Senin, 30 Maret 2015

Dahulukanlah kelembutan, dan jauhilah kekerasan

Pemimpin yg zhalim masih lebih baik, daripada tidak ada pemimpin ...
Karena, ketika pemimpin sdh tidak ada, maka kepastian hukum akan lenyap ...
Tidak akan ada hukum, yg ada hukum rakyat ...
Pembunuhan dan 1001 kejahatan lainnya akan terjadi dimana-mana ...
Dan akan muncul 1001 "pemimpin yg lebih zhalim dan bengis" , yakni dari kalangan rakyat yg mencoba menghakimi sendiri ...

Apakah "perubahan" yg didengungkan para pemberontak yg ingin merubah kebaikan bisa terjadi?
Tidak!, banyak kejadian yg membuktikan, penggulingan pemimpin yang zhalim melalui pemberontakan, yakni dng kekerasan dan tidak menggunakan kelembutan, malah menjadikan suasana yg lebih runyam dan sangat tidak stabil ...
Dulu kata mereka, yakni para pemberontak, mengatakan sanggup menjadi pemimpin yg lebih baik, sehingga mereka menggunakan kekerasan dalam menggulingkan pemimpin yg lama, yg mereka anggap zhalim ...
Namun ternyata, situasi malah semakin memburuk, dan semakin tidak stabil ...
Pembunuhan dan kejahatan lainnya malah semakin banyak ...
Rakyat pada umumnya malah ketakutan, dan tidak ada kedamaian ...
Pendidikan dan ibadah malah tidak bisa berjalan dng baik, yg ada adalah ketakutan yg amat sangat ...

Dahulukanlah kelembutan, dan jauhilah kekerasan ...
Kekerasan hanya akan membawa dendam dan mendatangkan situasi yg lebih buruk, baik datang lebih cepat atau lebih lambat ...

Sehingga pahamlah penulis, mengapa Syaikh Mohammad Said Ramadan Al Buthi, seorang ulama besar sunni(salah satu guru dari Dr.Ahmad Lutfi Fathullah -Pusat Kajian Hadis, Jkt- yg merupakan salah satu guru yg dijadikan rujukan beberapa artikel diblog ini), memilih tidak memberontak kepada presiden suriah, bahkan terkesan melindungi rezim itu (presiden Bashar Assad, disebut sebagai diktator yg zhalim) ...
Meskipun keluarga presiden suriah dari golongan yg berseberangan dng Al Buthi(sunni), yakni syiah ...
Beliau (Syaikh Al Buthi) juga terkenal menentang gerakan pemberontakan dinegara lain ...
Namun akhirnya beliau bersama puluhan muridnya tewas oleh pengeboman bunuh diri, ketika mengajar di Masjid Eman, distrik Mazraa, Damaskus, pada hari Kamis 21-3-2013.
Sungguh kekerasan hanya akan menimbulkan masalah lagi dan dendam yang tak berujung ...

Sesungguhnya orang² yang bersabar dan ia tidak membela dirinya atau tidak menuntut balas dan memaafkan kelaliman orang lain terhadap dirinya,  sesungguhnya yang demikian itu (yaitu sabar dan pemaaf)  termasuk hal-hal yang lebih baik dan diutamakan yang dianjurkan oleh syariat ...

QS.42. Asy Syuura:

وَلَمَن صَبَرَ وَغَفَرَ إِنَّ ذَلِكَ لَمِنْ عَزْمِ ٱلاُْمُورِ

43. Tetapi orang yang bersabar dan mema'afkan, sesungguhnya (perbuatan ) yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan.

Ubaid bin Asbath bin Muhammad Al Qurasyi menceritakan kepada kami, dari bapaknya, dari Hisyam bin Sa'ad. dari Zaid bin Aslam, dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, "Seorang muslim itu saudara bagi muslim (yang lain). Ia tidak (boleh) mengkhinatinya, tidak (boleh) mendustainya, dan tidak (boleh pula) menghinanya. Setiap muslim atas muslim (yang lain) adalah haram kehormatanya, hartanya, dan darahnya. Takwa itu ada di sini. Seorang Muslim cukup berbuat jahat; dengan MENGHINA saudaranya yang muslim'."
Hadits ini adalah hadits yang shahih: Al Irwa' (8/99-100) - shahih sunan Tirmidzi

Menghina saja tidak boleh, apalagi membunuh ...!

