Selasa, 14 Agustus 2012

Kewajiban membayar Zakat (berapakah besarnya zakat fitrah?)

Sesungguhnya kewajiban membayar zakat setara dng Sholat (fardlu) ...
Seringkali ayat² perintah Sholat selalu dibarengi atau diikuti dng ayat² perintah menunaikan Zakat ...
Secara umum zakat dibagi menjadi 2:
1. Zakat fitrah (zakat jiwa): dikeluarkan setiap bulan Romadlon (akhir bulan)
2. Zakat Maal (zakat harta, pertanian, peternakan dll): dikeluarkan apabila telah mencapai nishobnya dan sudah dimiliki selama 1 tahun, tidak harus dikeluarkan pada bulan Romadlon, bisa dikeluarkan pada bulan² lain

QS 9. At Taubah:71

وَٱلْمُؤْمِنُونَ وَٱلْمُؤْمِنَـٰتِ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَآءُ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِٱلْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ ٱلْمُنْكَرِ وَيُقِيمُونَ ٱلصَّلَوٰةَ وَيُؤْتُونَ ٱلزَّكَوٰةَ وَيُطِيعُونَ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُ أُوْلَـٰئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ ٱللَّهُ إِنَّ ٱللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

"Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan SHOLAT, menunaikan ZAKAT dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. "



Ancaman bagi yg enggan / tidak mau mengeluarkan zakat:

QS 9. At Taubah:35

يَوْمَ يُحْمَىٰ عَلَيْهَا فِى نَارِ جَهَنَّمَ فَتُكْوَىٰ بِهَا جِبَاهُهُمْ وَجُنوبُهُمْ وَظُهُورُهُمْ هَـٰذَا مَا كَنَزْتُمْ لأَنفُسِكُمْ فَذُوقُواْ مَا كُنتُمْ تَكْنِزُونَ

"pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: "Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu." "


>>> Jika berkenan, Silahkan membaca artikel berikut ini: Beberapa dalil mengenai Hukum meninggalkan Zakat

 --------------------


Pokok bahasan: Zakat Fitrah (yg dikeluarkan setiap akhir bulan Ramadan)

Berapakah ukuran dalam Kg, mengenai zakat fitrah yg dikeluarkan, karena ukuran yg pasti dalam Kg blm diketahui, sedangkan dalam nash hanya terdapat besaran zakat yg dikeluarkan adalah sebanyak 1 sho' ?

Pembahasan:
Dalam sebuah hadits Ibnu Umar RA. berkata:

"Rasulullah mewajibkan zakat fitrah dengan satu sha' kurma atau satu sha' gandum, baik atas budak, merdeka, laki-laki, wanita, anak kecil, maupun dewasa dari kalangan kaum muslimin" (HR. al Bukhari II/161, Muslim II/677-678, Abu Dawud no. 1611-1613, Ibnu Majah no. 1826, an Nasai V/48 dan lainnya).

Jadi Zakat Fitrah wajib dikeluarkan sebesar satu sha' berdasarkan hadist tersebut diatas. yang menjadi masalah disini, di Indonesia tidak menggunakan satuan sha'. dan perbincangan mengenai satuan sha' tidak hanya terjadi sekarang dan tidak hanya di Indonesia mari kita simak mengenai perbedaan ukuran 1 sha dari pelbagai pendapat :

Menurut Beberapa Ulama Mazhab Fiqh
Satu Sha' sama dengan empat mud, dan satu mud sama dengan 675 Gram  Jadi satu Sha 'sama dengan 2700 Gram (2,7 kg). Demikian menurut madzhab Maliki. (Wahbah al-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, Beirut, Dar al-Fikr, tt, Juz II, hal. 910)

Sedangkan menurut al-Rafi'i dan madzhab Syafi'i, sama dengan 693 1/3 dirham (Al-Syarqawi, Op cit, Juz I, hal. 371. Lihat juga Al-Husaini, Kifayat al-Akhyar, Dar al-Fikr, Juz I, hal. 295; Wahbah Al-Zuhaili, Tafsir al-Munir, Dar al-Fikr, Juz II, hal. 141) Jika dikonversi satuan gram, sama dengan 2,751 gram (2,75 kg) (Wahbah Al-Zuhaili, Al-Fiq al Islami Wa Adilatuhu, Dar al-Fikr, Juz II hal, 911).

