita, kemudian memberikannya mahar lalu menikahinya.
Bentuk kedua yaitu; Seorang suami berkata kepada isterinya pada saat suci (tidak haidl/subur), "Temuilah si Fulan dan bergaullah (bersetubuh) dengannya." Sementara sang suami menjauhinya sementara waktu (tidak menjima'nya) hingga benar-benar ia positif hamil dari hasil persetubuhannya dengan laki-laki itu. Dan jika dinyatakan telah positif hamil, barulah sang suami tadi menggauli isterinya bila ia suka. Ia melakukan hal itu, hanya untuk mendapatkan keturunan yang baik. Istilah nikah ini adalah Nikah Al Istibdlaa'.
Kemudian bentuk ketiga; Sekelompok orang (kurang dari sepuluh) menggauli seorang wanita. Dan jika ternyata wanita itu hamil dan melahirkan. Maka setelah masa bersalinnya telah berlalu beberapa hari, wanita itu pun mengirimkan surat kepada sekelompok laki-laki tadi, dan tidak seorang pun yang boleh menolak. Hingga mereka pun berkumpul di tempat sang wanita itu. Lalu wanita itu pun berkata, "Kalian telah tahu apa urusan kalian yang dulu. Dan aku telah melahirkannya, maka anak itu adalah anakmu wahai Fulan." Yakni, wanita itu memilih nama salah seorang dari mereka yang ia sukai, dan laki-laki yang ditunjuk tidak dapat mengelak.
Kemudian bentuk keempat; Orang banyak berkumpul, lalu menggauli seorang wanita, dan tak seorang pun yang dapat menolak bagi orang yang telah menggauli sang wanita. Para wanita itu adalah wanita pelacur. Mereka menancapkan tanda pada pintu-pintu rumah mereka sebagai tanda, sehingga bagi siapa saja yang ingin, maka ia boleh masuk dan bergaul dengan mereka. Dan ketika salah seorang dari mereka hamil, lalu melahirkan, maka mereka (orang banyak itu) pun dikumpulkan, lalu dipanggilkanlah orang yang ahli seluk-beluk nasab (Alqafah), dan Al Qafah inilah yang menyerahkan anak sang wanita itu kepada orang yang dianggapnya sebagai bapaknya, sehingga anak itu dipanggil sebagai anak darinya. Dan orang itu tidak bisa mengelak.
Maka ketika Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam diutus dengan membawa kebenaran, beliau pun memusnahkan segala bentuk pernikahan jahiliyah, kecuali pernikahan yang dilakoni oleh orang-orang hari ini. (No. Hadist: 4732 dari KITAB SHAHIH BUKHARI)

Jumat, 13 Januari 2017

Perintah Berjilbab


DEFINISI

JILBAB
Berasal dari bahasa arab yang jamaknya jalaabiib artinya pakaian yang lapang/luas. Pengertiannya yaitu pakaian yang lapang dan dapat menutup aurat wanita, kecuali muka dan kedua telapak tangan hingga pergelangan saja yang ditampakkan. Jilbab ini hukumnya adalah wajib sebagai sebuah keharusan yang pasti atau mutlak bagi wanita dewasa yang mukminat atau muslimat.

KERUDUNG
Yang ini berasal dari bahasa indonesia. Bila dalam bahasa arabnya adalah khimaar, jamaknya khumur yaitu tutup/tudung yang menutup kepala, leher, sampai dada wanita.
Sekilas kerudung memiliki definisi yang hampir sama dengan jilbab. Tapi tidak sama. Jilbab memiliki arti yang lebih luas, Karena Jilbab dapat diartikan sebagai busana muslimat yang menjadi satu corak, yaitu busana yang menutup seluruh tubuhnya, mulai dari atas kepala sampai kedua telapak kakinya yang jadi satu (menyatu) tanpa menggunakan kerudung lagi. Sedangkan Khimar itu (kerudung) hanya tudung yang menutupi kepala hingga dada saja. Sama halnya seperti Jilbab, kerudung ini hukumnya wajib.

Jumat, 06 Januari 2017

Kamasutra?


QS.30. Ar Ruum:

وَمِنْ ءايَـٰتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَٰجاً لِّتَسْكُنُوۤاْ إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِى ذَلِكَ لأَيَـٰتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

21. Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. 

ALASAN MENIKAH

Dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda: “Wanita itu dinikahi karena empat perkara;
[1] karena harta bendanya,
[2] karena keturunannya,
[3] karena kecantikannya dan
[4] karena agamanya. Maka pilihlah wanita yang beragama, maka kamu akan beruntung.”
[Bukhari, Muslim, Nasa’I , Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad dan Ad-Darami]

Senin, 02 Januari 2017

Bagaimana dengan Mimpi Bertemu Nabi Muhammad SAW?

Bermimpi ketemu Nabi shallallahu 'alahi wasallam merupakan perkara yang mungkin terjadi berdasarkan dalil-dalil yang shahih. Akan tetapi para ulama telah sepakat jika seseorang bermimpi bertemu dengan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pun, lalu Nabi menyampaikan sesuatu dalam mimpi tersebut maka mimpi tersebut tidak bisa dijadikan dalil dalam penentuan hukum yang baru, apalagi sampai merubah atau memansukhkan suatu hukum.
Demikian juga halnya jika Nabi mengabarkan hal yang ghoib tentang masa depan. Paling banter hanya sebagai 'isti'naas (penguat) saja dan bukan penentu atau kepastian.