Muhammad bin Ismail menceritakan kepada kami. Abu Nu'aim menceritakan kepada kami, Ubadah bin Muslim menceritakan kepada kami, Yunus bin Khabbab menceritakan kepada kami, dari Sa'id AthTha'i Abu Al Bakhtari, ia berkata: Abu Kabsyah Al Annamari menceritakan kepadaku, ia pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda,"Ada tiga macam yang aku bersumpah atasnya. Aku akan memberitahukan sebuah hadits kepada kalian, maka hafalkanlah!". Beliau melanjutkan, "Tidak akan berkurang harta seseorang karena sedekah. Tidaklah seseorang dizhalimi dengan suatu perbuatan zhalim, lalu ia bersabar atas kezhaliman tersebut, melainkan Allah akan menambahkan kemuliaan pada dirinya ... "
Shahih: Ibnu Majah (4228).

Abu Yahya bin Muhammad bin Abdurrahim Al Baghdadi menceritakan kepada kami, Mu'alla bin Manshur menceritakan kepada kami, Abdullah bin Ja'far Al Makhrami —salah seorang putra Miswar bin Makhramah— menceritakan kepada kami, dari Utsman bin Muhammad Al Akhnasi, dari Sa'id Al Maqburi, dari Abu Hurairah, bahwa Nabi SAW bersabda, "Hindarilah keburukan yang mengakibatkan perpecahan dan kerusakan, karena sesungguhnya hal itu adalah pencukur, penghancur ".
Hasan: Al Misykah {5041-Ta'liq kedua)  - shahih sunan Tirmidzi

Hannad menceritakan kepada kami, Abu Muawiyah menceritakan kepada kami, dari Al A'masy, dari Amru bin Murrah, dari Salim bin Abu Al Ja'ad, dari Ummu AdDarda', ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, "Maukah kalian aku beritahukan derajat yang lebih utama daripada derajat puasa, shalat. dan sedekah? " Para sahabat menjawab, 'Tentu". Beliau bersabda, "Mendamaikan/memperbaiki keadaan manusia. Sesungguhnya kerusakan keadaan manusia adalah pencukur/penghancur(keburukan yang mengakibatkan perpecahan) ".
Shahih: Ghayah Al Maram (414) dan Al Misykah (5038-Tahqiq kedua).
Abu Isa berkata, "Hadits ini shahih".

Sufyan bin Waki' menceritakan kepada kami, Abdurrahman bin Mahdi menceritakan kepada kami, dari Harb bin Syaddad, dari Yahya bin Abu Katsir, dari Yaisy bin Al Walid, bahwa maula (mantan budak) AzZubair menceritakannya, dari Zubair bin Awwam, Bahwasanya Nabi SAW bersabda, "Telah menjalar kepada kalian penyakit orang-orang sebelum kalian, yaitu sifat dengki dan benci. Sifat itu adalah pencukur. Yang aku maksudkan bukan mencukur rambut, tetapi mencukur agama. Demi jiwaku yang berada di tanganNya. Kalian tidak akan masuk surga hingga beriman dan kalian tidak akan beriman hingga saling mencintai. Maukah kalian aku beritahukan sesuatu yang dapat memperteguh (keimanan) kalian? Tebarkanlah salam di antara kalian ".
Hasan: AtTa'liq ArRaghib (3/12), Al Irwa' (238), Takhrij Musykilah Al Faqr (20), Ghayah AlMaram (414), Shahih Al Adab (197).

Muhammad bin Basyar menceritakan kepada kami, Muhammad bin Abdullah Al Anshari menceritakan kepada kami, Al 'Asy'ats —yaitu Ibnu Abdul Malik— menceritakan kepada kami dari Hasan, dari Abu Bakrah, ia berkata: Rasulullah SAW naik ke atas mimbar, kemudian bersabda, "Sesungguhnya puteraku (cucu) ini adalah pemimpin yang dengan kedua tangannya Allah akan mendamaikan kedua kelompok besar."
Shahih: Ar-Raudh An-Nadhir (923), Al Irwa' (1597); Al Bukhari.