Dari kalangan Hanbali berpendapat, satu sha' juga sama dengan 2751 gram (2,75 kg).

Imam Hanafi ukuran satu sha menurut madzhab ini. lebih tinggi dari pendapat para ulama yang lain, yakni 3,8 kg. Sebagaimana tercantum dalam kitab al-Fiqh al-Islami wa adillatuhu karya Wahbah Zuhailli Juz II, hal. 909. :

Satu sha menurut imam Abu Hanifah dan imam Muhammad adalah 8 rithl ukuran Irak. Satu Rithl Irak sama dengan 130 dirham atau sama dengan 3800 gram (3,8 kg).

Bahkan Imam Hanafi juga memperbolehkan membayar Zakat Fitrah dengan uang senilai bahan makanan pokok yang wajib dibayarkan. Di antara kelompok Hanafiyah adalah Imam Abu Yusuf menyatakan:

"Saya lebih senang berzakat fitrah dengan uang dari pada dengan bahan makanan, karena yang demikian itu lebih tepat mengenai kebutuhan miskin."

Lihat Dr. Ahmad al-Syarbashi, Yasa' alunaka fi al-Dini wa al-Hayat, Beirut: Dar al Jail, Cet. ke III, 1980, Juz II, hal. 174. Juga Mahmud Syaltut di dalam kitab Fatawa-nya menyatakan : Yang saya anggap baik dan saya laksanakan adalah, bila saya berada di desa, saya keluarkan bahan makanan seperti kurma, kismis, gandum, dan sebagainya. Tapi jika saya di kota, maka saya keluarkan uang (harganya). Baca Mahmud Syaltut, Al-Fatawa, Kairo: Dar al-Qalam, cet. ke III , 1966, hal. 120. Kedua tokoh ini membolehkan Zakat Fitrah dengan uang, dan di dalam bukunya tersebut memang tidak dijelaskan berapa ukuran sha' menurutnya. Namun sebagai tokoh Hanafiyyah, mereka kemungkinan kecil untuk memakai ukuran madzhab lain (selain Hanafi).

Di dalam al Qamus, mud adalah takaran, yaitu dua rithl (menurut pendapat Abu Hanifah) atau satu sepertiga rithl (menurut madzhab jumhur) atau sebanyak isi telapak tangan sedang, jika mengisi keduanya, lalu membentangkannya, oleh karena itu dinamailah mud (Subulus Salam, hal. 111. Di dalam cetakan Darus Sunnah Press tertulis liter bukan rithl, dan yang masyhur adalah ucapan rithl, insya Allah ini yang benar, wallaHu a'lam).

Al Fayyumi rahimahullah berkata, "Para fuqaha berkata, 'Jika dimutlakkan istilah rithl dalam masalah furu' maka yang dimaksud adalah rithl Baghdadi'" (al Misbahul Munir hal. 230).

Dan Dr. Muhammad al Kharuf mengatakan, "Sekalipun terjadi perbedaan pendapat maka ukuran rithl Baghdadi sama dengan 408 gram" (al Idhah wa Tibyan, tahqiq oleh Dr. al Kharuf, hal. 56).

Dengan demikian jika mengikuti pendapat jumhur, maka satu mud dalam gram kurang lebih adalah 544 gram (dari satu sepertiga dikali 408) dan satu sha' kurang lebih adalah 2176 gram (dari 544 dikali 4) atau 2,176 kilogram.

Menurut Para Ulama Indonesia
Ulama Indonesia juga banyak berbeda pendapat tentang satu sha' seperti Kyai Maksum-Kwaron Jombang menyatakan satu sha sama dengan 3,145 liter, atau 14,65 cm2 atau sekitar 2751 gram.
Sedangkan pada umumnya di Indonesia, berat satu sha dibakukan menjadi 2,5 kg. Pembakuan 2,5 kg ini barangkali untuk mencari angka tengah-tengah antara pendapat yang menyatakan 1 sha' adalah 2,75 kg, dengan 1 sha' sama dengan di bawah 2,5 kg.
Sebab menurut kitab al-Fiqh al-Manhaj, Juz I, hal 548, 1 sha' adalah 2,4 kilo gram (Kebanyakan berpegang pada pendapat ini). Ada juga yang berpendapat 2176 gram (2,176 kg).

Di dalam kitab al Syarqawi, op cit, juz I hal. 371, Al-Nawawi menyatakan 1 sha' sama dengan 683 5/7 dirham. Jika di konversi dalam satuan gram, hasilnya tidak jauh dari 2176 gram. Baca juga Idrus Ali, Fiqih Kontekstual; Khulasah Istilah-istilah Kitab Kuning, Kuliah Syari'ah PP. Sidogiri, 1423 H, hal. 20-21.

Alhasil, apa yang terjadi di masyarakat, memang tidak lepas dari masalah khilafiyyah yang sebenarnya sudah terakomodir oleh ulama madzhab. Kalau kita orang awam, tidak harus mengetahui semuanya, tapi cukup mengikuti salah satunya. Menurut Imam Ghazali,

"Wajib bagi orang awam untuk taqlid kepada salah satu madzhab" (Imam Al Ghazali).

Lihat Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali , al-Mustashfa, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2000, hal. 371

Jadi dapat disimpulkan bahwa, Zakat Fitrah setara dengan 2,5 Kg sesuai keterangan diatas hukumnya sah (karena ada pendapat yang mengatakan 1 sha' = 2,176 Kg). 
Namun ada baiknya jika mengeluarkan Zakat Fitrah sebesar 2,7 Kg per jiwa (2,73 kg) (menurut madzhab Maliki).


Pokok bahasan: Bagaimana Jika Makanan Pokok untuk Zakat Fitrah diganti dengan Uang?

Berdasarkan Hadits Shahih Berikut ini:
Telah menceritakan kepada kami Abu An-Nu'man telah menceritakan kepada kami Hammad bin Zaid telah menceritakan kepada kami Ayyub dari Nafi' dari Ibnu 'Umar radliallahu 'anhuma berkata: Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mewajibkan zakat fithri, atau katanya zakat Ramadhan bagi setiap laki-laki maupun perempuan, orang merdeka maupun budak satu sha' dari kurma atau satu sha' dari gandum". Kemudian orang-orang menyamakannya dengan setengah sha' untuk biji gandum. Adalah Ibnu 'Umar radliallahu 'anhuma bila berzakat dia memberikannya dengan kurma. Kemudian penduduk Madinah kesulitan mendapatkan kurma akhirnya mereka mengeluarkan gandum. Ibnu 'Umar radliallahu 'anhuma memberikan zakatnya atas nama anak kecil maupun dewasa hingga atas nama bayi sekalipun dan Ibnu 'Umar radliallahu 'anhuma memberikannya kepada orang-orang yang berhak menerimanya dan dia mengeluarkan zakatnya itu sehari atau dua hari sebelum hari Raya 'Iedul Fithri. (No. Hadist: 1415 dalam KITAB SHAHIH BUKHARI)

Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Yunus telah menceritakan kepada kami Al Laits dari Nafi' bahwa 'Abdullah bin 'Umar radliallahu 'anhua berkata: Nabi shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan kami tentang zakat fithri berupa satu sha' dari kurma atau satu sha' dari gandum". Berkata, 'Abdullah radliallahu 'anhu: "Kemudian orang-orang menyamakannya dengan dua mud untuk biji gandum". (No. Hadist: 1411 dalam KITAB SHAHIH BUKHARI)


حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ عَنْ عِيَاضِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَعْدِ بْنِ أَبِي سَرْحٍ الْعَامِرِيِّ أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا سَعِيدٍ الْخُدْرِيَّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ كُنَّا نُخْرِجُ زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ طَعَامٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ أَقِطٍ أَوْ صَاعًا مِنْ زَبِيبٍ

Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Yusuf telah mengabarkan kepada kami Malik dari Zaid bin Aslam dari 'Iyadh bin 'Abdullah bin Sa'ad bin Abu Sarhi Al 'Amiriy bahwa dia mendengar Abu Sa'id Al Khudriy radliallahu 'anhu berkata: "Kami mengeluarkan zakat fithri satu sha' dari makanan atau satu sha' dari gandum atau satu sha' dari kurma atau satu sha' dari keju (mentega) atau satu sha'dari kismis (anggur kering) ". (No. Hadist: 1410 dalam KITAB SHAHIH BUKHARI)

Keterangan:
Dari hadits diatas disebutkan bahwa mengeluarkan zakat fitrah adalah dengan makanan atau gandum atau kurma atau keju (mentega) atau kismis (anggur kering). Lalu bagaimana kalau diganti dengan uang?
Sesungguhnya pada Jaman Nabi SAW, telah ADA mata uang dalam bentuk Dirham dan Dinar. Dan ternyata tidak ada satupun hadits dari Nabi SAW, yang menyatakan bolehnya mengeluarkan zakat fitrah/zakat jiwa menggunakan uang Dirham dan Dinar.
Sehingga bagaimana kita yang jaman sekarang ini mau melakukan sesuatu yang tidak ada contohnya dari Nabi SAW., dengan membayar zakat fitrah (zakat jiwa) menggunakan uang, padahal pada zaman itu sudah ada mata uang, dan Nabi SAW tidak pernah sekalipun mengeluarkan zakatnya (fitrah) menggunakan uang?
Kalau dilihat beberapa hadits, para sahabat Nabi SAW. juga meng-qiyaskan perintah Nabi SAW. dalam mengeluarkan zakat fitrah, namun tidak ada satupun dari mereka yang meng-qiyaskan dengan mata uang, semuanya dengan makanan (bahan makanan pokok yang mudah dijumpai saat itu).

Ingatlah, zakatnya Jiwa adalah dalam bentuk makanan, dan zakatnya Harta adalah dalam bentuk Dinar, Dirham, Dollar atau Rupiah. Mohon dibedakan antara zakat jiwa dan zakat harta ...


Kapankah Terakhir diPerbolehkan untuk Mengeluarkan Zakat Fitrah?
Menurut Ibnu 'Umar ra, mengeluarkan zakat itu sehari atau dua hari sebelum hari Raya 'Iedul Fithri (keterangan hadits no: 1415 Sahih Bukhari diatas) dan paling lambat sebelum orang-orang berangkat untuk shalat ('Ied), seperti pada hadits dibawah ini:

Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Muhammad bin As-Sakkan telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Jahdham telah menceritakan kepada kami Isma'il bin Ja'far dari 'Umar bin Nafi' dari bapaknya dari 'Abdullah bin 'Umar radliallahu 'anhua berkata: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mewajibkan zakat fithri satu sha' dari kurma atau sha' dari gandum bagi setiap hamba sahaya (budak) maupun yang merdeka, laki-laki maupun perempuan, kecil maupun besar dari kaum Muslimin. Dan Beliau memerintahkan agar menunaikannya sebelum orang-orang berangkat untuk shalat ('Ied) ". (No. Hadist: 1407 dalam KITAB SHAHIH BUKHARI)

Bagaimana dengan Membayar Zakat Secara Langsung?
Membayar zakat tanpa melalui 'amil itu hukumnya boleh dan sah. Berikut ini kami kutipkan keterangan tentang hal tersebut, terutama yang terdapat di dalam terjemahan Fiqih Sunnah jilid III, penerbit PT Al Ma’arif Bandung, cetakan ke-20, halaman 135 – 136:

Biasanya Rasulullah saw mengirim petugas-petugasnya buat mengumpulkan zakat dan membagi-bagikannya kepada para mustahik. Abu Bakar dan Umar juga melakukan hal yang sama, tidak ada bedanya antara harta-harta yang jelas maupun yang tersembunyi.(Harta-harta yang jelas itu misalnya hasil tanaman, buah-buahan, ternak dan barang tambang, sedang yang tersembunyi, ialah barang dagangan, emas-perak dan harta karun)
Tatkala datang masa pemerintahan Usman, seketika ia masih menempuh jalan tersebut. Tetapi waktu dilihatnya banyaknya harta-harta yang tersembunyi, sedang untuk mengumpulkannya menyulitkan, dan untuk menyelidikinya menyusahkan pemilik-pemilik harta, maka pembayaran zakat itu diserahkannya kepada para pemilik harta itu sendiri.
Dan para fukaha telah sepakat, bahwa yang bertindak membagikan zakat itu adalah pemilik-pemilik itu sendiri, yakni jika zakat adalah dari hasil harta yang tersembunyi. Berdasarkan riwayat Saib bin Yazid:
“Saya dengar Usman bin Affan berkhotbah di mimbar Rasulullah saw, katanya: ‘Ini adalah bulan pembayaran zakat! Maka siapa-siapa yang masih mempunyai utang di antara kamu, hendaklah dilunasinya utangnya hingga hartanya jadi bersih, maka dapat dibayarnya zakat’!”
(Diriwayatkan oleh Baihaqi, dengan isnad yang sah)
Berkata Nawawi: “Tidak terdapat pertikaian. Dan sahabat-sahabat kami menyampaikan tercapainya ijma’ dari kaum muslimin.”
-------------------------------------


Mengenai Surat at-Taubah Ayat 103
Ayat tersebut berbunyi (lihat teksnya di al-Qur'an):

خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ ۖ إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ ۗ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

103. ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.

Dilihat dari asbabun nuzulnya (sebab turunnya), ayat ini tidak bercerita tentang masalah ‘amil. Ayat ini berkaitan dengan ayat sebelumnya (ayat 102) yang bercerita tentang Abu Lubabah dan kawan-kawannya yang menyesal karena tidak ikut berangkat jihad bersama Rasulullah saw padahal tidak ada suatu halangan apapun bagi mereka yang dapat dibenarkan untuk tidak ikut berperang. Ayat tersebut berbunyi:

وَآخَرُونَ اعْتَرَفُوا بِذُنُوبِهِمْ خَلَطُوا عَمَلًا صَالِحًا وَآخَرَ سَيِّئًا عَسَى اللَّهُ أَنْ يَتُوبَ عَلَيْهِمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

102. Dan (ada pula) orang-orang lain yang mengakui dosa-dosa mereka, mereka mencampurbaurkan pekerjaan yang baik dengan pekerjaan lain yang buruk. Mudah-mudahan Allah menerima taubat mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Untuk lebih jelasnya marilah kita simak keterangan yang terdapat dalam buku Asbabun Nuzul[K.H.Q  Shaleh dan H.A.A. Dahlan, Asbabun Nuzul Latar belakang Historis Turunnya Ayat-Ayat Alqur’an, Edisi II, (Bandung: CV. Penerbit Diponegoro, 2000), hlm. 278-279] tentang ayat 102 tersebut sebagai berikut:
“Dalam suatu riwayat dikemukakan, ketika Rasulullah saw berangkat Jihad, Abu Lubabah dan lima orang kawannya meninggalkan diri. Abu Lubabah dan dua orang kawannya termenung dan menyesal atas perbuatannya, serta yakin akan bahaya yang akan menimpanya. Mereka berkata: Kita di sini bersenang-senang di bawah naungan pohon, hidup tenteram beserta istri-istri kita, sedangkan Rasulullah beserta kaum mukminin yang menyertainya sedang berjihad. Demi Allah, kami akan mengikat diri pada tiang-tiang dan tidak akan melepaskan talinya kecuali dilepaskan oleh Rasulullah.” Kemudian mereka melaksanakannya, sedang yang tiga orang lagi tidak berbuat demikian. Ketika pulang dari medan jihad, Rasulullah bertanya: “Siapakah yang diikat di tiang-tiang itu?” Berkatalah seorang laki-laki: “Mereka itu Abu Lubabah dan teman-temannya yang tidak ikut ke medan perang beserta tuan. Mereka berjanji tidak akan melepaskan diri mereka kecuali jika tuan yang melepaskannya.” Bersabdalah Rasulullah saw: “Aku tidak akan melepaskan mereka sebelum aku mendapat perintah (dari Allah).” Maka turunlah ayat ini (Q.S. 9 at-Taubah: 102) yang mengampuni dosa mereka. Setelah turun ayat tersebut, Rasulullah saw melepaskan ikatan dan memberi maaf kepada mereka…

Diriwayatkan oleh Ibnu Marduwaih dan Ibnu Abi Hatim, dari al-‘Aufi yang bersumber dari Ibnu Abbas”
Demikianlah asbabun nuzul surat at-Taubah ayat 102. Sedangkan asbabun nuzul ayat 103-nya adalah sebagai berikut:
“…Abu Lubabah bersama kedua temannya, setelah dilepaskan, datang menghadap Rasulullah saw dengan membawa harta bendanya, seraya berkata: “Ya Rasulallah! Ini adalah harta benda kami, sedekahkanlah atas nama kami, dan mintakanlah ampunan bagi kami.” Rasulullah saw menjawab: “Aku tidak diperintah untuk menerima harta sedikitpun.” Maka turunlah ayat selanjutnya (Q.S. 9 at-Taubah: 103) yang memerintahkan untuk menerima sedekah mereka dan mendoakan mereka.
Diriwayatkan oleh Ibnu jarir dari ‘Ali bin Abi Thalhah yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas.
Dan diriwayatkan pula, seperti riwayat yang dikemukakan oleh ‘Ali bin Abi Thalhah tersebut, oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Sa’id bin Jubair, adl-Dlahhak, Zaid bin Aslam dan lain-lain.”
Jadi jelas bahwa secara asbabun nuzul, ayat itu turun tidak berkenaan dengan ‘amil.
Hal ini juga pendapat sebagian ulama ahli tafsir yang menyatakan kalimat أَمْوَالِهِمْ "amwaalihim" mengembalikan dlomir (kata ganti) kepada orang² yang telah mengakui dosa mereka dan mencampuradukkan amal shalih dengan amal buruk (Q.S. 9 at-Taubah: 102). Ini pendapat sebagian ulama, sedangkan sebagian ulama berpendapat ayat tersebut sebagai dalil untuk memungut zakat.
Wa Allahu 'Alam bishshowab...


10 komentar:

  1. 2.5 kg kalo di hitung dengan mata uang berapa rupiah ya , mohon pencerahannya terima kasih.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mohon maaf, kalau dalam rupiah tergantung dari kebijakan masing-masing amil zakat atau masjid. Biasanya kalau dlm rupiah, lebih tinggi dari harga beras 2,5 kg

      Hapus
  2. Terimakasih juga .... semoga bermanfaat dan barokah ...

    BalasHapus
  3. Bagaimana jika bos kita yg menanggung/membayarkan zakat fitrah kita ?
    Boleh atau tidak ?
    Bagaimana hukumnya ?

    BalasHapus
  4. Kewajiban kita membayarkan zakat fitrah adalah kepada orang-orang yang nafkahnya menjadi tanggungan kita. Misalnya, isteri dan anak-anak. Atau misalnya anak yatim yang kita pelihara dengan nafkah kita. Sedangkan bos, dia itu bukan yg menanggung nafkah kita.
    Sederhananya, hubungan antara suami-istri-anak kandung-anak yatim, itu ada ikatan yg kuat, baik secara agama atau secara adat. Sedangkan hubungan antara bos-anak buah, itu hanyalah ikatan kerja semata. Selama anak buah bekerja, maka bos membayar, sangat berbeda dng hubungan antara suami-istri-anak kandung-anak yatim, atau keluarga.

    Jadi tidaklah pantas, kalau bayar zakat fitrah, yg notabene sangatlah murah, malah ditanggungkan kepada bos yg tidak ada hubungan kekerabatan melainkan hanya hubungan kerja belaka. Jadi menurut hemat saya, sebaiknya zakat fitrah itu kita bayar sendiri atau kita bayar lagi zakat fitrah, walaupun bos sudah membayarkannya.
    Wa Allahu 'Alam

    BalasHapus