Keterangan:
Saat terjadi konflik antara Ali ra. dan Muawiyah ra., dng terbunuhnya Ali ra., kekhalifahan dipegang oleh putra Ali ra. yaitu Hasan ra. Namun, Hasan ra. hanya memegang pucuk pimpinan sebentar saja, setelah itu kekhalifahan diserahkan kepada Muawiyah ra. Tujuan cucu Nabi SAW. adalah supaya mendamaikan kedua belah pihak yg bertikai, Hasan ra. lebih memilih kedamaian dan persatuan kedua belah pihak daripada perpecahan umat Islam, apabila Hasan ra. menjadi khalifah.
Al Hasan menemui Muawiyah dan menyerahkan kekuasaannya atas Irak, kemudian ia pergi dan menetap di Madinah. Peristiwa itu terjadi pada 41H, tidak berapa lama sebelum Muawiyah wafat, karena sakit.
Al Hasan melakukan Haji sebanyak 25 kali dng berjalan kaki. Dan akhirnya Hasan wafat karena diracun. Ada pendapat bahwa yang meracuni adalah istrinya sendiri yakni Ju'dah binti al-Asy'ats. Menjelang wafatnya, Hasan berkata kepada saudaranya Al Husain, "Saudaraku, aku telah minum racun tiga kali". Husain bertanya, "Siapa yang meracunimu?". Al Hasan menjawab, "Memangnya apa yang akan kau lakukan? Kau akan memerangi mereka? Aku sudah pasrahkan urusan mereka kepada Allah". Setelah mengucapkan kata² itu, ruhnya yg suci pergi menghadap Ilahi, dan Al Husain menguburkan jenasah saudaranya di pemakaman Baqi, Madinah.

***Sungguh mulia engkau wahai cucu Nabi SAW., andaikan kebanyakan orang jaman sekarang melakukan seperti engkau, yakni lebih memilih perdamaian dan menghindarkan perpecahan, tentunya dunia ini akan damai. Dan menyerahkan kepemimpinan untuk perdamaian itu bukan berarti ia bukan pemimpin, namun itulah pemimpin sejati, yg lebih memilih kemaslahatan umat daripada nafsu untuk menjadi pemimpin***

Jangan meminta jabatan!
Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Yunus telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Dzi'b dari Sa'id Al Maqburi dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "kalian akan rakus terhadap jabatan, padahal jabatan itu akan menjadi penyesalan dihari kiamat, ia adalah seenak-enak penyusuan dan segetir-getir penyapihan." Muhamad bin Basyar berkata; telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Humran telah menceritakan kepada kami Abdul Hamid bin Ja'far dari Sa'id Al Maqburi dari Umar bin Al Hakam dari Abu Hurairah seperti diatas. (No. Hadist: 6615 dari KITAB SHAHIH BUKHARI)

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al 'Ala` telah menceritakan kepada kami Abu Usamah dari Buraid dari Abu Burdah dari Abu Musa radliallahu 'anhu mengatakan; aku menemui Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersama dua orang kaumku, lantas satu diantara kedua orang itu mengatakan; 'Jadikanlah kami pejabat ya Rasulullah? ' orang kedua juga mengatakan yang sama. Secara spontan Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam bersabda; "Kami tidak akan memberikan jabatan ini kepada orang yang memintanya, tidak juga kepada orang yang ambisi terhadapnya."(No. Hadist: 6616  dari KITAB SHAHIH BUKHARI)

Namun ada beberapa muslimin yg menggunakan dalil Nabi Yusuf as. yg meminta jabatan kepada penguasa saat itu, maka pendapat penulis:
karena Nabi Yusuf as. memang seorang Nabi yg mendapatkan perintah seperti itu dari Allah sehingga layak meminta jabatan, supaya kalimat Allah tegak berdiri. Nabi Yusuf ditolong Allah dalam masalah ini, karena memang seorang Nabi. Dan syari'at jaman itu, memang memperbolehkan Nabi Yusuf as. meminta jabatan.
Apakah orang yg meminta jabatan dijaman sekarang ini juga mendapatkan perintah Allah? tentu tidak, orang itu bukan Nabi, sehingga tdk mungkin mendapatkan firman Allah secara langsung.
Apalagi Nabi Muhammad SAW, jelas² melarang meminta jabatan, dan bahkan tidak akan memberikan jabatan kepada orang yg meminta jabatan dan juga yg berambisi untuk memperolehnya (baik orang itu merasa mampu dan sanggup menjalankan amanah jabatan itu)!.
Bukankah syaria't yg terakhir itu yang kita anut, yakni dari Rasulullah SAW.?

Jabatan bukan untuk dijadikan rebutan, namun amanah itu dapat menjadikan penyesalan kelak dihari kiamat bagi yang memperebutkannya ...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar